Demikianlah beberapa karya Quraish Shihab yang berhasil dipaparkan dalam bagian ini. Tentunya masih banyak lagi karya-karyanya yang belum
disebutkan, baik berupa makalah, rubrik, artikel dalam berbagai surat kabar maupun majalah.
III. Metode dan Corak Penafsiran
Pada kitab-kitab tafsir yang ada pada saat ini, yang ditulis oleh para mufassir sejak zaman mutaqaddimin sampai mutaakhirin,, penafsir menggunakan
corak dan metode yang berbeda dalam penafsirannya. Hal ini tentunya dilatarbelakangi oleh kapasitas mufassir itu sendiri dan situasi sosial dimana
seorang mufassir masih hidup. Sementara para mufassir belakangan ini memilah-milah kitab tafsir yang
ada berdasarkan pada metode penulisannya ke dalam empat metode tafsir, yaitu: metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode maud
u’i
12
. Metode Tafsir Tahlili berarti menjelaskan ayat-ayat al-
Qur‟ân dengan cara meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya. Di dalam metode
ini, penafsir mengikuti tuntutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mushaf Utsmani. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa
kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Kemudian juga penafsir mengemukakan korelasi ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat
tersebut satu sama lain. Di samping itu penafsir membahas mengenai latar belakang turunnya ayat dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, Sahabat dan para
12
Abdul Hayy al-Farmawi diterjemahkan oleh: Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maud u’i;
Dan Cara Penerapannya Bandung, CV Pustaka Setia, 2002 hal. 23
Tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para mufassir itu sendiri yang diwarnai oleh latar belakang pendidikannya.
Sementara metode Tafsir Ijmali yaitu menafsirkan al- Qur‟ân secara global.
Dengan metode ini, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna al-Qurân dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat difahami oleh
semua orang, mulai dari orang yang berpengetahuan luas sampai kepada yang berpengetahuan sekadarnya. Hal ini
—sebagaimana metode tahlili— dilakukan terhadap ayat per ayat dan surat per surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf
sehingga tampak keterkaitan antara makna satu ayat dengan ayat yang lain, antara satu surat dengan surat yang lain. Dengan metode ini mufassir berupaya pula
menafsirkan kosa kata al- Qur‟ân dengan kosa kata yang ada di dalam al-Qur‟ân
sendiri, sehingga para pembaca yang melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks al-
Qur‟ân, tidak keluar dari muatan makna yang dikandung oleh kosakata yang serupa dalam al-Qurân, dan adanya keserasian antara bagian al-
Qur‟ân yang satu dengan bagian yang lain
13
. Untuk metode Tafsir Muqaran ialah menjelaskan ayat-ayat al-
Qur‟ân dengan merujuk kepada penjelasan-penjelasan para mufassir. Langkah yang
ditempuh ketika menggunakan metode ini ialah; Mengumpulkan sejumlah ayat al- Qur‟ân, Mengemukakan penjelasan para mufassir, Membandingkan
kecenderungan tafsir mereka masing-masing, dan Menjelaskan siapa di antara mereka yang penafsirannya dipengaruhi
–secara subjektif— oleh mazhab tertentu.
13
Abdul Hayy al-Farmawi diterjemahkan oleh: Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maud u’i;
Dan Cara Penerapannya Bandung, CV Pustaka Setia, 2002 hal. 38
Keempat, untuk metode Tafsir Maud u’i. Menurut pengertian para ulama
adalah: “Menghimpun seluruh ayat al-Qur‟ân yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Setelah itu
–kalau mungkin— disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatikan sebab-sebab turunnya. Langkah selanjutnya
ialah mengurai dengan menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali. Hasilnya diukur dengan timbangan teori-teori akurat, sehingga mufassir dapat menyajikan
tema secara utuh dan sempurna. Bersamaan dengan itu, dikemukakan pula tujuannya yang menyeluruh dengan ungkapan yang mudah difahami sehingga
bagian-bagian yang terdalam sekali pun dapat diselami.
14
” Kemudian apakah sebenarnya metode dan corak Tafsir al-Misbâh itu ?
dalam Tafsir al-Misbâh, dilihat dari cara penafsiran yang terdapat dalam karya Quraish Shihab ini menggunakan metode tahlili, yaitu menfasirkan ayat demi
ayat, surat demi surat sesuai dengan mushaf Utsmani. Sebagaimana dikatakan oleh Hamdani Anwar
15
, metode ini sengaja dipilih oleh Quraish Shihab, karena ia ingin mengungkapkan semua isi al-Qur
‟ân secara rinci agar petunjuk yang tergantung di dalamnya dapat dijelaskan dan difahami oleh para pembacanya.
Pada sisi lain, Quraish Shihab tidak begitu tertarik untuk menggunakan metode tahlili, kerena menurutnya metode tahlili ini menyita waktu yang cukup
banyak dipergunakan untuk menafsirkan semua ayat al- Qur‟ân. Selain itu, sering
kali menimbulkan banyak pengulangan dalam tafsirannya. Hal ini akan terjadi
14
Abdul Hayy al-Farmawi diterjemahkan oleh: Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maud u’i;
Dan Cara Penerapannya Bandung, CV Pustaka Setia, 2002 hal. 44
15
Dikutip oleh Rully Ridwansyah dalam skripsinya yang berjudul Hak-hak Politik Perempuan dalam al-
Qur’ân Menurut Quraish Shihab, hal 24 dari Hamdani Anwar, Mimbar Agama Dan Budaya; Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab
, Vol.XIX, No.2, 2002, hal. 182
jika kandungan kosakata atau pesan ayat atau suratnya sama atau mirip dengan ayat atau surat yang telah ditafsirkan sebelumnya
16
. Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish Shihab
memberikan tambahan lain dalam tafsir al-Mishbah dengan metode maud u’i.
Menurutnya, metode ini memiliki keistimewaan yaitu menghindari kita dari problema atau kelemahan yang terdapat pada metode lain
17
. Dengan dasar pertimbangan tersebut, Quraish Shihab berusaha menghidangkan bahasan setiap
surat pada apa yang dinamakan tujuan surat atau tema pokok surat. Memang menurut pakar, setiap surat ada tema pokoknya
18
. Menurut Quraish Shihab sebagaimana yang dikatakan dalam sekapur sirih Tafsir al-Misbah, jika seseorang
mufassir mampu memperkenalkan pesan utama setiap surat, maka ke 114 surat yang ada dalam al-
Qur‟ân akan dikenal lebih dekat dan mudah. Menurut Hamdani Anwar
19
, dari sini, dapat dinilai perbedaan Tafsir al- Misbah dengan tafsir-tafsir lainnya, dan hal ini dapat disebut sebagai salah satu
kelebihan dari tafsir tersebut. Dalam tafsirnya Quraish Shihab berusaha untuk melihat kosa kata dan
ungkapan-ungkapan dalam suatu ayat dengan merujuk kepada pandangan beberapa pakar bahasa. Oleh karena itu, ia memaparkan makna kosa kata
sebanyak mungkin dan kaidah-kaidah tafsir yang menjelaskan makna ayat
16
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan Kesan Dan Keserasian al- Qur’ân Jakarta;
Lentera Hati, 2002 cet. I vol. 1 hal. ix
17
Quraish Shihab, Membumikan al-Q
ur’ân, Bandung: Mizan 1994 hal. 117
18
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan Kesan Dan Keserasian al- Qur’ân Jakarta;
Lentera Hati, 2002 cet. I vol. 1 hal. ix
19
Dikutip oleh Rully Ridwansyah dalam skripsinya yang berjudul Hak-hak Politik Perempuan dalam al-
Qur’ân Menurut Quraish Shihab, hal 24-25 dari Hamdani Anwar, Mimbar Agama Dan Budaya; Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab
, Vol.XIX, No.2, 2002, hal. 182
sekaligus dapat digunakan untuk memahami ayat-ayat lain yang tidak ditafsirkan. Di samping itu ia juga berusaha untuk menjelaskan makna-makna yang
terkandung oleh suatu ayat, dan menunjukkan betapa serasi hubungan antar kata dan kalimat-kalimat yang satu dengan yang lainnya dalam al-Q
ur‟ân, seringkali memerlukan penyisipan-penyisipan antar kata atau kalimat.
Selanjutnya, Quraish Shihab menegaskan bahwa kalimat-kalimat yang tersusun dalam Tafsir al-Misbah ini sepintas lalu seperti terjemahan al-Qur
‟ân, maka hendaknya jangan dianggap sebagai terjemahan. Oleh sebab itu Quraish
Shihab berusaha sedapat mungkin memisahkan terjemahan makna kata dalam al- Qur
‟ân dengan sisipan atau tafsirnya melalui penulisan terjemahan makna dengan italic letter
tulisan miring dan sisipan atau tafsirnya dengan tulisan normal. Meskipun demikian kitab tafsir ini bukanlah ijtihadnya sendiri, tetapi hasil
karya ulama-ulama terdahulu dan kontemporer serta pandangan-pandangan mereka banyak dinukil oleh Quraish Shihab, antara lain: pakar Tafsir Ibrahim ibn
Umar al- Biqa‟I, Sayyid Muhammad Thanthawi, Syeikh Mutawali al-Syar‟awi,
Sayyid Quthb, Muhammad Thahir ibn Asyur dan Sayyid Muhammad Husein Thabathaba‟I serta beberapa pakar tafsir lainnya
20
. Dari semua pendapat ini kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis menggunakan pendekatan
katagorisasi. Selain mengutip pendapat para ulama, ia juga mempergunakan ayat al-
Qur‟ân dan hadist Nabi sebagai metode penjelasan dari tafsir yang dilakukannya.
20
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan Kesan Dan Keserasian al- Qur’ân Jakarta;
Lentera Hati, 2002 cet. I vol. 1 hal. xiii
Uraian-uraian di atas dapat difahami bahwa metode yang digunakan Qurasih Shihab dalam tafsir ini menggunakan gabungan dari metode tahlili dan
metode maud u’i. Cara ini dipilih oleh Qurasih Shihab, karena ia menilai bahwa ia
mesti menguraikan seluruh ayat al- Qur‟ân sesuai dengan mushaf Usmani tahlili,
tetapi ia juga mesti mengelompokkan ayat-ayat sesuai dengan temanya, agar kandungan ayat tersebut dapat dijelaskan sesuai dengan topiknya, yakni metode
maud u’i
21
. Qurasih Shihab menggunakan dua metode sekaligus dalam Tafsir al-
Misbâh, karena dari segi teknik metode tahlili menafsirkan ayat demi ayat yang terpisah satu dengan yang lainnya sehingga tidak disuguhkan kepada pembaca
untuk memahami isi al- Qur‟ân. Oleh sebab itu ia menambahkan metode maudu’i,
karena metode ini menafsirkan satu surah secara menyeluruh dan mendetail yang menjelaskan antara berbagai masalah yang dikandung dalam surat tersebut
sehingga surat ini tampak secara utuh dan juga metode maud u’i tergolong praktis
dan sistematis. Dengan bahasan kiasan yang cukup jelas, ia mengatakan melalui metode
maud u’i itu diibaratkan seperti ia menjamu tamu-tamunya dengan sekotak
makanan yang didalamnya sudah tersedia jenis makanannya sehingga lebih cepat untuk menyantapnya. “Apabila anda sibuk dan ingin cepat, maka tentu saja anda
mengambil kotak berisi makanan yang telah tersedia. Sebaliknya, apabila anda
21
Dikutip oleh Rully Ridwansyah dalam skripsinya yang berjudul Hak-hak Politik Perempuan dalam al-
Qur’ân Menurut Quraish Shihab, hal 26 dari Hamdani Anwar, Mimbar Agama Dan Budaya; Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab
, Vol.XIX, No.2, 2002, hal. 188
santai dan memiliki waktu luang, maka pilihlah sesuai dengan pemahaman”.
Adapun yang dimaksud dengan pemahaman di sini adalah metode tahlili
22
. Contoh metode maud
u’i dalam Tafsir al-Misbâh adalah penafsiran Quraish Shihab mengenai surat al-
An‟am. Menurutnya surat al-An‟am adalah surat Makiyyah yang keseluruhan ayat-ayatnya turun secara sekaligus, sehingga tidak
ada surat panjang yang lain yang turun sekaligus kecuali surat al- An‟am. Di
dalam surat ini membahas mengenai ajaran tauhid yang menggambarkan kesaan Allah dan kekuasaan-Nya. Allah yang mewujudkan yang mematikan dan Dia juga
yang membangkitkan dari kematian. Di samping itu, ayat-ayat surat ini mengandung penegasan tentang hal-hal yang diharamkan-Nya sambil
membatalkan apa yang diharamkan manusia atas dirinya, seperti yang dilakukan kaum musyrikin yang menyangkut binatang dan yang lain sebagainya. Inilah yang
diisyaratkan oleh namanya yakni al- An‟am.
Adapun corak dalam tafsir al-Misbâh ini termasuk amaliyatu al- ijtima’i
atau praktek kemasyarakatan yaitu penafsiran yang menitik beratkan kepada penjelasan ayat-ayat al-
Qur‟ân yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta berusaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka
berdasarkan petunjuk ayat-ayat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar
23
. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Tafsir al-Misbâh ini
menggunakan corak kemasyarakatan, yaitu uraian yang berupa untuk menjelaskan
22
M.Qurasih Shihab, Wawasan al- Qur’ân; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat, Bandung; Mizan, 1996 Cet. Ketiga hal. xii
23
Qurasih Shihab, Membumikan al- Qur’ân; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, Bandung; Mizan, 1994 hal. 73
persoalan-persoalan yang beredar dan terjadi di kalangan umat. Setelah menguraikan isi ayat, biasanya paparan itu dilanjutkan dengan pendapat yang
ditawarkan untuk mengatasi persoalan. Sebagai referensi yang digunakan Quraish dalam penyusunan kitab Tafsir
ini beliau mengatakan dalam Tafsir Misbah Vol VIII Hal 131- 132 “Akhirnya,
penulis merasa perlu menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan di sini bukanlah sepenuhnya ijtihad penulis. Hasil ulama-ulama
terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil, khususnya pandangan para pakar Tafsir Ibrahim Umar al-
Biqâ’i w.885 H 1480M yang karya tafsirnya masih berbentuk manuskrip menjadi bahan dasar disertasi penulis di Universitas al-Azhâr, Kairo, dua puluh
tahun yang lalu. Demikian juga karya pemimpin tafsir tertinggi al-Azhâr dewasa ini Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syaikh Mutawalli al-
Sya’rawi, dan tidak ketinggalan pula Sayyid Quthub, Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur, Sayyid
Muhammad Hussain Thabathaba’i serta beberapa pakar tafsir lainnya”.
B. Profil al-Qurân dan Tafsirnya