Landasan Teori dan Konsepsional Penelitian

12

F. Landasan Teori dan Konsepsional Penelitian

1. Kerangka Teori

Seiring dengan perkembangan masyarakat pada umumnya, peraturan hukum juga mengalami perkembangan. Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodelogi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 17 Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan suatu gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 18 Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis , mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berfikir dalam penelitian. 19 Menurut Maria S.W. Sumardjono menyebutkan rumusan teori sebagai berikut : “Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan antara variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable 17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986., hal. 6. 18 JJ. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996., hal. 203. 19 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994., hal 80. Universitas Sumatera Utara 13 dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antara variable tersebut.” 20 Menurut H. Zainuddin Ali, kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum mempunyai 4 empat ciri, yaitu : teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya. Keempat ciri khas teori hukum tersebut dapat dituangkan dalam penulisan kerangka teoritis dan atau salah satu ciri tersebut, maka kerangka teori yang akan dijadikan landasan dalam suatu penelitian tersebut adalah teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum dalam berbagai kajian dan temuan. 21 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang terjadi, karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. 22 Penelitian ini berusaha untuk memahami “Perjanjian Perceraian” antara suami dengan isteri secara yuridis, artinya memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum sebagaimana yang ditentukan dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum perjanjian. Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian. Hal ini sebagai realisasi dari asas kebebasan berkontrak.Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman 20 Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta : Gramedia, 1989., hal. 12. 21 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika., hal 79-80. 22 Soerjono Soekanto, Op Cit., hal. 127. Universitas Sumatera Utara 14 mensinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam Buku III KUHPerdata berlatar belakang pada faham individualism yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot Grotius. Thomas Hobbes, John Locke, dan Rousseau. Puncak perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis. Faham individualis mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individual di dunia ini, termasuk dalam memenuhi kebutuhannya. 23 Dalam sejarah perkembangan kebebasan berkontrak, makna dan isi kebebasan berkontrak mengalami pergeseran sesuai dengan faham atau ideologi yang dianut oleh suatu masyarakat, dengan kalimat lain sejauh mana kebebasan seseorang melakukan kontrak dapat dibatasi oleh faham atau ideologi yang dianut suatu masyarakat. Pada saat lahirnya asas kebebasan berkontrak pada abad 17 dan 18, asas kebebasan berkontrak mempunyai daya kerja sangat kuat, kebebasannya itu tidak dapat dibatasi baik oleh rasa keadilan masyarakat atau pun oleh campur tangan negara. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh ideologi individualism. Pengaruh faham individualisme yang berkembang pada abad 17 dan 18 telah member peluang yang cukup luas atas isi asas kebebasan berkontrak sedemikian bebasnya dan sangat kuat dalam melindungi kepentingan individu. Namun daloam perkembangannya, akibat desakan faham-faham etis dan sosialis, faham 23 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Bandung : Alumni, 1981., hal.118-119. Universitas Sumatera Utara 15 individulisme mulai pudar, terlebih-lebih setelah perang dunia kedua. Faham ini secara umum menimbulkan zaman baru dalam hukum, demikian juga pengaruh faham etis dan sosialis ini terlihat dan sangat terasa pada isi dari asas kebebasan berkontrak. 24 Asas kebebasan berkontrak mula-mula muncul dan berlaku dalam hukum perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak. Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Syahdeini, freedom of contract digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum : 25 1. Asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak, asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat; 2. Asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. 