55 seluruh Indonesia yang pertama. Dalam kongres tersebut, kata ”perserikatan”
diubah menjadi ”persatuan”.
5. Awal Artis Memasuki Periklanan Indonesia
Iklan sebgai salah satu alat pemasaran yang ampuh langsung saja berdenyut dengan nafas baru yang segar. Beberapa perusahaan periklanan muncup
pada masa ini. Demikian juga media untuk beriklan. Dan periklanan pun menjadi marak. Dasawarsa 1970an juga ditandai dengan tampilanya selebritis Indonesia
sebagai bintang iklan. Sabun Lux produksi Unilever boleh jadi merupakan trendsetter
di bidang itu. Sejak dasawarsa 1950an, Lux sudah memakai slogan ”dipakai oleh 9 dari 10 bintang-bintang film”. Lux diidentifikasikan dengan
bintang-bintang film rupawan berkelas dunia, antara lain : Sophia Loren. Pada dasawarsa 1970an, slogan itu diubah sedikit menjadi ”sabun
kecantikan bintang-bintang film”. Unilever juga mulai memakai bintang-bintang film Indonesia untuk menjadi duta produknya. Widyawati, bintang film populer
berpribadi lembut dengan kecantikkan memukau, tampil sebagai spokesperson Lux. Beberapa bintang film papan atas pun silih berganti tampil sebagai ”The Lux
Lady” . Salah satu yang legendaris adalah Christine Hakim, bintang film temuan
Teguh Karya. Produk detergen bermerk rinso pun memilih Krisbiantoro sebgai duta produk. Kris adalah seorang penyanyi merangkap master of ceremony yang
kocak dan menjadi presenter berbagai program televisi populer pada saat itu. Popularitas Krisbiantoro pun serta merts menjadi tuas yang ampuh untuk
mendongkrak popularitas rinso.level International Advertising Services Lintas perusahaan periklanan yang menganai produk-produk Unilever tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
56 menumpang popularitas selebritis, melainkan juga melahirkan bintang-bintang
baru. Robby Sugara, misalnya, ”hanyalah” seorang head waiter di sebuah restoran ketika terpilih menjadi bintang ”The Brisk Man”. Kehidupannya pun melejit
seperti meteor.
6. Kelahiran Periklanan Modern Indonesia
Berbagai merk internasional mulai bermunculan di Indonesia dan dengan garangnya berupaya meraup pangsa pasar sebesar-sebesarnya. Coca cola, Toyota,
Mitsubishi, Fuji Film, American Express, Citibank, adalah sebagian dari nama- nama besar yang mulai membanjiri pasar Indonesia. Pada saat yang sama, muncul
pula local brands yang dipicu oleh kemudahan mendapatkan kredit penanaman modal dari lembaga-lembaga perbankan yang juga sedang bertumbuh pesat. Salah
satu sektor yang paling hidup pada dasawarsa 1970an itu adalah industri farmasi dengan berbagai jenis obat baru yang diluncurkan pada saat itu antara lain adalah
Bodrex-obat sakit kepala yang populer hingga saat ini. Begitu populernya nama Bodrex bahkan sampai dijadikan ikon jurnalistik Indonesia untuk menyebut
wartawan yang datang tak diundang. Suasana baru di dunia usaha itu memicu berbagai kelahiran perusahaan periklanan. Tentu saja, yang pertama kali muncul
justru perusahaan-perusahaan periklanan yang secara ilmiah terbawa oleh masuknya perusahaan multinasional ke Indonesia. Contohnya adalah Olgilvy
Mather yang berkibar di Jakarta dengan nama IndoAd di bawah pimpinan Emir Muchtar, karena hadirnya klien-klien OM di Indonesia, seperti: American
Express, dll. Sebelumnya OM lahir di Indonesia dengan nama SH Benson, kemudian berubah menjadi Olgivy Mather. Perubahan nama OM menjadi
Universitas Sumatera Utara
57 IndoAd terkait Peraturan Menteri Perdagangan pada tahun 1970 yang melarang
perusahaan periklanan asing di Indonesia. Contoh lain adalah McCann Erickson yang dibawa oleh Coca cola dan kemudian mengibarkan bendera Perwanal Utama
di bawah pimpinan Savrinus Suardi. Sementara itu, perusahaan-perusahaan periklanan nasional lama pun
mendapat angin dari transformasi ekonomi yang terjadi. Perusahaan itu antara lain: Bhineka yang dipimpin oleh tokoh lama Muhammad Napis, dan InterVista
yang dipimpin oleh Nuradi seorang mantan diplomat yang beralih ke dunia periklanan. InterVista adalah sebuah fenomena yang perlu dicatat secara khusus
dalam sejarah periklanan Indonesia, khususnya karena Nuradi, pendirinya, dianggap sebagai perintis periklanan modern Indonesia. Setelah Proklamasi
kemerdeaan Indonesia, Nuradi diangkat menjadi pegawai Departemen Luar Negeri, Nuradi bertugas sebagai jurubahasa yang mendampingi Presiden
Soekarno. Sebagai karyawan Departemen Penerangan, tugas Nuradi adalah penyiar siaran bahasa Inggris di RRI. Pada tahun 1950, Nuradi ditunjuk untuk
menjalankan misi khusus Uni soviet, dan kemudian menjadi anggota Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa di New
York selama di Amerika Serikat, Nuradi juga sempat menyelesaikan studi di Harvard University.
Perintis periklanan yang bernama Nuradi ini. Lahir di Jakarta, tanggal 10 Mei 1926. Seperti juga banyak pelaku periklanan modern, Nuradi pun tidak
memperoleh pendidikan formal di bidang periklanan. Tahun 1946-1948 ia masuk Fakultas Hukum, Universitas Indonesia darurat. Kemudian masuk Akademi
Universitas Sumatera Utara
58 Dinas Luar Negeri Republik Indonesia 1949-1950. Tahun-tahun berikutnya dia
banyak mengenyam pendidikan di Amerika Serikat. Dia menjadi orang Indonesia pertama yang diterima di Foreign Service Institute, US State Department,
Washington DC. Selanjutnya belajar penelitian sosial di New School, New York 1952-1954 dan menyelesaikan studi bidang administrasi publik di Harvard
University, Cambridge, Massachusetts. Kemudian selama setahun belajar bahasa di Universitas Sorbone dan Universitas Besancon, Perancis.Tahun 1945, dia juga
dikenal sebagai orang pertama diangkat sebagai pegawai negeri di Departemen Luar Negeri dan di Departemen Penerangan. Yang terakhir ini, karena ia juga
menjadi penyiar siaran Bahasa Inggris di Radio Republik Indonesia. Antara tahun 1946-1950, dia menjadi juru bahasa pribadi untuk Bung Karno, Bung Hatta dan
Ir. Juanda dan tahun 1949 sempat menjadi kepala bagian penerjemah pada delegasi Indonesia ke Konperensi Meja Bundar di Den Haag, Negeri Belanda.
Tahun 1950 dia ditunjuk untuk menjalankan misi khusus ke Uni Soviet dan menjadi anggota perwakilan tetap Indonesia di markas PBB, New York. Karier
sebagai pegawai negeri telah membawanya terlibat dalam banyak lagi tugas sebagai anggota delegasi, baik untuk kepentingan nasional, maupun internasional.
Dia mengundurkan diri dari Dinas Luar Negeri pada tahun 1957, untuk bergabung dengan Perwakilan PRRI Sementara untuk Singapura dan Hongkong. Perjalanan
hidup Nuradi di dunia periklanan dimulai ketika tahun 1961-1962 mengikuti Management Training Course di SH Benson Ltd., London, perusahaan periklanan
terbesar di Eropa saat itu. Sedangkan pengalaman praktek periklanan diperolehnya melalui cabang perusahaan tersebut di Singapura. Sekembalinya ke
Universitas Sumatera Utara
59 Jakarta 1963 dia mendirikan perusahaan periklanannya sendiri, InterVista
Advertising Ltd.. Pada awalnya, Nuradi hanya mengiklankan produk-produk milik ayahnya Hotel Tjipajung dan kenalannya PT Masayu, agen alat-alat
berat. Ia juga membuat iklan untuk usaha milik Judith Wawaruntu, sahabatnya yang secara timbal balik menjadi pembuat gambar untuk iklan-iklan Intervista.
Ketika menangani klien Lambretta, merek Scooter masa lalu, Nuradi untuk pertama kali membuat slide untuk iklan di Bioskop. Terobosan ini merupakan
awal dari gebrakkan-gebrakkan Nuradi selanjutnya. Pada dasawarsa 1970an, InterVista telah mampu membuat film iklan produksi dalam negri, bahkan
memperkerjakan seorang sutradara pribumi untuk menanganinya secara khusus. Tidak heran bila dalam waktu singkat InterVista mendapat kepercayaan dari
nama-nama besar seperti, Indomilk, Anker Bir, berbagai merek rokok keluaran British American Tobacco, Vespa dan lain-lain. Beberapa karya iklan InterVista
di masa itu, selalu mengundang decak kagum dan menjadi pengingat mnemonic dibenak masyarakat, misalnya: Ini Bir Baru, Ini Baru Bir Anker,
Indomilk…..sedaaap, Makin Mesra dengan Mascot rokok. Awal dasawarsa 1970an juga ditandai oleh lahirnya berbagai perusahaan
periklanan ketika itu lebih umum disebut biro iklan seperti: Libelle pimpinan Yo Wijayakusumah, Trinanda Chandra pimpinan Abdoel Moeid Chandra juga
pemilik radio swasta niaga dengan nama sama, Prima Advera pimpinana Usamah, AdForce pimpinan Sjahrial Djalil, Fortune pimpinan Indra Abidin
bekerja sama dengan Mochtar Lubis, Hikmad Chusen pimpianan H. Hamid
Moerni, Metro pimpinan Henry Saputra, Rama Perwira, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
60
7. Berdirinya PPPI Persatuan Perusahaan Periklanan