PEMBAHASAN Perbedaan Ph, Laju Aliran Dan Kadar Ion Kalsium Saliva Pada Perokok Kretek Dan Bukan Perokok Di Kelurahan Padang Bulan Medan

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 50 orang laki-laki yang terdiri dari 25 orang perokok dan 25 orang bukan perokok. Setiap subjek yang diteliti diberikan pertanyaan sesuai dengan isi kuesioner terlebih dahulu. Subjek yang terpilih harus memenuhi kriteria inklusi, yaitu laki-laki berusia 18-34 tahun, menggunakan rokok jenis kretek, frekuensi merokok lebih dari 10 batang per hari dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pada penelitian ini kelompok perokok akan dilihat perbedaannya dengan kelompok berusia bukan perokok. Indonesia dengan lebih dari 200 juta penduduk merupakan salah satu negara yang memiliki populasi perokok tertinggi dengan rerata proporsi perokok aktif saat ini adalah 29,3. Di Sumatera Utara, proporsi perokok aktif yang merokok setiap hari sebesar 24,2. Dari seluruh laki-laki di Indonesia sebesar 47,5 merupakan perokok sedangkan dari seluruh jumlah perempuan di Indonesia sebesar 1,1 adalah perokok. 2,3 Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan. Hubungan antara merokok dengan berbagai macam penyakit seperti kanker paru, penyakit kardiovaskular, risiko terjadinya neoplasma larynx, esophagus dan sebagainya telah banyak diteliti. Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik tetapi juga menimbulkan kondisi patologis di rongga mulut. Penyakit periodontal, karies, kehilangan gigi, resesi gingiva, lesi prekanker, kanker rongga mulut, serta kegagalan implan adalah kasus-kasus yang dapat timbul akibat kebiasaan merokok. 6 Beberapa penyakit tersebut dapat terjadi karena kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan pada saliva. Saliva merupakan cairan biologis yang pertama kali terpapar asap pada saat merokok yang mana cairan tersebut berperan penting dalam fisiologis rongga mulut dan berperan utama dalam proses pemeliharaan kesehatan umum dan gigi. 7,8 Fungsi saliva diantaranya adalah sebagai pelumas, reservoir ion, buffer, self cleansing, antimikroba, membantu proses Universitas Sumatera Utara pencernaan dan pengecapan rasa. 22,27 Berdasarkan hal diatas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan pH, laju aliran dan kadar ion kalsium saliva pada perokok dan bukan perokok di Kelurahan Padang Bulan Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional. Uji normalitas terlebih dahulu dilakukan terhadap data-data yang diperoleh. Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh tidak terdistribusi normal tidak homogen sehingga dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan pH, laju aliran dan kadar ion kalsium saliva pada perokok kretek dan bukan perokok.

5.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti

Subjek yang diteliti merupakan perokok dan bukan perokok yang berusia 18- 34 tahun. Jenis kelamin perokok pada penelitian ini seluruhnya adalah laki-laki, hal ini sesuai dengan survey Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2013 bahwa perokok laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Dari seluruh laki-laki di Indonesia sebesar 47,5 merupakan perokok sedangkan dari seluruh jumlah perempuan di Indonesia sebesar 1,1 adalah perokok. 3 Sebanyak 50 sampel dalam penelitian ini tidak ada yang memiliki penyakit sistemik. Penyakit sistemik akan memengaruhi keadaan saliva contohnya pada pasien diabetes melitus ataupun pada pasien yang menggunakan obat-obatan tertentu. Kebanyakan pasien diabetes melitus mempunyai keluhan xerostomia yang mana hal ini berkaitan dengan menurunnya laju aliran saliva dan meningkatnya glukosa saliva, selain itu ada penelitian yang membuktikan bahwa pasien diabetes melitus memperlihatkan adanya peningkatan ion kalsium saliva. 48,49 Penggunaan obat antikolinergik, antimuskarinik, antidepresan, diuretik, dan antihipertensi dapat menyebabkan xerostomia sedangkan obat antipsikotik, sedatif dan antagonis adrenergik dapat menyebabkan sialorrhea. 50 Sehingga sampel dengan diabetes melitus maupun penyakit sistemik lainnya dan penggunaan obat-obatan yang memengaruhi keadaan saliva tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara Jenis rokok yang dikonsumsi oleh subjek penelitian seluruhnya adalah rokok kretek 100. Hal ini sesuai dengan survey Global Adult Tobacco Survey GATS 2011 yang menemukan bahwa 60,9 pria menggunakan rokok kretek. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Indonesia merokok kretek. 51 Seluruh subjek penelitian ini memiliki lama merokok lebih dari 10 tahun dengan sebesar 92 merokok 10-20 batang per hari dan sebesar 8 merokok lebih dari 20 batang per hari. Hal ini sesuai dengan survei terhadap penduduk Indonesia yang mendapatkan bahwa sekitar 2 dari 5 perokok saat ini rata-rata merokok sebanyak 11-20 batang per hari sedangkan prevalensi yang merokok rata-rata 21-30 batang per hari sebanyak 4,7. 52

5.2 Perbedaan Nilai Derajat Keasaman pH Saliva Pada Perokok dan Bukan Perokok

Berdasarkan hasil pada penelitian ini Tabel 2, nilai keasaman pH saliva pada kelompok perokok lebih rendah dibandingkan dengan kelompok bukan perokok kontrol. Pada kelompok perokok pH saliva rata-rata 5,93 ± 0,28 sedangkan bukan perokok pH saliva rata-rata 6,86 ± 0,33. Uji statistik Mann-Whitney yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan p0,05 antara kedua kelompok tersebut. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan pH saliva stimulasi antara perokok dan bukan perokok. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Singh 2015 di India terhadap 35 sampel perokok yang menunjukkan bahwa rata-rata pH perokok berada dibawah pH netral yaitu 6,30 ± 0,36. 11 Demikian juga dengan penelitian Arta 2014 di Denpasar terhadap 20 sampel perokok kretek dimana perokok kretek memiliki pH 6,30. 31 Tembakau yang merupakan bahan pembuat rokok mengandung senyawa karbohidrat. Beberapa jenis karbohidrat yang dapat ditemukan yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa. Jenis karbohidrat seperti gula pada tembakau dapat diragikan oleh bakteri yang terdapat pada rongga mulut seseorang sehingga akan membentuk asam dan dapat menurunkan pH saliva. 44 Penurunan pH yang berulang dalam waktu tertentu dapat mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies dapat terjadi. 53 Selain karena pengaruh tembakau, penurunan laju aliran saliva Universitas Sumatera Utara juga dapat memengaruhi pH dengan mengakibatkan terjadinya penurunan sekresi ion bikarbonat dan hal ini juga menyebabkan penurunan pH saliva. 11 Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh saraf otonom. Rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis merangsang sekresi saliva dalam jumlah, karakteristik dan mekanisme yang berbeda. 14,29 Beberapa komposisi tembakau yang memengaruhi saliva yaitu nikotin dan karbonmonoksida CO. Nikotin dapat menstimulasi saraf simpatis untuk memproduksi neurotransmiter termasuk katekolamin. Hal ini menimbulkan efek pada reseptor alpha di pembuluh darah yaitu berupa vasokontriksi. Akibat dari vasokontriksi yaitu penurunan fungsi kelenjar saliva sehingga terjadi penurunan sekresi saliva yang menyebabkan penurunan komposisi saliva, salah satunya adalah ion bikarbonat sehingga terjadi penurunan pH pada perokok. 41,54 Karbonmonoksida CO yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan berkurangnya oksigen dalam tubuh, hal ini mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke kelenjar menurun dan fungsi saliva menjadi menurun kemudian terjadi penurunan aliran saliva yang menyebabkan penurunan komposisi saliva, salah satunya ion bikarbonat yang mengakibatkan penurunan pH saliva. 55 Penurunan pH saliva yang terjadi pada perokok dapat menyebabkan keadaan rongga mulut yang asam sehingga terjadi demineralisasi pada gigi geligi. Hal ini membuat perokok lebih rentan terhadap terjadinya karies. Nilai derajat keasaman pH saliva pada kelompok bukan perokok termasuk dalam kategori pH normal yaitu antara 6,7-7,3. 12 Saliva dalam rongga mulut memiliki pH yang berubah setiap saat. Pada pH saliva yang normal, ion bikarbonat yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam dan basa dalam rongga mulut bekerja secara maksimal sehingga menghambat proses demineralisasi. 23

