18
kepada pembaca. Pembaca seolah-olah ikut merasakan keadaan ataupun peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.
Di dalam novel Seteguk Air Zam-Zam terdapat empat tokoh utama yang mengalami konflik yaitu tokoh Nauli, Lindung, Tiurma, dan Pandapotan. Tokoh
Nauli mengalami konflik sosial dengan Tokoh Lindung, tokoh Tiurma mengalami konflik sosial dengan tokoh pandapotan, dan tokoh Tiurma mengalami konflik
sosial dengan tokoh Lindung. Berikut gambaran konflik sosial yang terjadi antartokoh dalam novel Seteguk Air Zam-Zam:
A. Konflik Sosial antara Tokoh Nauli dengan Lindung
Novel Seteguk Air Zam-Zam menggambarkankonflik sosial yang terjadi antara tokoh Nauli dengan suaminya yang bernama Lindung.Dalam novel tersebut,
tokoh Nauli digambarkan sebagai seorang guru yang bertempat tinggal di daerah Mandailing. Ia merupakan seorang isteri yang patuh teradap suami dan juga
termasuk wanita yang taat dalam agamanya. Nauli juga merupakan seorang guru yang sangat sabar dalam mendidik murid-muridnya serta sabar dalam menghadapi
persoalan dalam rumah tangganya sedangkan tokoh Lindung digambarkan sebagai seorang suami yang memiliki watak keras, tetapi sangat sayang terhadap isterinya.
Tokoh Lindung juga digambarkan sebagai seorang suami yang lebih percaya kepada orang pintar dukun dalam hal menyembuhkan penyakit ataupun dalam
meminta pertolongan daripada seorang dokter. Tokoh Nauli sendiri sebenarnya lebih percaya kepada dokter daripada orang pintar dukun. Adanya perbedaan
pendapat mengenai keahlian seorang dokter dan orang pintar dukun antara Nauli
dengan Lindung adakalanya menimbulkan konflik. Berikut penggalan ceritanya:
Universitas Sumatera Utara
19
“Bang Lindung harus ingat pernah terbaring sakit selama hampir tigabulan. Penyebabnya adalah rokok”
“Siapa bilang?” “Dokter Puskesmas”
“Bohong besar” “Lalu apa penyebab Bang Lidung terbaring selama hampir tiga
bulan?” “Ompung Marlaut bilang ada orang yang dengki kepada kita. Karena
aku seorang petani dan mendapatkan isteri seorang guru yang cantik. Malah Ompung Marlaut bilang, yang membuatku jatuh sakit adalah
seorang laki-laki yang pernah jatuh hati padamu lalu ingin membuatku supaya cepat masuk liang kubur.”....
“Yang menyembuhkan abang bukan dukun itu, tapi dokter puskesmas,” Nauli meyakinkan suaminya.
“Bukan, tapi Ompung Marlaut” “Bukan. Bukan”
“Terserah kepadamu, tapi aku tetap yakin, Ompung Marlautmemang
orang pintar.” “Ingat nasihat dokter, Bang Lindung. Rokok dapat menyebabkan
penyakit paru-paru, juga dapat menyebabkan kanker dan kemandulan” “Akh, masak bodoh dengan ucapan dokter. Semua itu Cuma
mengada-ada”SAZZ: 21-22. Cerita di atas menggambarkan percekcokan yang terjadi antara tokoh Nauli
dengan Lindung. Tokoh Lindung tidak sependapat dengan Nauli. Lindung yang memiliki watak keras terpancing emosi saat Nauli mengatakan bahwa yang
menyebabkan ia sakit adalah karena terlalu banyak mengonsumsi rokok danyang menyembuhkannya bukanlah seorang dukun yang bernama Ompung Marlaut
melainkan seorang dokter.Lindung yang lebih mempercayai keahlian seorang dukun daripada dokter membantah perkataan Nauli.Tokoh Nauli dan tokoh
Lindung saling mempertahankan pendapatnya masing-masing. Lindung bersikeras mengatakan bahwa ia sakit bukan disebabkan terlalu banyak mengonsumsi rokok
dan yang menyembuhkannya adalah Ompung Marlaut. Ia juga mengabaikan nasihat Nauli untuk berhenti merokok. Nauli yang lebih mempercayai keahlian
seorang dokter juga tetap mempertahankan pendapatnya. Tidak adanya persamaan
Universitas Sumatera Utara
20
pendapat di antara kedua tokoh tersebut melahirkan konflik sosial di antara keduanya.
Konflik sosial yang terjadi antara tokoh Nauli dengan Lindung juga tergambar ketika Nauli ingin melepas azimat yang diberikan oleh seorang dukun
kepadanya.Lindung sangat marah ketika Nauli merasa risih perutnya dilingkari azimat dari seorang dukun. Ia melarang Nauli untuk melepas azimat tersebut
sedangkan Nauli merasa bahwa azimat tersebut tidak memiliki khasiat apa-apa. Nauli yang taat dalam agamanya sebenarnya tidak ingin terlalu percaya kepada
dukun dan merasa keberatan jika memakai benda seperti itu karena dalam agama islam, mempercayai seorang dukun dan memakai azimat sudah termasuk syirik.
Keinginan yang sangat besar untuk segera memiliki anak membuat Nauli terpaksa memakai benda tersebut. Konflik sosial itu juga tergambar ketika Nauli
memaksakan keinginannya kepada Lindung untuk tetap mendatangi dokter ahli. Berikut penggalan ceritanya:
Bang Lindung sangat marah, ketika Bu Nauli merasa risih di perutnya dilingkari azimat itu.
“Ingat pesan Ompung Datu, empat puluh hari azimat ini harus tetap melekat pada diri kita.”
“Tapi rasanya tidak ada khasiat apa-apa” “Kita harus meyakini”
Bu Nauli hanya menghela nafas panjang. “Bukankah kita sudah amat ingin hadirnya seorang anak?. bukankah
kita sudah sangat ingin dari rahimmu akan lahir anak kita yang mungil?.”
“Rasanya belum ada perubahan meski pun sudah lebih empat bulan kita mendatangi orang pintar itu.”
“Tunggu saja beberapa minggu lagi. mudah-mudahan ada perobahan pada dirimu.”
“Kalau tidak ada perobahan apa pun, Bang Lindung mau mengantar aku ke dokter ahli?”
“Tidak. Tidak harus ke dokter lagi. Kita harus menemui Angkang Sori Pada untuk meminta bayi yang sedang dikandung isterinya untuk
menjadi anak kita.”
Universitas Sumatera Utara
21
“Terserah Bang Lindung, tapi saya tetap berkeinginan kita berdua mendatangi dokter ahli. Yang penting kehadiran anak di antara
kita.”SAZZ: 45-46.
Selanjutnya konflik sosial yang terjadi antara tokoh Nauli dengan Lindung juga tergambar ketika Nauli mengetahui Lindung berselingkuh dengan seorang
janda pendatang baru di desanya. Berikut penggalan ceritanya: “Mulai hari ini tidak ada lagi kopi hangat”
“Bah. Kenapa?. Kenapa?.” “Seorang isteri yang hatinya hancur tidak akan dapat membuatkan
kopi hangat lagi untuk suaminya.” Suara Nauli tinggi. “Bah. Kenapa begitu?”
“Tanya dirimu sendiri, pasti Bang Lindung tahu jawabnya” “Demi Tuhan, aku tidak tahu, Nauli. Adakah sesuatu yang sangat
menyakitkan hatimu hari ini?” “Ya, ada. Perempuan yang ada di mobil Bang Lindung siang tadi.
Itulah yang menghancurkan hatiku. Orang menyebutnya pendatang dan pemilik warung sembako. Aku sudah tahu”....
“Tidak usah sentuh lagi kalau memang sudah ada niat di hati Bang Lindung untuk kawin dengan orang lain.”
“Maafkan aku, Nauli. Kalau aku harus menikah lagi karena banyak famili memang menghendaki aku punya keturunan.”
“Lalu banyak famili juga meminta agar aku dilemparkan ke sungai sebagai benda busuk?”
“Tidak. Kau tetap sebagai isteriku, Nauli. Aku tetap cinta kepadamu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu.”
“Tidak mungkin” “Kenapa tidak mungkin?. Kita sudah hidup bersama hampir sepuluh
tahun sebagai suami isteri dan tidak pernah ada gempa dahsyat. Aku sudah tahu benar pribadimu, kesetiaanmu, kasih sayangmu. Tapi aku
sungguh sangat ingin punya anak. Hanya keturunan. Yang kucari tidak lebih dari itu.”
Bu Nauli menangis lagi. “Demi Tuhan, aku bersumpah, kau tetap isteriku yang kucintai. Aku
akan selalu berada di sisimu.” “Lalu setelah lahir seorang anak dari rahim perempuan itu lambat
laun aku akan terbuang, bukan?” “Demi Tuhan, tidak”SAZZ: 65-66.
Cerita di atas menggambarkan pertengkaran yang terjadi antara tokoh Nauli dengan Lindung. Konflik sosial itu terjadi ketika Nauli mengetahui Lindung
berselingkuh dengan seorang janda yang bernama Tiurma. Nauli merasa sakit hati
Universitas Sumatera Utara
22
dan kecewa atas tindakan perselingkuhan yang dilakukan oleh Lindung. Emosi Nauli memuncak ketika Lindung mengatakan bahwa ia akan menikah lagi. Nauli
yang ketika itu sedang dalam keadaan emosi tidak mau mendengarkan alasan Lindung menikahi Tiurma.Kecemburuan tokoh Nauli serta tindakan
perselingkuhan yang dilakukan oleh Lindung melahirkan emosi dalam dirinya. Sehingga menimbulkan pertengkaran di antara keduanya.
B. Konflik Sosial antara Tokoh Tiurma dengan Pandapotan