Peraturan Skripsi Lain-lain Analisis Yuridis Kebijakan Pelindungan Dan Pengamanan Perdagangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

B. Peraturan

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 33M-DagPer62014 Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2015 Tentang Kementerian Perdagangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Kementerian Keuangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. C. Makalah Seminar Komite Antidumping Indonesia, Implementasi Trade Remedies di Indonesia, Medan, 29 September 2015

D. Skripsi

Siregar, Suci Yunita, Penerapan Non Diskriminasi pada Sistem Perdagangan Multilateral dalam Kerangka WTO World Trade Organization, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2007 E. Website Perdagangan Internasional, http:id.wikipedia.orgPerdagangan_internasional Diakses 23 September 2015

F. Lain-lain

Siregar, Mahmul. Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum Ekonomi Internasional, Fakultas Hukum USU, 2014 46 BAB III PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DALAM KERANGKA WTO A. Dumping dan Antidumping 1. Dumping a. Pengertian Dumping Menurut Black’s Law Dictonary, pengertian dumping dinyatakan sebagai berikut, “The act of selling in quantity at very low price or practically regadless of the price; also, selling goods abroad at less than the market price at home”. 65 Dumping menurut pengertian diatas adalah kegiatan jual beli barang dengan harga yang sangat rendah atau praktik yang tanpa memperdulikan harga pasar, juga menjual barang luar negeri atau impor dengan lebih rendah dari harga pasar di negaranya sendiri. Beberapa pengertian dumping sebagaimana dikemukakan oleh beberapa sarjana adalah sebagai berikut: 66 1 Agus Brotosusilo: Dumping adalah bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut. 2 Muhammad Ashari: Dumping adalah suatu persaingan curang dalam bentuk diskriminasi harga, yaitu suatu produk yang ditawarkan di 65 Henry Campbel Black, Black’s Law Dictionary, Abridge 6 th Ed West Group, hlm. 347 66 Sukarmi, Regulasi Antidumping dibawah Bayang-bayang Pasar Bebas, Cetakan Pertama Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm. 25 pasar negara lain lebih rendah dibandingkan dengan harga normalnya atau dari harga jual di negara ketiga. 3 Ralph H. Folsom and Michael W. Gordon: Dumping involves selling abroad at a price that is less than the price used to sell the same goods at home the normal or fair value. To be unlawful, dumping must threaten or cause material injury to an industry in the export market, the market where price are lower. Dumping is recognized by most of trading world as an unfair practice again price discrimination as an antitrust offense. b. Jenis atau Tipe Dumping Menurut Robert Willig, mantan ahli ekonomi pada divisi Antitrust Departemen Hukum Amerika Serikat, ada lima tipe dumping berdasarkan tujuan dari eksportir, kekuatan pasar, dan struktur pasar impor, yaitu sebagai berikut: 67 1 Market Expansion Dumping: Perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar impor karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah. 2 Cycling Dumping: Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait. 67 Gabrielle Marceau, Antidumping and Antitrust Issues in Free Trade Areas, Oxford: Clareden Press, 1994, hlm. 15 3 State Trading Dumping: Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi moneternya. 4 Strategic Dumping: Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategi keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolak ukur skala ekonomi, maka mereka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing. 5 Predatory Dumping: Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasaran, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis di negara pengimpor. Menurut Kindleberger, apabila dilihat dari segi dampak bagi konsumen dan industri dalam negeri pengimpor, ada dua jenis dumping yaitu: 68 1 Dumping yang bersifat perampasan predatory dumping, bentuk seperti ini terjadi apabila perusahaan melakukan diskriminasi dan menguntungkan pembeli untuk sementara waktu dengan tujuan untuk menghilangkan saingan, setelah saingan tersingkir maka harga 68 H.A.S Natabaya, Penelitian Hukum tentang Aspek Hukum Antidumping dan Implikasinya bagi Indonesia Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1996, hlm. 9 dinaikkan kembali. Bentuk dumping ini sangat merugikan produk industri dalam negeri negara pengimpor. 