Tinjauan Pustaka LANDASAN TEORI

commit to user 11 Kasymir 1994 dalam penelitiannya tentang Keunggulan Komparatif dan Dampak Kebijakan pada komoditi kopi dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung, menyimpulkan bahwa komoditi kopi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Kebijakan pemerintah secara keseluruhan tidak memberi insentif untuk petani produsen, pedagangeksportir dan konsumen akhir untuk berproduksi dan mengkonsumsi komoditi kopi melalui kebijakan harga output. Terjadi pengalihan surplus dari petani produsen ke pedagangeksportir akibat posisi tawar yang lemah dalam pasar yang bersifat oligopilistik.

B. Tinjauan Pustaka

1. Kopi Tumbuhan kopi Coffea Sp. termasuk familia Rubiaceae yang dikenal mempunyai sekittar 500 jenis dengan tidak kurang dari 600 species. Genus Coffea merupakan salah satu genus penting dengan beberapa jenis species yang mempunyai nilai ekonomi dan dikembangkan secara komersial, terutama: Coffea Arabica L dengan hibridanya, Coffea Lierica dan Coffea Canephora diantaranya varietas Robusta. Tanaman kopi termasuk tumbuan tropik yang sangat mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan kawasan. Walaupun tumbuhan tropik, tanamannya tidak menghendaki suhu tinggi dan memerlukan tumbuhan naungan. Di daerah-daerah asal tumbuhan kopi di hutan-hutan Afrika tumbuhan kopi ditemukan di bawah-bawah pohon-pohon besar di hutan-hutan, dengan keadaan yang cukup lembab, terutama untuk tumbuhan kopi arabika. Jenis tanaman arabika lebih cocok dibudidayakan di daerah tropis di kawasan pegunungan pada ketinggian diatas 600 mdpl. Kopi robusta dapat dibudidayakan di kawasan-kawasan di bawah 700 mdpl. Tanaman kopi cocok karenanya dibudidayakan secara komersial di kawasan antara 20 o Lintang Utara dan 20 o Lintang Selatan. Indonesia terletak commit to user 12 dalam kawasan ini dan memiliki kawasan yang cocok untuk budidaya kopi, baik jenis arabika maupun robusta. Kawasan-kawasan penghasil kopi dalam mengusahakan budidaya kopi perlu memilih jenis tanaman dari klon-klon tanaman kopi yang seragam. Seragam pula cara budidaya kopi dan cara-cara pengolahan biji kopinya. Keseragaman hasil kebun yang demikian amat diperlukan oleh pabrik dan industri kopi yang bekerja dalam skala besar dan harus menghasilkan produk- produk yang seragam mutu dan mantap mutu hasilnya. Dibudidayakannya tanaman kopi dari klon-klon yang seragam, diterapkannya cara pertanaman dan prngolahan biji kopi yang sama akan menjamin dihasilkannya biji-biji kopi yang sejenis, seragam mutu dan seragam ukuran. Ini dapat memantapkan pasar dengan tingkat harga yang baik Siswoputranto, 1993. Kopi merupakan salah satu komoditi andalan perkebunan yang mempunyai kontribusi cukup nyata dalam perekonomian Indonesia, yaitu sebagai penghasil devisa, sumber pendapatan petani, penghasil bahan baku industri, penciptaan lapangan kerja dan pengembangan wilayah Dirjen perkebunan, 2006. Tingkat produktivitas tahun 2006 mencapai rata-rata sebesar 700 kg biji kering per hektar per tahun,baru mencapai 60 dari potensi produktivitas yang dimilikinya. Tingkat produksivitas tanaman kopi Indonesia juga lebih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen utama kopi dunia lainnya seperti Vietnam 1.540 kghath, Columbia 1.220 kghath dan Brazil 1000 kghath. Apabila ditinjau dari arah kebijakan umum pengembangan kopi tidak terlepas dari kebijakan umum pembangunan perkebunan, yaitu memberdayakan di hulu dan memperkuat di hilir guna menciptakan peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditi kopi, dengan memberikan intensif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan partisipasi seluruh stakeholder serta penerapan organisasi modern yang berlandaskan pada penerapan IPTEK Dirjen Perkebunan 2006 cit. Soetriono 2009. commit to user 13 2. Daya Saing Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk mengasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Daya saing suatu komoditi dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu negara dalam sistem ekonomi yang terbuka Warr, 1992; Lembaga Penelitian IPB, 19971998 cit. Saptana et al., 2006. Menurut Simatupang 1990 maupun Sudaryanto dan Simatupang 