25
dengan menikahi Tiurma, ia akan mendapatkan keturunan karena selama delapan tahun usia pernikahannya dengan Nauli belum juga dikaruniai seorang anak.
Konflik sosial yang terjadi antara tokoh Lindung dengan Tiurma tergambar ketika Lindung mengetahui bahwa anak yang dilahirkan oleh Tiurma bukanlah
darah dagingnya melainkan darah daging Pandapotan yaitu mantan suami Tiurma. Lindung sangat marah kepada Tiurma ketika mengetahui bahwa anak yang
dilahirkan oleh Tiurma ternyata bukannlah darah dagingnya. Ia pun meninggalkan Tiurma dan anaknya. Lindung yang merasa sudah dibohongi selama ini tidak
memperdulikan permohonan maaf dari Tiurma. Ia tetap saja pergi dengan penuh kekesalan dan amarah. Berikut penggalan ceritanya:
Wajah itu tampak tegang. Dia amat marah. Ingin rasanya dia menampar wajah Tiurma. Ingin rasanya dia menarikkan rambutnya lalu
menghempaskannya ke tanah. Bahkan ingin rasanya lelaki itu mencekik batang lehernya. Seorang isteri yang melayani lelaki lain, pasti pantas
mati.
Tapi lelaki itu masih memiliki kesabaran di hatinya. Sama sekali lelaki itu tidak menyentuh tubuh Tiurma yang mendadak bersujud di
kakinya. “Maafkan aku, Bang Lindung. Ampuni aku,” Tiur menghiba dan
berusaha mencium kaki lelaki itu. “Aku sudah tahu apa yang terjadi. Aku sudah tahu rumah ini penuh
dosa. Rumah ini penuh noda,” suara lelaki itu menggelegar dan melangkah pergi. “Aku tidak akan pernah menginjakkan kaki di rumah
yang penuh dosa.”
“Jangan pergi, Bang Lindung. Jangan pergi.” Tangis Tiurma berderai-derai dan mencegah
Bang Lindung agar tidak meninggalkannya. Tapi lelaki itu tidak peduli.
“Demi Tuhan, aku tidak kembali ke rumah ini lagi,” lelaki itu melangkah ke arah mobilnya dan tidak sekali pun menoleh lagi
SAZZ:151-152.
4.1.2 Konflik Sosial Tokoh dengan Lingkungan Keluarga
Setiap keluarga harus dapat menjaga keutuhan keluarganya. Keutuhan keluarga yaitu keutuhan struktur dalam keluarga di mana dalam keluarga, di
Universitas Sumatera Utara
26
samping adanya seorang ayah, ibu beserta anak-anaknya, juga adanya keharmonisan dalam keluarga di mana di antara anggota keluarga itu saling
bertemu muka dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya Narwoko dan Suyanto, 2004: 237.
Konflik sosial tidak hanya terjadi antara seseorang dengan orang lain di luar lingkungan keluarga tetapi juga dapat terjadi di dalam lingkungan keluarga.
Interaksi yang dilakukan oleh anggota keluarga adakalanya menimbulkan terjadinya konflik sosial dalam keluarga tersebut bahkan konflik dalam
lingkungan keluarga lebih sering terjadi. Konflik sosial yang terjadi dalam lingkungan keluarga, misalnya konflik sosial yang terjadi antara suami dengan
istri, orangtua dengan anak, maupun dengan anggota keluarga lainnya. Konflik sosial yang terjadi antara tokoh dengan lingkungan keluarga dalam
novel Seteguk Air Zam-Zam tergambar pada tokoh Nauli dengan keluarga suaminya. Berikut penggalan ceritanya:
“Carilah seorang gadis yang benar-benar subur, Lindung,” kata-kata itu pernah terngiang di telingan Bu Nauli yang diucapkan Inang Boru.
