83
Pihak Pertama dan Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri tidak akan melakukan gugatan atau tuntutan atas hak asuh atas anak-anak mereka tersebut;
10. Apabila tindak kekerasan tersebut dilakukan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sehingga menyebabkan pisah ranjang ataupun perceraian dikemudian
harinya, maka kedua belah pihak telah dan setuju semufakat bahwa hak asuh atas kedua anak mereka akan jatuh kepada Pihak Kedua, dan Pihak Pertama berjanji
dan mengikatkan diri tidak akan melakukan gugatan atau tuntutan atas hak asuh atas anak-anak mereka tersebut.
Selain poin-poin diatas, dalam Perjanjian Perceraian ini, para pihak juga berjanji bahwa apabila ada hal-hal yang belum diatur maupun dimuat didalam surat
ini akan dimusyawarahkan secara kekeluargaan serta segala akibat dari surat ini, para pihak memilih mengajukannya ke Kantor Panitera Pengadilan Negeri di Medan.
c. Analisis Kasus 1. Dari Segi Materiil
Perceraian baru muncul apabila ada perkawinan, tidak mungkin ada perceraian tanpa didahului dengan perkawinan sehingga harus dibuktikan terlebih
dahulu bahwa diantara Sudarman Soh dan Dewi sudah pernah dilangsungkan perkawinan sebelumnya. Kejelasan mengenai perkawinan diantara kedua pihak
tersebut, dilihat dalam Kutipan Akta Perkawinan Nomor 18702006 tertanggal 14 Desember 2006, yang dikeluarkan Kepala Dinas Kependudukan Kota Medan.
106
Dengan demikian dalam perjanjian tersebut telah disebutkan dengan jelas bahwa Para Pihak telah melangsungkan perkawinan yang sah dan tercatat diantara
keduanya. Dengan dibuktikannya telah terjadi perkawinan, baru bisa melakukan Perceraian karena tidak mungkin ada perceraian tanpa perkawinan sebelumnya.
Dapat kita lihat dari ulasan diatas, bahwa alasan Sudarman Soh mengajukan gugatan untuk menceraikan Dewi adalah terjadinya pertengkaranpercekcokan yang
106
Lampiran II : Perjanjian Perceraian antara Sudarman Soh dengan Dewi.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
84
berkepanjangan dan secara terus menerus, tidak ada lagi persesuaian dalam rumah tangga.
Pengaturan mengenai perceraian sendiri dapat dilihat dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diatur dalam Bab VIII yang mengatur mengenai
Putusnya Perkawinan serta Akibatnya. Dalam Pasal 39 UU Perkawinan, disebutkan bahwa :
“Perkawinan dapat putus karena : 1 Kematian;
2 Perceraian; 3 Atas keputusan Pengadilan”.
Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa salah satu penyebab perkawinan putus adalah Perceraian. Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 39 UU Perkawinan, bahwa :
1 Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak; 2 Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami-
isteri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami-isteri; 3 Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersebut. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab dari
putusnya perkawinan adalah perceraian, dimana perceraian hanya boleh dilakukan apabila gugatan atau talak tersebut didepan sidang Pengadilan dan Pengadilan
tersebut sudah berusaha tetapi tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak tersebut. Selain itu juga, perceraian hanya bisa dilakukan jika ada cukup alasan yang
menyatakan bahwa antara suami-isteri tersebut tidak bisa lagi rukun sebagai suami dan isteri.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
85
Alasan-alasan untuk mengajukan perceraian diatur secara limitatif dalam Pasal 39 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun dalam Pasal
19 PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatakan bahwa alasan-alasan perceraian adalah :
“Perceraian dapat terjadi dengan alasan atau alasan-alasan sebagai berikut : 1 Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; 2 Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3 Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4 Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
