Jenis-jenis, Asas-asas, dan Tanggung Jawab Perjanjian Pengangkutan Jenis-jenis pengangkutan

Jadi dapat disimpulkan bahwa, perjanjian pengangkutan menurut Subekti yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkos.

B. Jenis-jenis, Asas-asas, dan Tanggung Jawab Perjanjian Pengangkutan Jenis-jenis pengangkutan

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu barometer kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan. 19 Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti “ mengangkut dan membawa ” sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang penumpang”. 20 Secara umum, pengangkutan terbagi atas 3 tiga jenis, yakni: a. Pengangkutan Darat Ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang dan selebar negara, yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup negara. Angkutan darat dapat dilakukan dengan berjenis-jenis alat pengangkutan, antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan kereta api dan listrik di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk 19 Hasim Purba, Op.Cit., hal.3 20 Ibid , hal.3 Universitas Sumatera Utara menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di satu pulau. Selain dari jenis angkutan tersebut, pengangkutan surat-suratpaket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan darat. Pengangkutan darat, diatur dalam: 1 KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai dari pasal 90 sampai dengan pasal 98. Dalam bagian ini diatur sekaligus pengangkutan darat dan pengangkutan perairan darat, tetapi hanya khusus mengenai pengangkutan barang 2 Peraturan-peraturan khusus lainnya, misalnya: a S. 1927-262, tentang pengangkutan dengan kereta api; b UU No.3 Tahun 1965 LN 1965-25, tentang “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya” c S. 1936-451 bsd. PP No. 28 Tahun 1951 LN 1951-47, yang telah dirubah dan ditambah dengan PP No.44 Tahun 1954 LN 1954-76 dan PP No. 2 tahun 1964 LN 1964- 5, tentang “Peraturan Lalu-Lintas Jalan Wegverkeersverordening; d Peraturan-peraturan tentang pos dan telekomunikasi dan lain-lain. b. Pengangkutan Laut Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai sumber mata pencaharian dan makanan bagi umat manusia, sebagai tempat rekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup ankutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup Universitas Sumatera Utara angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: 1 Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri 2 Ruang lingkup angkutan laut luar negeri Dalam hal ini, hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada suatu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum public dan privat nasional maupun internasional. Pengangkutan Laut, diatur dalam: 1 KUHD, Buku II, Bab V, tentang “Perjanjian carter kapal”; 2 KUHD, Buku II, Bab V-A, tentang “Pengangkutan barang-barang”; 3 KUHD, Buku II,, Bab V-B, tentang “Pengangkutan orang”; 4 Peraturan khusus lainnya. c. Pengangkutan Udara International Air Transport Association IATA sebagai organisasi internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara diseluruh dunia. Perusahaan tersebut telah menyetujui syarat-syarat umu pengangkutan General Condition of Carriage, baik untuk penumpang,bagasi maupun untuk barang. Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya. Syarat- syarat khusus ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat Universitas Sumatera Utara khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia. Dengan membeli tiket pengangkutan udara, maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan- ketentuan yang tercantum pada tiket pengangkutan udara telah berlaku. 21 Pengangkutan udara, diatur dalam: 1 S. 1939-100 Luchtvervoerordonnantie bsd. UU No.83 Tahun 1958 LN 1958- 159 dan TLN No. 1687, tentang “Penerbangan” 2 Peraturan-peraturan lainnya Asas-asas Perjanjian Pengangkutan Pada umumnya perjanjian pengangkutan dibuat tidak tertulis, yang penting ialah persetujuan antara pihak-pihak, yang mengesahkan hubungan kewajiban dan hak. Kewajiban dan hak itu sudah dirumuskan dalam undang-undang pengangkutan. Jadi, perjanjian pengangkutan itu pada hakikatnya memberlakukan kewajiban dan hak yang ditetapkan dalam undang-undang kepada kedua belah pihak. 22 Akan tetapi perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut. Artinya, apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah: 1. Keadaan memaksa overmacht 2. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri 3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri 21 Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, Medan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, 2002, hal.22 22 Abdulkadir Muhammad, SH, Op.Cit, hal.23 Universitas Sumatera Utara Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum. 23 Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak-pihak. Dalam hal ini pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan. Apabila perjanjian dibuat secara tertulis, maka pembatasan dituliskan secara tegas dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian. Tetapi apabila perjanjian dibuat secara tidak tertulis maka kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan memegang peranan penting, disamping ketentuan undang-undang. Bagaimanapun pihak-pihak dilarang menghapuskan tanggung jawab sama sekali. Maka dari itu asas dibuat dan dilaksanakan agar para pihak mengetahui batasan-batasan yang dilaksanakan dalam menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing. Untuk itu, dibuatlah asas-asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan tersebut. Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan, yaitu; 1. Asas Konsensual Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Dalam kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara dibuat secara tertulis, tetapi selalu didukung dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis melaikan sebagai ukti bahwa persetujuan diantara pihak-pihak telah ditentukan 23 I bid Universitas Sumatera Utara dalam Undang-Undang. Mereka hanya menunjuk atau menerapkan ketentuan Undang-Undang. 2. Asas Koordinasi Asas ini mensyarakatkan kedudukan yang sejajar antara pihak- pihak dalam perjanjian pengangkutan. 3. Asas Campuran Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan dari tiga jenis perjanjian itu berlaku juga dalam perjanjian pengangkutan, kecuali jika perjanjian pengangkutan mengatur lain. Berdasarkan hasil penelitian ternyata ketentuan daam pengangkutan itulah yang berlaku. Jika dalam perjanjian pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada hubungannya dengan asas konsensual. 4. Asas Tidak Ada Hak Retensi Penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak dibenarkan. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan. Pengangkutan hak retensi akan menyulitkan pengangkut sendiri, misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan, penjagaan, dan perawatan barang. Universitas Sumatera Utara Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu: 1. Tanggung Jawab karena Kesalahan Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggungjawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pengangkut. Prinsip ini dianut dalam Pasal 1365 KUHPerdara tentang perbuatan melawan hukum sebagai aturan umum. Aturan khusus ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan. 2. Tanggung Jawab karena Praduga Menurut prinsip ini, setiap pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada di pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan diselenggarakan pengangkut. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, jelas bahwa dalam hukum pengangkutan Indonesia prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga kedua-duanya dianut. Prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian. Aartinya, pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa ia tidak bersalahlalai, ia dibebaskan sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya. 3. Tanggung Jawab Mutlak Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa pun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat: “pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena peristiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”. Dalam undang-undang, pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak diatur ungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha di bidang jasa pengangkutan tidak perlu dibebani dengan resiko yang terlalu berat. Namun, tidak berarti bahwa Universitas Sumatera Utara pihak-pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan dalam perjanjian pengangkutan, harus dinyatakan dengan tegas, misalnya dimuat pada dokumen pengangkutan. Tanggung Jawab Pengusaha Pegangkutan Pengusaha pengangkutan transport ordernemer atas keselamatan barang, kelambatan barang, kelambatan datangnya barang, baik kerusakan dan kehilangan barang yang diangkut, dengan demikian posisi pengusaha pengangkutan sama dengan pengangkutan yang dimaksud dalam Pasal 91 KUHD. Kedudukan hukum Pengusaha Pengangkutan sama dengan pengangkut. Luasnya Tanggung Jawab Pengangkutan Tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan 1246 KUHPerdata. Pasal 1236, pengangkut wajib memberi ganti rugi atas biaya dan rugi bunga yang layak harus diterima, bila ia tidak dapat menyerahkann atau tidak merawat sepantasnya untuk menyelamatkan barang-barang angkutan. Universitas Sumatera Utara Pasal 1246, biaya kerugian bunga itu terdiri dari kerugian yang telah dideritanya dan laba yang sedianya akan diperoleh, kerugian harus diganti ialah misalnya: - harga pembelian - biaya pengiriman dan laba yang layak diharapkan. Batas tanggung jawab pengangkut dibatasi dengan ketentuan Pasal 1247 dan 1248 KUHD, kerugian penerimaan dan pengiriman barang menjadi beban pengangkut yang dibatasi dengan syarat sebagai berikut: a. Kerugian dapat diperkirakan secara layak, pada saat timbulnya perikatan. b. Kerugian itu harus merupakan akibat langsung dari tidak terlaksananya perjanjian pengangkutan. Kewajiban tanggung jawab pengangkut : ialah memenuhi kewajiban pengangkut sesuai dengan persetujuan yaitu menjaga keselamatan terhadap penumpang dan barang yang harus diangkutnya terhadap sesuatu hal yang akan menimpa barang angkutannya, dikirim, dipercayakan, diserahkan kepadanya berdasarkan ketentuan Pasal 468 KUHD di mana pada: Ayat 1: bahwa pengangkut diwajibkan menjamin keselamatan barang saat