Tata Cara Pengajuan Keberatan oleh Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP) Pratama Medan Kota

(1)

TATA K PR CARA PEN KANTOR P Menyel FAKU RAKTIK K NGAJUAN PELAYANA NAMA NIM Untuk M esaikan Stu Adm ULTAS ILM UNIVERS TUGAS A KERJA LAP N KEBERA AN PAJAK O L E H : MIR : 1126 Memenuhi S udi Pada Pr ministrasi P MU SOSIAL SITAS SUM MEDA 2014 AKHIR PANGAN M ATAN OLE K PRATAM RA FEBRIA 00074

alah Satu S rogram Stu Perpajakan

L DAN ILM MATERA U AN 4 MANDIRI H WAJIB MA MEDAN ANI Syarat udi Diplom n MU POLIT UTARA PAJAK PA N KOTA a III TIK ADA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat berupa iman dan kesehatan serta nikmat lain yang tak terhingga yang dirasakan oleh penulis, tak lupa pula shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,keluarga dan para sahabatnya hingga akhir jaman sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dengan mengucapkan Syukur Alhamdulillah dengan rahmat dan ridha-Nya jugalah yang disertai dengan usaha-usaha dan kemampuan yang ada pada penulis,maka penulis telah dapat menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir ini dengan judul “Tata Cara Pengajuan Keberatan Oleh Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP) Pratama Medan Kota”.

Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis merasa berkewajiban menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatra Utara.


(3)

 

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. H. Alwi Hashim Batubara, M. Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Arlina, S.H. M.Hum selaku sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Dosen Pembimbing 6. Bapak Irwan Harefa, selaku Kepala Subbagian Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

7. Abangda Muhammad Zaky Lubis selaku Supervisor yang membantu saya untuk mengumpulkan data pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

8. Bapak dan Ibu Dosen beserta Pegawai yang berada di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

9. Kepada Orang Tua saya Yanuazar dan Lismasari yang selalu memberikan semangat, serta memberi dukungan moril dan materiil,terimakasih nasehat yang sangat mendorong semangat saya untuk menyelsaikan Laporan Tugas Akhir, semoga saya bisa menjadi anak yang selalu kalian banggakan. Amin


(4)

 

10.Kepada abang saya Eka dan kakak Ellayang selalu menghibur saya dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini

11. Kepada Tengku Fachrozi yang selalu menemani, memberikan semangat, serta memberi motivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini

12.Kepada atok,om,tante serta sepupu yang selalu menghibur saya dan memberi semangat untuk menyelesikan Laporan Tugas Akhir ini

13.Kepada Semua teman-teman saya stambuk 2011 Program Studi D-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

14.Kepada teman-teman seperjuangan saya terkhususnya TAX B 2011, Astari Ramadhani, Dahlia Syahputri, Ihdan Mayandri, Ipak Purnama, Dian Rahma, Giezla Muttaqien, Mega yuristira, Putri ulandari, adewahyuni , reza, bachron, bachrein, titok, syafrizal, rizki, shakir, arief, divo dan yang lain yang tidak bisa saya sebutkan namanya disini, terimakasih telah menghibur,memberikan motivasi serta semangat untuk saya dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini, Harapan Saya Semoga kita Sukses Kedepannya, AMIN.


(5)

 

Akhir kata penulis mohon maaf jika didalam penulisan Tugas Akhir ini banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, rekan-rekan mahasiswa,dan para pembaca sekalian.

Medan, Juli 2014

Penulis


(6)

 

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

B.Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3

C.Uraian Teoritis ... 5

D.Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

E.Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

F.Metode Pengumpulan Data ... 9

G.Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9

BAB II: GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA ... 11

A.Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 11

B.Visi dan Misi ... 17

C.Struktur Organsasi ... 17

D.Deskripsi Tugas dan Fungsi ... 20

E.Perbedaan Struktur Organisasi Lama dengan Struktur Organisasi Baru 23 BAB III : GAMBARAN DATA ... 24

A. Pengertian Pajak ... 24

B. Fungsi Pajak ... 25

C. Pajak Sebagai Kewajiban Masyarakat………..26


(7)

 

E. Hak dan Kewajiban Masyarakat di Bidang Perpajakan………28

F. Pengertian Keberatan ... 29

G. Dasar Hukum Keberatan Pajak ... 31

H. Hak Mengajukan Keberatan……….32

I. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan……… ... 33

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI ... 30

A. Tata Cara Pengajuan Keberatan ... 35

B. Syarat-syarat dalam Pengajuan Keberatan ... 41

C. Hak Wajib Pajak dalam Pengajuan Keberatan……….42.

D. Sebab-sebab Wajib Pajak Mengajukan Keberatan ... 43

E. Proses Penyelesaian Keberatan………....46

F. Keputusan Hasil Keberatan ... 48

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... ..52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN

           


(8)

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) Pajak merupakan sumber penerimaan yang utama bagi negara disamping sumber-sumber lainnya. Akan tetapi pemungutan pajak pada saat ini dirasakan oleh masyarakat sebagai beban berat, sebab dari penetapan jumlah pajak, jenis pajak maupun tata cara pemungutannya dilaksanakan diluar rasa keadilan tanpa menghiraukan kemampuan serta menambah beban penderitaan. Menurut masyarakat pajak hanyalah merupakan kewajiban yang semat-mata harus dilaksanakan masyarakat secara patuh kepada negara.

Banyak masyarakat yang belum menyadari akan pentingnya pajak dan pada kenyataan masih banyak Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sampai jatuh tempo pembayaran. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sebagai kewajiban warga negara perlu diimbangi dengan peningkatan pelayanan aparatur negara pada pembayaran pajak, disertai penerapan sanksi sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Perlu pula dicegah adanya pajak ganda yang memberatkan kehidupan masyarakat banyak. Untuk menghindari hal tersebut Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2009..


(9)

 

kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak merasa kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Ketidakpuasan Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya tersebut ada yang disebabkan karena kesalahan perhitungan oleh fiskus atau Wajib Pajak itu sendiri.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang menentapkan pajak secara jabatan jika dari hasil pemeriksaan terbukti bahwa pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah tidak benar atau tidak lengkap. Pada umumnya penetapan pajak secara jabatan adalah jauh lebih besar dari jumlah perkiraan Wajib Pajak pada waktu mengajukan Surat Pemberitahuan (SPT). Oleh karena itu Wajib Pajak merasa keberatan atas pajak yang dikenakan terhadapnya. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengajukan keberatannya berdasarkan pasal 25 Undang-undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya maka Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pengajuan tersebut Wajib Pajak hanya boleh mengajukan satu surat keberatan untuk satu jenis pajak dan satu tahun pajak dalam jangka waktu tiga bulan sejak diterimanya Surat Pemberitahuan Terutang dan Surat Ketetapan Pajak oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Apabila surat tersebut memenuhi syarat sebagai Surat


(10)

 

Keberatan Wajib Pajak akan menerima tanda penerimaan surat oleh Pejabat Direktorat Jenderal Pajak atau oleh Kantor Pos, apabila Surat Keberatan Wajib Pajak tidak memenuhi syarat, maka Wajib Pajak diberi waktu untuk memperbaikinya dihitung sejak diterimanya surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai Surat Keberatan.

Dari uraian diatas penulis ingin mengetahui tata cara pengajuan keberatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Sebagai salah satu syarat dalam rangka penyusunan tugas akhir. Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah suatu metode untuk mempraktikkan teori yang selama ini diperoleh di bangku perkuliahan pada kondisi dilapangan yang sebenarnya. Diharapkan PKLM ini dapat memberikan pengetahuan yang praktis mengenai lingkungan kerja beserta aspek-aspek perpajakan yang terdapat didalamnya khususnya tentang keberatan, maka penulis ingin mencoba menulis laporan Tugas Akhir dangan judul “Tata Cara Pengajuan Keberatan Oleh Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota”

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Adapun yang menjadi tujuan dan manfaat PKLM ini adalah : 1. Untuk mengetahui tata cara pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak. 2. Untuk mengetahui syarat-syarat dalam pengajuan keberatan. 3. Untuk mengetahui hak Wajib Pajak dalam mengajukan keberatan. 4. Untuk mengetahui sebab-sebab Wajib Pajak mengajukan keberatan. 5. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab keberatan diterima atau ditolak.


(11)

 

Manfaat PKLM : A. Bagi Mahasiswa

1. Untuk menambah pengetahuan penulis di bidang perpajakan khususnya masalah keberatan.

2. Untuk mengaplikasikan teori dan ilmu yang didapat di bangku perkuliahan melalui PKLM.

B. Bagi Lembaga atau Kantor Pelayanan Pajak

1. Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak Sumut I khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

2. Mendapat masukan berupa ide, saran, dan gagasan dari Perguruan Tinggi menyangkut penanganan masalah perpajakan.

3. Mempererat hubungan antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dengan Universitas Sumatera Utara, khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

C. Bagi Universitas

1. Mendapatkan masukan berupa ide, saran, dan gagasan untuk menyempurnakan kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

2. Meningkatkan hubungan kerjasama antar Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dengan Universitas Sumatera Utara, khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.


(12)

 

C. Uraian Teoritis

Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan andalan Pemerintah untuk menghasilkan devisa negara. Oleh karena itu, dituntut adanya partisipasi masyarakat yang dapat diwujudkan dalam kesadaran untuk membayar pajak.

Berikut ini ada beberapa definisi pajak menurut beberapa ahli perpajakan yang merumuskan pajak, antara lain :

1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH

Pajak adalah iuran wajib kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal nalik yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran Pemerintah (Waluyo,2011 : 3)

2. Prof. Dr. M. J. H. Smeet

Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjuk dalam hal yang individual yang bertujuan untuk membiayai pengeluaran negara (Waluyo,2011 : 2)


(13)

 

Adanya dua fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi Budgetair

Fungsi budgetair merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-undang perpajakan yang berlaku segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. Fungsi budgetair ini berlaku baik untuk penerimaan pajak yang telah ditetapkan maupun untuk penerimaan pajak daerah dalam APBD (Waluyo,2011 : 6)

2. Fungsi Reguler

Fungsi reguler adalah mengatur fungsi pajak yang dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Fungsi reguler adalah sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak (Waluyo,2011 : 6)

Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat kebijakan, contohnya :

2.1Tarif pajak untuk ekspor dikenakan 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia dipasaran dunia.

2.2Pajak yang tinggi dikenakan untuk barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

Negara berhak untuk memungut pajak kepada masyarakat dan masyarakat wajib membayar pajak karena adanya alasan sebagai berikut :


(14)

 

1. Masyarakat mempunyai kepentingan kepada negara, yaitu untuk memperoleh perlindungan atas jiwa dan harta bendanya, serta memperoleh pelayanan dan fasilitas yang bersifat umum. Untuk menyelenggarakan kepentingan tersebut diperlukan biaya cukup besar, dan selayaknya biaya tersebut dibayar masyarakat dalam bentuk pajak.

2. Pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban adalah untuk membuktikan adanya tanda bukti kita kepada negara. Pembayaran pajak merupakan suatu perwujudan dari pengabdian dan peran serta masyarakat yang secara aktif dan langsung serta bersama-sama untuk melaksanakan pembangunan.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah :

1. Tata cara pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak. 2. Syarat-syarat dalam pengajuan keberatan. 3. Hak Wajib Pajak dalam mengajukan keberatan. 4. Keputusan atas surat keberatan.

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta perolehan informasi yang sesuai, maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut :


(15)

 

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan persiapan, mulai dari petentuan topik yang diangkat, pengajuan judul, penentuan judul proposal, seminar proposal, penentuan dosen pembimbing, tempat pelaksanaan praktik, pengurusan administrasi dan ijin serta konsultasi dengan pihak dosen.

2. Studi Literatur

Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan berbagai sumber bacaan yang berhubungan dengan objek pembahasan untuk mendukung penulisan tugas akhir. 3. Observasi Lapangan

Pada tahap ini penulis melakukan observasi langsung ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

4. Pengumpulan Data

Pada tahap ini penulis menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu metode pengumpulan data primer dan data sekunder.

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber yang berkompeten memahami masalah.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan keberatan dibidang perpajakan.

5. Analisis dan Evaluasi

Setelah data yang diperlukan telah terkumpul secara lengkap, penulis melakukan analisa dan evaluasi sehingga mencapai suatu tujuan.


(16)

 

F. Metode Pengumpulan Data

Adapun cara pengumpulan sumber-sumber data diatas adalah sebagai berikut : 1. Wawancara (interview guide)

Yaitu membuat daftar pertanyaan yang dapat diajukan pada Supervisor yang membimbing mengenai keberatan pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota. 2. Observasi (observation guide)

Yaitu metode penelitian dengan pengamatan langsung terhadap kegiatan yang berhubungan dengan penelitian dengan maksud untuk mengetahui keadaan sesungguhnya dan memperoleh data yang lebih akurat dan jelas.

3. Dokumentasi

Yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan meminta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan akhir adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHUALUAN

Berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, metode yang digunakan, metode pengumpulan data, serta sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI


(17)

 

Pajak Pratama Medan Kota, Struktur organisasi, uraian-uraian tugas pokok, dan fungsi dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri mengenai tata cara pengajuan keberatan serta gambaran pegawai/karyawan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

BAB III : GAMBARAN DATA DAN HASIL PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Berisikan tentang data yang diperoleh mengenai ketentuan-ketentuan tentang tata cara pengajuan keberatan, atau hal-hal lainnya yang berhubungan.

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Berisikan mengenai tata cara keberatan oleh Wajib Pajak dan pembahasan mengenai keberatan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisikan rangkuman tentang hal-hal yang telah dibahas mengenai masalah-masalah yang timbul dan telah disimpulkan dengan jelas, juga saran yang disajikan berdasarkan data dan informasi yang didapat.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

 

BAB II

GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN KOTA

A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Kota

Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah kemedekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak, dengan induk organisasinya Direktorat Jendral pajak Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak,yaitu :

a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memeudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, maka didirikanlah Kantor Inspeksi Pajak Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota) dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat dalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarka pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 267/KMK.01/198, diadakanlah perubahan secara menyeluruh pda Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup


(19)

 

reorganisai Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak, yang sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdassarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Kep.758/KMK.01/1993 tetangal 3 Agustus 1993, maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur merupakan pecahan tiga Kantor Pelayanan Pajak, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Dan terhitung mulai pada tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 wilayah kerja,yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/KMK.01/2001 tentang “Organisai dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota Madya Medan menjadi enam wilayah kerja, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur


(20)

 

1. Kecamatan Medan Timur 2. Kecamatan Medan Area 3. Kecamatan Medan Tembung 4. Kecamatan Medan Perjuangan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat,

Dengan ruang lingkup meliputi wilayah : 1. Kecamatan Medan Barat

2. Kecamatan Medan Sunggal 3. Kecamatan Medan Petisah 4. Kecamatan Medan Helvetia 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota,

Dengan ruang lingkup meliputi wilayah : 1. Kecamatan Medan Kota

2. Kecamatan Medan Denai 3. Kecamatan Medan Johor 4. Kecamatan Medan Amplas 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia,

Dengan ruang lingkup meliputi wilayah : 1. Kecamatan Medan Polonia

2. Kecamatan Medan Maimun 3. Kecamatan Medan Baru 4. Kecamatan Medan Tuntungan


(21)

 

5. Kecamatan Medan Selayang 5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan,

Dengan ruang lingkup meliputi wilayah: 1. Kecamatan Medan Belawan

2. Kecamatan Medan Marelan 3. Kecamatan Medan Labuhan 4. Kecamatan Medan Deli

6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yanag mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan. Karena pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah SUMUT I lantai 3 di Jalan Sukamulia No. 17A Medan. Adapun sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai berikut :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :

a. Keputusan Menteri Keuangan Republlik Indonesia Nomor 443/KMK.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001


(22)

 

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 58/KMK.01/2002 Tanggal 26 Februari 2002

c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 58/KMK.01/2002 Tanggal 26 Februari 2002

2. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diseluruh jajaran Direktorat Jendral Pajak terdiri dari 3(tiga) jenis, yaitu:

a. KPP Wajib Pajak Besar b. KPP Madya

c. KPP Pratama

Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, Diantaranya dapat dijelaskan dalam pernyataan berikut ini :

a. Skala Wajib Pajak BUMN & WP b. Besar Nasional

c. WP Besar

d. Kanwil (Regional) e. WP Menengah

3.Yang menjabat sebagai kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota pada saat ini adalah Bapak Yan Santoso Purba,SH.MM

Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak


(23)

 

(KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 131/PMK.01/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006 tentang Orgnisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 67/PMK.01/2008.

Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, KPP Pratama juga memiliki karakteristik-karakteristik : Organisasi berdasarkan fungsi, Sistem Informasi yang terintegrasi, Sumber Daya Manusia yang kompeten, sarana kantor yang memadai, tata kerja yang transparan, Penggabungan KPP, KPPBB, Prinsip Utama Penggabungan KPP, KPPBB dan Karikpa adalah tidak menghilangkan tugas dan fungsi yang sebelumnya ada di masing-masing kantor tersebut tetapi membagi hasil seluruh tugas yang ada ke masing-masing seksi pada KPP Pratama sesuai dengan fungsinya . Seksi-seksi yang memiliki tugas dan fungsi yang sama digabung menjadi seksi yang ada di KPP Pratama.

Fungsi keberatan (terdapat pada Pasal 25 UU KUP dan Pasal 16 UU PBB), Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan ketetapan pajak (Psl.36 UU KUP) dan penghapusan PBB (Psl. 19 UU PBB) yang sebelumnya ada di KPP dan KPPBB, seluruhnya dialihkan ke Kanwil.


(24)

 

B. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

Keberhasilan program moderniai dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak, tidak hanya dapat membawa perubahan paradigma dan perubahan perilaku pegawai DJP Tetapi lebih jauh juga dapat memberikan dampa positif terhadap percepatan penerapan praktik-praktik “good govermance” pada institusi pemerintah secara keseluruhan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jendral Pajak telah menerangkan visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.

Adapun visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut : VISI :

“Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan system administrasi perpajakan modern yang efektif,efisisen, dan dipercaya masyarakat dengan intgritas dan profesionalisme yang tinggi”

MISI :

“Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sector pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang perpajakan dalam tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi”

C. Struktur Organisai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

Struktur organisai adalah suat rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan


(25)

 

kedudukan,wewenang,dan tanggung jawab dalam sistem kerjasama untuk mencapi tujuan yang ingin dicapai bersama.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota membawahi 1 (satu) bagian dan 10 (sepuluh) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional.

Adapun bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota antara lain adalah sebagai berikut :

1) Sub Bagian Umum

2) Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 3) Seksi Pelayanan

4) Seksi Penagihan 5) Seksi Pemeriksaan 6) Seksi Ekstensifikasi

7) Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8) Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 9) Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10)Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 11) Kelompok Jabatan Fungsional


(26)

STRUKTUR ORGANISASI


(27)

D. Deskripsi Tugas Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota 1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan gabungan dari KPP,KPPBB, dan Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasi pelaksanaan penyuluhan,pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan,Pajak Pertambahan Nilai,Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak tidak langsung lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

2. Sub Bagian Umum

Membanu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasi tugas dan fungsi pelayanan sekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usahadan kepegawaian,keuangan,rumah tangga serta perlengkapan.

3. Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak,penilaian objek pajak,dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan,pengolahan data,penyajian informasi perpajakan,perekaman dokumen perpajakan,dan urusan tata usaha angka penerimaan


(28)

 

pajak,pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah Banunan,pelayanan dukungan teknis computer,pemantauan aplikasi e-SPT dan e-FILLING dan penyiapan laporan kinerja.

5. Seksi Pelayanan

Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hokum perpajakan,pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya,penyuluhan perpajakan,pelaksanaan registrasi WP,seta kerja sama perpajakan sesuain ketentuan yang berlaku.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I,II,III,IV)

Membant tugas kepala kantor dalm mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak (Pph,PPN,PBB,BPHTB dan pajak lainnya),bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak da konsultasi teknis perpajakan,penyusunan profil Wajb Pajak,analisi kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi,dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah(territorial tertentu).

7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawassan pelaksanaan aturan pemeriksaan,


(29)

 

penerbitan dan penyaluran Surat Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

8. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif,piutang pajak,penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

9. Kelompok Pejabat Fungsional

Pejabat fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinsi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.

Tabel 2.1

Berdasarkan Jabtan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota

Jabatan Jumlah %

Kepala Kantor 1 1.16

Kasi/Kasubag 10 11.63

Fungsional 12 13.95

AR 27 31.40

Pelaksana 36 41.86

Jumlah 86 100


(30)

 

E. Perbedaan Struktur Organisasi Lama dengan Struktur Organisasi Baru Pada Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota sebelumnya untuk masing-masing pajak dibuat secara terpisah, baik itu PPh, PPN, PPnBM, BPHTB, dan lain-lain. Sedangkan struktur organisasi KPP Pratama Medan Kota yang sekarang dibentuk dengan cara menggabungkan bagian-bagian pajak yang terpisah tersebut ke dalam setiap bagian, misalnya terdapat masalah pajak baik itu PPh, PPN, PBB, PPnBM, dan lain-lain, maka untuk menyelesaikan masalah yang ada tidak lagi di bagian pajak yang bersangkutan melainkan dapat konsultasi di bagian pengawasan dan konsultasi, begitu juga dengan bagian lainnya, sehingga pekerjaan pada setiap bagian lebih efektif dan efisien.

                       


(31)

 

BAB III GAMBARAN DATA

A. Pengertian Pajak

Sebagai perbandingan,berikut disajikan definisi pajak dari beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH Pajak adalah iuran wajib kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal nalik yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran Pemerintah (Waluyo,2011 : 3)

Menurut Prof. Dr. M. J. H. Smeet Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjuk dalam hal yang individual yang bertujuan untuk membiayai pengeluaran negara (Waluyo,2011 : 2)

Prof. Edwin R. A. Seligman dalam buku Essay in Taxation yang diterbitkan di Amerika menyatakan: “Tax is compulsory contribution from the person to the government to depray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred.” Yang artinya adalah “Pajak adalah kontribusi seseorang yang ditunjukan kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditunjukan secara khusus kepada seseorang.” (Waluyo,2011,2)

Dari berbagai pengertian tersebut, menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak ialah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat


(32)

 

memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsure-unsur sebagai berikut:

a. Iuran dari rakyat kepada Negara,yang berhak memungut pajak ialah Negara.

b. Pelaksanaannya berdasarkan Undang-undang.

c. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

d. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual atau pemerintah.

B. Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui pengertian pajak dari beberapa definisi, maka ada dua fungsi pajak yaitu sebagai berikut:

a. Fungsi Budgetair

Fungsi budgetair merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-undang perpajakan yang berlaku segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. Fungsi


(33)

 

budgetair ini berlaku baik untuk penerimaan pajak yang telah ditetapkan maupun untuk penerimaan pajak daerah dalam APBD (Waluyo,2011 : 6)

b. Fungsi Reguler

Fungsi reguler (mengatur) merupakan fungsi pajak untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi (Waluyo,2011 : 6). Penerapan fungsi regular ini antara lain ialah:

 Untuk mengurangi konsumsi minuman keras dan rokok maka atas konsumsi barang-barang tersebut dikenakan pajak

 Untuk mengurangi gaya hidup konsumtif,maka dikenakan pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah

 Untuk mendorog ekspor produk tertentu pemerintah mengenakan tarif pajak untuk ekspor sebesar 0 %

Ilyas dan Burton menambahkan dua fungsi pajak selain fungsi diatas, yaitu :

 Fungsi demokrasi, dan

 Fungsi redistribusi

C. Pajak Sebagai Kewajiban Masyarakat

Negara berhak untuk memungut pajak kepada masyarakat dan masyarakat wajib membayar pajak karena adanya alasan sebagai berikut:

a. Masyarakat mempunyai kepentingan kepada Negara, yaitu memperoleh perlindungan atas atas jiwa dan harta bendanya, serta memperoleh pelayanan


(34)

 

dan fasilitas yang bersifat umum. Untuk menyelenggarakan kepentingan tersebut diperlukan biaya yang cukup besar dan dibayar dalam bentuk pajak. b. Pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban adalah untuk membuktikan

adanya tanda kepatuhan kita kepada Negara. Pembayaran pajak merupakan suatu perwujudan dari pengabdian dan peran serta masyarakat yang secara bersama-sama untuk melaksanakan pembangunan Negara.

D. Hak Memungut Pajak dan Kewajiban Penyetoran

Berdasarkan prinsip atau asas yang tercantum dalam Undang-undang pepajakan, hanyapemerintah yang berwenang memungut pajak. Orang swasta atau badan-badan swasta tidak dapat memungut pajak, kecuali apabila kepadanya diberia wewenang atau kewajiban untuk memungut pajak oleh Undang-undang karena hak memungut pajak adalah hak public yang tidak ada pada subjek swasta. Tidak semua penguasa publik memungut pajak, yang berhak hanya instansi dan pejabat-pejabat tertentu yang ditunjuk oleh Undang-undang.

Hak untuk menghitung dan memotong pajak dari jumlah-jumlah yang telah ditelah dibayarkan kepada pihak ketiga, disertai dengan kewajiban untuk

menyetorkan jumlah pajak merupakan pelanggaran peraturan Undang-undang yang diancam dendgan sanksi.

Pada Wajib Pajak, disamping hak untuk menetapkan sendiri besar pajaknya, berkait kewajiban untuk membayar jumlah pajak itu didalam kas


(35)

 

Negara, dalam jangka waktu tertentu tanpa ikut campur tangan pihak Direktoraat Jenderal Pajak.

E. Hak dan Kewajiban Masyarakat di Bidang Perpajakan Kewajiban Wajib Pajak tersebut meliputi:

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) sebagai identitas diri Wajib Pajak. Dengan memperoleh NPWP, berarti Wajib Pajak tersebut telah terdaftar.

b. Mengambil sendiri, mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT) ke Direktorat Jenderal Pajak tepat pada waktunya.

c. Menhitung dan membayar pajak yang terutangnya sendiri dengan benar. d. Menyelenggarakan pembukuan dengan benar.

e. Jika diperiksa Wajib Pajak harus:

1. Memberikan keterangan yang diperlukan.

2. Memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan dan pencatatan. 3. Mmemberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang

dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan. f. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen

serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, itu ditiadakan oleh permintaan oleh keperluan pemeriksaan. Hak Wajib Pajak tersebut meliputi:

a. Mengajukan Surat Keberatan.


(36)

 

c. Melakukan pembetulan terhaddap Surat Pemberitahuan (SPT) yang dimasukan.

d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukkan Surat Pemberitahuan (SPT).

e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak. f. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

g. Memberikan kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

h. Mengajukan permohonan penghapusan ddan pengurangan sanksi, serta pembetulan Surat Ketetapan Pajak yang salah.

i. Apabila Waib Pajak dipotong oleh pemberi kerja, Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 pada pemotong, mengajukan atas pemotongan tersebut.

F. Pengertian Keberatan

Dalam perpajakan keberatan adalah suatu upaya yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak atau kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Penambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pasal 1 yang dimaksud dengan :


(37)

 

1. Surat Keberatan adalah surat yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak mengenai keberatan terhadap suatu surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh piak ketiga.

2. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputsan yang membetulkan kesalahan tulis,kesalahan hitung,dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputuan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

3. Penyampaian Surat Keberatan secara elektronik yang selanjutnya disebut dengan e-filling adalah suatu cara penyampaian Surat Keberatan yang dilakukan secara on-line yang real-time melalui situs web Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

4. Bukti Penerimaan Elektronik adalah informasi yang berisi nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, tanggal, jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) yang tertera pada hasil cetakan bukti penerimaan dalam hel e-filling dilakukan melalui situs web Direktorat Jenderal Pajak, atau informasi yang berisikan nama,Nomor Pokok Wajib Pajak,tanggal,jam,Nomor Tanda Terima


(38)

 

Elektronik(NTTE) dan Nomor Transaksi Penerimaan ASP (NTPA), serta nama perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi(ASP), yang tertera pada hasil cetakan surat permohonan, dalam hal e-filling dilakukan melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

5. Surat Pemberitahuan Untuk Hadir adalah surat yang disampaikan kepada Wjib Pajak yang berisi mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan dari tim peneliti keberatan.

6. Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) yang selanjutnya disebut MAP adalah prosedur administrasi yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan P3B.

7. Persetujuan Bersama adalah hasil yang telah disepakati dalam penerapan P3B oleh pejabat yang berwenang dari Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara Mitra atau yurisdiksi mitra P3B sehubung dengan MAP yang telah dilaksanakan.

G. Dasar Hukum Keberatan Pajak

1. Pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagimana telah diubah terakhir kali menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009.


(39)

 

2. Peratuan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 yang diubah menjadi 9/PMK.03/3013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan. 3. Surat Edaran Nomor 11/PJ/2014 tentang Petunjuk Pelasksanaan Penyelesaian

Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Penambahan Nilai, dan atau Pajak Penjualan Barang Mewah.

4. Peraturan Direktorat Jendeal Pajak Nomor PER-49/PJ/2009

5. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Dengan adanya peraturan dan Undang-undang yang menjadi landasan hukum keberatan pajak di Indonesia ini, maka menjadi pondasi yang kuat bagi Wajib Pajak.

H. Hak Mengajukan Keberatan

Dalam pelaksanaan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak merasa kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas

pemotongan/pemungutan keberatan. Hal keberatan diatur dalam pasal 25 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009.

Adapun pihak yang dapat mengajukan keberatan, antara lain:

a. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. b. Bagi Wajb Pajak Badan yang bersangkutan.


(40)

 

d. Bagi kuasa yang ditunjuk oleh mereka dengan surat kuassa khusus keberatan. I. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013, keberatan pajak harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukannya pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

1. Untuk Surat Keberatan yang langsung disampaikan ke KPP, maka jangka waktu 3(tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.

2. Untuk Surat Keberatan yang disampaikan melalui pos, jangka waktu 3(tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKLB, SKPN atau sejak dilakukannya pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

             


(41)

 

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI DATA

Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment dimana dengan sistem ini Wajib Pajak diberikan kepecayaan untuk menghitung dan melunasi sendiri pajak yang terutang. Perhitungan paak yang terutang ini didasasri pada ketentuan perpajakan yang berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak.

Disisi lain, otoritas pajak dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak diberikan tugas untuk melakukan pengujian dan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak terhadap ketentuan perpajkan. Dalam konteks inilah kita bias memahami mengapa perlu dilakukan pemeriksaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada sebagian Wajib Pajak.

Hasil pemriksaan pada umumnya berbentuk Surat Ketetapan Pajak (SKP) dimana SKP berfungsi untuk melakukan koreksi atas perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau bisa juga untuk mengkonfirmasikan kebenaran perhitungan oleh Wajib Pajak. Jenis-jenis SKP ini adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil(SKPN).

Dalam proses penetapan pajak melalui pemeriksaan sering timbul sengketa pajak antara Wajib Pajak dan pejabat pajak. Sengketa ini bisa disebabkan oleh perbedaan penafsiran atas ketentuan perpajakan, perbedaan pemahaman atas


(42)

 

ketentuan perpajakan, perbedaan sudut pandang dalam menilai suatu fakta, bisa juga karena ketidakseakatan dalm hal proses pembuktian. Untuk menyelesaikan sengketa seperti ini, Undang-undang KUP memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melakukan keberatan sebagai upaya untuk mencari keadilan atas permasalahan perpajakan tersebut.

A. Tata Cara Pengajuan Keberatan oleh Wajib Pajak

Surat Keberatan dapat diajukan secara tertulis oleh Wajib Pajak yang bersangkutan yang tidak dapat menyetujui jumlah utang pajak yang telah ditetapkan oleh administrasi. Utang pajak tersebut ditetapkan secara jabatan sesuai dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Jumlah Utang yang telah ditetapkan tersebut harus diberitahukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dengan mengisi Surat Pemberitahuan (STP) itu secara lengkap. Ada yang disebabkan karena ketidakjujuran Wajib Pajak yang dengan sengaja ingin menyembunyikan beberapa bagian dari penghasilannya ata kekayaan dengan cara pengisisan yang tidak sebenarnya.

Dari hasil pemeriksaan terbukti bahwa pengisisan Surat Pemberitahuan (STP) itu adalah tidak benar adanya atau tidak lengkap, atau melamprkan keterangan yang tidak benar, maka Direktorat Jenderal Pajak berwenang menetapkan pajak secara jabatan. Pada umumnya penetapan secara jabatan ini adalah jauh lebih lebih besar


(43)

 

dari jumlah perkiraan dari Wajib Pajak sendiri pada waktu mengajukan Surat Pemberitahuannya. Oleh karena penetapan pajak secara jabatan dianggap tidak adil karena pajaknya terlalu tinggi, maka Wajib Pajak dapat mengajukan Keberatan pada Direktorat Jenderal Pajak sebagai bukti bahwa Wajib Pajak tidak setuju dengan penetapan pajak tersebut.

Adapun tata cara pengajuan keberatan yaitu wajib pajak mengajukan surat dalam bentuk Surat Keberatan. Surat Keberatan tersebut harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui surat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013.

Sebelum mengajukan keberatan Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang mendasari pengenaan pajak, perhitungan laba atau rugi, pemotongan atau pemungutan kepada Kantor Pelayanan Pajak. Terhadap permintaan Wajib Pajak tersebut Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal tersebut paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat Wajib Pajak.

1. Penyampaian dan Penerimaan Surat Keberatan adalah:

1.1 Surat Keberatan Wajib Pajak disampaikan langsung atau melalui pos tercatat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

1.2 Dalam hal Surat Keberatan disampaikan,maka melalaui surat tersebut harus diteruskan KP4 atau KP2KP kepada Kantor Pelayanan Pajak terkait


(44)

 

melalui fax pada hari itu juga, dan mengirimkan asli surat tersebut dalam jangka waktu 2 (dua) hari sejak surat tersebut diterima.

1.3 Terhadap Surat Keberatan diberikan bukti Penerimaan Surat Keberatan yang dilampiri isian Surat Keberatan oleh petugas yang ditunjuk

2. Penelitian Terhadap Surat Keberatan

Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian terhadap Surat Keberatan yang diterima dengan ketentuan sebagai berikut:

2.1 Memberikan pemebritahuan tertulis apakah Surat Keberatan telah memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan.

2.2 Mencatat Surat Keberatan yang memenuhi syarat dalam register Surat Keberatan memenuhi syarat.

2.3 Mencatat Surat Keberatan yang tidak memenuhi syarat

Surat Pemberitahuan tersebut disampaikan kepada Wajib Pajk paling lama 5 (lima) hari kerja sejak Surat Keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. Tanggal penerimaan surat yang dijadikan dasar untuk memproses Surat Keberatan adalah:

a. Tanggal terima surat Wajib Pajak, dalam hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak pada petugas yang ditunjuk,

b. Tanggal stempel pos tercatat dalam hal Surat Keberatan disampaikan melalui pos.


(45)

 

Penelitian di Kantor Pelayanan Pajak terhadap kewenangan memproses Surat Keberatan adalah sebagai berikut:

a. Seksi Pelayanan atau Seksi Pengawasan dan Konsultasi melakukan penelitian terhadap Surat Keberatan yang diterima.

b. Dalam hal Surat Keberatan berada pada Kantor Pelayanan Pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutann melaksanakan penelitian keberatan.

c. Dalam hal keberatan merupakan wewenang Direktorat Jenderal Pajak maka harus ditindaklanjuti sebagai berikut:

 Dalam hal unit pelaksana pemeriksaan pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan harus mengirimkan berkas keberatan beserta copy Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan paling lama 5 (lima) sejak Surat Keberatan diterima.

 Dalam hal unit pelaksana pemeriksaan pajak adalah unit diluar Kantor Pelayanan Pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak bersangkutan mengirim berkas keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai wewenangnya dan mengirimkan surat permintaan copy Laporan Pemeriksaan Pajak dan atau Kertas Kerja Pemeriksaan kepada unit pelaksana pemeriksaan pajak yang bersangkutan paling lama 5 (lima) hari sejak Surat Keberatan diterima.


(46)

 

 Surat permintaan tersebut dilampirkan dalam berkas keberatan yang akan ditindaklanjuti oleh Kantor Pelayanan Pajak maupun yang akan dikirimkan ke Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangan.

 Seksi pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian kelengkapan berkas yang akan dikirimkan ke Dirrektorat Jenderal Pajak dengan menggunakan formulir Lembar Penelitian Kelengkapan berkas dan hasil penelitian tersebut dilamppirkan diberkas keberatan.

 Kegiatan diatas dituangkan dalam Lembar Pengawasan Penelitian Berkas Keberatan.

d. Berkas Keberatan yang dikirim oleh Kantor Pelayanan Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak meliputi:

 Asli Surat Keberatan Wajib Pajak

 Asli Lembar Pengawasan Dokumen

 Lembar Isian Surat Keberatan

 Pemberitahuan Surat Keberatan memenuhi syarat

 Lembar Penelitian Kelengkapan Berkas

 Lembar Pengawasan Penelitian Berkas Keberatan

 Copy Laporan Pemeriksaan Pajak Lengkap

4. Penerimaan Berkas Keberatan oleh Direktorat Jenderal Pajak

Direktorat Jenderal Pajak melakukan tindak lanjut berkas keberatan sebagai berikut:


(47)

 

a. Direktorat Jenderal Pajak selaku unit menerima berkas keberatan membuat pemberitahuan tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak yang mengirimkan berkas keberatan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak berkas diterima dengan menggunakan formulir Pemberitahuan Penerimaan Berkas Keberatan.

b. Dalam hal Kantor Pelayanan Pajak terlambat atau tidak mengirimkan secara lengkap berkas keberatan, Direktorat diminta mencantumkan hal tersebut pada formulir.

c. Direktorat Jenderal Pajak yang menerima berkas yang bukan merupakan kewenangannya harus mengirimkan berkas tersebut ke unit kantor yang berwenanang paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal terima berkas tersebut, dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak yang mengirimkan berkas dengan menggunakan formulir Penerusan Berkas Keberatan.

5. Pembuatan Laporan Pengiriman Berkas Keberatan adalah sebagai berikut: a. Kantor Pelayanan Pajak membuat laporan pengiriman berkas keberatan

yang diterima,paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Direktorat Jenderal Pajak ddengan menggunkan formulir Laporan Pengiriman Berkas Keberatan.

b. Melakukan pengecekan daftar pengiriman berkas dalam pengiriman berkas yang telah diterima dari Kantor Pelayanan Pajak.


(48)

 

c. Dalam hal ada berkas yang belum diterima, maka Direktorat Jenderal Pajak membuat Surat Pemberitahuan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam Jangka Waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan diterima.

d. Kantor Pelayanan Pajak yang telah dapat melaksanakan pengiriman laporan secara elektronik cukup mengirimkan secara elektronik.

B. Syarat-syarat dalam Pengajuan Keberatan

Untuk menindaklanjutkan proses sengketa keberatan ini, maka Wajib Pajak harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku,yaitu:

a. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia

b. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alas an-alasan yang menjadi dasar perhitungan

c. Satu keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak, untuk 1 (satu) pemtongan pajak, atau 1 (satu) pemungutan pajak

d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan

e. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal: 1. Surat Ketetapan Pajak dikirim, atau


(49)

 

2. Pemotongan atau pemungutan pajak adalah pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak

f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan Surat Kuasa khusu sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (3) Undang-undang KUP.

Jika Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan pengajuan keberatan di atas, maka Surat Keberatan Wajib Pajak tersebut tidak dapat dijadikan pertimbangan oleh Direktorat Jenderal Pajak sehingga tidak akan diterbitkan Surat Keputusan Keberatan. Atas hal tersebut Direktorat Jenderal Pajak memeberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak. Namun sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga terlampaui, Wajib Pajak dapat melengkapi kekurangan persyaratan yang belum dipenuhi.

C. Hak Wajib Pajak Dalam Pengajuan Keberatan

Sebelum mengajukan keberatan Wajib Pajak mempunyai hak untuk meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, perhitungan laba atau rugi, pemotongan atau pemungutan pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Terhadap permintaan Wajib Pajak tersebut Kepala Kantor Pelayanan Pajak


(50)

 

wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal tersebut paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat Wajib Pajak.

D. Sebab-sebab Wajib Pajak Mengajukan Keberatan

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Keberatan dijelaskaan sebab-sebab pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak yang hanya dapat diajukan kepada Direktorat Jenderal Pajak, yaitu :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB)

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT) 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil ( SKPN)

5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan julah pajak yang masih harus dibayar. Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dalam hal-hal sebagai berikut:

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.


(51)

 

b. Apabila Surat Pembritahuan (STP) tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan menurut Undang-undang dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.

c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya dikomensaikan selisih lebih pajak, tidak seharusnya dikenakan tariff 0% (nol persen).

d. Apabila kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan apabila:

a. Berdasarkan data baru atau data yang semula belum lengkap, menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya.

b. Ditemukan lagi data yang semula belum lengkap terungkap pada saat penerbitan SKKB. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali.


(52)

 

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah suatu Surat Ketetapan Pajak yang menentuka jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Direktorat Jenddedral Pajak setelah melakukan pemeriksaan , menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.

4. Surat Ketetapan Pajak Nihl (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Nihil adlah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

5. Pemotongan atau Pemungutan oleh Pihak Ketiga Hal ini meliputi:

a. Pemberi kerja pajak melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan yang membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dala bentuk apapun kepada pengurus, pegawai, atau bukan pegawai sebagai imbalan sehubungan


(53)

 

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan dalam pengertian pemberian kerja.

b. Bendaharawan Pemerintah termasuk Bendaharawan Pusat, daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga lainnya yang membayar gaji, upah, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

c. Dana pension atau badan lain seperti penyelenggaraan jaminan social tenaga kerja untuk pembayaran lain yang sejenis dengan itu.

d. Perusahaan, badan, atau penyelenggara kegiatan wajin memotong pajak atas pemberian hadiah atau penghargaab dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang berjkenaan dengan suatu kegiatan.

e. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.

E. Proses Penyelesaian Keberatan

Surat Keberatan yang memenuhi persyaratan akan diproses lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sebelum Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses


(54)

 

penyelesaian keberatan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 adalah sebagai berikut:

a. Direktorat Jenderal Pajak meminjam buku,catatan,data, dan

informasi dalam bentuk hardcopy dan/ atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui

penyampaian surat perminaan peminjaman buku,catatan,data, dan informasi.

b. Meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permohonan keterangan.

c. Meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yag disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga.

d. Meninjau tempat Wajib Pajak termasuk tempat lain yang diperlukan.

e. Melakukan pembahassan dari klarisifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui Surat Panggilan.

f. Melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/ atau informasi yang objektif yang


(55)

 

dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.

Surat Pemberitahuan Untuk Hadir adalah surat yang disampaikan kepada Wajib Pajak yang berisi mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menghadiri pertemuan dengan pejabat pajak dalam waktu yang telah disepakati guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan megenai hasil pemeriksaan keberatan. Surat Pemberitahuan Untuk Hadir yang disampaikan kepada Wajib Pajak dimaksud untuk memperoleh keterangan atau penjelasan mengenai keberratan. Bila Wajib Pajak tidak hadir, proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu

kehadiran Wajib Pajak. Demikian halnya bila pembukuan,catatan,data,informasi atau keterangan lainnya yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan maka tidak

dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali

pembukuan,catatan,data,informasi, atau keterangan lainnya tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh oleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.

F. Keputusan Hasil Pemeriksaan

Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12(dua belas) bulan sejaktanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Bentuk keputusan Direktorat Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa:

a. Mengabulkan seluruhnya atau sebagian b. Menolak atau


(56)

 

c. Menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar

Bila jangka waktu penyelesaian keberatan terlampaui dan Direktorat Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan maka keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktorat Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.

a. Mengabulkan seluruhnya atau sebagian

Bila keberatan yang diajuakn oleh Wajib Pajak dibenarkan maka ketetapan pajaknya akan dikurangkan sesuai dengan ang diajukan. Surat Keputusan atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak harus diberi alasan bila keputusan itu menolak penolakan baik sebagian atau seluruhnya.

Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemeriksaan Surat Keberatan oleh pejabat pajak dapat diperhatikan segala kesalahan atau ketidakbenaran yang terjadi pada waktu menetapkan ketetapan.

Kesalahan atau ketidakbenaran dapat dibetulkan walaupun ini merugikan pihak pajak. Pejabat pajak pada waktu melakukan pemeriksaan pada suatu keberatan tidak saja terkait soalpada soal yang diajukan oleh Wajib Pajak, akan tetapi ia juga berwenang memperhatiakan segala ketidakbenaran yang terjadi pada waktu penetapan jumlah pajak.Misalnya pada waktu melakukan pemeriksaan, memutuskan suatu kebenaran pada penghasilan diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memberitahukan beberapan macam penghasilannya, maka hal ini dapat ditambahkan


(57)

 

walaupun hal ini mengakibatkan bertambahnya pajak sehingga melebihi pajak yang semula.

Ada kalanya hanya sebagian keberatan Wajib Pajak ditolak dan sebagian dapat diterima oleh fiskus. Dalam hal demikian, akan tertera dalam keputusan Pejabat Pajak. Keberatan yang ditolak akan disebutkan dan disertai dengan alasan penolakan.

b. Menolak

Surat keberatan akan ditolak jika Wajib Pajak tidak dapat membuktikan kebenaran Wajib Pajak sebagaimana diteteapkan Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan. Penolakan keberatan ini dapat berakibat bahwa jumlah utang pajak yang kemungkinan bertambah ataupun tetap julahnya. Surat Keberatan ditolak, jika Wajib Pajak:

1. Tidak dapat memberikan alasan-alasan yang kuat atau sama sekali tidak memberikan alasan-alasan tentang keberatann-keberatannya.

2. Jika ia tidak memberikan Surat Pemberitahuan, walaupun ia berkewajiban untuk melakukannya, dan jika ia tidak bersedia memberikan keterangan-keterangan yang lebih lanjut mengenai Surat Pemberitahuan yang telah dimasukkannya atau lebih bersedia melakukan pembukuan atau pencatatan perusahaannya, disamping itu Wajib Pajak tidak berhasil membuktikannya bahwa ketetapan yang ditentangnya tidak benar.

Jika Surat Keberatan itu ditolak, maka Wajib Pajak masih mempunai kesempatan untuk menentang dengan jalan mengajukan banding.


(58)

 

c. Menambah Besarnya Jumlah Utang Pajak yang Masih Harus Dibayar Jika dalam proses atas keberatan ditemkan data baru yang belum terungkap, maka pajaknya akan dapat ditambah.

                 


(59)

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka sebagai akhir penulisan ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan dan uraian sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Keberatan adalah suatu upaya yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak atau kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

2. Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3(tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.

3. Pengajuan keberatan didasarkan atas:

 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB)

 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT)

 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

 Surat Ketetapan Pajak Nihil ( SKPN)

4. Keberatan diajuakn harus disertai alasan-alasan yang jelas dan keterangan lain-lain.


(60)

 

5. Pelaksanaan keberatan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota berjalan cukup baik sebagaimana mestinya, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON).

B. Saran

1. Menjalin koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak dengan instansi lain serta semua pihak yang terkait. Misalnya pihak Kepolisian, Kehakiman, Pemerintah kota maupun daerah.

2. Sebaiknya diadakan penyuluhan tentang tata cara keberatan pada Wajib Pajak agar penyelesaian keberatan dapat diselesaikan dengan baik dan benar sesuai keinginan Wajib Pajak dan fiskus berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang berlaku.

3. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak adalah dalah satu bentuk fasilitas atau pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak kepada Wajib Pajak yang merasa perhitungan atau pelaporan pajaknya tidak sesuai dengan keadaan usaha sebenarnya, sehingga Wajib Pajak mngajukan keberatan. Dalam hal ini fiskus diharapkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak.

4. Diperlukan adanya perencanaan yang baik untuk mendapatkan hassil yang baik pula.


(61)

 

5. Perlu adanya ketelitian Wajib Pajak dan pejabat perpajakan dalam hal melakukan perhitungan pajak agar tidak terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan sengketa keberatan.

                                       


(62)

 

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo,2011.Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1.Penerbit Salemba Empat,Jakarta

Peraturan perundang-undangan

Peraturan Perunndang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaiman telah diubah dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan

Surat Edaran, Nomor SE-11/PJ/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian KeberatanPajak Penghasilan, Pajak Penambahan Nilai, dan atau Pajak Penjualan Barang Mewah


(1)

 

walaupun hal ini mengakibatkan bertambahnya pajak sehingga melebihi pajak yang semula.

Ada kalanya hanya sebagian keberatan Wajib Pajak ditolak dan sebagian dapat diterima oleh fiskus. Dalam hal demikian, akan tertera dalam keputusan Pejabat Pajak. Keberatan yang ditolak akan disebutkan dan disertai dengan alasan penolakan.

b. Menolak

Surat keberatan akan ditolak jika Wajib Pajak tidak dapat membuktikan kebenaran Wajib Pajak sebagaimana diteteapkan Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan. Penolakan keberatan ini dapat berakibat bahwa jumlah utang pajak yang kemungkinan bertambah ataupun tetap julahnya. Surat Keberatan ditolak, jika Wajib Pajak:

1. Tidak dapat memberikan alasan-alasan yang kuat atau sama sekali tidak memberikan alasan-alasan tentang keberatann-keberatannya.

2. Jika ia tidak memberikan Surat Pemberitahuan, walaupun ia berkewajiban untuk melakukannya, dan jika ia tidak bersedia memberikan keterangan-keterangan yang lebih lanjut mengenai Surat Pemberitahuan yang telah dimasukkannya atau lebih bersedia melakukan pembukuan atau pencatatan perusahaannya, disamping itu Wajib Pajak tidak berhasil membuktikannya bahwa ketetapan yang ditentangnya tidak benar.


(2)

 

c. Menambah Besarnya Jumlah Utang Pajak yang Masih Harus Dibayar

Jika dalam proses atas keberatan ditemkan data baru yang belum terungkap, maka pajaknya akan dapat ditambah.

                 


(3)

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka sebagai akhir penulisan ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan dan uraian sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Keberatan adalah suatu upaya yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak atau kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

2. Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3(tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.

3. Pengajuan keberatan didasarkan atas:

 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB)

 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT)  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

 Surat Ketetapan Pajak Nihil ( SKPN)


(4)

 

5. Pelaksanaan keberatan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota berjalan cukup baik sebagaimana mestinya, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON).

B. Saran

1. Menjalin koordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak dengan instansi lain serta semua pihak yang terkait. Misalnya pihak Kepolisian, Kehakiman, Pemerintah kota maupun daerah.

2. Sebaiknya diadakan penyuluhan tentang tata cara keberatan pada Wajib Pajak agar penyelesaian keberatan dapat diselesaikan dengan baik dan benar sesuai keinginan Wajib Pajak dan fiskus berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang berlaku.

3. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak adalah dalah satu bentuk fasilitas atau pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak kepada Wajib Pajak yang merasa perhitungan atau pelaporan pajaknya tidak sesuai dengan keadaan usaha sebenarnya, sehingga Wajib Pajak mngajukan keberatan. Dalam hal ini fiskus diharapkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak.

4. Diperlukan adanya perencanaan yang baik untuk mendapatkan hassil yang baik pula.


(5)

 

5. Perlu adanya ketelitian Wajib Pajak dan pejabat perpajakan dalam hal melakukan perhitungan pajak agar tidak terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan sengketa keberatan.

                                   


(6)

 

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo,2011.Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1.Penerbit Salemba Empat,Jakarta

Peraturan perundang-undangan

Peraturan Perunndang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaiman telah diubah dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan

Surat Edaran, Nomor SE-11/PJ/2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian KeberatanPajak Penghasilan, Pajak Penambahan Nilai, dan atau Pajak Penjualan Barang Mewah