24 Mahadi, Hukum Sebagai Sarana Mensejahterakan Masyarakat, Medan : USU Press, 1985.,hal.2-3. 25 Remy Syahdeini, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang seimbang dari kreditur dan debitur, makalah yang disampaikan pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia di Surabaya pada tanggal 27 April 1993., hal.2. Universitas Sumatera Utara 16 Asas ini merupakan asas umum yang bersifat universal. ”Asas Kebebasan” pertama kali dipergunakan di dalam Civil Law Tradition pada zaman Romawi oleh Kaisar Justianus, di dalam Corpus Iuris Civilis pada Tahun 1533, bagian Institutiones. 26 IPengertian kebebasan berkontrak dalam Common Law : 27 1. Tidak seorang pun terikat untuk membuat kontrak apapun jika ia tidak menghendakinya nobody was bound to enter into any contracts at all if he did not chose to do so; 2. Setiap orang memiliki pilihan dengan siapa ia akan membuat kontrak everyone had a choice of persons with whom he could contract; 3. Orang dapat membuat pelbagai macam bentuk kontrak people could make virtually any kind of contract; 4. Orang dapat membuat berbagai kontrak dengan isi dan persyaratan yang dipilihnya people could make any kind of contract on an term they chose. Asas kebebasan berkontrak ini juga pada era globalisasi telah disepakati sebagai suatu asas hukum dapat dilihat dalam : 28 The Unidroit Principles of International Institute Contract yang diselesaikan penyusunannya oleh The International Institute for univication of Private Law UNIDROIT di Roma pada bulan Mei 1994 menurut kebebasan berkontrak sebagai suatu asas dan diatur di dalam Pasal pertama. Selain itu, Commision on Europen Contract Law, sebuah badan yang beranggotakan para ahli hukum dari European Community sekarang Uni Eropa telah pula 26 Johannes Gunawan, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak, dalam Sri Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. B. Arief Sidharta, Bandung : Aditama, 2008., hal. 259. 27 Ibid., hal. 265. 28 Ibid., hal. 258. Universitas Sumatera Utara 17 menyelesaikan The Principles of European Contract Law pada tahun 1998 pada Pasal 1.102 mengatur tentang kebebasan berkontrak sebagai suatu asas. Dalam sistem hukum nasional Indonesia, asas ini diimplementasikan pada hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menentukan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perjanjian dengan siapa yang dikehendakinya dan bebas menentukan isi perjanjian yang akan dilakukan berdasarkan prinsip asas inilah Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka. Asas kebebasan berkontrak pada prinsipnya sebagai sarana hukum yang digunakan subjek hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan mengalihkan hak kebendaan demi pemenuhan kebutuhan diri pribadi subjek hukum. Dalam KUHPerdata yang menganut sistem continental kebebasan untuk melakukan kontrak dan menentukan isi kontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 Ayat 1 KUHPerdata. Wujud kebebasan berkontrak baru dapat diketahui dalam praktiknya pada saat melakukan perjanjian. Dalam memenuhi kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan akan benda ekonomi, peranan perjanjian ini sangat penting karena perjanjian oleh hukum disebutkan sebagai titel untuk memperoleh hak kepemilikan. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia, meliputi ruang lingkup sebagai berikut : 29 1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; 2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; 3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang dibuatnya; 29 Remy Syahdeini, Op.Cit., hal. 10. Universitas Sumatera Utara 18 4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian; 5. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional aanvullend, optional Perjanjian berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. R. Subekti menyatakan, bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu dari peristiwa ini timbul hubungan perikatan. 30 Abdul Kadir Mohammad merumuskan definisi Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut, bahwa yang disebut perjanjian adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 31 Prodjodikoro, bahwa: “Perjanjian adalah perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanjidianggap berjanji melakukan sesuatu hak, sedang pihak lain berhak menuntut”. 32 Berdasarkan pengertian perjanjian diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian terdiri dari beberapa unsur, yaitu : 33 30 Subekti 1, Hukum Perjanjian, Jakarta : PT.Intermasa, 1985., hal 1. 31 Abdul Kadir Mohammad, Hukum Perikatan, Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1992., hal. 78. 32 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur Bandung, 1973., hal. 19. Universitas Sumatera Utara 19 1. Kata sepakat dari dua pihak atau lebih; 2. Kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para pihak; 3. Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum; 4. Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang lain atau timbal balik; 5. Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan. Beberapa asas yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu : 34 1. Asas Kebebasan Berkontrak freedom of contract Menurut Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. “Semua perjanjian…” berarti perjanjian apapun, diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum undang-undang, kesusilaan pornografi, pornoaksi dan ketertiban umum misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan. 2. Asas Personalia Asas personalia sebagaimana diatur dalam Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata yaitu : 33 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung : Citra Aditya, 2010., hal. 5. 34 Kartini Muljadi dan Gunawa Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003., hal. 46-47. Universitas Sumatera Utara 20 “Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu suatu janji daripada untuk dirinya sendiri” Dan Pasal 1340 KUHPerdata, yaitu : “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”. Sehingga pada umumnya tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Namun terdapat pengecualian pada Pasal 1317 KUHPerdata dimana seorang selain mengatur perjanjian untuk diri sendiri juga untuk kepentingan ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak darinya. 3. Asas Konsensualisme consensualism Asas konsensualisme berarti perjanjian sudah terjadi atau lahir pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak. Sehingga suatu perjanjian sudah ada dan mempunyai akibat hukum dengan sudah adanya kata sepakat mengenai hal- hal yang pokok dalam perjanjian tersebut. 4. Asas Pacta Sunt Servanda Akibat perjanjian ini terdapat didalam Pasal 1338 KUHPerdata yaitu : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sehingga perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Bagi Hakim dan pihak ketiga juga menghormati perjanjian tersebut layaknya sebuah undang-undang. Universitas Sumatera Utara 21 Selain 4 empat asas diatas, terdapat asas-asas lain dalam perjanjian, yaitu : 35 1. Asas Itikad Baik good faith Pasal 1338 Ayat 3 KUHPerdata, yaitu : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Prinsip itikad baik ini maksudnya adalah bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut. Itikad baik ini ada bukan saat pada saat pelaksanaan perjanjian tapi juga pada saat dibuatnya atau ditandatanganinya suatu perjanjian. 2. Asas Kepercayaan Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Sehingga terlihat adanya asas kepercayaan yang melandasi perjanjian yang akan dibuat tersebut. 3. Asas Kekuatan Mengikat Dalam suatu perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat dimana dengan adanya asas ini, maka para pihak tidak semata-mata terikat pada apa yang diperjanjikan, dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang yang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatuhan, serta moral. 4. Asas Persamaan Hak Menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain- lain. Sehingga diharuskan bagi para pihak untuk saling menghormati. 35 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Prenada Media, 2004., hal 4-5. Universitas Sumatera Utara 22 5. Asas Keseimbangan Asas keseimbangan dapat dipahami sebagai asas yang layak dan adil, hal ini berarti janji yang dibuat antara para pihak hanya akan dianggap mengikat sepanjang dilandasi keseimbangan hubungan antara kepentingan perorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak sebagaimana masing-masing pihak mengharapkannya. 6. Asas Kepatutan Pasal 1339 KUHPerdata : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”. Maka dalam perjanjian para pihak diharuskan untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan pada kesusilaan atau moral. 7. Asas Kepastian Hukum Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal yang diatur secara tegas saja, tetapi juga hal yang berada dalam keadaan dan kebiasaan para pihak. Asas kepastian hukum terlihat dari adanya kekuatan mengikat, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

2. Konsepsional

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan Universitas Sumatera Utara 23 kenyataan,. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 36 Suatu kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. Suatu konsep merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. 37 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Perceraian Perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan, yang diatur dalam Pasal 38. 38 2. “Perjanjian Perceraian” Kesepakatan yang dibuat oleh suami dan isteri selama berlangsungnya perkawinan terkait dengan hal-hal perceraian dan akibat hukum dari perceraian terhadap harta dan anak. 3. Anak Anak menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 36 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, hal 3. 37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal.132. 38 Subekti 1, Op.Cit., hal. 119. Universitas Sumatera Utara 24 4. Harta Perkawinan Harta Perkawinan mencakup : 39 a. Harta suami atau isteri yang diperoleh sebelum perkawinan atau sebagai warisan harta asal; b. Harta suami atau isteri yang didapat atas hasil usahanya sebelum atau semasa perkawinan; c. Harta yang diperoleh suami dan isteri bersama-sama selama perkawinan harta gono-gini; d. Harta yang diberikan kepada mempelai ketika menikah. 5. Harta Bersama Harta bersama adalah barang-barang yang diperoleh selama perkawinan, dimana suami-isteri hidup berusaha untuk memenuhi kepentingan kebutuhan kehidupan keluarga. 40

G. Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala yang satu dengan gejala lainnya. 41 Sedangkan penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu 39 Soekanto Soerjono, Intisari hukum Keluarga, Bandung : Alumni, 1980., hal. 61-62. 40 Subekti 1, Op.Cit., hal. 98. 41 Koenjtaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta : Aksara Baru, 1991, hal 37. Universitas Sumatera Utara 25 hukum yang dihadapi. 42 Selain itu, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan. 43 Metodologi memiliki peranan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu diantaranya : 44 1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap; 2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui; 3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner. Untuk dapat menyelesaikan penyajian tesis ini, agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan tesis ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data, sebagai berikut : 42 Peter Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2006, hal. 35. 43 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1997, hal.38. 44 Soerjono Soekanto, Op.cit, hal. 7. Universitas Sumatera Utara 26

a. Spesifikasi Penelitian

Penelitian adalah pencarian atas sesuatu inqury secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. 45 Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analistis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. 46 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang disebut juga sebagai penelitian doktrinal doctrinal research yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku law as it is written in the book , maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan law it is decided by the judge through judicial process 47 terkait mengenai ““Perjanjian Perceraian””.

b. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka untuk memperoleh data sekunder berupa buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun 45 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998., 46 Bambang Sunggono, Op Cit, hal. 38. 47 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hal 118. Universitas Sumatera Utara 27 media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang- undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : 48 1. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian; 2. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan; 3. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan; 4. Menganalisis data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

c. Alat Pengumpulan Data

Data penelitian ini didapatkan melalui studi kepustakaan, yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan obyek penelitian yang meliputi data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan library research. Data sekunder tersebut meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah. 49 Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi 48 Ronitijo Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990, hal, 63. 49 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 28 serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder terdiri dari: 1. Bahan hukum primer, antara lain: a. Norma atau kaedah dasar b. Peraturan dasar c. Landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah PP Nomor 9 tahun 1975 sebagai peraturan pelaksananya, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3713 KPdt1994 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 152Pdt.G1993 PN Surabaya dan Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 976Pdt1993 PT Surabaya, Putusan Pengadilan Negeri Nomor 435Pdt. G2009PN-Mdn. 2. Bahan Hukum Sekunder berupa bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil – hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini. 3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta Universitas Sumatera Utara 29 bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian. 50 Dengan kerangka teoritis merupakan alat untuk menganalisis data yang diperoleh baik berupa bahan hukum sekunder, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi yang dijadikan sebagai landasan teoritis.

d. Analisis Data

Setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dan dianalisa dengan metode analisis kualitatif. Metode pendekatan dalam menganalisa data yang digunakan adalah metode kualitatif, disini memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku. 51 Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian. 50 Bambang Sunggono, Op Cit, hal. 41. 51 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,, Cet. 4, Jakarta : Rineka Cipta, 2004., hal. 21. Universitas Sumatera Utara 30

BAB II KEABSAHAN “PERJANJIAN PERCERAIAN”

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

10 140 156

PERAN PERJANJIAN PERKAWINAN JIKA TERJADI PERCERAIAN DAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

0 6 78

TInjauan Yuridis Tentang Perceraian Qobla Al Dukhul Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam.

0 1 1

KEDUDUKAN HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM MELINDUNGI HAK ANAK DAN IBU PASCA PERCERAIAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS PERCERAIAN LIAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG N0. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SITA MARITAL ATAS SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA SKRIPSI

0 0 10

BAB II KEABSAHAN “PERJANJIAN PERCERAIAN” SELAMA BERLANGSUNGNYA PERKAWINAN BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN A. Tinjauan Mengenai “Perjanjian Perceraian” - Tinjauan Yuridis Perjanjian Perc

0 0 30

Tinjauan Yuridis Perjanjian Perceraian Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Studi Kasus Perjanjian Perceraian antara Misno-Ny. Eko Saryuningtyas dan Sudarman Soh-Dewi)

0 0 29

TINJAUAN YURIDIS “PERJANJIAN PERCERAIAN” BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (STUDI KASUS PERJANJIAN PERCERAIAN ANTARA MISNO-NY.EKO SARYUNINGTYAS DAN SUDARMAN SOH-DEWI)

0 0 13

PERJANJIAN PERKAWINAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM

0 1 99