diterima hingga saat diserahkan baik sebagian ataupun seluruhnya menurut perjanjian, terkecuali ia dapat membuktikan kerugian itu disebabkan karena: - Kejadian yang tidak dapat dicegah maupun dihindarkan secara layak diluar kemampuan pengangkut. Universitas Sumatera Utara - Sifat atau keadaan barang yang diangkut ciri-ciri yang tidak diberitahukan secara sempurna oleh pengirim barang. - Akibat tidak sempurnanya pembungkus packing Ayat 2: bahwa ia harus membayar ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan atas barang. Ayat 3: pengangkut harus bertanggung jawab mengganti kerugian atas segala perbuatan mereka, yang dipekerjakan dalam pengangkutan atas kelalaian dan akibat kurang sempurna alat pengangkutan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan. Pengecualian pada Pasal 468 KUHD tersebut diatas dimasukkan dalam ketentuan Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata yang mengenai persetujuan pada umumnya: a. Jika ada alasan yang sah untuk tidak dapat dihukum membayar ganti rugi, karena tidak dipenuhinya suatu janji, yang dapat dibuktikan karena suatu hal yang tidak dapat terduga, di mana pengangkut menunjukkan sikap itikad baik yang membuktikan pertanggungjawaban Pasal 1244 KUHPerdata. b. Tidak dapat diganti segala rugi biaya dan bunga oleh sebab overmacht, dengan perhitungan seluruhnya karena keadaan memaksa disebabkan kejadian itu yang tidak terduga sebelumnya Pasal 1245 KUHPerdata. Penerima Boleh Menolak Barang-barang yang diangkut Penerima barang boleh menolak barang-barang yang rusak ataupun tidak lengkap jumlahnya dengan cara membiarkan barang tersebut pada Universitas Sumatera Utara tangan pengangkut, kemudian penerima menuntut ganti rugi atas semua barang yang diangkut, sebagaimana halnya orang yang tidak berprestasi dan tuntutan tersebut harus menurut asas yang tercantum dalam Pasal 1246 dan 1248 KUHPerdata. Pengurangan atau Penghapusan Tanggung Jawab Pengangkutan Pengurangan dan tanggung jawabnya mungkin dapat diadakan tetapi atas persetujuan dari pihak pengirim ataupun penerima barang karena sifatnya dwingen recht Pasal 1320 KUHPerdata. Klausul pengurangan tanggung jawab pengangkutan diadakan seimbang dengan biaya pengurangan angkutan, tetapi imbangan tersebut diperkirakan demikian rupa barang yang diangkut tetap terjamin keselamatannya tidak akan merugikan pihak pengirim barang, oleh karena itu dalam hal ini pengirim perlu mendapatkan perlindungan dari pembentukan undang-undang hukum. Bilamana barang yang diangkut tersebut terlambat datangnya dari waktu yang ditetapkan, maka penerima barang tidak dapat menuntut atas dasar Pasal 93 KUHD tetapi harus mengajukan tuntutan ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu perbuatan melanggar hukum merugikan oranglain, oleh karena wajib karena salahnya maka siapa yang merugikan harus mengganti segala rugi dan laba oleh karena itu pengangkut harus dapat membuktikan beban pembuktian yang sah menurut hukum. Universitas Sumatera Utara - Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata lebih layak bila dipergunakan bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yaitu bagi yang dirugikan. - Kerugian terhadap penerimaan barang yang dikirim menggugat pengangkut harus mempergunakan Pasal 1967 KUHPerdata dengan batas waktu lamanya sampai 30 tahun masih dapat berlaku dengan ketentuan penerima atau pemilik barang harus dapat membuktikan beban kerugian dengan nyata menurut hukum, oleh karena itu masa kini tenggang waktu diperpendek waktunya sampai 1 tahun. Telah dikatakan bahwa kewajiban pengangkut ialah menyelenggarakan pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan sampai tempat tujuan dengan selamat. Kalau tidak selamat, menjadi tanggung jawab pengangkut. Bila penyelenggaraan pengangkutan tidak selamat, akan terjadi dua hal, yaitu barangnya sampai di tempat tujuan tidak ada musnah atau ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya. Barang tidak ada, mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, atau dicuri orang, dibuang dan lain-lain. Kalau barang muatan tidak ada atau ada, tetapi rusak, menjadi tanggung jawab pengangkut, artinya pengangkut harus membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4 macam sebab sebagai tersebut di bawah ini, yaitu: a. Keadaan memaksa overmacht atau force majeure b. Cacat pada barang itu sendiri Universitas Sumatera Utara c. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur Pasal 91 KUHD d. Keterlambatan datangnya barang di tempat tujuan, yang disebabkan karena keadaan memaksa Pasal 92 KUHD; dalam hal ini barang tidak rusak atau musnah. Sebetulnya ketentuan-ketentuan dalam pasal 92 KUHD tu sudah dapat disimpulkam dari pasal 1244 dan 1245 KUHPer. Ketentuan- ketentuan dalam pasal 92 KUHD itu lebih menjelaskan dalam bidang hukum dagang dan sesuai dengan agagium “lex specialis degorate lex generali ”. Tanggung jawab di sini dalam bentuk perikatan yang mewajibkan penanggung jawab untuk mengganti kerugian kepada pihak ketiga,bila terjadi kerugian yang disebabkan karena sebab-sebab yang menjadi tanggung jawab pengangkut, yang disebut oleh undang-undang.

C. Pengertian Tarif dan Pengaturannya di dalam PerUndang-Undangan