5 Antara suami-isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.
Kemudian, dalam Pasal 16 PP Perkawinan dikatakan bahwa Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian
apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 PP Perkawinan
dan Pengadilan
berpendapat bahwa
antara suami-isteri
yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah
tangga. Alasan yang diajukan oleh Sudarman Soh kepada Dewi ini sesuai dengan
alasan huruf e Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa “Antara suami-isteri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Dimana dikarenakan terjadinya pertengkaran yang
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
86
terus menerus, maka tujuan dari diadakannya perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa tidak akan tercapai dan ditakutkan malah akan menimbulkan efek negatif kepada salah satu pihak sehingga perceraian dianggap sebagai jalan terbaik bagi kedua belah
pihak. Dengan adanya perceraian akan menimbulkan akibat putusnya perkawinan
karena perceraian yang kemudian diatur dalam Perjanjian Perceraian. Isi dari Perjanjian Perceraian antara Sudarman Soh dengan Dewi adalah :
1 “Bahwa dalam menjalani kehidupan rumah tangga, Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri tidak akan melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga
kepada Pihak Pertama, dan kedua belah pihak berjanji dan mengikatkan diri akan membina rumah tangga mereka dengan sebaik-baiknya;”
Pembahasan Perjanjian Perceraian Poin 1 : Yang dimaksud dengan kekejaman atau penganiayaan berat itu? Undang-
Undang Perkawinan tidak menjelaskannya. Penafsiran kedua kata itu nampaknya hendak diserahkan pada Hakim. Dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang perlu diperhatikan adalah terdapatnya kata-kata “yang
membahayakan terhadap pihak lain”. Bagian kalimat ini dicantumkan oleh pembuat undang-undang tentunya dengan maksud sebagai pegangan bagi para
penegak hukum, sejauh mana suatu kekejaman atau penganiayaan itu dapat digunakan oleh para pihak dalam pengajuan cerainya. Ini berarti bahwa kalau
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
87
perbuatan salah satu pihak itu tidak memenuhi klasifikasi yang membahayakan pihak lain, gugatannya akan tidak diterima pengadilan.
Pengertian membahayakan
disini sebaiknya
ditafsirkan sebagai
yang membahayakan bukan saja jasmani, akan tetapi jiwa para pihak. Sampai saat ini
dalam praktek digunakan visum dokter untuk menentukan kekejaman atau penganiayaan berat itu. Menurut ketentuan yang berlaku di bidang pidana positif,
visum ini tidak mengikat hakim dalam penilaiannya. Terserah pada hakim apakah visum itu akan diterima atau tidak sebagai bukti yang menentukan dalam gugat
cerai yang diajukan.
107
Penganiayaan berat oleh suami atau isteri yang dilakukan terhadap pihak lain, atau suatu penganiayaan sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan bahwa pihak
yang dianiaya itu akan meninggal dunia, atau suatu penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka yang berat pada badan pihak yang dianiaya.
108
2 “Bahwa Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri akan menjalankan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga, diantaranya disiplin dalam bekerja,
dapat membimbing isteri dan anak-anaknya, bersikap tegas terhadap hal yang bisa merugikan isteri dan anak-anaknya dimana isteri harus melihat terlebih dahulu
kepada Pihak Kedua, dan menjalankan segala kewajibannya sebagai kepala rumah tangga yang baik;”
3 “Bahwa Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri akan memenuhi kebutuhan rumah tangga, memberi nafkah kepada isteri dan anak-anak dengan sebaik-
baiknya;” 4 “Bahwa Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri akan mandiri dalam bekerja;”
5 “Bahwa Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri akan mendengarkan nasihat dan perkataan dari Pihak Pertama, dan Pihak Pertama berjanji dan mengikatkan
diri juga akan mendengarkan nasihat dan perkataan dari Pihak Kedua, dan Pihak Kedua tidak akan melakukan perbuatan yang dianggap tidak baikdilarang oleh
107
Drs. Lili Rasjidi, SH, LLM, Op Cit., hal. 19-20.
108
H. M. Djamil Latif, SH, Op Cit, hal 93.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
88
Pihak Pertama, serta Pihak Pertama tidak akan melakukan perbuatan yang dianggap tidak baikdilarang oleh Pihak Kedua, dan kedua belah pihak berjanji
dan mengikatkan diri akan mentaati segala nasihat dan tidak akan sakit hati atas nasihat yang diberikan oleh salah satu pihak;”
6 “Bahwa Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri akan memenuhi kewajiban dalam memberikan simpanan perbulannya kepada Pihak Pertama, dan Pihak
Pertama berjanji dan mengikatkan diri akan menyimpan simpanan tersebut dengan sebaik-baiknya, dan mempergunakannya untuk keperluan rumah tangga
atas persetujuan bersama;”
7 “Bahwa Pihak Pertama berjanji dan mengikatkan diri akan mengikuti adat istiadat Keluarga Pihak Kedua;”
8 “Bahwa kedua belah pihak berjanji dan mengikatkan diri akan saling hormat- menghormati dan saling mempercayai antara suami-isteri;”
Pembahasan Perjanjian Perceraian Poin 2-8 : Hal tersebut sesuai dengan hak dan kewajiban suami-isteri menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan :
109
“a Memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat Pasal 30 ;
b Hak dan kedudukan suami-isteri seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan
hidup bersama
dalam masyarakat,
masing-masing berhak
melakukan perbuatan hukum, suami adalah kepala keluarga, isteri adalah ibu rumah tangga Pasal 31 ;
c Suami-isteri memiliki tempat kediaman yang tetap, yang ditentukan oleh suami-isteri bersama Pasal 32 ;
d Suami-isteri wajib cinta mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain Pasal 33 ;
e Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, isteri wajib mengatur
urusan rumah tangga sebaik-baiknya, jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan pada pengadilan
Pasal 34 .”
Menurut Agama Budha sesuai dengan keyakinan yang dianut oleh Para Pihak, hak dan kewajiban suami-isteri adalah :
109
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika., hal. 21.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
89
Terdapat 38 kewajiban seorang suami sebagai kepala rumah tangga :
110
“Tidak bergaul dengan orang dungu; bergaul dengan orang bijaksana; menghormati mereka yang patut dihormati; hidup di tempat yang sesuai; telah
melakukan kebajikan dalam kehidupan lampau; menuntun diri ke arah yang benar; memiliki pengetahuan yang tinggi; memiliki keterampilan yang
memadai; memiliki tata susila yang baik; ramah tamah dalam tutur kata; menyokong ayah dan ibu; membahagiakan anak; membahagiakan isteri;
mempunyai pekerjaan yang bebas dari keruwetan; suka berdana; hidup sesuai dengan dhamma; menolong sanak keluarga yang perlu ditolong; perbuatan
tanpa cela; menjauhi kejahatan; menghindari minuman keras; tekun melaksanakan dhamma; selalu menghormati; selalu rendah hati; merasa puas
dengan apa yang telah diterima; berterima kasih menerima kebaikan orang lain; mendengarkan dhamma pada saat-saat tertentu; memiliki kesabaran;
rendah
hati apabila
diberi peringatan;
sering mengunjungi
para bhikkhupertapa; membahas dhamma pada saat-saat yang sesuai; hidup
sederhana; bersemangat menjalani hidup suci; menembus empat kesunyataan mulia; mencapai nibbana; batin tidak tergoyahkan meskipun digoda oleh hal-
hal duniawi; batin tiada susah; batin tanpa noda; batin penuh damai ”.
Sedangkan kewajiban seorang isteri adalah :
111
“Melakukan semua tugas kewajibannya dengan baik; Bersikap ramah kepada keluarga dari kedua belah pihak; Setia kepada suaminya; Menjaga baik-baik
barang-barang yang dibawa oleh suaminya; Pandai dan rajin dalam melaksanakan semua pekerjaannya.”
