BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia. Ditinjau dari segi ekonomi, kelapa sawit memegang
peranan penting untuk memenuhi kebutuhan minyak, meningkatkan pendapatan negara dan menggerakan pembangunan, khususnya diluar pulau jawa Tondok,
1988. Untuk meningkatkan peranan kelapa sawit maka diperlukan bibit yang banyak dan seragam. Salah satu penyediaan bibit kelapa sawit yaitu melalui kultur
jaringan. Kelebihan perbanyakan melalui kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat. Namun,
kelapa sawit hasil perbanyakan kultur jaringan seringkali menghasilkan bunga dan buah yang abnormal, berbeda dengan tanaman dari benih Touchet et al. 1991.
Tanaman yang berasal dari benih sering terjadi abnormalitas pada saat mulai berbunga, namun menjadi stabil berbunga dan berbuah normal pada umur 2,5 tahun
Lubis, 1992 Dalam usaha mengatasi abnormalitas tanaman kelapa sawit maka dilakukan
kultur tunas apikal. Kultur tunas apikal adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk
apikal dan lateral dengan tujuan merangsang dan perbanyakan kalus. Kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang identik dengan
induknya dan bebas virus. Rice et al. 1992, mengatakan bahwa kultur meristem meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit
yang dihasilkan, mempertahankan sifat-sifat baik dari morfologi. Kultur tunas apikal sudah pernah dilakukan oleh lembaga penelitian
pemerintah maupun lembaga penelitian swasta. Namun mereka menggunakan eksplan kelapa sawit dewasa pada umur + 7 tahun atau yang disebut tanaman elit.
Kultur tunas apikal ini memerlukan waktu yang panjang. Oleh karena itu, penelitian kultur tunas apikal kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan bibit umur 8
Universitas Sumatera Utara
bulan. Cara ini disebut recloning untuk mempersingkat waktu dan mengenali karakter bibit.
Penelitian ini sudah dilakukan oleh Thuzar et al.2012 pada kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. cv. Tenera. Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D yang digunakan
dengan konsentrasi 100, 120 dan 140 ppm. Hasil yang didapat kalus yang banyak tumbuh terdapat pada konsentrasi 120 ppm.
Dalam kultur jaringan, dua golongan ZPT yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin Gunawan, 1990. Menurut Gati Mariska 1992, 2,4-D
asam 2,4-diklorofenoksi asetat efektif untuk merangsang pembentukan kalus karena aktivitas yang kuat untuk memacu proses diferensiasi sel, organogenesis dan
menjaga pertumbuhan kalus. Menurut George Sherrington 1984 dalam perbanyakan in vitro, sitokinin berperan penting dalam memicu pembelahan dan
pemanjangan sel sehingga dapat mempercepat perkembangan dan pertumbuhan kalus. Salah satu golongan sitokinin yang sering digunakan adalah BAP, hal ini
dikarenakan sifat BAP yang stabil, mudah diperoleh dan lebih efektif. Keberhasilan dalam penggunaan metode in vitro sangat tergantung pada
media yang digunakan. Kultur media jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur hara makro dan mikro saja tetapi juga vitamin, karbohidrat, dan ZPT Pierik,
1987. Sel-sel memerlukan zat pengatur tumbuh untuk inisiasi dalam media kultur jaringan. Pembentukan kalus ditentukan oleh penggunaan- penggunaan yang tepat
dari ZPT tersebut.
1.2 Permasalahan
Pemenuhan kebutuhan kelapa sawit yang semakin tinggi diperlukan bibit yang banyak dan seragam. Salah satu cara penyediaan bibit kelapa sawit yaitu dengan
kultur in vitro pada media MS menggunakan konsentrasi 2,4-D dan BAP yang tepat. Penggunaan ZPT tersebut sudah pernah dilakukan oleh Thuzar et al. 2012
dengan konsentrasi 100, 120 dan 140 ppm 2,4-D. Hasil yang didapat bahwa konsentrasi 120 ppm yang paling baik menginduksi kalus. Maka dari itu saya
melakukan penelitian dengan konsentrasi 0; 110; 120; dan 130 ppm 2,4-D dan 0; 0,17; 0,23; dan 0,29 ppm BAP untuk mengetahui konsentrasi yang baik dalam
menginduksi kalus.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi optimum BAP dan 2,4-D terhadap pertumbuhan tunas apikal kelapa sawit dalam kultur in vitro.
1.4 Hipotesis
Konsentrasi 2,4-D dan BAP yang tepat pada kultur jaringan tunas apikal kelapa sawit mampu menginduksi kalus embriogenik
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan sebagai informasi penelitian perbanyakan tanaman kelapa sawit secara in vitro.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA