Sistem Religi Masyarakat Batak Toba di Desa Serdang Sistem Mata Pencaharian

Keragaman etnis yang ada didaerah Desa Serdang ialah Melayu, Jawa, Batak Toba dan Karo. Dalam kehidupan sehari-hari, orang Batak sangat terkenal dengan nada bicara yang kasar dan keras yang terbawa dari daerah asalnya dan sampailah ditempat tinggalnya sekarang, oleh sebab itu didalam masyarakat orang Batak Toba yang berada di daerah Desa Serdang selalu beradu pendapat ketika terjadi suatu permasalahan mengenai lahan yang ingin dikuasai. Agar tidak semakin besar permasalahannya, maka mereka membangun kampung lainnya yaitu adany a kampung sumur, kampung karo, dan kampung mesjid yang letaknya tidak jauh dari Desa Serdang. Dengan adanya kampung sumur, kampung karo, dan kampung mesjid tidak menjadikan orang Batak Toba tersebut berselisih paham, melainkan interaksi mereka tetap terjaga dengan baik antara yang satu dengan yang lainnya.

2.3 Sistem Religi Masyarakat Batak Toba di Desa Serdang

Sistem religi merupakan semua aktivitas manusia yang mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Sistem religi juga berhubungan dengan kepercayaan dan agama. Secara sederhana agama merupakan pegangan hidup agar tidak menyimpang. Tapi bagi orang-orang yang beraliran komunis mungkin agama hanya merupakan candu yang tidak membawa dalam kemajuan atau kehidupan yang sempurna. Kepercayaan dan agama ini memiliki perbedaan, dimana kepercayaan itu lahir dari adanya kesadaran akan kekuatan supranatural, seperti kepercayaan terhadap roh nenek moyang, dewa - dewa, kekuatan alam, ilmu gaib dan lain - lain. Sedangkan agama itu adalah keyakinan yang mutlak dan harus diterima Universitas Sumatera Utara oleh umatnya yang berisi pedoman - pedoman tentang apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan dan menuntun umatnya agar memperoleh keselamatan di dunia dan di surga. Masyarakat yang ada di Desa Serdang pada umumnya menganut agama Kristen, Islam, Katholik dan sebagian lagi ialah kepercayaan Parmalim. Dahulu kepercayaan Parmalim yang ada di Desa Serdang hanya ada 2 keluarga, akan tetapi sekarang tinggal 1 keluarga. Hal ini disebabkan orang tua dari salah satu keluarga tersebut meninggal dan hanya tinggal anak-anaknya saja yang masih hidup, lalu anak- anaknya masuk ke agama Kristen. Sampai sekarang agama parmalim masih bertahan hanya 1 keluarga saja di Desa Serdang. Kedatangan masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang membawa pengaruh agama yang mereka anut dari daerah asal mereka masing-masing. Agama yang dianut oleh masyarakat Batak Toba mayoritasnya adalah Kristen dan Katholik yang beribadah ke gereja. Universitas Sumatera Utara Tabel I Jumlah pemeluk agama di Desa Serdang kecamatan Beringin Agama Laki – laki Perempuan ISLAM 160 Orang 147 Orang KRISTEN 900 Orang 949 Orang KATHOLIK 323 Orang 300 Orang JUMLAH 1283 Orang 1296 Orang Sumber data: Kantor Kepala Desa Serdang