9 Apabila dalam rumah tangga kedua belah pihak terjadi lagi kekerasan yang dilakukan Pihak Kedua kepada Pihak Pertama sehingga menyebabkan pisah
ranjang ataupun perceraian dikemudian harinya, maka kedua belah pihak telah dan setuju semufakat bahwa hak asuh atas kedua anak mereka akan jatuh kepada
Pihak Pertama dan Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri tidak akan melakukan gugatan atau tuntutan atas hak asuh atas anak-anak mereka tersebut;
10 Apabila tindak kekerasan tersebut dilakukan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sehingga menyebabkan pisah ranjang ataupun perceraian dikemudian
harinya, maka kedua belah pihak telah dan setuju semufakat bahwa hak asuh atas kedua anak mereka akan jatuh kepada Pihak Kedua, dan Pihak Pertama berjanji
110
Pandita Sasanadhaja Dokter R. Surya Widya, Tuntutan Perkawinan dan Hidup Berkeluarga dalam Agama Budha, Cet. 1, Pengurus Pusat MAGABUDHI bekerjasama dengan
Yayasan Budha Sasana Mei 1996, hal. 15-16.
111
Tanhadi, Pandangan
Buddhis Mengenai
Perkawinan dan
Perceraian, http:artikelbuddhist.com201105pandangan-buddhis-mengenai-perkawinan-dan-perceraian.html,
diakses 20 Februari 2012.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
90
dan mengikatkan diri tidak akan melakukan gugatan atau tuntutan atas hak asuh atas anak-anak mereka tersebut.
Pembahasan Perjanjian Perceraian Poin 9 dan 10 : Hal tersebut sesuai dengan akibat putusnya perkawinan karena perceraian
menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan :
112
a Pengadilan dapat mewajibkan bekas suami untuk memberi biaya penghidupan dan atau menentukan kewajiban bagi bekas isteri, kewajiban tersebut berkahir
jika salah satu atau keduanya meninggal dunia atau bekas isteri telah menikah lagi Pasal 41 Ayat 3 ;
b Hakim didalam putusan perceraian apabila diminta, dapat member keputusan tentang siapa diantara suami-isteri tersebut yang menjadi wali si anak,
penentuan wali anak sangat penting untuk status dan kepastian hukum wali, karena kedua bekas suami-isteri tersebut telah berpisah domisilinya, jadi harus
ada kepastian siapa yang mewakili si anak dalam lingkungan hukum Pasal 41 Butir a dan 41 Butir b jo Pasal 45 ;
c Terhadap harta yang diperoleh selama perkawinan atau yang disebut harta bersama, jika terjadi perceraian maka harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing, yaitu menurut hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Dan terhadap harta bawaan dari masing-masing pihak serta harta yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan dapat dikuasai oleh masing-masing pihak sepanjang tidak ada perjanjian kawin. Selain dapat
112
Ibid., hal. 128-132.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
91
menguasai, suami-isteri juga dapat memindahkannya pada orang lain, karena mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rumah tangga. Jadi, jika terjadi
perceraian, maka harta bawaan tetap dikuasai oleh masing-masing pihak kecuali ada perjanjian sebelum kawin Pasal 35 jo Pasal 36 jo Pasal 37.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dari segi materiil atau isi Perjanjian Perceraian antara Sudarman Soh-Dewi diatas dapat disimpulkan bahwa materi atau
isi dari Perjanjian Perceraian tersebut selain mengatur mengenai akibat putusnya perkawinan karena perceraian, juga mengatur mengenai hak dan kewajiban suami-
isteri didalam membina rumah tangganya, sudah sesuai dan mengikuti aturan-aturan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Dari Segi Formil
Para Pihak setuju dan sepakat untuk mengatur mengenai akibat perceraian dimana bentuk kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk Perjanjian Perceraian. Oleh
karena itu dilakukan analisis apakah perjanjian yang dibuat para pihak telah memenuhi ketentuan sahnya perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Jika melihat ke dalam hukum perjanjian, terdapat asas-asas dalam perjanjian
yang harus dipenuhi dalam membuat suatu perjanjian, yaitu : 1 Asas Kebebasan Berkontrak freedom of contract
Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
92
Dimana dengan adanya asas ini, para pihak yang mengadakan dan membuat perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau
perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dari sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang.
