Manunggaling Kawula Gusti Kajian Teori

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user pandangan sufi, akhirnya seorang sufi dapat menerima cahaya yang dipancarkan Tuhan, sehingga dapat melihat keindahan abadi. Seorang sufi dapat menagkap cahaya ma’rifat dengan mata hatinya, maka khabulnya akan dipenuhi rasa cinta yang mendalam kepada Allah. Seorang sufi tidak akan puas hanya sampai kepada maqam ma’rifat . Seorang sufi ingin berada lebih dekat lagi kepada Tuhan. Ingin mengadakan persatuan dengan Tuhan, dalam istilah sufi dikenal dengan sebutan ittihad Amin Syukur : 1999: 55. Itiihad dapat mengambil bentuk al–hulul atau kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan yang dalam terminologi tasawuf disebut al-wahdatul wujud . Adalah sebuah paham yang menekankan bahwa tidak ada wujud sejati, kecuali hanya Allah yang maha mutlak. Kemutlakan wujud Allah akan menenggelamkan seluruh wujud selain diri-Nya. Amin Syukur, 1999: 58. Maqam taubat, maqam wara’, maqam zuhud, makam fakir, makam sabar, maqam tawakkal, maqam ridho, maqam cinta, maqam ma’rifat, maqam fana’ dan baqa’ , maqam persatuan ittihad . Merupakan tujuan sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan akhirnya tercapai melalui ittihad serta hulul yang mengandung arti pengalaman adanya persatuan roh manusia dengan ruh Tuhan dan akhirnya sampai mengalami wahdatul wujud , yang mengandung arti penampakan diri tajalli Tuhan yang sempurna dalam insan kamil manusia sempurna. Dari beberapa pengertian tentang tasawuf maka dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti terpuji, mencapai pengontrolan atas dirinya sendiri, kesetiaan realisasi dan kehadiran Tuhan yang tetap di dalam semua perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikiran seseorang dan mencari kecintaan Tuhan serta berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai tujuan akhir dan mengembangkan kehalusan rasa, hati dalam suatu lingkup tindak yang baik.

3. Manunggaling Kawula Gusti

Istilah manunggaling kawula gusti berasal dari bahasa Arab yaitu wihdatul wujud yang berarti baginya yang ada hanya satu, sedangkan dalam konteks budaya Jawa paham wihdatul wujud lebih dikenal dengan manunggaling kawula gusti. Dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user khasanah Islam maupun tradisi lokal sejak zaman dahulu kala selalu rnenimbulkan kontroversi, konsep manunggaling kawula gusti merupakan konsep yang amat rumit dan sulit untuk dipahami, khusunya bagi kaum awam. Padahal konsep ini sangat penting untuk bisa dipahami oleh siapapun, khususnya mereka yang ingin lebih mendekatkan diri dan berserah diri kepada Allah. Menurut Dhanu Priyo Prabowo 2003: 109 wihdatul wujud adalah upaya manusia untuk dekat bahkan menyatu dengan Tuhan. Menurut Purwadi 2004: 9 wihdatul wujud adalah penyatuan wujud tunggal tiada terpisah abdi dalem dengan pencipta. Wihdatul wujud merupakan suatu keadaan di mana seseorang merasa bersatu dengan Tuhan bagaikan bertindak, merasa, berpikir seperti apa yang dikehendaki Allah Mulkhan, 2000: 27. Wihdatul wujud adalah kepercayaan bahwa seluruh yang maujud atau ada itu pada prinsipnya hanyalah satu dalam segala arti yang tidak dapat diduakan. Hal ini satu maujud itulah Tuhan dimana segala bentuk keragaman yang tampak dan kasat mata dianggap tidak ada. Mereka percaya bahwa seluruh hal lain di dunia tida ada kecuali gambaran atau bayangan dari Yang Satu yaitu Tuhan itu sendiri Mulkhan, 2000 : 34. Menurut Simuh 2004: 47 konsep manunggaling kawula gusti diterangkan: “ Mingggah pamoring kawula lan Gusti iku, kaya dene paesan karo sing ngilo. Wayangan kang ana sajroning pangilon, iya iku jenengekawula” . Yang berarti: kesatuan manusia dengan Tuhan, ibarat cermin dengan orang bercermin. Bayang- bayang yang bercermin itulah manusia. Oleh karena itu, uraian dalam kepustakaan Islam Kejawen, yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, umumnya mengandung rumusan yang saling tumpang tindih. Tuhan dilukiskan memiliki sifat- sifat yang sama dengan manusia dan manusia digambarkan sama dengan Tuhan. Paham semacam ini dalam falsafat dinamakan amtropamorfisme. Manunggal dalam bahasa Jawa berasal dari kata tunggal, satu. Manungggal berarti menyatu. Jadi manunggaling kawula gusti berarti manunggal atau menyatunya seorang hamba dengan Penciptanya, dalam arti menyatunya kehendak dari seorang hamba dengan kehendak Penciptanya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Manunggaling kawula gusti berarti suasana batin seorang hamba yang merasa sangat cinta dan dekat dengan Tuhan sehingga dia merasa lebur dan menyatu dengan Tuhan. Ibarat leburnya gula dan air, menyatunya api dan besi, yang diantara keduanya bisa dibedakan, tetapi tidak bisa lagi dipisahkan. Ketika besi telah menjadi merah karena dibakar api, besi dan api telah menyatu. Siapa menyentuh api, akan terkena besi dan siapa yang memegang besi akan tersentuh api Komaruddin Hidayat, 2010: 1,7 Menurut Hadiwijono dalam Dhanu Priyo Prabowo 2003: 131. Manunggaling Kawula Gusti adalah keadaan yang tidak ada lagi perbedaan antara yang menyembah dan yang di sembah. Menurut Jaladudin Rumi dalam Sri Muryanto 2004 : 36, Manunggaling Kawula Gusti adalah lenyapnya kedirian, karena adanya kesatuan manunggal yang sempurna dengan sang kekasih, Tuhan adalah tumpuan dan harapan hidup, tiada yang lainnya. Pada saat tercapainya puncak kemabukan cinta, maka akan terjadi perkawinan jiwa antara sang Khaliq dengan makhluknya, dimana terjadi sintesa antara pecinta dan yang dicinta yang terwujud dalam kondisi bersatu atau fana’ lebur dalam diri Tuhan, menurut Rumi antara manusia dan Tuhan tidak terpisahkan lagi, karena sudah manunggal , tapi tidak berarti manusia telah menjadi atau sama dengan Tuhan, karena Tuhan adalah sang pencipta Sri Muryanto, 2004 : 36-37. Manunggaling Kawula Gusti dalam kalangan sufi disebut hulul menurut pendapat Abu Bakar Al-Thusi dalam Sri Muryanto 2004 : 48 ialah paham dimana Tuhan memiliki tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Dhanu Priyo Prabowo 2003:136: “Semua ungkapan kemanunggalan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengajarkan bahwa di dalam pertemuan manusia dengan Tuhan tersebut manusia menjadi Tuhan. Berbagai istilah itu harus dipandang sebagai pengungkapan pengalaman mistis, karena manusia diserbu oleh keagungan dan keindahan Tuhan serta sedemikian dalam kesatuan, seolah-olah hapuslah dirinya fana ” Pengertian dan konsep manunggaling kawula gusti dapat dengan mudah dipahami dan sekaligus sukar dimengerti. Karena manusia dikatakan Tuhan tetapi bukan Tuhan, dikatakan bukan Tuhan tetapi kelihatnnya sama dengan Tuhan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Ungkapan manunggaling kawula gusti , tidaklah dimaksudkan sebagai hamba sama dengan Tuhan Dhanu Priyo prabowo, 2003 : 137. Kesatuan manusia dengan Tuhan dalam konsep manunggaling kawula gusti sulit dirumuskan dengan kata-kata yang tepat, yang memiliki pengertian tunggal dan jelas. Konsep manunggaling kawula gusti hanya dapat diterangkan dengan rumusan kata- kata yang tegas