Konflik Sosial antara Tokoh Tiurma dengan Pandapotan

22 dan kecewa atas tindakan perselingkuhan yang dilakukan oleh Lindung. Emosi Nauli memuncak ketika Lindung mengatakan bahwa ia akan menikah lagi. Nauli yang ketika itu sedang dalam keadaan emosi tidak mau mendengarkan alasan Lindung menikahi Tiurma.Kecemburuan tokoh Nauli serta tindakan perselingkuhan yang dilakukan oleh Lindung melahirkan emosi dalam dirinya. Sehingga menimbulkan pertengkaran di antara keduanya.

B. Konflik Sosial antara Tokoh Tiurma dengan Pandapotan

Tokoh Tiurma dalam novel Seteguk Air Zam-Zam, digambarkan sebagai seorang janda pendatang baru di desa di kaki bukit daerah Mandailing. Ia seorang janda yang memiliki usaha warung sembako yang cukup besar sebagai matapencahariannya dan belum memiliki anak sedangkan tokoh Pandapotan digambarkan sebagai mantan suami Tiurma yang selama ini menghilang. Konflik sosial yang terjadi antara tokoh Tiurma dengan Pandapotan dilatarbelakangi oleh masalah keuangan. Konflik itu terjadi ketika Pandapotan mendatangi rumah Tiurma. Tiurma selama ini mengira bahwa Pandapotan telah meninggal dunia karena amukan warga ketika Pandapotan membakar traktor milik Haji Sulaiman. Ternyata Pandapotan masih hidup dan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya ia menyamar menjadi seorang pengemis. Konflik sosialitu tergambar ketika tokoh Pandapotan meminta uang kepada Tiurma. Tiurma adakalanya mendapatkan ancaman dari Pandapotan apabila ia tidak dapat memberikan apa yang diinginkan oleh Pandapotan terutama jika Pandapotan meminta uang kepadanya. Berikut penggalan ceritanya: “Aku butuh uang, Tiur” pinta lelaki itu lagi.... Universitas Sumatera Utara 23 “Bukan dua puluh ribu, Tiur,” lelaki itu mengembalikan uang itu kepada Tiur. “Laluberapa harus kuberikan?” “Banyak. Aku butuh uang banyak untuk bersembunyi dari satu desa ke desa lainnya, juga sampai ke kota.”.... “Tambah lagi. Tiur” “Aku tidak punya uang lagi” tubuh Tiur gemetar menatap sorot mata lelaki itu teramat tajam, seperti menyemburkan api. “Jangan bohong kepadaku” “Sungguh aku tidak punya lagi” “Atau aku sendiri yang akan mengambilnya dan membongkar isi lemarimu?.” “Demi tuhan aku tidak punya uang lagi” “Kalau begitu aku yang harus mengambil sendiri uang itu”.... “Masih kurang, Tiur. Aku perlu uang untuk pergi jauh” “Tidak ada lagi sisa uang” Lelaki itu tidak percaya dan tatapannya tetap saja seperti menyemburkan api yang amat panas. Setelah jadi buronan polisi, Bang Dapot jadi amat bringas dan kasar. “Jangan bohong, Tiur. Bukankah kau sudah membuka warung dan langgananmu banyak” “Tapi aku tidak punya uang banyak” “Jangan bohongi aku. Bukankah kau sudah kawin dan suamimu memberi nafkah?. Berikan aku uang yang cukup” “Demi Tuhan tidak ada yang lain” tubuh Tiur makin gemetar. “Ingat, kalau kau tidak memberiku uang yang cukup, aku akan tetap di sini, aku tidak akan pergi dari rumah ini”SAZZ: 90-91. Tindakan pemaksaan serta ancaman yang dilakukan oleh tokoh Pandapotan kepada Tiurma membuat Tiurma merasa ketenangannya terganggu. Dengan perasaan terpaksa ia memberikan uang miliknya kepada Pandapotan. Tiurma yang tidak memiliki pilihan lain serta rasa takut yang menyelimuti dirinya melahirkan konflik sosial antara dirinya dengan Padapotan. Konflik sosial yang terjadi antara Tiurma dengan Pandapotan juga tergambar ketika Pandapotan merampas dompet Tiurma dan mengambil semua isi uang yang ada dalam dompet itu. Berikut penggalan ceritanya: “Jangan ambil semua uang itu, Bang Dapot1. Jangan ambil semua,” Tiurma berusaha untuk meminta kembali dompet itu. Universitas Sumatera Utara 24 “Aku butuh uang, Tiur. Kau harus sadar, aku butuh uang. Tanpa uang aku akan mati kelaparan.” Tukas lelaki itu dan bersiap-siap untuk melangkah pergi. “tapi uang itu untuk modal.” Tiurma berusaha merebut dompet itu dari tangan Bang Dapot, tapi sia-sia. “Warung ini akan bangkrut kalau Bang Dapot mengambilnya.”SAZZ: 146. Selain itu, konflik sosial yang terjadi antara tokoh Tiurma dengan Pandapotan juga tergambar pada penggalan cerita berikut: “Tidak usah kau beri aku uang, tapi berikan kalung ini kepadaku,” lelaki itu berkata setengah berbisik. “Tidak. Tidak, Bang Dapot. Aku tidak dapat memberikan kalung ini kepada siapa pun,” Tiurma mencegah. “Aku butuh biaya untuk pergi ke ujung dunia.” “Tapi kalung ini tidak akan kuberikan kepada siapa pun. Kalung ini adalah kenang-kenangan dari ibuku. Kalung ini tidak akan terlepas dari diriku sampai kapan pun” “Kalau kalung ini tidak kau berikan, itu artinya aku gagal untuk menyeberangi laut. Itu artinya aku akan tetap tinggal disini bersamamu....”SAZZ: 100-101. Cerita di atas menggambarkan bahwa tokoh Pandapotan saat itu tengah memaksa Tiurma untuk memberikan kalungnya tetapi Tiurma tidak mau memberikan kalung itu karena kalung itu merupakan peninggalan dari ibunya. Pandapotan yang senantiasa memberikan ancaman kepada Tiurma membuat Tiurma terpaksa menuruti keinginannya. Dengan sangat terpaksa Tiurma memberikan kalung peninggalan ibunya kepada Pandapotan.

C. Konflik Sosial antara Tokoh Lindung dengan Tiurma