Asas ini yang diterapkan dalam hal penyusunan dan pembentukan Perjanjian Perceraian antara Sudarman Soh-Dewi yang isinya mengatur mengenai hak dan
kewajiban suami-isteri serta akibat-akibat yang akan muncul dari dilakukannnya perceraian, baik terhadap para pihak sendiri maupun terhadap pihak ketiga,
dimana akibat-akibat tersebut mengandung kewajiban atau prestasi yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak yaitu Sudarman Soh dan Dewi selama
berlangsungnya perkawinan dan setelah terjadi perceraian. Kewajiban tersebut tidak boleh melanggar undang-undang, kesusilaan, maupun juga ketertiban
umum. Sehingga dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, Perjanjian Perceraian tidak melanggar atau dilarang menurut ketetuan hukum yang berlaku.
2 Asas Personalia Asas personalia diatur dalam Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata, bahwa
setiap orang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian atau perikatan dikarenakan kehendaknya sendiri, atas namanya sendiri, dan hanya berlaku bagi
pihak-pihak yang membuatnya, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Dalam Perjanjian Perceraian yang dibuat Sudarman Soh dan Dewi ini dapat
dilihat dengan dibuatnya Perjanjian Perceraian yang dituangkan dalam Perjanjian Pernyataan dan Perjanjian dihadapan Notaris Intes Nurliana. Sehingga bisa
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
93
diartikan bahwa para pihak telah setuju dan sepakat tanpa paksaan dari pihak manapun untuk kepentingan dirinya sendiri datang ke notaris, saling mengikatkan
diri dalam Perjanjian Perceraian ini. Hal ini berarti telah memenuhi atau sesuai dengan asas personalia dalam suatu perjanjian.
3 Asas Konsensualisme consensualism Asas konsensualisme berarti perjanjian sudah terjadi atau lahir pada saat
tercapainya kata sepakat diantara para pihak, sehingga suatu perjanjian sudah ada dan mempunyai akibat hukum dengan sudah adanya kata sepakat mengenai hal-
hal yang pokok dalam perjanjian tersebut. Sudarman Soh dan Dewi membuat Perjanjian Perceraian berupa Surat
Pernyataan dan Perjanjian dihadapan Notaris pada tanggal 5 November 2008, berarti semenjak saat itu Perjanjian Perceraian tersebut berlaku sebagai hukum
dan mengikat kedua pihak yang membuat Perjanjian Perceraian tersebut. 4 Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini terdapat didalam Pasal 1338 KUHPerdata yaitu : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Sehingga perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka para pihak yang membuat perjanjian tersebut, bagi
Hakim dan pihak ketiga juga menghormati perjanjian tersebut layaknya sebuah undang-undang.
Asas ini juga berlaku bagi Perjanjian Perceraian yang dibuat oleh pasangan suami-isteri, Sudarman Soh dan Dewi. Oleh karena itu sebelumnya harus
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
94
dibuktikan terlebih dahulu apakah Perjanjian Perceraian yang dibuat oleh para pihak ini telah sesuai dan memenuhi syarat sahnya dari suatu perjanjian. Apabila
perjanjian tersebut telah dibuktikan sesuai dan memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, maka Perjanjian Perceraian tersebut berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak, bagi Hakim dan juga bagi pihak ketiga. Selain 4 empat asas diatas, terdapat asas-asas lain dalam perjanjian, yaitu :
113
1 Asas Itikad Baik good faith Pasal 1338 Ayat 3 KUHPerdata, yaitu : “Perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik”. Prinsip itikad baik ini maksudnya adalah bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut. Itikad baik ini ada bukan saat pada
saat pelaksanaan perjanjian tapi juga pada saat dibuatnya atau ditandatanganinya suatu perjanjian.