mengarah kesuatu pengertian. Dari beberapa pengertian tentang konsep wihdatul wujud dapat disimpulkan bahwa wihdatul wujud adalah suatu keadaan di mana seseorang merasa bersatu dengan Tuhan. Dalam pertemuan manusia dengan Tuhan dalam konsep manunggaling kawula gusti tidak dimaksudkan hamba sama dengan Tuhan. Berbagai istilah itu harus dipandang sebagai pengungkapan mistik, karena manusia terlena oleh keagungan dan kebesaran Tuhan sehingga dilarutkan dalam kesatuan, seolah-olah hapuslah dirinya fana. Menurut Simuh 1988 : 362, ada beberapa istilah yang menunjukkan kesaman dengan ajaran di atas antara lain: ilmu ma’rifat , ilmu kasampurnaan , ilmu kasunyatan , ilmu sangkan paraning dumadi . Di dalam ilmu ma’rifat terdapat pengetahuan yaitu ilmu mengetahui seyakin-yakinnya, disini diartikan mengenala kepada Allah baik sifat-Nya, dan asma-Nya pula. Dikenal pula ilmu kasempurnaan , di dalam ilmu ini membuat manusia menjadi lebih sempurna, ini terpengaruh oleh paham tasawuf bahwa penghayatan ma’rifat kepada Tuhan disebut insan kamil , selanjutnya ilmu sangkan paran , yaitu apabila mengenal Tuhan maka mengenal asal kejadian manusia yang merupakan tempat kembalinya dikemudian hari. Dengan kata lain manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali juga kepada-Nya. Dengan ini Tuhan merupakan sangkan paran dumadi atau asal dan tempat kembali semua kejadian Ajaran manunggaling kawula gusti berkembang pesat di pulau Jawa yang pertama kali mengajarkan ini ialah Syekh Siti Jenar. Beliau adalah salah satu anggota Wali Sanga. Beliau memperoleh ilmu manunggaling kawula gusti dari wejangan ma’rifat dari Sunan Bonang. Dalam perkembangannya ajaran manunggaling kawula gusti mendapat tentangan dari pihak Wali Sanga. Ini tidak terlepas dari konstalasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user politik pasca rutuhnya kerajaan Majapahit, serta munculnya kerajaan baru Islam Demak Bintoro, pada waktu itu kedudukan Wali Sanga sangat dominan dalam struktur pemerintahan kerajaan Demak yaitu sebagai penasehat raja. Dengan suburnya ajaran manunggaling kawula gusti ternyata menimbulkan stabilitas keamanan kerajan menjadi goyah, ini disebabkan banyak pengikut atau murid Syekh Siti Jenar melakukan kekacauan. Atas dasar ini maka Wali Sanga mengadakan musyawarah di Mesjid Agung Demak, untuk membahas ajaran Syekh Siti Jenar yang terbukkti sangat menyimpang dari syariat agama, terutama yang paling utama shalat. Oleh karena itu pihak Wali Sanga atas perintah Raja Demak Raden Patah, akhirnya menghukum mati Syekh Siti Jenar pada dasarnya untuk menentang kekuasaan formal kerajaan Demak, sehingga mengakibatkan pihak kerajaan mencap Syekh Siti Jenar sebagai pemberontak. Gerakan Syekh Siti Jenar polanya mengembangkan geraka mistis kultural untuk mengimbangi hegemoni atau dominasi struktural kerajaan Demak yang didukung oleh majelis ulama Wali Sanga. Pada waktu itu konflik yang berkembang menjurus ke arah konflik politik intrik sosial-spiritual dan pertentangan kelas antara abangan dan santri. Karena dianggap membahayakan stabilitas dan keamanan kerajaan, maka atas persetujuan Wali Sanga ajaran dari Syeh Siti Jenar dianggap sesat Purwadi, 2004 : 95. Gerakan Syekh Siti Jenar dengan sosiol-spiritual kemudian dilanjutkan ketika Sunan Panggung, Ki Bebeluk, dan Syekh Amonggrogo juga dihukum mati karena juga mengajarkan ajaran manunggaling kawula gusti . Pola gerakan hampir sama yaitu sebagai pihak oposisi untuk mengimbangi pemerintahan kekusaan kerajaan yang berkuasa pada waktu itu. Adanya pertentangan, dengan mengatasnamakan budaya tandingan terhadap hegemoni kekuasaan formal yamg mengusung isu manunggaling kawula gusti , kebanyakan dilukiskan dengan bentuk karya sastra yang indah. Kebanyakan ajaran manunggaling kawula gusti merupakan inti dalam karya sastra Islam Kejawen yang ada waktu itu sangat berkembang pesat di kerajaan Mataram Surakarta. Karya sastra biasanya ditulis dengan bahasa yang indah. Paham manunggaling kawula gusti juga digunakan legitimasi oleh raja yang memerintah, dengan simbol raja titising dewa dan agama ageming aji . Dari kata-kata ini dapat disimpulkan bahwa raja sebagai pemimpin kerajaan dan pemimpin tertinggi agama, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user yang saat ini berbeda dalam konstalasi politik kerajaan sebelumnya Demak dan Pajang, yang dalam struktur kekuasasannya para Wali Sanga dan ulama mendominasi setiap kebijaksanaan kerajaan. Ajaran manungaling kawula gusti juga diadopsi oleh para pujangga istana, yang kebanyakan dijadikan inti karya sastranya yang dijiwai dengan ajaran manunggaling kawula gusti . Disini Serat Dewa Ruci sebagai salah satu karya kepustakaan Islam Kejawen, ajaran manungaling kawula gusti dijadikan inti ma’rifat dari ajaran delapan awali tanah Jawa.

B. Kerangka berpikir

Keterangan: Sebelum agama Islam masuk ke Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki agama, yaitu : agama Jawa, agama Hindhu dan Budha. Ketiganya mengajarkan kehidupan rohani yang berbau mistik. Pengaruh tersebut telah berlaku berabad-abad Islamisasi Jawa Wali songo Tasawuf Agama Islam