“Kawin sekali lagi juga tidak ada salahnya, Lindung. sebab Nauli tidak mampu memberimu keturunan. Anak dalam keluarga dari suku
Mandailing sangat penting artinya,” ucapan Inang Tua benar-benar menyakitkan hati Bu Nauli.
“Siapa yang akan melanjutkan keturunanmu kalau kau tidak punya anak seorang pun?.”
“Bagimu untuk kawin sekali lagi tidak terlalu susah, sebab kau punya mata pencaharian dan siterimu Nauli punya gaji tetap. Dia tidak
akan kelaparan meskipun kau menikah lagi.” kata-kata yang diucapkan Nan Tulang Naposo lebih menyakitkan lagi. terkadang Bu Nauli
menitikkan air mata karena kata-kata itu.
Kalau sudah berkumpul dengan keluarga dan kerabat ketika mengahadiri acara Marbokkot bagas atau Mangadati Namaninggal
suara-suara sumbang yang sangat menggores hati selalu terdengar. Bu Nauli hanya mampu mengusap dada SAZZ: 52.
Universitas Sumatera Utara
27
“Memang nasib Nauli untuk selamanya tidak punya anak,” ujar salah seorang kerabat.
“Nauli memang bukan seorang ibu yang pintar merawat anak,” itulah komentar yang amat menyakitkan hati.
“andainya anak itu tetap diasuh ibu kandungnya, pasti umurnya masih panjang,” sambung famili yang lain.
“Nauli memang bukan seorang ibu yang tangannya dingin dalam mengasuh anak,” itulah komentar salah seorang kerabat dari suaminya.
“Kalau tahu ibu kandungnya bahwa anak itu akan meninggal di tangan Nauli, pasti tidak mengizinkan anak itu diambil sebagai anak
angkat.” “Sekarang tidak ada alasan lagi bagi Lindung untuk mencari seorang
isteri yang benar-benar dapat memberikan keturunan,” itulah kata-kata yang amat menyakitkan dan sekaligus seperti beling tajam yang
menggores relung hati Bu Nauli.
“Lalu bagaimana dengan Bu Nauli?” “Dia tidak akan terlantar karena punya gaji yang cukup untuk
menghidupi dirinya.” “Kalau Lindung mau, biar kami yang akan mencarikan seorang gadis
yang benar-benar subur. Mau lulusan pesantren juga ada. Ingat Habibah yang baru lulus dari pesantren Mustafawiyah?. Dia cantik, putih, pintar
memasak dans ekarang jadi guru mengaji. Gadis itu pasti pas dan tepat untuk Lindung,” ujar salah seorang famili yang bermukim di Muara
Soma.
Tangis Bu Nauli tidak hanya karena kehilangan seorang bocah yang pernah diasuhnya dan kini menghadap Tuhan, tapi karena banyak famili
dari suaminya yang menganjurkan agar Bang Lindung menikah lagi SAZZ: 56-57.
Cerita di atas menggambarkan bahwa keluarga Lindung tidak menyukai Nauli.Meskipun konflik sosial antara Nauli dengan keluarga Lindung tidak
diwarnai dengan adanya percekcokan atau adu mulut di antara keduanya, tetapi kata-kata yang menyinggung perasaan Nauli serta rasa tidak senang yang
ditunjukkan keluarga Lindung terhadap Nauli melalui kata-kata yang dilontarkan secara tidak langsung memicu terjadinya konflik sosial.
Konflik sosial antara Nauli dengan Keluarga Lindung terjadi dikarenakan Nauli belum dapat memberikan Lindung seorang anak. Keluarga Lindung sangat
mengharapkan agar ia dapat segera memiliki anak guna meneruskan keturunannya tetapi hingga usia perkawinannya menginjak delapan tahun Nauli belum juga
Universitas Sumatera Utara
28
dapat memberikan seorang anak. Keluarga Lindung mengatakan bahwa Nauli bukanlah wanita yang baik dan subur sehingga mereka selalu mendesak agar
Lindung mau menikah lagi.
4.1.3 Konflik Sosial Tokoh dengan Masyarakat