2 Dumping yang terjadi secara terus-menerus persistent dumping, bentuk dumping seperti ini pada dasarnya hanya akan menguntungkan konsumen negara pengimpor, karena hanya bersaing dengan produk impor lain. c. Kriteria Dumping Article IV GATT pada prinsipnya telah memberikan kriteria umum bahwa dumping yang dilarang adalah dumping yang dapat menimbulkan kerugian materiil baik terhadap industri yang sudah berdiri to an establishment industry maupun telah menimbulkan hambatan pada pendirian industri domestik the establishment of domestic industry. Bertitiktolak dari pengertian diatas, maka dumping dapat dikategorikan menjadi tiga unsurkriteria sebagai berikut: 1 Produk dari suatu negara yang diperdagangkan oleh negara lain dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga normal less than normal value atau disebut dengan “less than fair value” LTFV. 2 Akibat dari diskriminasi harga tersebut yang menimbulkan kerugian materiil terhadap industri telah berdiri atau menjadi halangan terhadap pendirian industri dalam negeri. 3 Adanya hubungan kausal antara penjualan barang impor yang LTFV dengan kerugian yang diderita oleh negara pengimpor. 69 69 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 120-121 Berdasarkan ketentuan dalam Article GATT 1994 bahwa kriteria dumping dapat dirinci sebagai berikut: 1 Penentuan Dumping the Determination of Dumping Penentuan dumping yang diatur dalam Bab I yang menyatakan bahwa, suatu produk dianggap sebagai dumping apabila dalam perdagangan antarnegara, produk tersebut dijual di bawah nilai normal, yaitu: 70 a Harga dari produk serupa like product di pasar dalam negeri negara pengekspor. Dalam hal ini harga pembanding comparable price harus dilakukan berdasarkan perhitungan ex factory price harga di luar pabrik dari penjualan dalam negeri dengan perhitungan ex factory price dari penjualan ekspor. b Bilamana tidak ada harga dalam negeri pengimpor yang dapat dibandingkan di negara pengekspor, maka harga normal adalah ex factory price yang berasal dari perhitungan harga produk sejenis di negara tersebut yang diekspor ke negara ketiga. c Ongkos produksi di negara asal ditambah biaya administrasi, biaya pemasaran, dan keuntungan normal adalah dengan menggunakan definisi nomor 1 a, namun bilamana penjualan dalam negeri di negara pengekspor sangat kecil jarang atau harga dalam negeri tidak relevan, misalnya produk tersebut dijual oleh perusahaan negara di negara yang menganut non-market economy dapat menggunakan definisi 1 b dan 1. 70 Sukarmi, Op. Cit., hlm. 27 2 Menimbulkan Kerugian injury di dalam Negeri Negara Pengimpor Penentuan Kerugian injury dalam Article VI GATT 1994 didasarkan pada bukti-bukti positif dan melibatkan pengujian objektif mengenai: 71 a Volume produk impor harga dumping dan dampaknya terhadap harga-harga pasar dalam negeri untuk produk sejenis, dan b Dampak impor itu terhadap produsen dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis. 3 Adanya Hubungan Kausal Causal Link Hubungan kausal antara praktik dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian injury yang terjadi. Adanya praktik dumping dalam impor harus dibuktikan sebagai penyebab terjadinya kerugian. Hubungan sebab akibat antara impor dumping dengan kerugian industri dalam negeri negara pengimpor harus didasarkan pada pengujian semua bukti adanya indikasi dumping. Pengujian dampak produk impor dengan harga dumping pada industri dalam negeri negara pengimpor akan mencakup penilaian terhadap semua faktor ekonomi seperti: penurunan penjualan potensial dan aktual, laba, output, pangsa pasar produktivitas, pengembangan investasi atau pemakaian kapasitas; faktor- faktor yang memengaruhi harga dalam negeri; besarnya selisih dumping; pengaruh negatif pada cash flow potensial dan aktual persediaan tenaga kerja, upah, pertumbuhan, kemampuan meningkatkan modal atau investasi. 72 2. Antidumping Antisipasi terhadap adanya praktik dumping dilakukan melalui suatu tindakan yang disebut dengan antidumping. Antidumping adalah suatu tindakan balasan 71 H.A.S. Natabaya, Op. Cit., hlm. 24 72 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 137 yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping. Pengenaan bea masuk antidumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang dumping menyebabkan kerugian. 73 a. Dasar Hukum Pengaturan Antidumping Ketentuan antidumping diatur dalam Article VI General Agreement on Tariff and Trade GATT 1947, dan sebagai upaya untuk mencegah praktik dumping, maka tanggal 30 Juni 1967 telah ditandatangani “Antidumping Code” oleh sekitar 25 peserta GATT termasuk Amerika Serikat. Code ini merupakan peraturan pelaksanaan antidumping dalam ketentuan GATT 1947. 74 Usaha untuk mengimplementasikan penafsiran Article VI tersebut, maka dalam Putaran Tokyo disepakati Antidumping Code 1979 oleh 22 negara tanggal 12 April 1980. Code ini secara umum memuat prosedur atau tata cara pelaksanaan Article VI GATT melalui Agreement on Implementation of Article VI GATT. Antidumping Code 1979 kemudian diganti dengan Antidumping Code 1994 yang merupakan hasil perundingan Uruguay Round tahun 1994 yang berjudul Agreement on Implementation of Article GATT 1994. Antidumping Code 1994 sebenarnya merupakan salah satu dari Multilateral Trade Agreement yang ditandatangani bersama dengan Agreement of Establishing The World Trade Organization WTO yang merupakan institusi yang bertujuan memajukan perdagangan dunia antarnegara-negara anggota WTO. Dengan demikian, kedudukan Antidumping Code 1994 tidak lagi merupakan perjanjian tambahan 73 Muhammad Sood, Ibid., hlm. 117 74 Ibid. dari GATT seperti halnya Antidumping Code 1979 melainkan merupakan bagian integral dari Agreement Establishing The World Trade Organization itu sendiri. 75 b. Pengaturan Antidumping dalam Tata Hukum Indonesia Salah satu yang menjadi perhatian Indonesia pasca dikeluarkannya Undang- undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan ratifikasi Agreement on Establishing the World Trade Organization Persetujuan Berdirinya Organisasi Perdagangan DuniaWTO terhadap hasil persetujuan Putaran Uruguay adalah masalah antidumping sebagaimana diatur dalam Article GATT 1994 yang menyatakan bahwa setiap negara anggota GATT diperbolehkan untuk mengenakan tindakan antidumping terhadap barang impor yang dijual dengan harga ekspor dibawah nilai normal dari harga barang yang sama di pasar domestik negara pengimpor sehingga menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negara pengimpor. 76 Indonesia telah mempunyai perangkat hukum antidumping, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun Komite Antidumping untuk melaksanakan tindakan antidumping. Beberapa peraturan yang mengatur tentang antidumping adalah sebagai berikut. 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang dalam Pasal 18-20 diatur tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan. 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 75 Yulianto Syahyu, Op. Cit., hlm. 45 76 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm. 144 3 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan 4 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 136.MPPKep61996 tentang Pembentukan Komite Antidumping Indonesia 5 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 172MPPKep61996 tentang Organisasi dan Cara Kerja Tim Organisasi Antidumping 6 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 427MPPKep102000 tentang Komite Antidumping Indonesia 7 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 428MPPKep102000 tentang Pengangkatan Anggota Komite Antidumping Indonesia. 8 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 216MPPKep72001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 216MPPKep91996 tentang Tata Cara Persyaratan Pengajuan Penyelidikan Atas Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi. 9 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan 10 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 76M-DAGPER122012 tentang Tata Cara Penyelidikan Dalam Rangka Pengenaan Tindakan Antidumping dan Tindakan Imbalan 11 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53M-DAGPER92013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Tata Cara Penyelidikan Dalam Rangka Pengenaan Tindakan Antidumping 12 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33M-DAGPER62014 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komite Anti Dumping Indonesia c. Penyelidikan dan Pembuktian Penyelidikan untuk menentukan keberatan atas tuduhan dumping akan diawali dengan permohonan tertulis oleh atau atas nama industri dalam negeri yang merasa dirugikan. Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat 1 tentang Persetujuan Pelaksanaan Pasal VI GATT 1994 yang menyatakan bahwa: “Except as provided for in paragraph 6, an investigation to determine the existence, degree and effect of any alleged dumping shall be initiated upon written application by or on behalf of the domestic industry”. Pasal diatas menunjukkan pengecualian sebagaimana diatur dalam Paragraf 6, bahwa penyelidikan untuk menentukan keberatan tingkat dan akibat setiap tuduhan dumping akan diawali dari permohonan tertulis oleh atau atas nama industri dalam negeri. Permohonan sebagaimana diatur dalam paragraf 6 ayat 1 tersebut akan disertai dengan bukti tentang terjadinya dumping, menimbulkan kerugian berdasarkan Article VI GATT 1994, dan adanya hubungan sebab akibat antara pengimpor dumping dan kerugian yang dituduhkan. Apabila pemohon tidak dapat menunjukkan bukti yang relevan dan tidak substansial sebagaimana diatur dalam paragraf tersebut, maka permohonannya tidak dapat dipertimbangkan. Dalam rangka melakukan penyelidikan, beberapa informasi atau data diperlukan oleh penyidik Komite Antidumping yang merupakan persyaratan harus dipenuhi oleh pemohon adalah sebagai berikut: 77 1 Identitas pemohon dan gambaran volume serta nilai produksi dalam negeri produk sejenis pemohon. Apabila permohonan tertulis dibuat atas nama industri dalam negeri, maka permohonannya harus memuat identifikasi industri tersebut, dengan membuat daftar semua produsen dalam negeri produk sejenis atau asosiasi produsen dalam negeri yang menghasilkan dan sejauh mungkin, gambaran volume dan nilai produk dalam negeri untuk produk sejenis dari produsen dimaksud. 2 Deskripsi lengkap dari produk yang dituduh dunping, nama-nama negara pengekspor atau negara asal, identitas dari setiap pengekspor atau produsen asing serta daftar pengimpor produk tersebut yang diketahuinya. 3 Informasi harga produk yang dipermasalahkan ketika diperuntukkan tujuan konsumsi dalam negeri negara asal atau negara pengekspor atau, apabila pantas, informasi harga produk yang dijual dari negara ketiga atau ada nilai yang dibuat untuk produk itu dan informasi harga ekspor atau, apabila pantas pada harga-harga produk itu pertama dijual kembali kepada pembeli bebas di negara pengimpor. 4 Informasi mengenai evolusi volume dumping impor yang dituduhkan, pengaruh impor itu terhadap harga-harga produk sejenis di pasar dalam negeri dan dampak impor itu pada industri dalam negeri. 77 Sukarmi, Op. Cit., hlm. 49-50 Menurut Pasal 3 PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan menyatakan bahwa proses penyelidikan dalam pengenaan Bea Masuk Antidumping adalah sebagai berikut: 1. Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenakan setelah dilakukan penyelidikan oleh KADI 2. Penyelidikan oleh KADI sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan berdasarkan permohonan atau berdasarkan inisiatif KADI Lebih lanjut dalam Pasal 4 PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan menyatakan bahwa: 1. Produsen dalam negeri Barang Sejenis danatau asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 secara tertulis kepada KADI untuk melakukan penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Antidumping atas barang impor yang diduga sebagai Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian. 2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh produsen dalam negeri Barang Sejenis dan asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis yang mewakili Industri Dalam Negeri 3. Produsen dalam negeri Barang Sejenis dan asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis dianggap mewakili Industri Dalam Negeri apabila: a. Produksinya lebih dari 50 lima puluh persen dari jumlah produksi pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan produsen dalam negeri Barang Sejenis yang menolak permohonan penyelidikan; atau b. Produksi dari pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan produsen dalam negeri Barang Sejenis yang mendukung permohonan penyelidikan menjadi lebih dari 50 lima puluh persen dari jumlah produksi pemohon, pendukung, dan yang menolak permohonan penyelidikan. 4. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus memuat bukti awal dan didukung dengan dokumen lengkap mengenai adanya: a. Barang Dumping; b. Kerugian; dan c. Hubungan sebab akibat antara Barang Dumping dan Kerugian yang dialami oleh pemohon.. 5. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 terdiri atas data yang bersifat rahasia dan data yang bersifat tidak rahasia. 6. Dalam hal data yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 tidak didukung alasan yang kuat bahwa bersifat rahasia, KADI dapat mengabaikan kerahasiaan data tersebut. 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam Peraturan Menteri. Barang Sejenis adalah barang produksi dalam negeri yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor atau barang yang memiliki karakteristik menyerupai barang yang diimpor. 78 Penyelidikan yang dilakukan berdasarkan inisiatif KADI haruslah memiliki bukti awal yang cukup mengena adanya Barang Dumping, Kerugian Industri Dalam Negeri, dan hubungan sebab akibat antara Barang Dumping dan Kerugian Industri Dalam Negeri seperti yang tercantum Pasal 5 PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, yaitu: “Penyelidikan berdasarkan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 dapat dilakukan apabila KADI memiliki bukti awal yang cukup mengenai adanya Barang Dumping, Kerugian Industri Dalam Negeri, dan hubungan sebab akibat antara Barang Dumping dan Kerugian Industri Dalam Negeri.” Ketentuan penyelidikan dalam pengenaan Tindakan Antidumping menurut PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan tercantum dalam Pasal 6 ayat 1, yaitu: 1. produksi dari pemohon atau produksi dari pemohon dan yang mendukung permohonan berjumlah 25 dua puluh lima persen atau lebih dari total produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan; atau 2. produksi dari Industri Dalam Negeri yang mendukung dilakukannya penyelidikan berjumlah 25 dua puluh lima persen atau lebih dari 78 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan Pasal 1 angka 10 total produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI. Penyelidikan tidak dapat dilakukan atau segera harus dihentikan terhadap eksportir, eksportir produsen, atau negara pengekspor tertentu apabila KADI menemukan: 79 1 besarnya Marjin Dumping kurang dari 2 dua persen dari Harga Ekspor; danatau 2 volume impor Barang Dumping dari: a satu negara kurang dari 3 tiga persen; dan b beberapa negara sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b.1 secara kumulatif 7 tujuh persen atau kurang, dari total impor Barang Sejenis. Pemohonan dalam hal penyelidikan Bea Masuk Antidumping tercantum dalam Pasal 7 PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, yaitu: 1 Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 diterima secara lengkap, KADI memberitahukan mengenai adanya permohonan kepada pemerintah negara pengekspor. 2 Dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 diterima secara lengkap, KADI: a melakukan kajian atas kecukupan dan ketepatan bukti awal yang disampaikan dalam permohonan; dan 79 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan Pasal 6 ayat 2 b memberikan keputusan: 1 menolak, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat 1 huruf a; atau 2 menerima dan menetapkan dimulainya penyelidikan, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat 1 huruf a. Dimulai dan berakhirnya penyelidikan terhadap pengenaan Tindakan Antidumping terdapat dalam Pasal 8 PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, yaitu: 1 Penyelidikan dalam rangka pengenaan Tindakan Antidumping dimulai pada saat diumumkan kepada publik. 2 Selain diumumkan kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat 1, KADI memberitahukan dimulainya penyelidikan kepada: a eksportir danatau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, importir, dan pemohon, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan; atau b eksportir danatau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, importir, dan Industri Dalam Negeri, dalam hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI. 3 Penyelidikan berakhir pada tanggal laporan akhir hasil penyelidikan. Jangka waktu dalam proses penyelidikan pengenaan Tindakan Antidumping tercantum dalam Pasal 9 PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, yaitu: 1 Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 dua belas bulan terhitung sejak tanggal penyelidikan dimulai. 2 Dalam keadaan tertentu, jangka waktu penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang menjadi paling lama 18 delapan belas bulan. 3 Apabila dalam masa penyelidikan tidak ditemukan adanya bukti Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, KADI segera menghentikan penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri. 4 Penghentian penyelidikan harus segera diberitahukan kepada eksportir danatau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir, disertai dengan alasan. Mengenai laporan akhir hasil penyelidikan, PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan menyatakan bahwa: 1 KADI menyampaikan laporan akhir hasil penyelidikan kepada Menteri dan kepada eksportir danatau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir dalam jangka waktu paling lambat 7 tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal penyelidikan berakhir. 2 Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan terbukti adanya Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, KADI menyampaikan besarnya Marjin Dumping dan merekomendasikan kepada Menteri mengenai pengenaan Bea Masuk Antidumping. 3 Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya Barang Dumping yang menyebabkan Kerugian, KADI melaporkan kepada Menteri mengenai penghentian penyelidikan.

B. Subsidi dan Tindakan Imbalan