Asas ini juga telah dipenuhi oleh Perjanjian Perceraian, bahwa para pihak berjanji akan melaksanakan perjanjian ini dengan itikad baik, dikarenakan
maksud dan tujuan dari dibuatnya perjanjian ini adalah untuk mempertahankan kehidupan rumah tangga mereka, dengan berubah lebih baik dan bertanggung
jawab terhadap kehidupan rumah tangga mereka. Disini para pihak berniat dan beritikad baik untuk mencegah sengketa yang ditakutkan akan terjadi di kemudian
hari mengenai akibat-akibat perceraian. 2 Asas Kepercayaan
113
Suharnoko, Op Cit., hal 4-5.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
95
Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi
prestasinya di kemudian hari. Sehingga terlihat adanya asas kepercayaan yang melandasi perjanjian yang akan dibuat tersebut.
Kepercayaan dalam perjanjian ini dibuktikan dengan para pihak yang menandatangani perjanjian ini dengan dasar adanya kepercayaan terhadap pihak
lain, bahwa masing-masing pihak akan melaksanakan tanggungannya masing- masing untuk mencapai tujuan dari perjanjian ini.
3 Asas Kekuatan Mengikat Dalam suatu perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat dimana dengan
adanya asas ini, maka para pihak tidak semata-mata terikat pada apa yang diperjanjikan, dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang yang dikehendaki
oleh kebiasaan dan kepatuhan, serta moral.
114
Artinya bahwa para pihak yang terikat dalam Perjanjian Perceraian ini tidak semata-mata hanya terikat dengan apa yang diperjanjikan seperti yang tertuang
dalam bagian isi dari Perjanjian Perceraian yang dilampirkan dalam karya ilmiah ini. Para pihak juga terikat terhadap unsur-unsur lain yang sehubungan dengan
perceraian, sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatuhan dan juga moral. 4 Asas Persamaan Hak – Asas Keseimbangan
Menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-
lain. Sehingga diharuskan bagi para pihak untuk saling menghormati.
114
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hal. 88.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
96
Asas ini juga diterapkan dalam Perjanjian Perceraian dimana para pihak dalam perjanjian ini harus saling menghormati dan memiliki suatu semangat yang
menghendaki agar
masing-masing pihak dalam kontrak memenuhi
dan melaksanakan Perjanjian Perceraian ini seperti yang telah disepakati. Asas
persamaan hak menimbulkan asas keseimbangan dimana perjanjian dianggap mengikat sepanjang dilandasi keseimbangan hubungan antara kepentingan
perseorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan antara kepentingan
kedua belah
pihak sebagaimana
masing-masing pihak
mengharapkannya. 5 Asas Kepatutan
Pasal 1339 KUHPerdata : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Maka dalam perjanjian para pihak diharuskan untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan pada kesusilaan atau moral.
Bahwa Perjanjian Perceraian ini juga tidak hanya mengikat untuk hal-hal sehubungan dengan akibat perceraian yang secara tegas diatur dalam isi
perjanjian, tetapi juga mengikat hal-hal yang berhubungan dengan kepatutan, kebiasaan atau undang-undang sehubungan dengan perceraian.
6 Asas Kepastian Hukum Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal yang diatur secara tegas saja, tetapi
juga hal yang berada dalam keadaan dan kebiasaan para pihak. Asas kepastian
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
97
hukum terlihat dari adanya kekuatan mengikat, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.
