Layanan Terintegrasi dan Terdesentralisasi Sesuai Kondisi

5.2.3 Layanan Terintegrasi dan Terdesentralisasi Sesuai Kondisi

Setempat Menurut KEMENKES RI 2012, Integrasi layanan dan desentralisasi pengelolaan sumber daya diadaptasi sesuai situasi epidemi HIV dan kondisi di kabupatenkota yaitu epidemi terkonsentrasi atau meluas, kapasitas sistem layanan kesehatan, LSM pemberi layanan, termasuk layanan bagi kelompok populasi kunci, dsb.. Contoh dari integrasi layanan adalah : skrining TB di layanan HIV, ko-manajemen TB dan Terapi ARV, Konseling dan Tes HIV dan layanan IMS.

5.2.3.1 Pelaksanaan Layanan Skrining TB-HIV

Menurut pernyataan informan jenis pelayanan skrining TB-HIV yang disebut kolaborasi TB-HIV telah dilaksanakan di puskesmas Bestari. Semua penderita HIV dilakukan tes TB dan semua penderita TB dilakukan tes HIV. Sesuai pernyataan Depkes RI 2007 tentang alat skrining yang digunakan berupa kuesioner yang berisi pertanyaan anamnesa dan selanjutnya pemeriksaan fisik dan laboratorium. Hal tersebut dijelaskan oleh informan : “Skrining TB ada. Kita memakai alat skrining ya pake kuesioner yang sederhana untuk tanda dan gejalanya.” Informan 7 Kolaborasi TB-HIV mulai dilaksanakan di Puskesmas Bestari pada tahun 2012 yang tercakup dalam layanan komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan. Skrining TB-HIV di Puskesmas Bestari dilakukan pada saat setelah KTS konseling pasca test. Berdasarkan pernyataan informan untuk pelaksanaannya sudah berjalan dengan baik. 101 Universitas Sumatera Utara Menurut Depkes RI 2007, skrining dikerjakan oleh konselor, manajer kasus atau para medis lainnya, dan harus dilakukan pada semua ODHA setelah KTS konseling pasca test dan secara berkala selama pelayanan HIV termasuk sebelum memulai ART, atau selama pemberian ART. Dalam kasus dengan gejala TB, pasien harus diperiksa sesegera mungkin oleh dokter untuk segera didiagnosis dan diterapi. Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah kasus TB di masyarakat. Pandemi HIV merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB. Di Indonesia diperkirakan sekitar 3 pasien TB dengan status HIV positif. Sebaliknya TB merupakan tantangan bagi pengendalian Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS karena merupakan infeksi oportunistik terbanyak 49 pada Orang dengan HIVAIDS ODHA. Menurut Depkes RI 2007, Skrining TB paru dan ekstra paru perlu dilakukan secara rutin untuk setiap ODHA. Prosedur skrining harus standar dengan menggunakan alat skrining kuesioner yang sederhana terhadap tanda dan gejala penilaian risiko terhadap TB.

5.2.3.2 Pelaksanaan Terapi ARV ART

Puskesmas Bestari tidak mempunyai layanan ART. Sehingga ketika pasien perlu mendapatkan ART, Puskesmas Bestari membuat rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan primer rujukan seperti puskesmas Padang Bulan dan juga Rumah Sakit rujukan seperti RS Pirngadi, RS Bhayangkara, RS Haji dan RS Adam Malik. 102 Universitas Sumatera Utara Menurut KEMENKES RI 2013, Anti Retroviral Theraphy atau Terapi Antiretroviral ART adalah pengobatan untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV.