5.3 Perbedaan Nilai Laju Aliran Saliva Pada Perokok dan Bukan Perokok

Berdasarkan hasil pada penelitian ini Tabel 3, laju aliran saliva pada perokok lebih rendah dibandingkan dengan kelompok bukan perokok. Pada kelompok perokok laju aliran saliva rata-rata 0,23 ± 0,10 mlmenit sedangkan pada bukan Universitas Sumatera Utara perokok rata-rata laju aliran saliva 2,18 ± 0,71 mlmenit. Uji statistik Mann-Whitney yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan p0,05 antara kedua kelompok tersebut. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan laju aliran saliva stimulasi antara perokok dan bukan perokok. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Rad dkk 2010 di Iran terhadap 100 sampel perokok yang mendapatkan laju aliran saliva pada perokok sebesar 0,38 mlmenit yang mana lebih rendah dibandingkan laju aliran saliva normal. 8 Begitu pula dengan hasil penelitian Singh dkk 2015 di India terhadap 35 sampel perokok mendapatkan rata-rata laju aliran saliva pada perokok yaitu 0,2 mlmenit. 11 Penelitian Kanwar dkk 2013 di India terhadap 20 sampel perokok mendapatkan bahwa terjadi penurunan laju aliran saliva pada perokok yang dapat disebabkan oleh karena efek nikotin pada saraf pengecapan. 10 Hal ini sesuai dengan pendapat Singh dkk 2015 yang menyatakan bahwa pada orang yang telah lama merokok, reseptor rasa yang merupakan tempat utama sekresi saliva berulang kali terpapar oleh tembakau dalam jangka waktu yang lama sehingga memengaruhi reflex saliva. 11 Penelitian Rad dkk 2010 menyatakan bahwa pada perokok jangka panjang mengalami penurunan laju aliran saliva yang signifikan. Hal ini mengakibatkan meningkatnya gangguan kesehatan pada gigi dan mulut yang berhubungan dengan mulut kering terutama karies servikal, gingivitis, mobiliti gigi, kalkulus dan halitosis. 8 Ketika zat-zat berbahaya dari rokok dihisap dan memengaruhi kelenjar saliva, kelenjar yang pertama kali terkena yaitu kelenjar parotid dimana kelenjar tersebut berperan mensekresi saliva yang serous encer. Ketika kerja kelenjar parotid tersebut terganggu fungsinya, kelenjar submandibula dan sublingual lebih banyak bekerja untuk menghasilkan saliva yang mana kedua kelenjar saliva tersebut mensekresi saliva yang mucous kental. 56 Hal ini berarti saraf yang lebih banyak bekerja saat adanya rangsangan dari rokok ke rongga mulut yaitu saraf simpatis. Rangsangan simpatis yang menstimuli reseptor adrenergik menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pada kelenjar saliva yang membuat volume saliva lebih sedikit dengan konsentrasi kental. 14,29 Universitas Sumatera Utara Penurunan laju aliran saliva ini dapat juga disebabkan oleh asap panas rokok yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut. Rangsangan panas ini menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi sekresi saliva. Hal ini juga yang mengakibatkan rongga mulut menjadi kering. 4 Stres akut juga merupakan salah satu alasan seseorang untuk merokok. Hal ini mengakibatkan perangsangan efek simpatis sehingga menghalangi kinerja saraf parasimpatis. Karena saraf simpatis lebih banyak bekerja maka menyebabkan laju aliran saliva menurun dan mulut menjadi kering. 57 Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh saraf otonom. Rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis merangsang sekresi saliva dalam jumlah, karakteristik dan mekanisme yang berbeda. 14,29 Beberapa komposisi tembakau yang memengaruhi saliva yaitu nikotin dan karbonmonoksida CO. Nikotin dapat menstimulasi saraf simpatis untuk memproduksi neurotransmiter termasuk katekolamin. Hal ini menimbulkan efek pada reseptor alpha di pembuluh darah yaitu berupa vasokontriksi. Akibat dari vasokontriksi yaitu penurunan fungsi kelenjar saliva sehingga terjadi penurunan laju aliran saliva pada perokok. 41,54 Karbonmonoksida CO yang terdapat dalam rokok juga dapat menyebabkan berkurangnya oksigen dalam tubuh, hal ini mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke kelenjar menurun dan fungsi saliva menjadi menurun kemudian terjadi penurunan aliran saliva pada perokok. 55 Laju aliran saliva pada kelompok bukan perokok termasuk dalam kategori laju aliran saliva normal yaitu antara 1-3 mlmenit pada saliva yang distimulasi. 12 Laju aliran saliva merupakan faktor utama yang memengaruhi komposisi saliva. Apabila aliran saliva meningkat, maka konsentrasi protein total, sodium, klor, bikarbonat dan pH saliva juga akan meningkat. 15 Sekresi saliva yang normal dapat memaksimalkan fungsi saliva, antara lain sebagai pelumas, reservoir ion, buffer, self cleansing, antimikroba, membantu proses pencernaan dan pengecapan rasa. 22,27 Universitas Sumatera Utara