Berdasarkan asas ini, Perjanjian Perceraian tidak hanya mengikat untuk hal yang secara tegas dalam perjanjian ini, yaitu mengenai akibat-akibat perceraian,
tetapi juga keadaan dan kebiasaan para pihak sehubungan dengan dilaksanakan perceraian nantinya. Dengan adanya kepastian hukum ini juga, Perjanjian
Perceraian berlaku sebagai hukum yang pasti dan mengikat para pihak yang terlibat dalam perceraian ini.
Selain melihat dari asas-asas hukum perjanjian yang dikandung dalam Perjanjian Perceraian ini, untuk mengetahui dasar hukum dari Perjanjian
Perceraian juga harus dilihat, apakah Perjanjian Perceraian ini telah memenuhi syarat-syarat dari sahnya suatu perjanjian, seperti yang diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata, yaitu : 1 Sepakat mereka yang mengadakan perjanjian;
Dengan sepakat maksudnya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain, para pihak menghendaki secara timbal balik.
Perjanjian yang dilahirkan dapat mengalami kecacatan yang dimungkinkan untuk kemudian dimintakan pembatalan. Seperti yang diatur dalam Pasal 1321
KUHPerdata bahwa tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Diatur juga
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
98
dalam Pasal 1449 KUHPerdata bahwa perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.
Kesepakatan para pihak dalam Perjanjian Perceraian antara Sudarman Soh dan Dewi dinyatakan secara tertulis, yaitu : “…kedua belah pihak telah setuju
untuk membuat perjanjian-perjanjian…”
115
Dari kalimat tersebut dapat dikatakan bahwa baik Sudarman Soh maupun Dewi secara musyawarah mufakat, tanpa tekanan dan juga demi kebaikan
bersama menyatakan sepakat dan menyetujui akibat-akibat perceraian yang terjadi diantara mereka. Syarat sepakat dalam perjanjian ini telah terpenuhi.
2 Kecakapan untuk membuat perjanjian; Di antara syarat ini yang harus dipenuhi adalah para pihak dalam keadaan
telah dewasa dan tidak sedang berada dalam pengampuan. Kecakapan bekwaam untuk mengikatkan diri , didasarkan atas pengertian bahwa orang tersebut pada
saat membuat perjanjian harus dewasa atau berumur minimal 21 tahun atau
sudah menikah Pasal 330 KUH Perdata. Akan tetapi, setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diberlakukan, maka seseorang
dianggap dewasa menurut hukum jika sudah berusia 18 tahun atau sudah menikah tetapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap berusia 21 tahun
tetap dianggap dewasa. Para
pihak yang
membuat Perjanjian
Perceraian ini
sudah pernah
melangsungkan perkawinan, sehingga para pihak sudah dewasa secara hukum dan boleh mengikatkan diri dalam perjanjian.
115
Lampiran II: Perjanjian Perceraian antara Sudarman Soh dan Dewi.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
99
3 Suatu hal tertentu; Dalam konteks pembuatan perjanjian untuk melakukan perceraian, maka
obyek yang diperjanjikan suami isteri tersebut harus dapat diinterprestasikan. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, bahwa syarat itu tidak hanya mengenai objek
yang jenisnya tertentu saja, tetapi juga meliputi benda-benda yang jumlahnya pada saat dibuatnya belum ditentukan, asalkan jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dihitung. Dalam Perjanjian Perceraian ini mengatur mengenai suatu hal tertentu
sehubungan dengan akibat hukum perceraian terhadap hak asuh anak. 4 Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal berarti isi dari perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pengertian tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang disini adalah undang-undang yang bersifat melindungi kepentingan umum, sehingga jika dilanggar dapat membahayakan
kepentingan umum.
116
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dari segi formil, Perjanjian Perceraian antara Sudarman Soh-Dewi diatas dapat disimpulkan bahwa Perjanjian
Perceraian tersebut sebagai suatu perjanjian, sudah sesuai dan mengikuti ketentuan sahnya suatu Perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata.
116
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan., hal. 74.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
100
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan