133 mengintruksikan agar masing-masing kelurahan dan desa dapat menerapkan
kebijakan tersebut di wilayah kelurahan dan desa. Kita tahu bahwa setelah adanya UU Desa nomor 6 tahun 2014 menjadikan desa otonom dan berdaya serta
membuat desa mempunyai anggaran sendiri. Sehingga dalam penerapan KLA dinilai mudah untuk mensinergiskan program tersebut karena ketersedian
anggaran. Namun yang menjadi persoalan adalah wilayah kelurahan yang mempunyai anggaran terbatas sehingga akan sulit untuk menerapkan kebijakan
tersebut dengan maksimal.
5.4 Sikap atau Kecendrungan
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja kebijakan publik. Hal
ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan
yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan
”dari atas” top-down yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui bahkan tidak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan, atau
permasalahan yang warga ingin selesaikan. Salah satu unsur pendukung
dari KLA ialah tersedianya wadah partisipasi anak yang bernama Forum Anak. Forum anak sendiri merupakan wadah organisasi yang didalamnya terdapat
seluruh elemen anak. Hadirnya forum anak menjadikan anak-anak mempunyai wadah penyalur aspirasinya. Ketika wadahnya sudah tersedia tentunya sudah tidak
ada lagi alasan pemerintah tidak mengetahui terhadap keluhan dan keinginan anak
Universitas Sumatera Utara
134 di Kabupaten Langkat. Seperti hasil wawancara sebelumnya yang mengatakan
bahwa permintaan mereka tersalurkan walaupun belum keseluruhan. Namun begitu harus kita apresiasi hal tersebut.
peran musrenbang sendiri juga sangat optimal dalam mensukseskan kebijakan KLA. Pemerintah Kabupaten langkat juga sudah tanggap terkait
partisipasi anak dalam pembangunan, dengan mengikut sertakan forum anak dalam musrenbang itu saja sudah menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam
mensukseskan kebijakan KLA. BAPPEDA Kabupaten Langkat selaku ketua tim gugus tugas Kabupaten
Langkat sudah mengintruksikan seluruh SKPD agar membuat kegiatan maupun program yang menyentuh tentang ibu dan anak. Namun peneliti melihat kinerja
BAPPEDA belum begitu dominan dalam mengontrol dan mengawal penerapan kebijakan KLA ditiap SKPD. Sehingga terjadi ketidakmerataan program yang
berkaitan dengan KLA. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa BAPPEDA sendiri
mempunyai peran sentral dalam mengkoordinasikan seluruh SKPD di Kabupaten Langkat. Salah satu indikator pendukung kebijakan KLA yaitu Pemerintah harus
memiliki Rencana Aksi Dsaerah Kabupaten Layak Anak RAD-KLA yang merupakan rencana aksi dari tiap-tiap SKPD dalam menerapkan kebijakan
kabupaten layak anak. Berikut Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak RAD-KLA Kabupaten Langkat.
Peneliti melihat hanya beberapa SKPD yang berkaitan dengan pelayanan dasar saja yang aktif ikut serta
dalam penerapan KLA, tentunya hal tersebut bukanlah hal yang baik. Kerjasama yang sudah disepakati melalui SK Bupati Langkat terkait Tim gugus tugas sudah
Universitas Sumatera Utara
135 sealayaknya harus dipertanggungjawabkan. Ketegasan dan reward dari pemimpin
daerah juga diharapkan dapat memberikan efek yang positif dalam perwujudaan Kabupaten Langkat menjadi layak anak.
5.5 Komunikasi Organisasi dan Aktivitas Pelaksanaan