56
tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata.
B. Mengenai Isi “Perjanjian Perceraian”
Banyaknya permasalahan baru yang muncul akibat dari perceraian, baik itu mengenai harta, nafkah, dan juga bahkan mengenai hak asuh anak, membuat banyak
pihak pada akhirnya tertarik untuk membuat suatu perjanjian yang mengatur mengenai akibat-akibat hukum setelah perceraian yang dikenal dengan nama
“Perjanjian Perceraian”. Dimana banyak pihak menganggap dengan membuat suatu perjanjian sebelum perceraian yang mengatur mengenai aspek-aspek hukum setelah
putusnya perkawinan, dapat meminimalisir munculnya sengketa atau masalah baru yang berhubungan dengan akibat-akibat putusnya perkawinan karena perceraian.
Dengan adanya “Perjanjian Perceraian”, baik pihak suami atau isteri yang dulunya terikat dalam suatu lembaga perkawinan dapat mengatur hak dan kewajiban
yang akan diperoleh masing-masing pihak setelah putusnya perkawinan akibat perceraian, sehingga diharapkan tidak akan membuat masalah atau sengketa baru
yang timbul setelah perceraian. Berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, maka mengenai hal-hal yang biasa diperjanjikan dalam “Perjanjian Perceraian” yang dipakai adalah ketentuan yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bukan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Adapun hal-hal yang biasa
Universitas Sumatera Utara
57
diperjanjikan dalam “Perjanjian Perceraian” menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan :
95
a. Hak dan kewajiban suami-isteri adalah:
96
1. Memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat Pasal 30;
2. Hak dan kedudukan suami-isteri seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, masing-masing berhak
melakukan perbuatan hukum, suami adalah kepala keluarga, isteri adalah ibu rumah tangga Pasal 31;
3. Suami-isteri memiliki tempat kediaman yang tetap, yang ditentukan oleh suami-isteri bersama Pasal 32;
4. Suami-isteri wajib cinta mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain Pasal 33;
5. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, isteri wajib mengatur
urusan rumah tangga sebaik-baiknya, jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan pada pengadilan
Pasal 34. b. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian :
97
95
Wienarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi, Op. Cit., hal. 128-132.
96
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika., hal. 21.
97
Wienarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi, Op.Cit., hal. 119-126.
Universitas Sumatera Utara
58
1. Pengadilan dapat mewajibkan bekas suami untuk memberi biaya penghidupan dan atau menentukan kewajiban bagi bekas isteri, kewajiban tersebut berkahir
jika salah satu atau keduanya meninggal dunia atau bekas isteri telah menikah lagi Pasal 41 Ayat 3 ;
2. Hakim didalam putusan perceraian apabila diminta, dapat memberi keputusan tentang siapa diantara suami-isteri tersebut yang menjadi wali si anak,
penentuan wali anak sangat penting untuk status dan kepastian hukum wali, karena kedua bekas suami-isteri tersebut telah berpisah domisilinya, jadi harus
ada kepastian siapa yang mewakili si anak dalam lingkungan hukum Pasal 41 Butir a dan 41 Butir b jo Pasal 45 ;
3. Terhadap harta yang diperoleh selama perkawinan atau yang disebut harta bersama, jika terjadi perceraian maka harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing, yaitu menurut hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Dan terhadap harta bawaan dari masing-masing pihak serta harta yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan dapat dikuasai oleh masing-masing pihak sepanjang tidak ada perjanjian kawin. Selain dapat
menguasai, suami-isteri juga dapat memindahkannya pada orang lain, karena mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rumah tangga. Jadi, jika terjadi
perceraian, maka harta bawaan tetap dikuasai oleh masing-masing pihak kecuali ada perjanjian sebelum kawin Pasal 35 jo Pasal 36 jo Pasal 37.
C. Transaksi Yang Dilarang Antara Suami-Isteri