1993, konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing keunggulan potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai pada perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Aspek yang terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan yang terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari sebuah aktivitas. Sudaryanto dan Simatupang 1993 mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual Saptana et al., 2006. Apabila keunggulan komparatif memberi keragaan efisiensi ekonomi pada aktivitas produksi dalam kerangka nilai lebih dukung sumber daya yang ada, maka keunggulan kompetitif memberikan keragaan keuntungan maksimum dalam kerangka nilai lebih teknologi atau perangkat kebijaksanaan pemerintah yang mampu menciptakan sistem ekonomi biaya rendah baik sektor produksi maupun pasar karena rendahnya biaya transaksi transaction cost Monke dan Pearson, 1989. Sehingga komoditi yang dikembangkan mempunyai daya saing competitive pada pasar yang lebih luas commit to user 14 internasional dibandingkan jenis komoditi yang sama dari negara yang lain Asian Development Bank, 1993 dalam Darsono, 2004. Daya saing dalam artiannya merupakan penerapan manajeman dan teknologi yang lebih efisien, produk lebih bermutu serta jenis yang memenuhi selera dan permintaan pasar Wahyudi, 1989. Semakin kaya atau banyak sumber daya alam sebuah negara, semain besar permintaan domestik, serta semakin banyak industri pendukung atau pelengkap di suatu negara maka seakin kuat daya siang negara tersebut ditingkat internasional Halwani, 2002. 3. Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif Suatu negara memiliki keunggulan komparatif dalam berproduksi jika opportunity cost dalam produksi lebih rendah dari harga bayangan komoditi tersebut. Keuntungan bersih Net Social Profitability atau NSP adalah indikator dari keunggulan komparatif dengan dua penyesuaian yaitu seluruh output diasumsikan merupakan komoditi tradeable yang diekspor atau diimpor dan seluruh biaya input dibagi menjadi biaya tradeable dan faktor domestik Darsono, 2004. Keunggulan komparatif diukur menggunakan nilai ekonomi atau sosial. Komoditi yang memiliki keunggulan komparatif berarti efisien secara ekonomi. Perhitungan dengan nilai ekonomi selalu memakai harga bayangan shadow price yang mengambarkan nilai ekonomi dari unsur biaya maupun hasil. Keunggulan komparatif bersifat dinamis, artinya suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu harus mampu bersaing dengan negara lain. Keunggulan komparatif bisa berubah karena faktor yang mempengaruhinya berubah, yaitu perubahan ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi. Teori keunggulan komparatif mengutarakan, sebaiknya suatu negara berspesialisasi dan mengeskpor barang-barang dimana suatu negara tersebut commit to user 15 memiliki keunggulan komparatif. Artinya, dalam kontek biaya, setiap negara akan memperoleh keuntungan jika mengeskpor barang-barang yang biaya produksinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Atau dapat pula diartikan produktivitas relatif yang dimiliki oleh negara tersebut dalam memproduksi barang-barang yang diekspor adalah yang paling tinggi Basri, 1992 cit. Malik, 2003. Suatu negara akan mempunyai keunggulan komparatif apabila suatu kemampuan untuk mendapatkan suatu barang yang dapat dihasilkan pada suatu tingkat biaya yang relatif murah daripada barang-barang lain Darmanto, 1997. Sedangkan menurut Simatupang dan Pasandaran 1990 suatu negara mempunyai keunggulan komparatif dalam menghasilkan suatu komoditi jika biaya sosial harga ekonominya untuk menghasilkan suatu tambahan satu unit komoditi tersebut lebih kecil dari harga di pelabuhan border price. Lebih lanjut dikatakan Simatupang dan Pasandaran 1990 bahwa biaya produksi dinyatakan dalam nilai ekonomi atau nilai bayangan harga produksi diukur dari pada tingkat harga di pelabuhan yang berarti juga biaya ekonomi. Analisis keunggulan komparatif adalah analisis sosial ekonomi dan bukan analisis finansial privat. Inti dari analisis keunggulan komparatif adalah pemisahan efek penggunaan sumberdaya input non tradeable dalam proses produksi dari segala jenis input asing dan unsur lain pajak dan subsidi yang mempengaruhi harga barang yang dihasilkan. Dari pengertian di atas maka prosedur yang harus dilakukan dalam analisis keunggulan komparatif meliputi alokasi biaya input tradeable diperdagangkan dan non tradeable tidak diperdagangkan, alokasi biaya tradeable dan non tradeable, dan penentuan harga bayangan untuk input dan ouput serta nilai tukar rupiah terhadap US Exchange Rate. Untuk itu harga input dan output dihitung dengan mengeluarkan subsidi dan pajak yang terkandung dalan harga aktual di pasar harga privat Nutrisia, 2004 commit to user 16 Apabila keunggulan komparatif memberi keragaan efisiensi ekonomi pada aktivitas produksi dalam kerangka nilai lebih dukug sumber daya yang ada, maka keunggulan kompetitif memberikan keragaan keuntungan maksimum dalam kerangka nilai lebih teknologi atau perangkat kebijaksanaan pemerintah yang mampu menciptakan sistem ekonomi biaya rendah baik sektor produksi maupun pasar karena rendahnya biaya transaksi transaction cost Monke dan Pearson, 1989. Sehingga komoditi yang dikembangkan mempunyai daya saing competitive pada pasar yang lebih luas internasional dibandingkan jenis komoditi yang sama dari negara yang lain Asian Development Bank, 1993 dalam Darsono, 2004. Keunggulan kompetitif adalah kemampuan perusahaan untuk memformulasi strategi pencapaian peluang profit melalui maksimisasi penerimaan dari investasi yang dilakukan. Sekurang-kurangnya ada dua prinsip pokok yang perlu dimiliki perusahaan untuk meraih keunggulan kompetitif yaitu adanya nilai pandang pelanggan dan keunikan produk Mangkuprawira, 2007. Suatu perusahaan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif ketika perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain Kuncoro, 2008. 4. Harga Bayangan Pudjo Sumarto 1991 menyatakan bahwa harga bayangan shadow price merupakan suatu harga yang nilainya tidak sama dengan harga pasar, tetapi harga barang tersebut dianggap mencerminkan nilai sosial sesungguhnya dari suatu barang dan jasa. Harga bayangan digunakan untuk menyesuaikan terhadap harga pasar dari beberapa faktor produksi atau hasil produksi. Sedangkan Gray et al. 1992 menyatakan bahwa shadow price dari suatu produk atau faktor produk merupakan social opportunity cost, yaitu commit to user 17 nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan alternatif terbaik. Shadow price dari suatu produk umumnya ditentukan penawaran dan permintaan terhadap faktor produksi. Penyebab terjadinya harga bayangan ada empat hal. Pertama, perubahan- perubahan di dalam perekonomian yang terlalu cepat, sehingga mekanisme pasar tidak sempat mengikutinya. Dengan adanya keadaan yang demikian mengakibatkan harga tidak seimbang disequilibrium yang terjadi tidak mencerminkan biaya atau hasil yang sesungguhnya. Kedua, proyek-proyek yang terlalu besar dan tidak kelihatan invisible, menyebabkan perubahan di dalam harga pasar, baik untuk harga inputs maupun harga outputs, sehingga tidak dapat diperoleh suatu harga pasar yang dapat dipakai untuk mengukur nilainya. Ketiga, unsur-unsur monopolistis di dalam pasar, adanya pajak dan subsidi, pada akhirnya menyebabkan harga pasar menyimpang dari ukuran yang sebenarnya, baik dalam hal biaya maupun hasil sosial. Keempat, berbagai macam inputs biaya dan outputs keuntungan, sehingga dengan adanya sebab-sebab teknis, administratif ataupun sosial, maka menyebabkan tidak dapatnya dijual atau dibayardibeli dengan cara yang biasa. Efek-efek ekstern semacam ini memerlukan penilaian menurut harga bayangan. Beberapa cara yang digunakan dalam praktik untuk menentukan biaya bayangan, di antaranya adalah sebagai berikut. a. Untuk foreign exchange rate nilai tukar luar negeri, biasanya dipakai kurs resmi yang berlaku, yaitu kurs tukar yang ditentukan oleh pemerintah walaupun sebetulnya besarnya harga bayangan ini kadang- kadang lebih besar dari harga pasar ataupun kurs resmi. b. Untuk barang dan jasa sering dipakai harga pasar internasional world market prices atau harga perbatasan border prices karena keadaan pasar internasional biasanya dianggap mendekati pasar sempurna dibandingkan dengan keadaan pasar dalam negeri yang sering mendapat proteksi subsidi atau perlindungan. commit to user 18 c. Untuk tenaga kerja Jika di suatu daerah terdapat banyak pengangguran disquised unemployments, maka dipakai harga bayangan sama dengan nol, karena biaya opportunity untuk tenaga kerja yang menganggur atau pengangguran tak kentara adalah nol. Untuk suatu daerah pertanian, di mana terdapat musim buruh banyak yang menganggur disquised dan terdapat juga suatu musim lain yang memerlukan tenaga kerja yang ada, maka biaya tenaga kerja harus disesuaikan dengan keadaan tersebut. Untuk menilai tenaga unskilled labour dalam membuka lahan misalnya hutan di suatu perkebunan, maka dinilai setinggi jumlah yang diperlukan untuk memberi penghidupan mereka. Khusus untuk skilled labour, di dalam perhitungannya seringkali digunakan suatu harga bayangan lebih besar dari upah atau gaji yang berlaku Pudjosumarto, 2002. 5. Kebijakan Pemerintah Hingga saat ini intervensi atau kebijakan pemerintah tetap dipraktekkan dalam perdagangan internasional khususnya oleh negara yang sedang berkembang untuk melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah tersebut diharapkan akan mampu menstabilkan harga, peningkatan ketersediaan komoditi dalam negeri terutama pangan, peningkatan pendapatan. Kebijakan pemerintah biasanya terdapat pada harga output dan harga input produksi seperti pupuk dan pestisida. Dalam teori perdagangan internasional dibedakan dua macam kebijakan yaitu tariff barriers dan non-tariff barrier. Hambatan tarif adalah kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi harga, seperti bea impor, pajak ekspor, dan subsidi. Hambatan non-tariff adalah kebijakan yang langsung dikaitkan dengan kuantitas barang seperti: pembatasan ekspor, impor, bahkan pelarangan. Semua instrumen kebijakan tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan perdagangan internasional suatu commit to user 19 negara, serta perkembangan dan kinerja produksi dalam negeri sendiri. Implikasi kebijakan pemerintah biasanya diterapkan pada instrumen harga output dan input Malik, 2003. a. Kebijakan di bidang output Pengaruh kebijaksanaan Pemerintah pada harga output diterangkan oleh Monke dan Pearson 1989 dapat dikelompokkan ke dalam delapan tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan Tabel 4. Tabel 5. Tipe-tipe Kebijakan Harga Output Tradeable NO Instrumen Dampak terhadap Produsen Dampak terhadap Konsumen 1 Kebijakan Subsidi a. Tidak merubah Harga Pasar dalam Negeri b. Merubah harga Pasar Dalam Negeri Subsidi kepada Produsen a. Pada Barang impor S + PI, S – PI b. Pada Barang Ekspor S + PE, S – PE Subsidi kepada konsumen a. Pada Barang Impor S + CI, S – CI b. Pada barang ekspor S + CE, S – CE 2 Kebijakan Perdagangan Merubah Harga Pasar Dalam Negeri Hambatan pada Barang Impor TPI Hambatan pada Barang Ekspor TPE Sumber : Monke dan Pearson 1989 Keterangan: S+PI = Subsidi positif kepada produsen untuk barang impor S-PI = Subsidi negatif pajak kepada produsen untuk barang impor S+PE = Subsidi positif kepada produsen untuk barang ekspor S-PE = Subsidi negatif pajak kepada produsen untuk barang ekspor S+CI = Subsidi positif kepada konsumen untuk barang impor S-CI = Subsidi negatif pajak kepada konsumen untuk barang impor S+CE = Subsidi positif kepada konsumen untuk barang ekspor commit to user 20 S-CE = Subsidi negative pajak kepada konsumen untuk barang ekspor Terdapat dua instrumen kebijakan harga output yaitu kebijakan subsidi dan perdagangan. Kebijakan subsidi adalah pembayaran dari atau ke pemerintah. Bila dibayarkan kepada pemerintah disebut subsidi negatif, sebaliknya bila dibayarkan oleh pemerintah disebut subsidi positif, sehingga subsidi negatif merupakan kebalikan dari subsidi positif. Baik subsidi positif maupun negatif dimaksudkan untuk menciptakan harga domestik yang berbeda dari harga di pasar internasional untuk melindungi produsen atau konsumen dalam negeri. Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada ekspor atau impor suatu komoditi, dapat berupa kuota maupun pajak. Kebijakan perdagangan ekspor dilakukan untuk melindungi konsumen dalam negeri karena harga domestik yang lebih rendah daripada harga di pasar internasional. Pengenaan pajak ekspor maupun kuota ekspor dilakukan agar produsen tidak menjual seluruh produknya ke pasar internasional karena tertarik dengan harga yang lebih tinggi atau menjual produknya di dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi sehingga merugikan konsumen. Kebijakan perdagangan impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri karena harga di pasar internasional lebih rendah dari harga domestik. Pengenaan tarif impor maupun kuota impor dilakukan agar produk impor yang dijual di dalam negeri menjadi lebih mahal sehingga produk domestik tetap dapat bersaing dengan produk dalam dalam negeri sehingga dengan sendirinya akan menguntungkan produsen domestik. b. Kebijakan di Bidang Input Tradeable Kebijakan pemerintah juga terjadi pada input baik pada input tradeable maupun non tradeable. Pada Gambar 1. dapat dilihat pengaruh pajak pada input pertanian. Gambar 1. menunjukkan efek pajak terhadap commit to user 21 input tradeable yang digunakan, dengan adanya pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output dalam negeri turun dari Q1 ke Q2 dan kurva penawaran bergeser keatas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan biaya produksi dari output Q2BCQ1. Gambar 1. Pengaruh Pajak pada Input Tradeable Keterangan Pw = Harga Pasar Dunia Sumber : Monke Pearson 1989 Q1 Q2 S S’ Pw P’ Q P C A B D commit to user 22 Gambar 2. Pengaruh Subsidi Input Tradeable Keterangan Pw = Harga Pasar Dunia Sumber : Monke Pearson 1989 Gambar 2. menunjukkan dampak subsidi pada input tradeable. Dampak subsidi input menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva penawaran bergeser kekanan bawah dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi sebesar ABC, yaitu perbedaan antara biaya produksi yang bertambah karena peningkatan output dengan peningkatan nilai input. 6. Policy Analysis Matrix PAM Untuk dapat mengetahui apakah suatu komoditi perdagangan memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif serta mengetahui bagaimana dampak dari suatu pemberlakuan kebijakan pemerintah dapat dilakukan dengan menggunakan model Policy Analysis Matrix PAM Siregar et al., 1999. Pendekatan Policy Analysis Matrix PAM dikemukakan oleh Monke dan Pearson 1989 merupakan sistem analisis yang memasukkan berbagai kebijakan yang mempengaruhi penerimaan dan biaya produksi pertanian. Suatu matriks yang disusun dengan memasukkan komponen-komponen utamanya penerimaan, biaya dan keuntungan. PAM dapat disusun untuk mempelajari masing-masing system produksi pertanian C B A S ’ S D Pw Q P Q1 Q2 P’ commit to user 23 dengan menggunakan data usahatani, pemasaran dari petani ke pengolah, pengolahan dan pemasaran dari pengolah ke pedagang. Selanjutnya, dapat ditaksir dampak kebijakan komoditi dan ekonomi makro dengan cara membandingkan dengan tanpa ada kebijakan Wahyudi, 1989. Pada Policy Analysis Matrix PAM, penerimaan, biaya dan keuntungan dikelompokkan berdasar harga privat dan harga sosial. Harga privat adalah harga yang benar-benar diterima oleh produsen. Sementara harga sosial adalah harga yang berlaku jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna. Selisih antara harga privat dengan harga sosial adalah angka transfer yang digunakan untuk mengukur dampak dari kebijakan pemerintah Wahyudi, 1989. Tabel 6. Policy Analysis Matrix PAM Penerimaan Biaya Input Keuntungan Tradeable Domestik Privat A B C D Sosial E F G H Divergensi I J K L Sumber: Monke and Pearson 1989 Keterangan - Keuntungan finansialprivat D=A-B-C - Keuntungan ekonomissosial H=E-F-C - Output transfer I=A-E - Input transfer J=B-F - Factor transfer K=C-G - Net transfer L=D- H atau L=I-J-K - Private cost ratio PCR: CA – B - Domestic resource cost ratio DRC: GE – F - Nominal protection coefficient on tradeable outputs NPCO: AE commit to user 24 - Nominal protection coefficient on tradeable inputs NPCI: BF - Effective protection coefficient EPC: A– BE – F - Koefisien profitabilitas PC: A–B–CE–F–Gor DH - Rasio subsidi untuk produsen SRP: LE or D –HE PAM terdiri dari dua set perhitungan. Pertama, perhitungan profitabilitas kemampuan menciptakan keuntungan usaha tani atau pemanfaatan sumberdaya alam; seperti tergambar secara horizontal, di mana tingkat keuntungan dapat dilihat pada kolom paling kanan yang merupakan selisih dari penerimaan kolom paling kiri dan pengeluaranbiaya kolom-kolom di tengah. Ada dua