5.4 Perbedaan Nilai Kadar Ion Kalsium Saliva Pada Perokok dan Bukan Perokok

Berdasarkan hasil pada penelitian ini Tabel 4, kadar ion kalsium saliva pada perokok lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok bukan perokok. Pada kelompok perokok kadar ion kalsium saliva rata-rata 2,64±0,39 mmolL sedangkan pada bukan perokok rata-rata kadar ion kalsium saliva 1,69±0,44 mmolL. Uji statistik Mann- Whitney yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan p0,05 antara kedua kelompok tersebut. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara kadar ion kalsium saliva stimulasi antara perokok dan bukan perokok. Penelitian ini sesuai dengam penelitian Alharbi dkk 2012 di Saudi Arabia terhadap 35 sampel perokok yang mendapatkan kadar ion kalsium pada perokok 2,29±0,11 mmolL. 58 Penelitian Khan dkk 2005 di Pakistan terhadap 20 sampel perokok mendapatkan kadar ion kalsium pada perokok yaitu 1,30±0,09 mmolL lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok bukan perokok 1,07±0,07 mmolL. 18 Hasil penelitian Khan dkk mendapatkan kadar ion kalsium pada perokok maupun bukan perokok lebih rendah dibandingkan penelitian ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan lingkungan, dimana lingkungan merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap saliva. Penelitian Abed dkk 2012 di Irak terhadap 15 sampel perokok menemukan bahwa terdapat peningkatan kadar ion kalsium saliva pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Peningkatan kadar ion kalsium saliva ini dikaitkan dengan adanya penurunan pH saliva karena merokok yang menyebabkan pelepasan hidroksiapatit dari enamel gigi sehingga kalsium lepas ke dalam saliva. Adanya komposisi tembakau berupa nikotin dan karbonmonoksida CO dapat menstimulasi saraf simpatis dalam sekresi saliva. Hal inilah yang membuat kadar ion kalsium saliva meningkat. 13 Kalsium terdapat pada kelenjar saliva submandibula dan parotid namun kadar kalsium lebih tinggi ditemukan pada sekresi kelenjar submandibula. 59 Di dalam saliva yang dihasilkan kelenjar parotid lebih kaya akan ion bikarbonat dan amilase sementara pada saliva yang dihasilkan submandibula kaya akan musin dan kalsium. 22 Universitas Sumatera Utara Ketika zat-zat berbahaya dari rokok dihisap, kelenjar parotid merupakan kelenjar yang pertama terpengaruh oleh zat-zat berbahaya tersebut. Saat kerja kelenjar parotid terganggu fungsinya, kelenjar submandibula dan sublingual menjadi lebih banyak bekerja. Disaat itulah kelenjar submandibula mensekresikan lebih banyak kalsium kedalam saliva. 59 Mekanisme ini yang dapat menyebabkan kadar ion kalsium pada perokok menjadi lebih tinggi. Kadar ion kalsium saliva pada kelompok bukan perokok termasuk dalam kategori kadar kalsium saliva normal yaitu antara 1-3 mmoll. 17 Saliva berperan penting dalam ketersediaan kalsium. Konsentrasi kalsium dan fosfat yang baik dalam saliva menyebabkan pertukaran ion yang cukup untuk menjaga permukaan gigi dari mulai gigi tumbuh sampai pada proses pematangan gigi. Proses ini terjadi selama remineralisasi enamel gigi. Fungsi lain dari kalsium yaitu membentuk ikatan yang kuat dengan α-amilase yang berperan sebagai co-factor yang penting dalam fungsinya sebagai enzim. 15 Dampak buruk dari merokok salah satunya dapat bermanifestasi pada rongga mulut karena merupakan organ pertama yang terpapar oleh rokok. Penyakit rongga mulut yang sering terjadi pada perokok yaitu penyakit periodontal, karies, dan lain- lain. 40,42 Salah satu penyebab terjadinya hal ini yaitu berkurangnya fungsi saliva di dalam rongga mulut. Saliva mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting untuk kesehatan mulut. Sekresi saliva yang adekuat dapat memaksimalkan fungsi saliva seperti proteksi, lubrikasi mukosa, buffer, antimikroba. 22,27 Tanpa adanya saliva, tidak hanya gigi yang akan cepat rusak, tetapi juga mukosa oral akan menjadi mudah terserang bakteri, virus, dan infeksi jamur. Oleh sebab itu, pada seseorang dengan laju aliran saliva yang cenderung menurun dapat berkembang menjadi karies karena berkurangnya perlindungan dari saliva dan hal ini memudahkan perkembangan infeksi oral, dimana salah satu fungsi saliva yaitu sebagai antimikroba dengan adanya lisozim, laktoferin dan sialoperoksidase. 60 Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN