Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Pengasuhan

5.1.3.2 Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Pengasuhan

Untuk menilai hubungan dukungan sosial dengan stres pengasuhan, maka telebih dahulu memenuhi syarat uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji linieritas. Berikut adalah hasil analisa uji asumsi dan uji hipotesa yaitu terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan stres pengasuhan. Tabel 5.4 Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Pengasuhan Signifikansi p Uji Asumsi Uji Normalitas Dukungan Sosial 0,007 Stres Pengasuhan 0,439 Uji Linieritas 0,035 Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Pengasuhan 0,0001 Berdasarkan uji normalitas, variabel dukungan sosial diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,007 0,05, berarti variabel berdistribusi tidak normal. Pada variabel stres pengasuhan nilai signifikansi sebesar 0,439 0,05, berarti vaiabel berdistribusi normal. Berdasarkan uji linieritas, dapat dijelaskan hubungan antara dukungan sosial terhadap stres pengasuhan pada ibu dari anak autistik. Didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,035 0,05 berarti hubungan antarvariabel linier. Pada uji ini juga didapatkan nilai R-Square = 0,460. Berdasarkan uji hipotesis, diperoleh nilai korelasi dukungan sosial dengan stres pengasuhan berada dalam taraf signifikansi p = 0.0001 0.001. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan stres pengasuhan pada ibu dari anak autistik. Dari hasil statistik juga didapatkan nilai koefisien korelasi r sebesar 0.634 menunjukkan kekuatan korelasi yang kuat. Universitas Sumatera Utara

5.2. Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Demografi

Proporsi usia ibu dari anak autistik yang paling tinggi adalah ibu dewasa akhir dengan rentang usia 36-45 tahun yaitu 53,8. Sedangkan proporsi terendah yaitu ibu dalam masa lansia awal dengan rentang usia 46-55 tahun yaitu 7,7. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Zahrokh 2014 di Surakarta, dimana proporsi usia ibu dari anak autistik yang paling tinggi adalah usia dengan rentang 36-40 tahun sebesar 59,4. Proporsi pendidikan terakhir pada ibu dari anak autistik yang paling tinggi adalah sarjana yaitu 69,2 sedangkan proporsi terendah yaitu diploma sebesar 5,1. Hal ini sesuai dengan penelitian Sartika terhadap anak autistik di Medan 2009 dimana proporsi tertinggi pada pendidikan orang tua dari anak penderita autistik adalah Sarjana yaitu 72,4. Terlihat bahwa kebanyakan anak-anak autistik terlahir dari orang tua dengan tingkat pendidikan yang baik. Proporsi pekerjaan pada ibu dari anak autistik yang paling tertinggi yaitu Ibu Rumah Tangga sebesar 46,2 dan proporsi terendah yaitu wiraswasta sebesar 5,1. Ibu dari anak autistik cenderung menerima peran dalam pengasuhan anak saat ayah harus bekerja. Ibu melaporkan bahwa merawat anak dengan gangguan autistik memerlukan tanggung jawab penuh. Hal ini dikarenakan anak autistik cenderung tidak mampu bersosialisasi dan memiliki masalah tingkah laku sehingga dibutuhkan tenaga dan waktu yang besar untuk mengawasi mereka untuk mengendalikan maslah anak tersebut. Akibatnya, ibu harus menyesuaikan jadwal kerja mereka. Beberapa ibu percaya bahwa mereka tidak dapat bekerja lagi, dan yang lainnya percaya mereka dapat melanjutkan bekerja tetapi hanya jika pekerjaan itu memberikan mereka jadwal yang lebih fleksibel. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa ibu dari anak autistik mengalami pembatasan karir karena tidak memiliki jam kerja yang sesuai sehingga terpaksa meninggalkan pekerjaan mereka untuk merawat anak mereka, yang kemudian akan menimbulkan lebih banyak masalah keuangan karena ibu tidak bekerja Montes Halterman, 2008., Jorgensen, dkk, 2010 dalam Tay, 2013 Universitas Sumatera Utara