61
bermaterai Rp. 1000,- akta bawah tangan yang ditanda tangani oleh suami-isteri yang sepakat akan bercerai tersebut dengan saksi RT pada tanggal 23 Oktober 1988.
Kemudian proses pengajuan perceraian dilakukan di Pengadilan Agama Surabaya pada Januari 1989. Terjadi “Ikrar Talak” dihadapan Pengadilan Agama
Surabaya dan kemudian perceraian didaftarkan pada tanggal 1 Februari 1989.
b. “Perjanjian Perceraian” Yang Dibuat
“Perjanjian Perceraian” yang dibuat tertuang dalam “Surat Tanda Penyerahan Rumah” diatas kertas segel bermaterai Rp. 1000,- akta bawah tangan yang ditanda
tangani oleh suami-isteri yang sepakat akan bercerai tersebut dengan saksi RT pada tanggal 23 Oktober 1988.,
Tujuan dari pembuatan “Perjanjian Perceraian” antara Misno-Ny.Eko Saryuningtyas ini, yaitu sepakat untuk mengakhiri kehidupan perkawinan mereka
walaupun tidak secara terang disebutkan didalam “Perjanjian Perceraian” tersebut, kemudian mengenai materi atau isi dari “Perjanjian Perceraian” antara Misno-Ny.Eko
Saryuningtyas ini, adalah mengatur mengenai akibat putusnya perkawinan karena perceraian terkait dengan harta pribadi dari pihak suami Misno.
Adapun materi atau isi dari “Perjanjian Perceraian” antara Misno-Ny. Eko Saryuningtyas adalah :
“Misno Secara ikhlas lahir dan batin menyerahkan kepada Ny. Eko Saryuningtyas sebidang tanah dan rumah yang berdiri diatas tanah Yasan
Petok Nomor 1528 Persil Blok Nomor 44 yang terletak di Kotamadya Surabaya, Kecamatan Tandes, Kelurahan Simomulyo, setempat terkenal
sebagai tanahrumah Jalan Simorejo II10 Surabaya, dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Jalan Kampung;
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
62
Sebelah Timur : tanah milik Sdr. Sibin;
Sebelah Selatan : tanah milik Sarono;
Sebelah Barat : tanah milik Lamidi.
Luas tanahnya adalah 15 meter kali 8 meter 15 m x 8 m = 120 m2, sedangkan luas bangunan rumah adalah 12,5 m x 7 m = 87,5 m2. ”
c. Analisis Kasus 1. Dari Segi Materiil
Perceraian baru muncul apabila ada perkawinan, tidak mungkin ada perceraian tanpa didahului dengan perkawinan sehingga harus dibuktikan terlebih
dahulu bahwa diantara Misno dengan Ny. Eko Saryuningtyas sudah pernah dilangsungkan perkawinan sebelumnya. Kejelasan mengenai perkawinan diantara
kedua pihak tersebut, dilihat dalam Kutipan Akta Nikah dibuat di Karangrejo, tanggal 26-9-1983 oleh Pegawai Pencatat Nikah Karangrejo.
99
Dengan demikian dalam perjanjian tersebut telah disebutkan dengan jelas bahwa Para Pihak telah melangsungkan perkawinan yang sah dan tercatat diantara
keduanya. Dengan dibuktikannya telah terjadi perkawinan, baru bisa melakukan Perceraian karena tidak mungkin ada perceraian tanpa perkawinan sebelumnya.
