Rumah Susun Sederhana Sewa Rusunawa

berupa fasilitas kredit konstruksi, pengadaan tanah, proses sertifikasi tanah, perizinan, insentif perpajakan, serta bantuan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. UU Rusun juga mengamanatkan pemerintah khususnya melalui Kementerian Perumahan Rakyat untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang meliputi 15 peraturan pemerintah dan enam peraturan menteri. Kehadiran peraturan pelaksana itu nantinya diharapkan mampu mendorong percepatan pembangunan perumahan rakyat.

1. Rumah Susun Sederhana Sewa Rusunawa

Rusunawa, adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara danatau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian. Rusunawa dapat diartikan sebagai berikut, bangunan gedung bertingkat yang dibangun di suatu lingkungan baik dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa dengan fungsi utamanya sebagai hunian. 47 Berdasarkan UU Rusun Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai atau sewa diatur dalam peraturan pemerintah dan Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 48 47 Peraturan Menegpera nomor 18 tahun 2007 48 Pasal 45 ayat 7 dan 8 UU Rusun UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pembangunan Rusunawa saat ini adalah program pemerintah yang dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk mengatasi kawasan kumuh perkotaan. Satuan Rusunawa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Sasaran penghuni rusunawa adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok MBR sesuai peraturan yang berlaku dan melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola. MBR adalah keluargarumah tangga yang berpenghasilan sampai dengan Rp.2.000.000 perbulan PERMENPERA Nomor: 08 PERMEN M2006, sedangkan menurut Murbaintoro 2002 MBR adalah masyarakat dengan kategori penghasilan antara Rp. 350.000 sampai Rp. 1.300.000. Menurut Yudohusodo 1991, Sistem sewa pada umumnya berkembang di daerah pusat kota, dekat dengan tempat kerja, dimana harga lahan sudah sangat tinggi dan tidak sesuai dengan kemampuan kepemilikan masyarakat pada umumnya. Sistem sewa menyewa di Indonesia sudah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda. Peraturan mengenai hal ini pun telah dituangkan dalam Burgerlijke Woning Regeling sewa menyewa bagi pegawai negeri. Pemerintah dalam UU No. 3 tahun 1958 juga telah mengatur tentang urusan perumahan yang intinya mengenai penguasaan perumahan dan peruntukan penghuniannya. Khusus mengenai sewa menyewa selama ini diatur dalam PP No. 17 dan PP No. 49 tahun 1963, PP No. 55 tahun 1981. Dasar teori dalam pembangungan Rusunawa antara lain: 49 49 Anwar Hamid dan Happy Santosa, Kriteria Rusunawa untuk Pemukiman Kembali Resettlement UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Aspek Kontribusi Calon Penghuni Dalam Inpres nomor 051990 tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh di atas Tanah Negara, disebutkan bahwa dalam menentukan lokasi pemukiman kumuh yang akan diremajakan, disamping harus sesuai dengan Pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah danatau Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK, perlu ada pendekatan kepada masyarakat setempat agar masyarakat berperan secara aktif dalam proses peremajaan tersebut. Sedangkan dalam Kepmenpera nomor 06KPTS1994 tentang Pedoman Umum Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok, disebutkan bahwa pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat adalah pola pembangunan yang mendudukan masyarakat individukelompok sebagai pelaku utama dan penentu dimana semua keputusan dan tindakan pembangunan didasarkan pada aspirasi masyarakat, kepentingan masyarakat, Kemampuan masyarakat, Upaya masyarakat. Turner 1976 menyatakan ketika penghuni dilibatkan dalam keputusan besar dan bebas membuat masukan dalam perancangan, pembangunan atau pengelolaan rumahnya, baik proses maupun lingkungan yang dihasilkan akan mendorong dirinya dan masyarakat untuk sejahtera. Sebaliknya, bila penghuni tidak mempunyai kontrol dan tanggung jawab terhadap keputusan penting dalam proses pembangunan rumahnya, maka lingkungan pemukiman yang dihasilkan hanya akan menjadi beban bagi pemenuhan kebutuhan dan aspek ekonomi penghuninya. 2. Aspek Keselamatan Lampiran Menteri Pekerjaan Umum nomor 05PRTM2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menyebutkan struktur bangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi harus direncanakan secara terinci sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih memungkinkan penghuni menyelamatkan diri. Rumah merupakan wadahpenampungan yang tujuan utamanya adalah meneduhi dan melindungi penghuni dan isinya Rapoport, 1969. 3. Aspek Iklim Di dalam lampiran Menteri Pekerjaan Umum nomor 05PRTM2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi dikatakan sebagai berikut: a. Ventilasi Alami Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela danatau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. b. Pencahayaan Alami Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami yang optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan hunian dan fungsi masing-masing ruang di dalamnya. Pembangunan perumahan sangat berkaitan dengan iklim dimana bangunan tersebut dibangun Archer, 1963. c. Aspek Budaya Rumah adalah suatu lembaga bukan hanya struktur, yang dibuat untuk berbagai tujuan yang kompleks. Karena membangun suatu rumah merupakan suatu gejala budaya, maka bentuk dan pengaturan ini sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungan pergaulan dimana bangunan tersebut berada Rapoport, 1969. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d. Aspek Keterjangkauan Sesuai PERMENPERA Nomor 18PERMENM2007 menyebutkan kriteria penetapan tarif rusunawa harus terjangkau oleh masyarakat menengah bawah khususnya MBR dengan besaran tarif tidak lebih besar 13 dari penghasilan, sedangkan kriteri besaran tarif ditetapkan dengan diferensiasi dan subsidi silang antar kelompok tarif penghuni. Menurut Turner 1976, permintaan efektif bila rumah tangga memiliki akses pilihan yang nyata dan seimbang antara harga dan pendapatan. Suatu keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah ataupun angsuran sewa beli jika persentase pengeluaran untuk sewa rumah ditambah biaya utilitas dasar, pajak dan asuransi adalah 20 sampai dengan 30 dari total pendapatan US Departement of Housing and Urban Development, 2001. 4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Perumahan bukan merupakan tempat perlindungan atau hanya fasilitas rumah tangga saja, tetapi terdiri dari sejumlah fasilitas, servis, dan utilitas yang menghubungkan individu dengan keluarganya untuk berkumpul dan bermasyarakat pada daerah yang tumbuh dan berkembang Banham, 1965. Kriteria Rusunawa yang Sesuai untuk Permukiman Kembali Resettlement, antara lain: a. Alasan utama masyarakat tinggal, yaitu karena dekat dengan tempat kerja. Lokasi hunian yang dekat dengan tempat kerja membuat penyewa lebih memilih berjalan kaki ke lokasi kerja. Hal ini dilakukan untuk menghemat pengeluaran. Dengan melihat kondisi ini, maka penempatan lokasi rusunawa harus berada dalam radius jangkauan pejalan kaki menuju tempat kerja dan tempat melakukan aktifitas harian. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Dalam menentukan luas hunian sebaiknya menggunakan luas hunian tempat asal sebagai luas minimum. Atau menggunakan standar luas Pusdiklat 7,2 m2org atau standar Kepmen PU 9m2org. Untuk mengatasi keberagaman luas hunian maka sebaiknya menggunakan modul fleksibel kelipatan 3. Hunian perlu dilengkapi dengan fasilitas pribadi berupa ruang tidur, kmwc dan dapur. c. Tingkat interaksi antar warga Rusunawa yang sangat tinggi. Untuk mengakomodasi kebiasaan ini, maka bentuk koridor yang bisa digunakan adalah koridor tengah. Koridor ini harus di bangun di semua lantai tingkatannya agar proses interaksi secara horisontal tetap terjaga. Lebar koridor tengah yang dapat diterapkan adalah 2,4 m 20 dari luas keseluruhan sarusunawa di masing-masing lantai. Sedangkan akses secara vertikal yaitu tangga yang berfungsi tidak hanya mempermudah penghuni berpindah dari lantai satu ke lantai lainnya sebagai akses keluar-masuk dengan berjalan kaki, tapi juga berfungsi sebagai tempat interaksi penghuni secara vertikal maupun horisontal. Untuk itu lebar tangga minimal dapat memuat 2 orang. Lebar tangga yang disyaratkan minimal 1,20 m. Di setiap lantai perlu juga disediakan ruang bersama, sebagai tempat sosialisasi. d. Kondisi permukiman di lokasi penelitian, menunjukan semua hunian memiliki ventilasi Untuk itu penghawaan di rusunawa harus memiliki bukaan permanen yang cukup besar menghadap arah ruang terbuka dan teras. Bukaan permanen udara paling sedikit adalah 5 dari luas lantai sarusunawa. Untuk penerangan alami, perlu penyediaan jendela-jendela yang besarnya cukup. Luas jendela paling UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sedikit 15 dari luas lantai sarusuna untuk menerangi ruang-ruang yang ada di dalamnya. Orientasi jendela dan ventilasi harus sama. e. Jika dilihat penghasilan rata-rata, maka masyarakat pengguna rusunawa adalah mereka yang dikelompokkan ke dalam masyarakat berpenghasilan rendah MBR. Untuk itu biaya sewa satuan rusunawa untuk setiap keluarga adalah maksimal sekitar 13 bagian dari pendapatan per bulan. f. Dalam suatu lingkungan rusunawa harus tersedia prasarana untuk memberikan kemudahan bagi penghuni. Prasarana-prasarana yang harus disediakan antara lain berupa : 1. Jalan Klasifikasi jalan pada lingkungan rusunawa perlu disesuaikan dengan lokasi dimana rusunawa itu dibangun. 2. Air Minum Lingkungan rusunawa ini harus menyediakan sumber air bersih bagi penghuninya. Sumber air bersih ini sedapat mungkin disediakan per unit atau per lantai dan tidak secara sentral untuk seluruh area rusunawa. Kebutuhan air bersih dari tiap rumah tangga yaitu 100 literhari untuk setiap anggota keluarga, dengan kualitas jernih, tidak berasa dan tidak berbau. 3. Air Limbah Lingkungan rusunawa harus memiliki sarana pengolahan air limbah, baik yang berasal dari air bekas cucian, mandi ataupun kakus. Karena rusunawa memiliki fungsi yang hampir sama dengan perumahan, maka air limbah rumah tangga pengelolaannya cukup dengan menyediakan septic tank dan sumur resapan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Pembuangan Sampah Dari hasil pengamatan, salah satu kebiasaan masyarakat tepian sungai adalah membuang sampah di sungai. Agar rusunawa tetap terjaga kebersihannya, maka sarana pembuangan sampah harus diperhitungkan dalam perencanaan dan perancangan rusunawa terkait dengan kesehatan lingkungan. 5. Jaringan Listrik Pada lingkungan rusunawa pasokan listrik diperhitungkan dengan standar minimal 450 VA per hunian. Sesuai Kontrak Kinerja Menteri Perumahan Rakyat dengan Presiden RI, diamanatkan bahwa sampai dengan Tahun 2012 harus dapat memastikan terbangunnya 685.000 unit RSH Bersubsidi, 180 tower Rusunami dan 380 TB Rusunawa berikut PSU pendukungnya. Porsi terbesar Anggaran Kemenpera adalah untuk pembangunan Rusunawa. Sasaran pembangunan Rusunawa Kemenpera sesuai RPJMN 2010-2014 adalah sebanyak 100 TB Twin Block pada tahun 2010, 100 TB pada tahun2011 dan 180 TB pada tahun 2012. Pada tahun 2013 dan 2014, Kemenpera tidak lagi memiliki alokasi anggaran pembangunan Rusunawa. Dengan demikian, alokasi anggaran Kemenpera yang terbesar sesuai RPJMN Tahun 2010-2014 adalah pada tahun 2012. Itu berarti 28,8 anggaran Kemenpera 2010-2014 dialokasikan untuk pembangunan 70.000 unit Rusunawa. Dengan kondisi eksisting yang memperhitungkan: backlog, urbanisasi, kelangkaan Lahan di perkotaan, kapasitas fiskal daerah dan dukungan perumahan di daerah khusus perbatasan Kementerian Perumahan Rakyat dalam hal ini Deputi Bidang Perumahan Formal memiliki pembangunan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA rusunawa sebagai salah satu programnya. Kegiatannya pembangunan rusunawa meliputi: 50 • Sasaran: pekerja, TNIPOLRI, mahasiswa dan santri; • Pertanahan yang disediakan oleh pengusul; • Program dan perencanaan meliputi: pemrograman pembangunan rusunawa, perencanaan pembangunan, dan verifikasi administrasi dan teknis; • Perijinan dengan dukungan Pemda dan Pemkot; • Monitoring dan evaluasi yang meliputi: monitoring program, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan evaluasi program; • Sumber anggaran: APBN dan dukungan sharing instansi pengususl atau pemdapemkot setempat; • Serta dukungan lainnya yang berupa sosialisasi, koordinasi, sinkronisasi program, bimbingan teknis, bantuan teknis, pendampingan dan pembinaan serta penghargaan kepada pengelola rusunawa. Benefit langsung yang diharapkan dapat tercapai adalah: 1. Terbangunnya RusunawaRusus dan terpenuhinya kebutuhan unit hunian untuk kelompok sasaran; 2. Terciptanya Lapangan Kerja; 3. Meningkatnya pasokan Rumah SusunKhusus. Sedangkan benefit tidak langsung yang diharapkan antara lain: 1. Berkontribusi terhadap pengurangan Backlog; 2. Peningkatan produktivitas; 50 Buku Saku Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Oktober 2011. Hal. 87 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Meningkatnya kesejahteraan; 4. Mendukung kegiatan belajar dan mencegah tawuran mahasiswa. Pembangunan Rusunawa Rumah Susun Sederhana Sewa bertujuan menyediakan rumah layak huni bagi seluruh keluarga Indonesia, khususnya MBR yang belum mempunyai kemampuan untuk meemnuhi kebutuhan rumahnya melalui kepemilikan, dengan target 2010-1014 sebanyak 380 TB, dan pembangunan yang telah terlaksana sebanyak 49 TB pada tahun 2010 dan 143 TB 2011 pada tahun 2011. 51 1. Kendala pembiayaan. Pembangunan Rusunawa salah satunya dapat dilakukan dengan pola Unit Pelaksana Teknis UPT yang didasarkan pada kemampuan atau besarnya penghasilan penghuni, bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan pendapatan maximum sebesar upah minimum kabupatenkota UMK diarahkan oleh Pemerintah melalui APBN APBD yang tidak mengharapkan pengembalian investasi. 5. Efektivitas Dan Kualitas Pembangunan Rusunawa Pengadaan perumahan di perkotaan dalam jumlah besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah di negara-negara berkembang merupakan persoalan yang cukup kompleks dan menghadapi banyak kendala. Menurut Bambang Panudju dalam bukunya yang berjudul ”Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah”, yang dikutip oleh R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, kendala-kendala secara garis besar adalah sebagai berikut: Hampir seluruh negara berkembang memiliki kemampuan ekonomi nasional yang rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya pemerintah yang 51 Buku Saku Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Oktober 2011. Hal. 88. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tersedia untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang perbaikan ekonomi seperti industri, pertanian, pengadaan infrastruktur, pendidikan. Dan sebagainya. Anggaran pemerintah untuk pengadaan perumahan menempati prioritas yang rendah sehingga setelah dipakai untuk membayar makanan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lainlain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh di bawah harga rumah yang termurah sekalipun. 2. Kendala ketersediaan dan harga lahan. Lahan untuk perumahan semakin sulit di dapat dan semakin mahal, di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun kebutuhan lahan sangat mendesak, terutama untuk pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, usaha-usaha positif dari pihak pemerintah di negara- negara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut belum terlihat nyata. Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah memerlukan lahan untuk perumahan dalam kota dan mengusahakan lahan untuk kepentingan mereka. 3. Kendala ketersediaan prasarana untuk perumahan. Ketersediaan prasarana untuk perumahan seperti jaringan air minum, pembuangan air limbah, pembuangan sampah dan transportasi yang merupakan persyaratan penting bagi pembangunan perumahan. Kurangnya pengembangan prasaranan, terutama jalan dan air merupakan salah satu penyebab utama sulitnya pengadaan lahan untuk perumahan di daerah perkotaan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Kendala bahan bangunan dan peraturan bangunan. Banyak negara berkembang belum mampu memproduksi bahan-bahan bangunan tertentu seperti semen, paku, seng gelombang , dan lain-lain. Barang-barang tersebut masih perlu diimpor dari luar negeri sehingga harganya berada di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Selain itu, banyak standar dan peraturan-peraturan bangunan nasional di negara-negara berkembang yang meniru negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, atau Amerika Serikat yang tidak sesuai dan terlalu tinggi standarnya bagi masyarakat negara-negara berkembang. Kedua hal tersebut menyebabkan pengadaan rumah bagi atau oleh masyarakat berpenghasilan rendah sulit untuk dilaksanakan. 52 • Aspek ekonomi Menurut Yudohusodo 1991, dalam membangun rumah sewa perlu diperhatikan beberapa aspek, yaitu : Rumah susun sewa yang berdekatandengan tempat kerja, tempat usaha atau tempat berbelanja untuk keperluan sehari-hari akan sangat membantu menyelesaikan masalah perkotaan, terutama yang menyangkut masalah transportasi dan lalu lintas kota. • Aspek lingkungan Pada setiap lingkungan perumahan yang dibangun membutuhkan sejumlah rumah tambahan bagi masyarakat yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang berbeda. Melalui penerapan subsidi silang masih dimungkinkan membangun sejumlah rumah sewa yang dibiayai oleh lingkungan itu sendiri. 52 Buku Saku Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Oktober 2011. Hal. 88. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA • Aspek tanah perkotaan Rumah susun sewa yang secara minimal dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat ini, tidak akan lagi memenuhi kebutuhan masyarakat di kemudian hari. Program peremajaan lingkungan dengan membangun kembali perumahan sesuai dengan standar yang dituntut, harus dilaksanakan agar lingkungan perkotaan tetap dapat terjamin kualitasnya. Dengan dikuasainya tanah dimana rumah susun sewa itu dibangun, program peremajaan lingkungan di masa mendatang dengan mudah dapat dilaksanakan. • Aspek investasi Pembangunan rumah susun sewa untuk masyarakat berpenghasilan rendah secara ekonomis kurang menguntungkan. Besarnya sewa tidak dapat menutup seluruh biaya investasinya. Akan tetapi apabila ditinjau dari nilai tanah perkotaan yang selalu meningkat sesuai dengan perkembangan kotanya, maka cadangan tanah yang dikuasai pemerintah akan selalu meningkat harganya. Dengan nilai tanah tersebut, akan terpenuhi pengembalian sebagian atau seluruhnya biaya investasi. • Aspek keterjangkauan Untuk dapat mencapai sasaran yang tepat maka tarif sewa disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, atas dasar penghasilan yang nyata dan besarnya pengeluaran rumah tangga. Letak keberhasilan pembangunan dan penghunian rumah susun sewa tergantung pada lokasinya. Dari kelima aspek di atas masing- masing mempunyai nilai yang pasti harus dilengkapi, tetapi juga tidak menutup kemungkinan dilakukannya beberapa penyesuaian tergantung pada lokasinya. Dari aspek ekonomi diharapkan lokasi yang menguntungkan terutama yang dekat dengan akses utama kota, tetapi dari sisi investasi ini akan kurang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menguntungkan. Karenanya perlu kajian lebih dalam lagi untuk menyeimbangkan kelima aspek ini agar pembangunan rumah susun sewa dapat diterapkan dan memberikan manfaat yang semaksimal mungkin. Dalam pembangunan Rusunawa yang tak kalah pentingnya adalah Fasilitasi Administrasi Alih Aset Rusunawa yang digunakan. Kelengkapan data pendukung yang digunakan dalam fasilitasi administrasi alih aset Rusunawa adalah seperti yang disyaratkan dalam Permenkeu No. 96PMK.062007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Dan berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Kementerian Perumahan Rakyat Pembangunan Rusunawa di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat dari tahun 2005-2010 sebanyak 138 Twin Block TB, terdiri dari : 1. Rusunawa untuk Perguruan Tinggi Negeri Kementerian Pendidikan Nasional sebanyak 45 TB; 2. Rusunawa untuk Pekerja Pemerintah Daerah sebanyak 29,5 TB; 3. Rusunawa untuk Perguruan Tinggi Swasta, BUMN dan BUMD sebanyak 40,5 TB; 4. Rusunawa untuk Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan dan Polri sebanyak 23 TB. Sedangkan Progres Penyerahan Rusunawa yaitu: a. Serah terima Rusun Sewa Mahasiswa Rusun Sewa Mahasiswa yang telah diserahterimakan kepada Kementerian Pendidikan Nasional berdasarkan Berita Acara No.80MPL.03.01052011-No.352MPNLL2011, yaitu: 1. Rusunawa Universitas Indonesia 1 TB, Kota Depok dan; 2. Rusunawa Universitas Sam Ratulangi 1 TB, Kota Manado UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Usulan Hibah Rusun Sewa Pekerja Rusun Sewa Pekerja yang telah diusulkan dengan mekanisme hibah ke Kementerian Keuangan melalui Surat No. S- 186MK.062011 tanggal 6 April 2011: 1. Rusunawa Cingised Bandung 1TB untuk diserahkan kepada Pemkot Bandung 2. Rusunawa Muka Kuning Batam 1TB untuk diserahkan kepada Pemkot Batam. Saat ini statusnya sedang dalam proses usulan untuk persetujuan Presiden RI di Kementerian Sekretariat Negara. Selain itu, juga telah diusulkan Hibah Rusun Sewa Pekerja sbb: Rusun Sewa Pekerja Siwalankerto 2 TB, yang saat ini masih dalam proses di Ditjen. Kekayaan Negara-Kemenkeu. c. Usulan Alih Status penggunaan BMN Rusun Sewa Mahasiswa: 1. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Diponegoro 1 TB; 2. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Udayana 1 TB; 3. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Hasanuddin 1 TB; 4. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Andalas 1 TB\ Saat ini masih dalam proses di Ditjen. Kekayaan Negara-Kemenkeu. C. Perumahan dan Permukiman dalam Kaitan Dengan Jaminan Bank Dalam Inpres nomor 051990 tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh di atas Tanah Negara, disebutkan bahwa dalam menentukan lokasi pemukiman kumuh yang akan diremajakan, disamping harus sesuai dengan Pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah danatau Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK, perlu ada pendekatan kepada masyarakat setempat agar masyarakat berperan secara aktif dalam proses peremajaan tersebut. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sedangkan dalam Kepmenpera nomor 06KPTS1994 tentang Pedoman Umum Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok, disebutkan bahwa pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat adalah pola pembangunan yang mendudukan masyarakat individukelompok sebagai pelaku utama dan penentu dimana semua keputusan dan tindakan pembangunan didasarkan pada aspirasi masyarakat, kepentingan masyarakat, Kemampuan masyarakat, Upaya masyarakat. Turner 1976 menyatakan ketika penghuni dilibatkan dalam keputusan besar dan bebas membuat masukan dalam perancangan, pembangunan atau pengelolaan rumahnya, baik proses maupun lingkungan yang dihasilkan akan mendorong dirinya dan masyarakat untuk sejahtera. Sebaliknya, bila penghuni tidak mempunyai kontrol dan tanggung jawab terhadap keputusan penting dalam proses pembangunan rumahnya, maka lingkungan pemukiman yang dihasilkan hanya akan menjadi beban bagi pemenuhan kebutuhan dan aspek ekonomi penghuninya. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2011, telah diatur untuk memperoleh kredit konstruksi dan kredit pemilikan rumah dengan menggunakan lembaga hipotik atau fidusia. Ketentuan-ketentuan sebagaimana disebut mengatur kemungkinan dijadikannya rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai jaminan kredit dengan dibebani hipotik ataupun fidusia. Adapun mengenai tata cara pembebanan, pemberian surat tanda bukti, roya, dan kemungkinan eksekusi tanpa melalui surat pelelangan umum. Ternyata dalam undang-undang rumah susun dimungkinkan pemanfaatan lembaga hipotik atas bangunan yang belum ada dan akan dibangun bouw bypotbeek. Maksudnya adalah untuk menjamin kredit konstruksi yang sudah UNIVERSITAS SUMATERA UTARA disetujui. Sedangkan pencairan kreditnya dilakukan secara sertahap sejalan dengan hasil perkembangan pembangunan kondominium. Sebagai satu catatan, pembebasan hipotik dapat dilakukan saat bangunan belum ada atau belum dibangun, asalkan dalam akta perjanjian dicantumkan dengan tegas. Karena hukum tanah di Indonesia menerapkan prinsip pemisahan horisontal yang berbeda dengan negara lain yang menggunakan prinsip accessi yang pembebanan hipotik atas bangunan yang akan dibangun terjadi dengan sendirinya tanpa diperjanjikan. Selanjutnya dalam Pasal 88 ayat 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dikatakan bahwa bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada MBR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa: a. kredit kepemilikan sarusun dengan suku bunga rendah; b. keringanan biaya sewa sarusun; c. asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun; d. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; danatau e. sertifikasi sarusun. Maksud diadakannya ketentuan demikian untuk memungkinkan diperolehnya KPR kredit pemilikan rumah untuk membayar lunas satuan rumah susun yang dibeli dengan pengembalian secara angsuran. Tentu saja kredit pemilikan satuan rumah susun baru dapat diberikan manakala rumah susun sudah rampung dibangun dan telah dilakukan pemisahan dalam unitsatuan yang bersertifikat. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam Pasal 88 UU No.20 Tahun 2011 mengatur tentang : 1 Pemerintah danatau pemerintah daerah memberikan insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta memberikan bantuan dan kemudahan bagi MBR. 2 Insentif yang diberikan kepada pelaku pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa: a. fasilitasi dalam pengadaan tanah; b. fasilitasi dalam proses sertifikasi tanah; c. fasilitasi dalam proses perizinan; d. fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga rendah; e. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; danatau 3 Bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada MBR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa: a. kredit kepemilikan sarusun dengan suku bunga rendah; b. keringanan biaya sewa sarusun; c. asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun; d. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; danatau e. sertifikasi sarusun. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta bantuan dan kemudahan kepada MBR diatur dalam peraturan pemerintah. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2012 huruf a sampai dengan d adalah: a. bahwa penyediaan dana murah jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat 3 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman berupa bantuan pembiayaan pemilikan rumah dengan suku bunga yang tetap dan terjangkau selama masa pembiayaan dalam rangka meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh rumah; b. bahwa dana murah jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa bantuan pembiayaan pemilikan rumah dengan suku bunga yang tetap dan terjangkau selama masa pembiayaan; c. bahwa untuk meningkatkan akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah terhadap pembiayaan pemilikan rumah dan meringankan beban angsuran pembiayaan pemilikan rumah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang Pengadaan Perumahan Melalui KreditPembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera dengan Dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan; Direktur Utama Bank BTN Iqbal Latanro mengatakan, KPR BTN telah memberikan peran dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia melalui terpenuhinya kebutuhan hunian bagi masyarakat. Ini sekaligus menjawab kebutuhan pemerintah dalam program pembangunan perumahan nasional. KPR BTN juga ikut mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan karena pembiayaan perumahan bersentuhan dengan 114 industri padat karya. Imbas dari berkembangnya bisnis KPR tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat sebagai konsumen, tetapi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kalangan pengembang juga mengakui bahwa KPR BTN telah menjadi darah yang mengalirkan kehidupan bagi bisnis perumahan di segmen menengah ke bawah,. Selama 36 tahun, Bank BTN telah berjasa merumahkan rakyat Indonesia, dan jutaan orang sudah terbantu memiliki rumah dengan skim KPR. Namun, masih belasan juta lagi masyarakat berpenghasilan rendah MBR yang belum mendapat kesempatan memiliki rumah. Tidak mengherankan bila KPR yang diluncurkan Bank BTN 36 tahun lalu itu kini menjadi tulang punggung bisnis pembiayaan perumahan di Indonesia. Pemerintah mulai dengan rencana pembangunan perumahan nasional pada 1974 silam. Guna menunjang kebijakan tersebut, Bank BTN ditunjuk sebagai Lembaga Pembiayaan untuk menyiapkan fasilitas KPR bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor B-49MKIVI1974 tanggal 29 Januari 1974, lahirlah Kredit Pemilikan Rumah KPR. Pada 10 Desember 1976, Bank BTN merealisasikan Kredit Pemilikan Rumah KPR untuk pertama kalinya di Indonesia. Realisasi KPR BTN pertama tersebut terjadi di kota Semarang dengan 9 unit rumah, kemudian Surabaya 8 unit rumah, dan menyusul kota-kota lainnya. Sejak saat itu, KPR BTN terus berkembang ke seluruh pelosok Tanah Air. Hingga 30 September 2012, KPR BTN telah mewujudkan lebih dari 3 juta unit hunian keluarga Indonesia, dengan total kredit lebih dari Rp 82 triliun. Bank BTN pun menjadi wadah penyaluran pembiayaan KPR terbesar di Indonesia dengan market share 24,82 persen. Terkait hal ini, Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Apersi Eddy Ganefo mengakui, pengembang kecil bisa UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berkembang menjadi besar tidak terlepas dari keberadaan KPR BTN. KPR BTN sangat membantu pengembang dalam menjalankan bisnis, khususnya pengembang yang membangun rumah untuk MBR, karena 95 persen konsumen MBR membeli rumah dengan cara kredit, Tak dipungkiri, KPR BTN sangat membantu masyarakat untuk memiliki hunian yang layak, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah MBR. Pada dasarnya, MBR memang masyarakat yang kurang kemampuannya untuk membeli rumah secara tunai. Bahkan, masyarakat menengah dan atas pun banyak yang membeli rumah atau hunian mewah menggunakan KPR. Jika KPR tidak ada, dapat dipastikan pertumbuhan bisnis perumahan tidak akan berjalan baik seperti saat ini. Karena walau kebutuhan terhadap rumah besar, namun mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli secara tunai, Perlu terus dikembangkan sehingga bisa dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai sektor pekerjaan, misalnya KPR perlu dikembangkan hingga bisa menjangkau masyarakat yang bekerja di sektor non-formal. Selain itu, Eddy mengusulkan, perlu ada skim khusus KPR untuk pekerja tetap yang telah memiliki skim penambahan uang muka UM sehingga pekerja tidak perlu lagi mengeluarkan UM tambahan. Khusus untuk rumah bersubsidi, sebaiknya tanpa UM atau paling tidak UM-nya diperkecil. Demi membantu pekerja informal, sudah saatnya Bank Indonesia BI mengeluarkan regulasi yang bisa mengakomodasi mereka. Pasalnya, secara de facto, mereka sebenarnya memiliki kemampuan membayar UM dan membayar cicilan KPR. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Besarnya peran KPR dalam membantu masyarakat memiliki hunian kian terasa setelah banyak perbankan lain juga mulai meluncurkan skim kredit di sektor perumahan. Meski demikian, Direktur BTN Irman Alvian Zahiruddin mengatakan, Bank BTN tidak khawatir dengan fenomena banyaknya perbankan yang terjun ke bisnis KPR. Masyarakat sebagai konsumen sangat diuntungkan dengan kondisi ini. Demikian juga tentang program perumahan nasional akan menjadi lebih baik jika banyak bank yang terjun pada bisnis KPR, ujarnya. Pemerintah, lanjut dia, dapat mengajak perbankan untuk mendukung program tersebut dan itu sangat positif untuk tujuan terpenuhinya backlog kebutuhan rumah selama ini. 53 53 http:pusperkim.blogspot.com201212kepemilikan-rumah-harus-dipermudah.html Menurut Teguh Satria Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia REI yang dikutip dari Bisnis.com, mengatakan Suku bunga kredit pemilikan rumah bersubsidi dapat ditekan menjadi sekitar 2-3 jika skema tabungan perumahan rakyat yang diusulkan pengembang disetujui karena bunga tersebut untuk menutupi biaya overhead pihak bank dan risiko mereka ketika menyalurkan kredit. pendanaan yang disalurkan oleh ihak bank berasal dari tabungan perumahan rakyat, sehingga bank cuma menanggung biaya administrasi, overhead cost, dan risiko kredit karena tenornya panjang. Dalam skema yang diusulkan REI, pungutan TAPERA dilakukan terhadap semua WNI yang sudah berpenghasilan di atas kriteria Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP, termasuk presiden. Pemberi kerja juga terkena pungutan tersebut dengan persentase yang sama yakni 1. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Syarat untuk memperoleh Rumah bersubsidi tersebut antara lain: 1 Belum pernah memiliki rumah, baik melalui pembiayaan bersubsidi maupun tidak bersubsidi 2 Penghasilan pokok maksimal Rp3,5 juta untuk rumah tapak dan Rp5,5 juta untuk Rusun 3 Memiliki NPWP dan SPT atau Surat Pernyataan Penghasilan. Sedangkan, spesifikasi rumah yang diperbolehkan adalah: 1 Rumah tapak dengan luas minimal 36 meter persegi 2 Rumah susun berukuran antara 21 meter persegi hingga 36 meter persegi. Spesifikasi dari bangunan rumah bersubsidi diantaranya: atap, lantai, dan dinding memenuhi persyaratan teknis keselamatan, keamanan dan keandalan bangunan, jaringan distribusi air bersih perpipaan dari PDAM atau sumber air tanah yang layak, utilitas jaringan listrik yang berfungsi, jalan lingkungan yang telah selesai dan berfungsi serta saluran atau drainase tertata dengan baik. Sedangkan untuk suku bungan dan uang mukanya, KPR FLPP memiliki tingkat suku bunga maksimal 7,25, sudah termasuk premi asuransi jiwa, asuransi kebakaran, dan asuransi kredit dengan angsuran tetap selama masa tenor fixed rate mortgage dengan metode perhitungan bunga anuitas atau efektif. Untuk uang muka sendiri disesuaikan ketentuan bank yang bekerjasama sebagai penyalur program rumah bersubsidi ini, dengan tenor sesuai kesepakatan dengan bank pelaksana, maksimal 20 tahun. 54 54 http:www.kprbersubsidi.com201212cara-dan-syarat-memperoleh-kpr.html UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV PENYELESAIAN TERHADAP HAMBATAN PEMBANGUNAN

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS TENTANG RUMAH SUSUN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

0 25 13

Tinjauan Yuridis terhadap Iktikad Baik Pengembang Rumah Susun dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

1 3 56

PEMBELIAN RUMAH SUSUN BERSUBSIDI OLEH MASYARAKAT YANG BERPENGHASILAN DI ATAS MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN.

0 0 1

Pengawasan Perumahan Bersubsidi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.

0 1 15

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kota Surakarta Terhadap Program Pembangunan Rumah Susun yang Dikelola Pemerintah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kota Surakarta.

0 2 17

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

0 0 82

Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

0 1 11

BAB II DASAR HUKUM DAN TUJUAN RUMAH SUSUN, SERTA KONSEP, KLASIFIKASI PERUMAHAN PEMUKIMAN DAN PROGRAM-PROGRAM PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK HUNI A. Dasar Hukum Rumah Susun di Indonesia - Tinjauan Atas Undang-Undang No. 20

0 0 42

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Atas Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan Dan Permukiman Yang Layak Huni Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

0 0 13

TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK HUNI BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SKRIPSI

0 0 8