perhitungan profitabilitas, yaitu profitabilitas finansial atau privat dan profitabilitas ekonomis atau sosial. Profitabilitas finansial atau profitabilitas privat yang mengacu pada penerimaan dan pengeluaran aktual, menunjukkan daya saing dari suatu sistem usaha tani pada tingkat teknologi dan dalam lingkungan kebijakan tertentu. Sedangkan profitabilias ekonomissosial, seperti terlihat di baris kedua adalah perhitungan untung-rugi dengan menggunakan harga-harga ekonomissosial yang mencerminkan keunggulan komparatif atau tingkat effisiensi dari suatu sistem usaha tani atau penggunaan lahan. Nilai hasil usaha tani atau output E dan nilai asupan pertanian F, mengacu pada harga-harga internasional dalam hal ini harga c.i.f untuk barang dan jasa yang diimpor, dan harga f.o.b untuk barang dan jasa yang diekspor yang sudah terbebas dari berbagai kebijakan perdagangan seperti pajak, subsidi dan tarif. Nilai faktor domestik G berupa modal, tenaga kerja dan lahan yang digunakan dalam suatu sistem usaha tanipenggunaan lahan, didekati dengan menduga nilai pengorbanan atas penggunaan sumberdaya tersebut. Kedua, effect of divergence, yaitu selisih antara hasil perhitungan dengan menggunakan harga finansial dan hasil perhitungan dengan menggunakan harga ekonomisnya, guna melihat derajat perbedaan sebagai akibat dari adanya kebijakan pemerintah danatau ketidak-sempurnaan pasar. Perhitungan commit to user 25 effect of divergences terlihat pada baris ketiga dalam Tabel 4. Meskipun baris ketiga ini hanya melihat selisih antara perhitungan profitabilitas finansial dan perhitungan ekonomis atas penerimaan, biaya dan keuntungan, baris ini merupakan inti dari pendekatan PAM. Setiap perbedaan yang muncul, yaitu selisih hasil perhitungan harga finansial dan harga ekonomisnya, memberikan indikasi adanya dampak kebijakan atau kegagalan pasar dalam satu sistem ekonomi Budidarsono dan Kusuma, 2003. Untuk mengukur dan menentukan keunggulan komparatif suatu komoditi yang diproduksi di suatu daerah dan diperdagangkan digunakan alat analisis Domestic Resource Cost Ratio DRCR atau Nisbah Biaya Sumberdaya Domestik. Domestic Resource Cost DRC, sebagai indikator untuk mengukur atau menentukan keung-gulan komparatif dari suatu komoditi yang diproduksi dan diperdagangkan. DRC adalah analisis rasio antara biaya sumberdaya domestik dan nilai tambah yang diperoleh berdasarkan harga sosial. Jika nilai DRC 1 maka dapat disimpulkan bahwa komoditi yang dikembangkan memiliki keunggulan komparatif, artinya sumberdaya domestik yang harus dikorbankan untuk menghemat atau memperoleh devisa dari kegiatan tersebut lebih kecil dari sumberdaya domestik yang tersedia dikorbankan oleh sistem ekonomi wilayah secara keseluruhan. Sehingga apabila nilai DRCSER semakin mendekati nol menunjukkan keunggulan komparatif yang tinggi, oleh karena itu daerah yang memiliki nilai DRCSER lebih kecil dibandingkan dengan daerah lain artinya komoditi yang dikembangkan lebih mempunyai keunggulan komparatif di daerah tersebut atau efisien menghadapi persaingan pemasaran komoditi serupa di pasaran internasional.Sebaliknya, jika nilai DRC 1 maka komoditi yang dikembangkan tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif Bautista, et.al, 1979 dalam Nurifah dkk., 2008. Analog dengan konsep DRCR, maka Privat Cost Ratio PCR dapat digunakan sebagai indikator keunggulan kompetitif. Pengertian keunggulan commit to user 26 kompetitif dalam hal ini adalah biaya imbangan privat yang dikeluarkan guna memperoleh satu unit devisa US. Dalam hal ini semua biaya dan penerimaan dihitung berdasarkan harga yang berlaku prevailing price Nurifah dkk., 2008. Campur tangan pemerintah dapat terlihat dari besarnya Output Transfer OT yang menunjukkan besarnya perbedaan penerimaan usahatani yang benar-benar diterima oleh petani dengan penerimaan yang menggunakan harga sosial. Jika nilai output transfer 0 mengandung arti produsen menerima harga riil yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga bayangannya. Sedangkan Nominal Protection Coefficient Output NPCO atau koefisien proteksi nominal efektif merupakan rasio antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial. NPCO digunakan untuk melihat apakah suatu komoditi diproteksi atau tidak. Bila nilai NPCO 1 berarti konsumen dan produsen dalam negeri menerima harga yang lebih murah dari harga yang sesungguhnya. Dalam analisis Policy Analysis Matrix, dampak kebijakan pemerintah terhadap faktor domestik dapat dilihat dari besarnya nilai Factor Transfer FT sedangkan terhadap input tradeable dapat dilihat dari besarnya nilai Transfer Input TI. Besarnya dampak kebijakan pemerintah dalam hal input dapat diketahui dari nilai Nominal Protection Coefficient Input NPCI. Dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradeable dapat dilihat dari kebijakan perdagangan, subsidi dan pajak. Nominal Protection Coefficient Input atau Koefisien Proteksi Nominal Input merupakan rasio dari biaya input tradeable pada harga privat dan harga sosial. Nilai Nominal Protection Coefficient Input 1 menunjukkan adanya proteksi untuk produsen input non tradeable sehingga penggunaan input tersebut dirugikan karena adanya harga tinggi. Nilai Nominal Protection Coefficient Input I 1 menunjukan terdapatnya hambatan ekspor input atau commit to user 27 terdapat subsidi input yang berarti mendorong produsen di dalam negeri untuk menggunakan input tersebut. Selain input tradeable, petani juga menggunakan input non tradeable yang tidak diperdagangkan di pasar dunia. Besaran yang menunjukkan perbedaan antara harga sosial dengan harga sesungguhnya yang diterima produsen untuk pembayaran faktor produksi yang non tradeable disebut transfer factor. Nilai input transfer merupakan selisih antara biaya input tradeable pada harga privat dan sosial. Nilai input transfer bisa bertanda negatif dan bisa positif. Jika nilai input transfer bertanda positif 1 mempunyai arti terdapat kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input tradeable yang merugikan pelaku usahatani karena membuat harga input tradeable menjadi lebih mahal. Jika input transfer negatif, artinya petani menerima manfaat dari kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input tradeable yang menguntungkan produsen. Kebijakan pemerintah dibidang input dan output dapat dilihat dari Net Transfer NT atau Transfer Bersih, Profitability Coefficient PC atau Koefisien keuntungan, Effective Protection Coefficient EPC atau Koefisien proteksi efektif dan Subsidies Ratio to Producent SRP atau Rasio Subsidi Produsen. Nilai Net Transfer merupakan selisih dari keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Apabila nilai Net Transfer 0 negatif menunjukkan tidak ada insentif ekonomi untuk meningkatkan produksi dan apabila Net Transfer 0 positif mencerminkan tambahan surplus produsen sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah. Analisis Effective Protection Coefficient EPC merupakan gabungan antara Nominal Protection Coefficient Output dengan Nominal Protection Coefficient Input. Effective Protection Coefficient menggambarkan sampai sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Profitability Coefficient PC merupakan rasio antara keuntungan bersih berdasarkan harga privat dan sosial. Rasio ini commit to user 28 menunjukkan pengaruh dari kebijakan yang menyebabkan keuntungan privat berbeda dengan keuntungan sosial. Nilai Profitability Coefficient 1 mengandung arti bahwa keuntungan yang diterima petani lebih besar dari keuntungan yang akan diterima apabila tidak ada campur tangan pemerintah dan sebaliknya jika nilai Profitability Coefficient 1. Effective Protection Coefficient EPC adalah rasio penerimaan privat dikurangi biaya tradeable privat dengan penerimaan sosial dikurangi biaya tradeable sosial. Nilai Effective Protection Coefficient 1 berarti terdapat insentif kebijakan pemerintah untuk berproduksi, apabila nilai Effective Protection Coefficient 1 kebijakan pemerintah menimbulkan hambatan untuk berproduksi dan kalau EPC=1 kebijakan pemerintah tidak menimbulkan isentif pemerintah. Subsidies Ratio to Producer SRP merupakan persentase rasio antara transfer bersih dengan penerimaan sosial LE. Rasio ini menunjukkan proporsi transfer terhadap nilai output kebijakan pemerintah atau penambahanpengurangan penerimaan karena adanya kebijakan pemerintah Nutrisia, 2004.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Kerangka Berpikir

