Prinsip – Prinsip Perdagangan Bebas dalam Kerangka WTO

Mengenai keanggotaan suatu negara, dalam WTO disebutkan bahwa negara- negara anggota GATT pada saat persetujuan pembentukan WTO menjadi Original Members WTO sepanjang sudah memenuhi persyaratan mengenai komitmen dan konsesi.

B. Prinsip – Prinsip Perdagangan Bebas dalam Kerangka WTO

1. Perlindungan melalui Tarif GATT pada prinsipnya hanya memperkenalkan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif menaikkan tingkat tarif bea masuk dan tidak melalui upaya-upaya perdagangan lainnya. non-tarif commercial measures. Perlindungan melaui tarif ini menunjukkan dengan jelas tingkat perlindungan yang diberikan dan masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat. 35 Kebijakan untuk mengatur masuknya barang ekspor dari luar negeri, pengenaan tarif ini masih dibolehkan dalam GATT. Negara-negara GATT umumnya banyak menggunakan cara ini untuk melindungi industri dalam negerinya dan juga untuk menarik pemasukan bagi negara yang bersangkutan. Meskipun dibolehkan, penggunaan tarif ini tetap tunduk pada ketentuan- ketentuan GATT. Misalnya saja, pengenaan atau penerapan tarif tersebut sifatnya tidak boleh diskriminatif dan tunduk pada komitmen tarifnya kepada GATTWTO. Komitmen tarif ini maksudnya adalah tingkat tarif dari suatu negara terhadap suatu produk tertentu. Tingkat tarif ini menjadi komitmen negara tersebut menjadi komitmen negara tersebut yang sifatnya mengikat. Oleh karena itu, suatu negara 35 Huala Adolf, Op. Cit., hlm. 114 yang telah menyatakan komitmennya atas suatu tarif tidak dapat semena-mena menaikkan tingkat tarif yang telah ia sepakati, kecuali diikuti dengan negosiasi mengenai pemberian mengenai kompensasi dengan mitra-mitra dagangnya Pasal XXVII. 36 Perlu dikemukakan disini bahwa negosiasi tarif di antara negara-negara merupakan salah satu pekerjaan GATT yang juga sekarang dilanjutkan oleh WTO. Tujuan GATT dalam hal ini adalah berupaya menurunkan tingkat tarif ke titik atau level yang serendah-rendahnya. Ketika GATT terbentuk pada tahun 1948 sampai dengan disahkannya perjanjian hasil Putaran Uruguay, tingkat tarif yang diterapkan negara-negara telah turun cukup tajam. Dari rata-rata sebesar 38 di tahun 1948, pada tahun 1994 telah jatuh menjadi sekitar 4 saja. Dalam Putaran Uruguay, komitmen negara-negara terhadap akses pasar yang lebih besar dicapai, antara lain melalui penurunan suku bunga yang dilakukan oleh lebih dari 120 negara. Komitmen negara-negara ini dituangkan dalam 22.500 halaman national tariff schedules. 37 Dalam pengurangan tarif ini, WTO mensyaratkan agar pengurangan tersebut dapat diturunkan sampai 40 khususnya terhadap produk-produk industri di negara-negara maju untuk jangka waktu lima tahun tahun 2000. Pada waktu putaran Uruguay ditutup 1994, tingkat tarif yang umumnya berlaku adalah sekitar 6,8. Dengan tingkat tarif yang menurun demikian, diharapkan akan 36 Ibid., hlm. 114-115 37 Ibid., hlm. 115 terjadi peningkatan penerimaan produk-produk industri maju yang memperoleh pembebasan bea masuk yakni dari 20 menjadi 4 di negara-negara maju. 38 Seperti halnya tarif, GATT juga mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk menerapkan prinsip transparansi. Prinsip ini pula yang menjadi kunci bagi prasyarat perdagangan yang pasti predictable. Prinsip transparansi ini mensyaratkan keterbukaan atau transparansi hukum atau perundang-undangan nasional dan praktik perdagangan suatu negara. Cukup banyak aturan dalam perjanjian WTO memuat prinsip transparansi yang mensyaratkan negara-negara anggotanya untuk mengumumkan pada lingkup nasional dengan menerbitkan pada lembaran-lembaran resmi negara atau dengan cara memberitahukannya secara formal kepada WTO. 39 2. Non Diskriminasi Prinsip ini meliputi : Prinsip Most Favoured Nation MFN Principle,, dan Prinsip National Treatment NT Principle a. Prinsip Most Favoured Nations MFN Prinsip ini diatur dalam Article I section 1 GATT 1947, yang berjudul General Favoured National Treatment, merupakan prinsip Non Diskriminasi terhadap produk sesama negara-negara anggota WTO. Article I section 1 GATT 1947 mengharuskan perlakuan MFN atas semua konsesi tarif yang telah diperjanjikan oleh para pesertanya dengan menentukan bahwa : 40 “With respect to custom, duties and charges and any kind imposed on or in connection with importation or exportation or imposed or the international transfer of payment for imports and exports, and with respect to all rules and formalities in connection with importation and exportation; and with respect to all matters referred to in paragraph 2 and 38 Ibid. 39 Ibid., hlm. 116 40 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 41-42 4 of Article III, any advantage, favour, privilege, or immunity granted by contracting, party to any product originating in or destined for any other country shall be accorded immediately and unconditionally to like product originating in or destined for the territories of all other contracting parties.” Menurut prinsip ini, semua negara anggota terikat untuk memberikan negara- negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya-biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat immediately and anconditionally terhadap produk yang berasal atau yang ditujukan kepada semua anggota GATT. Karena itu, suatu negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan diskriminasi terhadapnya. Maksudnya apabila suatu negara pertama memberikan kemudahan atau fasilitas perdagangan internasional kepada negara kedua, maka kemudahan serupa harus pula diberikan kepada negara ketiga, keempat, dan seterusnya. Dengan kata lain, suatu negara yang memberikan keuntungan kepada negara yang satu, wajib menyebarluaskan keuntungan yang serupa kepada negara lainnya. 41 Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat immediately and unconditianally terhadap semua produk yang berasal atau yang diajukan kepada semua anggota GATT. Oleh karena itu, suatu negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan diskriminasi terhadapnya. Prisip ini tampak dalam Paal 4 perjanjian yang terikat dengan hak kekayaan intelektual TRIPs dan tercantum pula dalam Pasal 2 Perjanjian mengenai jasa GATs. 42 41 Ibid., hlm. 42 42 Ibid., hlm. 108-109 Semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijaksanaan perdagangan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya prinsip ini mendapat pengecualian-pengecualiannya, khususnya dalam menyangkut kepentingan negara sedang berkembang. Jadi, berdasarkan prinsip itu, suatu negara anggota pada pokoknya dapat menuntut untuk diperlakukan sama terhadap produk impor dan ekspornya di negara-negara anggota lain. 43 Terdapat beberapa pengecualian dalam prinsip ini, pengecualian tersebut sebagian ada yang ditetapkan dalam pasal-pasal GATT itu sendiri dan sebagian lagi ada yang ditetapkan dalam putusan-putusan dalam konferensi GATT melalui suatu “penanggalan” waiver dan prinsip-prinsip GATT berdasarkan Pasal XXV. Pengecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut: 44 1 Keuntungan yang diperoleh karena jarak lalu lintas frontier traffic advantage, tidak boleh dikenakan terhadap anggota GATT lainnya Pasal VI. 2 Perlakuan preferensi di wilayah-wilayah tertentu yang sudah ada misalnya kerja sama ekonomi dalam “British Commonwealth”; the French Union Perancis dengan negara-negara bekas koloninya; dan Banelux Banelux Economic Union, tetap boleh terus dilaksanakan namun tingkat batas preferensinya tidak boleh dinaikkan Pasal I ayat 2-4. 3 Anggota-anggota GATT yang membentuk suatu Customs Union atau Free Trade Area yang memenuhi persyaratan Pasal XXIV tidak harus 43 Ibid., hlm. 109 44 Ibid., hlm. 109-110 memberikan perlakuan yang sama kepada negara anggota lainnya. Untuk negara-negara yang membentuk pengaturan-pengaturan prefensial regional dan bilateral yang tidak memenuhi persyaratan Pasal XXIV, dapat membentuk pengecualian dengan menggunakan alasan ‘penanggalan’ waiver terhadap ketentuan GATT. Penanggalan ini dapat pula dilakukan atau diminta oleh suatu negara anggota. Menurut prinsip ini, suatu negara dapat, memohon pengecualian dari kewajiban tertentu yang ditetapkan oleh GATT ketika ekonominya atau keadaan perdagangannya dalam keadaan yang sulit. 4 Pemberian prefensi tarif oleh negara-negara maju kepada produk impor dari negara yang sedang berkembang atau negara-negara yang kurang beruntung least developed melalui fasilitas Generalized System of Preference sistem preferensi umum. Menurut Muhammad Sood, Pengecualian terhadap prinsip Most Favoured Nations MFN sebagaimana diatur dalam Article XXIV GATT 1947, yaitu tidak berlaku: 45 1 Dalam hubungan ekonomi negara-negara anggota Free Trade AreaCustoms Union dengan negara-negara yang bukan anggota, misalnya antara negara anggota AFTA Indonesia dengan India. 2 Dalam hubungan dagang antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang melalui GSP Generalized System of Preferences. Pengecualian lainnya adalah apa yang disebut dengan ketentuan ‘pengamanan’ safeguard rule. Pengecualian ini mengakui bahwa suatu 45 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 42 pemerintah, apabila tidak mempunyai upaya lain, dapat melindungi atau memproteksi untuk sementara waktu industri dalam negerinya. Pengaturan safeguard ini, yang diatur dalam Pasal XIX, memperbolehkan kebijakan demikian, namun hanya dipakai dalam keadaan-keadaan tertentu saja. Suatu negara anggota dapat membatasi atau menangguhkan suatu konsesi tarif pada produk-produk yang diimpor dalam suatu jumlah kuantitas yang meningkat dan yang menyebabkan kerusakan serius serious injury terhadap produsen dalam negeri. Dalam tahun-tahun belakangan ini, cukup banyak anggota GATT yang menerapkan pengaturan bilateral diskriminatif yang juga sering kali disebut dengan voluntary export restraints VERs. Kebijakan perdagangan ini dilakukan untuk menghindari salah satu isu yang cukup hangat dibahas dalam Putaran Uruguay yakni perdagangan tekstil. VERS adalah cara ‘halus’ negara maju untuk menekan negara sedang berkembang yang umumnya adalah penghasil tekstil. Untuk membatasi masuknya produk tekstil ke dalam pasar dalam negerinya, negara maju secara halus menyatakan kepada negara berkembang untuk mengekspor tekstilnya dalam jumlah tertentu saja. Dalam hal ini, negara maju menekankan bahwa pembatasan jumlah tersebut semata-mata haruslah sukarela sifatnya yang datang atau berasal dari kehendak negara berkembang. 46 GSP merupakan salah satu pengecualian dari prinsip non diskriminasi khususnya Prinsip MFN Most Favoured Nations sebagaimana diatur dalam 46 Ibid., hlm. 110-111 Article XXIV GATT 1947, yakni pengecualian dalam hubungan dagang antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang yang berlaku sejak 1971. Pada dasarnya GSP ialah sejenis bantuan atau fasilitas dalam perdagangan internasional yang diberikan oleh pemerintah dari suatu negara maju kepada negara berkembang, seperti : batuan pemerintahan Inggris kepada negara-negara berkembang yang merupakan anggota Commonwealth; bantuan Perancis melalui organisasi French Union; bantuan pemerintah Belanda terhadap Indonesia melalui IGGI International Government Group of Indonesia dan bantuan pemerintah Amerika kepada negara-negara Timur Tengah Israel, Mesir, Jordania, Turki, demikian pula kepada Afghanistan, Pakistan, India dan Korea Selatan. Bantuan ini bukan semata-mata ditujukan untuk pengembangan ekonomi, akan tetapi lebih bernuansa politik sebagai salah satu cara guna menekan negara- negara berkembang agar tetap mengikuti kebijakan dari negara-negara maju. Dengan demikian, bantuan tersebut dapat dicabut apabila negara-negara penerima bantuan tidak melaksanakan kepentingan negara maju pemberi GSP, terjadi pelanggaran hak asasi manusia HAM, tidak mendukung demokratisasi social, mengabaikan lingkungan hidup tidak pro lingkungan dan sebagainya. 47 b. Prinsip National Treatment NT Prinsip National Treatment terdapat dalam Pasal III GATT. Menurut prinsip ini, produk dari suatu negara yang diimpor ke dalam suatu negara harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri. Prinsip ini berlaku luas. Prinsip ini juga berlaku terhadap semua macam pajak dan pungutan-pungutan lainnya. Ia berlaku pula terhadap perundang-undangan, pengaturan dan 47 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 43 persyaratan-persyaratan hukum yang memengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan, distribusi atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga memberikan perlindungan terhadap proteknisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau legislatif. 48 Prinsip National Treatment dan prinsip MFN merupakan prinsip sentral dibandingkan dengan prinsip-prinsip lainnya dalam GATT. Kedua prinsip ini menjadi prinsip pada pengaturan bidang-bidang perdagangan yang kelak lahir di dalam perjanjian putaran Uruguay. Misalnya, prinsip ini tercantum dalam Pasal 3 perjanjian TRIPs. Kedua prinsip diberlakukan pula dalam the General Agreement on Trade in Service GATs. Dalam GATs, negara-negara anggota WTO diwajibkan untuk memberlakukan perlakuan yang sama MFN treatment terhadap jasa-jasa atau para pemberi jasa dari suatu negara dengan negara lainnya. Meskipun demikian, perjanjian WTO membolehkan suatu negara untuk meminta pembebasan dari penerapan kewajiban MFN ini yang mencakup upaya- upaya tertentu specific measures yang pada mulanya tidak dapat menawarkan perlakuan demikian. Untuk maksud tersebut, ketika suatu negara meminta pembebasan kewajiban MFN, permintaan tersebut akan ditinjau setiap lima tahun. Pembebasan dari penerapan kewajiban MFN ini hanya boleh dilakukan untuk jangka waktu 10 tahun. Prinsip national treatment merupakan suatu kewajiban dalam GATS yang mana negara-negara secara eksplisit harus menerapkan prinsip ini terhadap jasa- jasa atau kegiatan jasa-jasa tertentu. Oleh karena itulah prinsip National 48 Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 111-112 Treatment atau perlakuan nasional ini pada umumnya merupakan hasil dari negosiasi atau perundingan di antara negara-negara anggota. 49 Prinsip ini diatur dalam Article III GATT 1947, berjudul “National Treatment on International Taxation and Regulation”, yang menyatakan bahwa, “this standard provides for inland parity that is say equality for treatment between nation and foreigners.” Berdasarkan ketentuan diatas, bahwa prinsip ini tidak menghendaki adanya diskriminasi antarproduk dalam negeri dengan produk serupa dari luar negeri. Artinya, apabila suatu produk impor telah memasuki wilayah suatu negara karena diimpor, maka produk impor itu harus mendapat perlakuan yang sama, seperti halnya pelakuan pemerintah terhadap produk dalam negeri yang sejenis. 50 Menurut Mosler dalam Mahmul Siregar, bahwa unsur-unsur penting yang terkandung dalam Prinsip National Treatment adalah sebagai berikut: 51 1 Adanya kepentingan lebih dari satu negara 2 Kepentingan tersebut terletak di wilayah yuridiksi suatu negara. 3 Negara tuan rumah harus memberikan perlakuan yang sama baik terhadap kepentingan sendiri maupun kepentingan negara lain yang berada di wilayahnya. 4 Perlakuan tersebut tidak boleh menimbulkan keuntungan bagi negara tuan rumah sendiri dan merugikan kepentingan negara lain. Penerapan prinsip National Treatment merupakan pencerminan dari pembatasan kedaulatan suatu negara. Hal ini kerapkali diperjanjikan dalam rangka 49 Ibid., hlm. 112-113 50 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 43-44. 51 Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2005 hlm. 67-68 mewujudkan suatu kompromi antara kepentingan nasional dengan kepentingan internasional yang sering bertentangan. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Herman Mosler dalam Taryana Sunandar 52 menyatakan bahwa, “Prinsip National Treatment” semata-mata merupakan urusan hukum nasional yang termasuk yuridiksi domestik suatu negara. Sehingga sukar dituntu berdasarkan hukum internasional. Namun demikian, dalam praktik terutama dalam perjanjian bisnis internasional, prinsip ini sering dipergunakan. Menurut Taryana Sunandar, tujuan prinsip ini adalah untuk menciptakan harmonisasi dalam perdagangan internasional agar tidak terjadi perlakuan yang diskriminatif antara produk domestik dan produk impor, artinya kedua produk tersebut harus mendapatkan perlakuan yang sama. 53 3. Resiprositas Reciprocity Prinsip resiprositas Reciprocity Principle yang diatur dalam Article II GATT 1947, mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya, apabila suatu negara, dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan tarif masuk atas produk impor dari suatu negara, maka negara pengekspor produk tersebut wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara yang pertama tadi. Berdasarkan prinsip ini diharapkan setiap negara secara timbal balik saling memberikan kemudahan bagi lalu lintas barang dan jasa. Dengan demikian, 52 Taryana Sunandar, Perdagangan Hukum Perdagangan Internasional dari GATT 1947sampai terbentuknya WTO,Jakarta: BPHN, Departemen Kehakiman RI, 1996, hlm. 25 53 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 44-45 pada akhirnya diharapkan setiap negara akan saling menikmati hasil perdagangan internasional yang lancar dan bebas. 54 Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT. Prinsip ini tampak pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tariff yang didasarkan atas dasar timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Paragraf 3 Preamblue GATT menyatakan sebagai berikut. 55 “Being desirous of contributing to these objectives by entering into reciprocal and mutually advantageous arrangements directed to the substantial reduction of tariffs and other varries to trade and to the eliminations of discriminatory treatment in international commerce.” Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang antara dua negara secara timbal balik, dan menghendaki adanya kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan internasional. 56

C. Pengecualian-Pengecualian