Dapat kita lihat dari ulasan diatas, bahwa alasan Misno mengajukan gugatan untuk menceraikan Ny. Eko Saryuningtyas adalah tidak juga mempunyai anak selama
perkawinan. Pengaturan mengenai perceraian sendiri dapat dilihat dalam UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, diatur dalam Bab VIII yang mengatur mengenai
99
Lampiran I : “Perjanjian Perceraian” antara Misno dengan Ny. Eko Saryuningtyas.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
63
Putusnya Perkawinan serta Akibatnya. Dalam Pasal 39 UU Perkawinan, disebutkan bahwa :
“Perkawinan dapat putus karena : 1. Kematian;
2. Perceraian; 3. Atas keputusan Pengadilan”.
Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa salah satu penyebab perkawinan putus adalah Perceraian. Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 39 UU Perkawinan, bahwa :
1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak; 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami-
isteri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami-isteri; 3. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersebut. Berdasar pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab dari
putusnya perkawinan adalah perceraian, dimana perceraian hanya boleh dilakukan apabila gugatan atau talak tersebut didepan sidang Pengadilan dan Pengadilan
tersebut sudah berusaha tetapi tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak tersebut. Selain itu juga, perceraian hanya bisa dilakukan jika ada cukup alasan yang
menyatakan bahwa antara suami-isteri tersebut tidak bisa lagi rukun sebagai suami dan isteri.
Alasan-alasan untuk mengajukan perceraian diatur secara limitatif dalam Pasal 39 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun dalam Pasal
19 PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatakan bahwa alasan-alasan perceraian adalah :
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
64
“Perceraian dapat terjadi dengan alasan atau alasan-alasan sebagai berikut : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
5. Antara suami-isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.
Kemudian, dalam Pasal 16 PP Perkawinan dikatakan bahwa Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian
apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 PP Perkawinan
dan Pengadilan
berpendapat bahwa
antara suami-isteri
yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah
tangga. Akan tetapi pada praktiknya, tidak mempunyai anak dapat menjadi salah satu
alasan suami-isteri bercerai. Sejak menikah pada 26 September 1983, sampai dengan si suami Misno mengajukan perceraian pada Januari 1989, pasangan suami-isteri ini
belum juga dikaruniai anak. Hal ini berdampak pada tidak harmonisnya rumah tangga mereka yang pada awalnya rukun dan harmonis.
Walaupun pada dasarnya, belum juga mempunyai anak bukan merupakan alasan yang sah secara hukum bagi suami-isteri untuk melakukan perceraian. Tetapi
pada praktiknya permasalahan “tidak juga mempunyai anak” dapat menjadi alasan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
65
perceraian jika hal itu berdampak pada tidak harmonisnya rumah tangga dan terjadi pisah ranjang atau pisah rumah.
Alasan yang diajukan oleh Misno kepada Ny. Eko Saryuningtyas ini sesuai dengan alasan huruf e Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa “Antara suami- isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Dimana dikarenakan terjadinya pertengkaran yang terus menerus, maka tujuan dari diadakannya perkawinan yaitu untuk
membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa tidak akan tercapai dan ditakutkan malah akan menimbulkan efek
negatif kepada salah satu pihak sehingga perceraian dianggap sebagai jalan terbaik bagi kedua belah pihak.
Mengenai kesepakatan antara Misno dan Ny. Eko Saryuningtyas dalam “Perjanjian Perceraian” yang tertuang dalam “Surat Tanda Penyerahan Rumah” ini
memang unik, karena menyangkut sengketa mengenai akibat hukum perceraian terhadap harta benda dalam perkawinan yaitu terhadap harta pribadi suami.
Dalam penjelasan tentang duduknya perkara terlampir antara Misno suami dan Ny. Eko Saryuningtyas isteri, dapat diketahui bahwa rumahtanah yang menjadi
objek sengketa merupakan harta bawaan Misno yang merupakan hasil pembeliannya sebelum Misno mengawini Ny. Eko Saryuningtyas sehingga harta tersebut
merupakan Harta Pribadi Misno dan tidak termasuk pada kelompok harta bersama,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
66
sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Apabila antara Misno maupun Ny. Eko Saryuningtyas tidak pernah terjadi hubungan hukum perkawinan, maka dapatlah kepada para pihak digunakan
KUHPerdata sebagai dasar hukum dalam menangani perkara tersebut, namun ternyata antara Misno maupun Ny. Eko Suryaningtyas pernah terjadi hubungan
hukum perkawinan. Oleh karena itu untuk penyelesaian sengketa mengenai harta benda tersebut haruslah digunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, mengingat Misno dan Ny. Eko Saryuningtyas sama-sama beragama Islam.
Berdasarkan Pasal 36 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dikatakan bahwa :
“Mengenai harta bawaan masing-masing suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.”
Sehingga berdasarkan pasal tersebut, baik suami maupun isteri diberikan kebebasan untuk bertindakmelakukan suatu perbuatan hukum yang berkaitan dengan
harta benda miliknya sendiri. Perbuatan hukum yang dimaksud tentunya termasuk pula mengenai perjanjian, yaitu untuk menjanjikan pemberian harta benda tersebut
kepada siapapun juga. Oleh karena itu Misno mempunyai hak untuk menjanjikan pemberian rumahtanah yang menjadi objek sengketa kepada Ny. Eko Saryuningtyas.
Tindakan tersebut merupakan tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
67
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan tentunya kelalaian dalam pelaksanaan perjanjian tersebut dapat digugat sebagi sebuah wanprestasi.
Agama Islam menggariskan, bahwa kehidupan rumah tangga, suami-isteri yang sudah tidak mampu lagi menegakkan nilai-nilai moral dan filosofis : sakinah,
mawaddah, dan warahmah, maka hukum islam mengajarkan dan memberi kebolehan untuk merundingkan cara-cara penyelesaian perceraian Surat Al-Baqarah : 130.
Menurut ajaran Islam, apabila ada perselisihan atau sengketa sebaiknya melalui pendekatan “Islah” atau kompromis. Hal tersebut tertuang dalan Al-Quran
Surat 49 Ayat 10 yang berbunyi sebagai berikut:
100
“Sesungguhnya orang-orang yang mukmin berdasar satu dalam persaudaraan. Karena itu damaikanlah antara sesama saudaramu. Dan bertaqwalah kepada
Allah, semoga kamu mendapat rahmat.”
Dikaitkan dengan ayat tersebut, dalam menangani perkara perceraian, ajaran Islam juga mengajarkan bahwa apabila seorang suami menceraikan isterinya
hendaklah dengan cara yang patut Au Sarihunna Bil Maruf. Ajaran tersebut termuat dalam Al-Quran Surat 2 Ayat 231 yang berbunyi sebagai berikut:
101
“Dan bila kamu menceraikan isterimu, lalu masa iddahnya hampir berakhir, maka pilihlah salah satu dari dua perkara : merujuki mereka dengan cara yang
baik atau menceraikan mereka dengan cara yang patut”.
Dalam “Perjanjian Perceraian” ini menyangkut mengenai alimentasi dalam bentuk suami Misno memberi jaminan keselamatan kepada isteri Ny. Eko
100
Bachtiar Surin, Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Quran Dalam Huruf Arab dan Latin Juz 26-30, Bandung: Penerbit Angkasa, 2002., hal. 226.
101
Bachtiar Surin, Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Quran Dalam Huruf Arab dan Latin Juz 1-5, Bandung: Penerbit Angkasa, 2002., hal. 146.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
68
Saryuningtyas berupa rumah tempat berlindung bekas isteri setelah terjadi perceraian. Sehingga dengan pemberian alimentasi ini, kehidupan bekas isteri setelah
terjadi perceraian tidak lagi berada dalam keadaan Muallaqat terkatung-katung seperti layang-layang yang putus tali sebagaimana yang digambarkan Al-Quran
Surat An Nisaa : 129. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa antara
suami dan isteri dalam hal terjadi suatu perceraian, seyogyanya digunakan pendekatan secara “Islah” atau kompromis. Hal tersebut tentunya termasuk
pengaturan mengenai akibat hukum dari putusnya perkawinan karena perceraian. Karena dengan adanya perdamaian berdasarkan kesadaran para pihak, maka tidak ada
pihak yang dimenangkan atau dikalahkan. Kedua pihak sama-sama menang dan sama-sama kalah dan mereka dapat pulih kembali dalam suasana rukun dan
persaudaraan. Berdasarkan pandangan islam, perceraian seperti halnya perkawinan, harus
didudukkan dalam konteks : moral, sosial, kemanusiaan, peradaban yang tinggi, jika perkawinan dibarengi dengan berbagai pendekatan musyawarah dan kata sepakat,
maka perceraian pun sebaiknya dilakukan dengan pendekatan kompromis atau “Islah” sesuai dengan jiwa Sarihunna Bil Maruf.
Sehubungan dengan pendapat tersebut diatas, dikaitkan dengan penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana dimungkinkan bagi suami-isteri untuk menyepakati
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
69
suatu kompromi tentang hal-hal yang berkenaan dengan pembagian harta, nafkah, alimentasi atau pemberian maupun imbalan, perwalian anak-anak, hak berkunjung
sebelum Pengadilan menjatuhkan putusan perceraian. Pada prinsipnya, perceraian tetap mutlak kewenangan pengadilan. Namun
mendahului putusan pengadilan, nilai hukum, moral, kemanusiaan, peradaban, memberikan hak kepada suami-isteri untuk membuat kompromi kesepakatan atau
Konsiliasi yang menyangkut akibat putusnya perkawinan karena perceraian.
102
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dari segi materiil atau isi “Perjanjian
Perceraian” antara
Misno-Ny. Eko
Saryuningtyas diatas
dapat disimpulkan bahwa materi atau isi dari “Perjanjian Perceraian” tersebut sudah sesuai
dan mengikuti aturan-aturan mengenai akibat putusnya perkawinan karena perceraian yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Dari Segi Formil
Para Pihak setuju dan sepakat untuk mengatur mengenai akibat putusnya perkawinan karena perceraian dimana bentuk kesepakatan ini dituangkan dalam
“Surat Tanda Penyerahan Rumah” diatas kertas segel bermaterai Rp. 1000,- akta bawah tangan yang ditanda tangani oleh suami-isteri yang sepakat akan bercerai
tersebut dengan saksi RT. Oleh karena itu dilakukan analisis apakah perjanjian yang dibuat para pihak telah memenuhi ketentuan sahnya perjanjian seperti yang diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
102
Lampiran I: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3713 KPDT1994.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
70
Jika melihat ke dalam hukum perjanjian, terdapat asas-asas dalam perjanjian yang harus dipenuhi dalam membuat suatu perjanjian, termasuk dalam “Perjanjian
Perceraian” antara Misno-Ny. Eko Saryuningtyas, yaitu : 1 Asas Kebebasan Berkontrak freedom of contract
Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
Pasal ini mengandung asas kebebasan yang menyatakan bahwa setiap orang leluasa untuk membuat perjanjian mengenai apa saja asal tidak melanggar hukum,
kesusilaan dan juga ketertiban umum. Berdasarkan
asas ini
diperbolehkan untuk
menyusun dan
membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dari
sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang. Dalam “Perjanjian Perceraian” antara Misno-Ny. Eko Saryuningtyas yang
isinya mengatur mengenai akibat-akibat yang akan muncul dari dilakukannya perceraian, yaitu Misno memberikan rumah yang merupakan harta bawaannya
kepada Ny. Eko Saryuningtyas, dimana akibat-akibat tersebut mengandung kewajiban atau prestasi yang harus dipenuhi oleh Misno setelah terjadi perceraian.
Kewajiban tersebut tidak boleh melanggar undang-undang, kesusilaan, maupun juga ketertiban umum. Sehingga dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini,
“Perjanjian Perceraian” tidak melanggar atau dilarang menurut ketetuan hukum yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
71
2 Asas Personalia Asas personalia diatur dalam Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata, bahwa
setiap orang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian atau perikatan dikarenakan kehendaknya sendiri, atas namanya sendiri, dan hanya berlaku bagi
pihak-pihak yang membuatnya, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Dalam “Perjanjian Perceraian” yang dibuat Misno dan Ny. Eko Saryuningtyas
ini dapat dilihat dengan didahuluinya perundingan antara kedua pihak yang kemudian kesepakatan dari hasil perundingan tersebut dituangkan dalam akta
dibawah tangan yang ditandatangani oleh suami-isteri tersebut dengan saksi dan aparat kelurahan setempat. Sehingga bisa diartikan bahwa para pihak telah setuju
dan sepakat tanpa paksaan dari pihak manapun untuk kepentingan dirinya sendiri saling mengikatkan diri dalam “Perjanjian Perceraian” ini. Hal ini berarti telah
memenuhi atau sesuai dengan asas personalia dalam suatu perjanjian. 3 Asas Konsensualisme consensualism
Asas konsensualisme berarti perjanjian sudah terjadi atau lahir pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak, sehingga suatu perjanjian sudah ada
dan mempunyai akibat hukum dengan sudah adanya kata sepakat mengenai hal- hal yang pokok dalam perjanjian tersebut.
Ketika para pihak yang terkait dalam perjanjian ini diawal telah menyatakan setuju dan sepakat untuk membuat “Perjanjian Perceraian” pada tanggal 23
Oktober 1988, berarti semenjak saat itu “Perjanjian Perceraian” tersebut berlaku
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
72
sebagai hukum dan mengikat kedua pihak yang membuat “Perjanjian Perceraian” tersebut.
4 Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini terdapat didalam Pasal 1338 KUHPerdata yaitu : “Semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sehingga perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka para pihak yang membuat perjanjian tersebut, bagi Hakim dan pihak ketiga juga menghormati perjanjian tersebut layaknya sebuah
undang-undang. Asas ini juga berlaku bagi “Perjanjian Perceraian” yang dibuat oleh pasangan
suami-isteri, Misno dan Ny. Eko Saryuningtyas. Oleh karena itu sebelumnya harus dibuktikan terlebih dahulu apakah “Perjanjian Perceraian” yang dibuat oleh
para pihak ini telah sesuai dan memenuhi syarat sahnya dari suatu perjanjian. Apabila perjanjian tersebut telah dibuktikan sesuai dan memenuhi syarat sahnya
suatu perjanjian, maka “Perjanjian Perceraian” tersebut berlaku sebagai undang- undang bagi para pihak, bagi Hakim dan juga bagi pihak ketiga.
Selain 4 empat asas diatas, terdapat asas-asas lain dalam perjanjian, yaitu :
103
1 Asas Itikad Baik good faith Pasal 1338 Ayat 3 KUHPerdata, yaitu : “Perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik”. Prinsip itikad baik ini maksudnya adalah bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut. Itikad baik ini ada bukan saat pada
103
Suharnoko, Op Cit., hal 4-5.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
73
saat pelaksanaan perjanjian tapi juga pada saat dibuatnya atau ditandatanganinya suatu perjanjian.
Asas ini juga telah dipenuhi oleh “Perjanjian Perceraian” antara Misno-Ny. Eko Saryuningtyas, bahwa para pihak berjanji akan melaksanakan perjanjian ini
dengan itikad baik, dikarenakan maksud dan tujuan dari dibuatnya perjanjian ini adalah untuk kebaikan dan keuntungan masing-masing. Disini para pihak berniat
dan beritikad baik untuk mencegah sengketa yang ditakutkan akan terjadi di kemudian hari mengenai akibat putusnya perkawinan karena perceraian
2 Asas Kepercayaan Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus menumbuhkan
kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Sehingga terlihat adanya asas kepercayaan yang
melandasi perjanjian yang akan dibuat tersebut. Kepercayaan dalam perjanjian ini dibuktikan dengan para pihak yang
menandatangani perjanjian ini dengan dasar adanya kepercayaan terhadap pihak lain, bahwa masing-masing pihak akan melaksanakan tanggung jawab masing-
masing untuk mencapai tujuan dari perjanjian ini. 3 Asas Kekuatan Mengikat
Dalam suatu perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat dimana dengan adanya asas ini, maka para pihak tidak semata-mata terikat pada apa yang
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
74
diperjanjikan, dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang yang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatuhan, serta moral.
104
Artinya bahwa para pihak yang terikat dalam “Perjanjian Perceraian” ini tidak semata-mata hanya terikat dengan apa yang diperjanjikan seperti yang tertuang
dalam bagian isi dari “Perjanjian Perceraian” yang dilampirkan dalam karya ilmiah ini. Para pihak juga terikat terhadap unsur-unsur lain yang sehubungan
dengan perceraian, sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatuhan dan juga moral.
4 Asas Persamaan Hak – Asas Keseimbangan Menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan,
walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain- lain. Sehingga diharuskan bagi para pihak untuk saling menghormati.
Asas ini juga diterapkan dalam “Perjanjian Perceraian” dimana para pihak dalam perjanjian ini harus saling menghormati dan memiliki suatu semangat yang
menghendaki agar
masing-masing pihak dalam kontrak memenuhi
dan melaksanakan “Perjanjian Perceraian” ini seperti yang telah disepakati. Asas
persamaan hak menimbulkan asas keseimbangan dimana perjanjian dianggap mengikat sepanjang dilandasi keseimbangan hubungan antara kepentingan
perseorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan antara
104
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001., hal. 88.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
75
kepentingan kedua
belah pihak
sebagaimana masing-masing
pihak mengharapkannya.
5 Asas Kepatutan Pasal 1339 KUHPerdata :
“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Maka dalam perjanjian para pihak diharuskan untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan pada kesusilaan atau moral.
Bahwa “Perjanjian Perceraian” ini juga tidak hanya mengikat untuk hal-hal sehubungan dengan akibat perceraian yang secara tegas diatur dalam isi
perjanjian, tetapi juga mengikat hal-hal yang berhubungan dengan kepatutan, kebiasaan atau undang-undang sehubungan dengan perceraian.
6 Asas Kepastian Hukum Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal yang diatur secara tegas saja, tetapi
juga hal yang berada dalam keadaan dan kebiasaan para pihak. Asas kepastian hukum terlihat dari adanya kekuatan mengikat, yaitu sebagai undang-undang bagi
para pihak. Berdasarkan asas ini, “Perjanjian Perceraian” tidak hanya mengikat untuk hal
yang secara tegas dalam perjanjian ini, yaitu mengenai akibat-akibat putusnya perkawinan karena perceraian, tetapi juga keadaan dan kebiasaan para pihak
sehubungan dengan dilaksanakan perceraian nantinya. Dengan adanya kepastian
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
76
hukum ini juga, “Perjanjian Perceraian” berlaku sebagai hukum yang pasti dan mengikat para pihak yang terlibat dalam perceraian ini.
Selain melihat dari asas-asas hukum perjanjian yang dikandung dalam “Perjanjian Perceraian” ini, untuk mengetahui apakah dasar hukum perjanjian
bisa dipakai sebagai dasar dari “Perjanjian Perceraian” juga harus dilihat, apakah “Perjanjian Perceraian” ini telah memenuhi syarat-syarat dari sahnya suatu
perjanjian, seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu 1 Sepakat mereka yang mengadakan perjanjian;
Dengan sepakat maksudnya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain, para pihak menghendaki secara timbal balik.
Perjanjian yang dilahirkan dapat mengalami kecacatan yang dimungkinkan untuk kemudian dimintakan pembatalan. Seperti yang diatur dalam Pasal 1321
KUHPerdata bahwa tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Diatur juga
dalam Pasal 1449 KUHPerdata bahwa perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.
Kesepakatan para pihak dalam “Perjanjian Perceraian” antara Misno dan Ny. Eko Saryuningtyas dinyatakan secara tertulis, yaitu : “Misno secara ikhlas lahir
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
77
dan batin menyerahkan kepada Ny. Eko Saryuningtyas sebidang tanah dan rumah…..”
105
Dari kalimat tersebut dapat dikatakan bahwa baik Misno maupun Ny. Eko Saryuningtyas secara musyawarah mufakat, tanpa tekanan dan juga demi
kebaikan bersama menyatakan sepakat dan menyetujui akibat-akibat perceraian yang terjadi diantara mereka. Syarat sepakat dalam perjanjian ini telah terpenuhi.
2 Kecakapan untuk membuat perjanjian; Di antara syarat ini yang harus dipenuhi adalah para pihak dalam keadaan
telah dewasa dan tidak sedang berada dalam pengampuan. Kecakapan bekwaam untuk mengikatkan diri , didasarkan atas pengertian bahwa orang tersebut pada
saat membuat perjanjian harus dewasa atau berumur minimal 21 tahun atau
sudah menikah Pasal 330 KUH Perdata. Akan tetapi, setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diberlakukan, maka seseorang
dianggap dewasa menurut hukum jika sudah berusia 18 tahun atau sudah menikah tetapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap berusia 21 tahun
tetap dianggap dewasa. Para pihak yang membuat “Perjanjian Perceraian” ini sudah pernah
melangsungkan perkawinan, sehingga para pihak sudah dewasa secara hukum dan boleh mengikatkan diri dalam perjanjian.
3 Suatu hal tertentu;
105
Lampiran I : Perjanjian Perceraian antara Misno dan Ny. Eko Saryuningtyas
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
78
Dalam konteks pembuatan perjanjian untuk melakukan perceraian, maka obyek yang diperjanjikan suami isteri tersebut harus dapat diinterprestasikan.
Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, bahwa syarat itu tidak hanya mengenai objek yang jenisnya tertentu saja, tetapi juga meliputi benda-benda yang jumlahnya
pada saat dibuatnya belum ditentukan, asalkan jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.
Dalam “Perjanjian Perceraian” ini mengatur mengenai suatu hal tertentu sehubungan dengan akibat hukum perceraian terhadap harta benda dalam
perkawinan yaitu terhadap harta pribadi suami. 4 Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal berarti isi dari perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pengertian tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang disini adalah undang-undang yang bersifat melindungi kepentingan umum, sehingga jika dilanggar dapat membahayakan
kepentingan umum. Berdasarkan Pasal 36 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, dikatakan bahwa baik suami maupun isteri diberikan kebebasan untuk bertindakmelakukan suatu perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta
benda miliknya sendiri. Perbuatan hukum yang dimaksud tentunya termasuk pula mengenai perjanjian, yaitu untuk menjanjikan pemberian harta benda tersebut
kepada siapapun juga. Oleh karena itu Misno mempunyai hak untuk menjanjikan pemberian rumahtanah tersebut kepada Ny. Eko Suryaningtyas. Tindakan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
79
tersebut merupakan tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan tentunya kelalaian
dalam pelaksanaan perjanjian tersebut dapat digugat sebagai sebuah wanprestasi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dari segi formil, “Perjanjian
Perceraian” antara Misno-Ny. Eko Saryuningtyas diatas dapat disimpulkan bahwa “Perjanjian Perceraian” tersebut sebagai suatu perjanjian, sudah sesuai dan mengikuti
ketentuan sahnya suatu Perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata.
B. “Perjanjian Perceraian” Antara Sudarman Soh Dengan Dewi a.