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Pemetikan Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex Froehner) Di Kebun Getas, Semarang, PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), Jawa Tengah

0 8 69

Pengelolaan Pemupukan Tanaman Kopi Robusta (Coffea Canephora Pierre Ex Froehner) Di Kebun Getas, Pt Perkebunan Nusantara Ix, Semarang, Jawa Tengah

0 6 76

Pengelolaan Pemupukan Tanaman Kopi Robusta (Coffea Canephora Pierre Ex Froehner) Di Kebun Getas, Pt Perkebunan Nusantara Ix, Semarang, Jawa Tengah

0 3 76

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama Periode 2004-2005 antara Direksi PT Perkebunan Nusantara IX dengan Federasi Serikat Pekerja Perkebunan IX Divisi Tanaman Tahunan PT Perkebunan Nusantara IX di Pabrik Kebun Getas Kabupaten Semarang.

0 0 2

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Petik Borong di PT Perkebunan Nusantara IX Persero Kebun Getas Afdeling Assinan.

0 0 12

ANALISIS PROFITABILITAS PENGUSAHAAN TANAMAN KARET DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN NGOBO KABUPATEN SEMARANG.

0 0 16

Reorganisasi Perkebunan Kopi Banaran PT.Perkebunan Nusantara IX (PERSERO) Kabupaten Semarang Tahun 1996-2009 BAB 0

0 1 20

PEREMAJAAN OPTIMAL TANAMAN KARET DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (ANALISIS SIMULASI PADA KEBUN GETAS)

0 0 10

Analisis profitabilitas pengusahaan tanaman karet di pt. perkebunan nusantara ix (persero) Kebun Ngobo Kabupaten Semarang

2 2 16

ANALISIS PROFITABILITAS PENGUSAHAAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX KEBUN GETAS KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI

0 0 11