2.4 Sistem Mata Pencaharian

Pada umumnya Desa Serdang merupakan salah satu daerah lahan pertanian, dimana masyarakat yang tinggal didaerah ini hidup dari sektor pertanian. Dengan kata lain bertani merupakan mata pencaharian utama dari Desa Serdang tersebut. Pada awalnya Desa Serdang ini dibuka oleh masyarakat Melayu, tetapi pada tahun 1930 terjadi bencana alam yaitu banjir bandang yang mengakibatkan sebagian masyarakat Melayu berpindah ke daerah lain, seperti: Percut Seituan, Pantai Labu, Pantai Cermin, Lubuk Pakam, Tembung dan Perbaungan. Sehingga didaerah Desa Universitas Sumatera Utara Serdang tersebut menjadi lahan yang kosong ataupun dapat dikatakan bahwa Desa Serdang tersebut menjadi hutan. Pada waktu daerah Desa Serdang itu menjadi hutan, maka ada 2 orang Batak yang bermarga Samosir dan nainggolan, mereka melihat bahwa lahan yang ada di Desa Serdang yang hutan atau rawa-rawa sangat cocok dijadikan lahan pertanian untuk ditanami segala jenis tanaman, seperti: jagung, sayuran,dan yang peling dominan ialah padi. Kemudian sesudah orang Batak tersebut membuka lahan pertanian diajaklah sebagian orang Batak yang berasal dari kampung halaman mereka yaitu samosir untuk bermigrasi ke Desa Serdang, agar dapat memperbaiki kehidupan ekonomi mereka. Sehingga dengan bermigrasi orang Batak ke Desa Serdang maka desa tersebut lebih dominan dihuni oleh masyarakat Batak Toba. Pada tahun 1954 mulai dibuka Desa Serdang yang dulunya rawa-rawa menjadi lahan pertanian. Masyarakat Desa Serdang pada tahun 1954 masih mengandalkan air dari sungai untuk mengairih sawah mereka, agar dapat ditanami padi, karena keadaan alam dan letak sawah atau ladang mereka berada dekat dengan pinggiran sungai, sehingga memudahkan masyarakat Desa Serdang tersebut untuk menanam padi. Pada tahun 1954 masyarakat Desa Serdang tersebut menanam padi dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti: cangkul, tajak, sabit, dan untuk membajak sawah yaitu kerbau agar dapat ditanami padi. Universitas Sumatera Utara Namun setelah mengalami perkembangan masyarakat Batak yang berada di Desa Serdang ini mengganti sistem peralatan yang dulunya mereka pergunakan alat sederhana seperti cangkul, tajak, sabit dan kerbau menjadi tenaga mesin seperti jetor. Hasil pertanian mereka pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan sebagian juga dijual. Setelah mereka menggunakan tenaga mesin, akhirnya membawa dampak yang cukup baik dan tidak memerlukan waktu yang lama. Selain menanam padi, masyarakat Desa Serdang juga menanam tanaman palawija, seperti sayur-sayuran dan cabai yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka dan hasilnya mereka jual ke pasar. Selain bertani masyarakat Batak yang ada di Desa Serdang juga melakukan kegiatan berdagang. Berdagang juga merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Batak yang ada di Desa Serdang. Pada tahun 1980 an masyarakat Batak yang ada di Desa Serdang mulai mengalami perubahan, baik itu dari segi kehidupan sehari-hari dan juga pekerjaan mereka setiap harinya. Terlebih lagi setiap tahun jumlah penduduk yang ada di desa Serdang semakin bertambah dan sebagian pergi dari desa tersebut untuk menambah wawasan mereka ditempat perantauan. Sebelum tahun 1954 orang melayu yang tinggal di desa Serdang diperkirakan sekitar 3308 orang, sedangkan Pada tahun sekarang orang melayu yang ada di Desa Serdang sekitar 271 orang. 13 13 Wawancara, Abdul Malik, Desa Serdang, 20 agustus 2013. Universitas Sumatera Utara Sehingga dilihat dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa orang melayu sekarang jumlah penduduknya tidak sebanding dengan tahun sebelum datangnya Batak Toba di Desa Serdang. Universitas Sumatera Utara

BAB III KEBERADAAN ORANG BATAK TOBA DI DESA SERDANG

3.1 Sebelum Dan Sesudah Masuknya Orang Batak Toba di Desa Serdang

Keberadaan kerajaan Serdang ini sebagai salah satu kerajaan Melayu di pesisir pantai Timur Sumatera Utara dan tidak terlepas dari kerajaan Deli. Kerajaan Serdang secara Historis berasal dari keturunan yang sama dengan kerajaan Deli. Kedua kerajaan ini mengakui bahwa leluhur mereka adalah panglima Gocah Pahlawan. Lahirnya kerajaan ini disebabkan oleh konflik perebutan tahta kerajaan yang terjadi di Deli antara keturunan Tuanku Panglima Paderap. Konflik bersaudara ini diawali dari pengambil alihan mahkota kerajaan oleh tuanku Pasutan yang merupakan putera kedua dari tuanku Panglima Paderap. Berdasarkan adat melayu, putera bungsu Tuanku Panglima Paderaplah yang lebih berhak memimpin kerajaan Deli. 14 Hal ini dikarenakan Tuanku Umar , putera bungsunya tersebut merupakan putera gahara permaisuri yang bernama tuanku Puan Sampali. Pada saat peristiwa tersebut terjadi, Tuanku Umar belum cukup umur sehingga mengalami kekalahan akibat perebutan tersebut. Akibatnya dari kekalahan tersebut Tuanku Umar dan permaisuri ibundanya pindah dan mendirikan kampung besar Serdang. 15 14 Ichwan Azhari, Jejak Sejarah Dan Kebudayaan Di Sumatera Utara, Medan: Badan Perpustakaan Arsip Dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara, 2009. 15 Kampung Besar terletak di Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Universitas Sumatera Utara