5.2.3.3 Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV

Penelitian di Puskesmas Bestari menyatakan terdapat jenis pelayanan Konseling dan Tes HIV berupa Konseling dan Tes HIV Sukarela KTS dan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi layanan kesehatan dan Konseling TIPK. Ada dua tipe pasienklien yang datang berobat ke Puskesmas Bestari yaitu klien datang sendiri untuk pemeriksaan HIV dengan sukarela dan pasien rawat jalan yang dianjurkan dan ditawarkan oleh petugas kesehatan. Klien yang datang sendiri untuk menjalani pemeriksaan HIV langsung diarahkan ke ruangan KTS atau yang dulu dikenal VCT untuk mendapatkan konseling yang disebut konseling pra tes. Apabila klien setuju maka akan diambil darah dan dilakukan tes darah dan untuk klien yang tidak setuju maka akan diberikan informasi pra tes oleh petugas kesehatan hingga klien benar-benar merasa yakin untuk melakukan tes. Bukti pasienklien bersedia atau tidak bersedia dites ditandai dengan mengisi formulir Informed Consent. Informed Consent adalah persetujuan akan suatu tindakan termasuk pemeriksaan laboratorium HIV yang diberikan pada pasienklien atau walipengampu setelah mendapatkan penjelasan yang dimengerti tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasienklien tersebut. Setelah pasienklien menyetujui maka tes HIV dapat dilakukan. Setelah diterima hasilnya, maka akan diberikan hasil tersebut kepada pasien dengan dilakukan konseling yang dinamakan konseling pasca tes. Konseling untuk hasil tes negatif akan diberikan 103 Universitas Sumatera Utara informasi berisi pesan pencegahan, pesan untuk tes ulang bagi populasi kunci, dan anjuran untuk tes pasangan. Konseling untuk hasil tes positif maka akan dilakukan langkah berikutnya seperti memberi dukungan, informasi pentingnya perawatan, menentukan stadium klinis, skrining TB, rujuk untuk pemeriksaan CD4, penyiapan pengobatan ARV, anjuran untuk tes pasangan dan lain lain. Begitu juga dengan pasien rawat jalan, akan diberikan informasi terlebih dahulu oleh petugas kesehatan untuk kemudian pasien bersedia untuk dites HIV. Menurut KEMENKES RI 2013, Konseling dan Tes HIV adalah layanan konseling dan tes darah untuk diagnosis HIV. Terdapat dua pendekatan yaitu 1 secara sukarela disingkat dengan KTS dan 2 atas inisiatif petugas kesehatan atau tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling yang disingkat TIPK. Perlu ditekankan bahwa Konseling dan Tes HIV merupakan “pintu rujukan ” terpenting pada layanan pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan dan menjadi salah satu mata rantai dalam jejaring Layanan Komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan yang terus dikembangkan. Pada puskesmas Bestari, seperti TIPK Tes Inisiatif Petugas Kesehatan terdapat pada layanan KIA dan KB dengan sasaran ibu hamil dan juga pada layanan IMS dengan sasaran pasien IMS. Integrasi layanan Konseling dan Tes HIV pada layanan KIA dan KB tersedia di puskesmas Bestari. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Medan No.1 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS pada pasal 16 ayat 2 bahwa setiap petugas yang melakukan tes HIV untuk 104 Universitas Sumatera Utara keperluan pengobatan, dukungan dan pencegahan serta penularan dari ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya wajib melakukan tes sukarela melalui konseling sebelum dan sesudah tes. Tidak hanya itu, integrasi dengan layanan IMS juga tersedia di Puskesmas Bestari. Pasien IMS sudah dianjurkan tenaga kesehatan untuk melakukan tes HIV dengan pemberian informasi. Tetapi, berdasarkan data yang diperoleh untuk pasien IMS tahun 2015 sebanyak 983 pasien dan pasien yang disarankan melakukan tes HIV sebanyak 652 pasien. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua pasien IMS melakukan tes HIV dikarenakan pasien IMS menolak untuk melakukan tes HIV dengan berbagai alasan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS menyatakan bahwa Tes Inisiatif Petugas Kesehatan TIPK dilakukan dengan langkah-langkah meliputi: a pemberian informasi tentang HIV dan AIDS sebelum tes; b pengambilan darah untuk tes; c penyampaian hasil tes dan, d konseling. Tes HIV pada TIPK tidak dilakukan dalam hal pasien menolak secara tertulis. TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi: a setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit tuberculosis dan IMS; b asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin; c bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV. 105 Universitas Sumatera Utara Untuk model layanan bergerak di puskesmas Bestari belum diselenggarakan. Hal ini ditandai dengan tidak terdapat kendaraan khusus untuk pelayanan Konseling dan Tes HIV. Menurut KEMENKES RI 2013, Layanan Konseling dan Tes HIV dapat diberikan di berbagai tatanan di komunitas, baik dengan cara menjangkau klien potensial dan mendorong mereka datang ke layanan, atau dengan menyelenggarakan layanan ke tempat mereka berada bergerakmobile. Model layanan bergerak ini dapat bersifat sementaratemporer tetapi dilaksanakan secara berkalareguler di tempat komunitas berada.

5.2.4 Paket Layanan HIV Komprehensif yang Berkesinambungan