Faktor Abiotik Lingkungan Keanekaragaman Ikan dan Hubungannya dengan Kualitas Air di Perairan Sungai Bingei, Binjai

35 dan berat ikan sangat kuat. Sedangkan ikan Tor tambroides, Mystus nemurus dan Glypthotorx platygonoides memiliki nilai R 2 yaitu antara 0,722-0,871 yang artinya apabila nilai R 2 menjauhi 1 100 maka hubungan panjang dan berat ikan kurang erat. Menurut Haetami, et al. 2005, nutrisi merupakan faktor pengontrol dan ukuran ikan mempengaruhi potensi tumbuh suatu individu. Menurut Lagler 1972 dalam Gonawi 2009, suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya, ketersediaan makanan merupakan faktor yang menentukan jumlah dan dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan.

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan

Pengukuran faktor fisik kimia di Sungai Bingei selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Data pengukuran faktor fisik-kimia perairan sungai Bingei pada setiap stasiun No Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 A Parameter Fisika 1 Suhu o C 24 26 25 2 Kecepatan Arus mdetik 1,2 0,78 0,61 3 Intensitas Cahaya Cd 426 467 377 4 Penetrasi Cahaya M 1,1 0,95 0,8 B Parameter Kimia 5 Oksigen Terlarut DO mgl 7,2 6,8 6,7 6 Kejenuhan Oksigen 87,27 85,11 82,61 7 Derajat Keasaman pH - 7,3 6,9 7,1 8 BOD mgl 0,9 1,2 1,1 9 Nitrat NO 3 -N mgl 1,0 1,2 1,1 10 Pospat PO 4 mgl 0,03 0,06 0,07 Keterangan: Stasiun 1: Kontrol; Stasiun 2: Pengerukan Pasir; Stasiun 3: Perkebunan

4.2.1 Parameter Fisika

Tabel 7 menunjukkan nilai rata-rata parameter fisika di setiap stasiun. Suhu berkisar antara 24-26 o C dan merupakan suhu perairan yang baik bagi ikan. Suhu terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 24 o C dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 26 o C. Variasi suhu tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan waktu dan pengaruh lebatnya vegetasi tumbuh-tumbuhan di sekitar perairan tersebut. Tingginya suhu pada stasiun 2 dapat disebabkan aktivitas Universitas Sumatera Utara 36 pengerukan pasir dan juga tidak adanya vegetasi tumbuhan sehingga cahaya matahari dapat dengan mudah mencapai badan air. Menurut Susanto 1991 dalam Jukri et al. 2013, bahwa kisaran temperatur yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah antara 25-35 C. Suhu perairan pada siang hari meningkat hingga 31 C dan menurun pada malam hari hingga 26 Parameter fisika yang lain adalah kecepatan arus yang diukur berada pada kisaran 0,61-1,2 mdetik terendah pada stasiun 3 dan tertinggi pada stasiun 1. Kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh jenis kemiringan topografi perairan, jenis batuan dasar, debit air, dan curah hujan. Stasiun 1 mimiliki dasar perairan bebatuan kecil sehingga tidak mempengaruhi gerak cepat lambatnya air dan juga memiliki lebar sungai yang tidak terlalu lebar, Odum 1994, mengatakan kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kedalaman dan lebar sungai. Stasiun 2 dan stasiun 3 memiliki lebar sungai dan kedalaman yang lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 sehingga memperlambat arus sungai. Menurut Suin 2002, kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup dibadan air tersebut. C. Selain itu suhu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan badan ikan. Intensitas cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi penyebaran ikan. Intensitas cahaya yang diukur berada pada kisaran 377-467 x 200.000 candela. Intensitas cahaya tertinggi ditempati stasiun 2 dan terendah ditempati stasiun 3. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan kanopi atau naungan di setiap stasiun. Menurut Barus 2004, bila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air juga akan berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisme. Penetrasi cahaya matahari memiliki peranan yang penting juga bagi ikan. Penetrasi cahaya yang diukur di setiap stasiun berada pada kisaran 0,8-1,1 m. Nilai tertinggi pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 3. Menurut Odum 1994, kecerahan suatu perairan berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan penetrasi cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisme perairan. Universitas Sumatera Utara 37

4.2.2 Parameter Kimia

Tabel 7 menunjukkan nilai rata-rata parameter kimia di setiap stasiun. Nilai oksigen terlarut DO di setiap stasiun berada pada kisaran 6,7-7,2 mgL. Nilai oksigen terlarut tertinggi pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 3. Menurut Wetzel dan Likens 1979 dalam Siagian 2009, tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Nilai oksigen terlarut pada ketiga stasiun dianggap masih ideal untuk pertumbuhan ikan. Menurut Boyd 1990 dalam Septiano 2006 nilai DO yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mgL. Menurut Afianto dan Evi 2012, menjelaskan bahwa beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut 3 mg.L -1 Derajat keasaman pH di setiap stasiun berkisar antara 6,9-7,3. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan yang terendah di stasiun 2. Menurut Cole 1983 dalam Siagian 2009, bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO . 2 Nilai BOD merupakan salah satu indikator pencemaran perairan. Nilai BOD pada setiap stasiun berada pada kisaran 0,9-1,2 mgL. Nilai tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1. Menurut Kristanto 2002, BOD menunjukkan jumlah terlarut oksigen yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen oksigen adalah tinggi. melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air. Nilai pH yang didapat di setiap stasiun masih bagus untuk mendukung kehidupan organisme di dalam perairan, sesuai dengan pendapat Effendi 2002, menyatakan bahwa kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Nitrat juga memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan ikan. Nitrat yang di ukur di setiap stasiun berada pada kisaran 1,0-1,2 mgL. Nilai tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1. Namun jumlah nitrat ini masih kurang mendukung kehidupan organisme. Menurut Mahida 1993 dalam Universitas Sumatera Utara 38 Gonawi 2009, keberadaan nitrat-nitrogen mendukung keberadaan fitoplankton yang merupakan makanan ikan. Secara hipotetik, kandungan nitrat yang tinggi dapat mendukung produktivitas yang tinggi pula. Fosfat yang diukur di setiap stasiun berada pada kisaran 0,03-0,07 mgL. Menurut Chu dalam Mackmentum 1969, kandungan fosfat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan yang bersangkutan. Pada umumnya perairan yang mengandung fosfat antara 0,003-0,010 mgL digolongkan pada perairan oligotrofik; 0,011-0,030 mgL adalah perairan mesotrofik; dan 0,031-0,100 mgL adalah perairan eutrofik. Sedangkan untuk pertumbuhan optimal antara 0,090- 1,800 mgL.

4.2.3 Sifat Fisika-Kimia Sungai Bingei berdasarkan Metode Storet

Sifat fisik-kimia perairan Sungai Asahan dihubungkan dengan kriteria baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 yang dihitung berdasarkan metode storet dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 8, nilai fisika-kimia air yang terdapat pada ketiga stasiun menurut metode storet adalah 0 untuk setiap pengukuran minimum, maksimum maupun rata-rata dari setiap parameter yang diukur. Nilai berdasarkan status mutu air US-EPA Enviromental Protection Agency masuk ke dalam kelas A dengan karakteristik kualitas air baik sekali. Baku mutu yang digunakan dalam indeks storet adalah PP RI. No.82 Tahun 2001 kelas 2 yaitu baku mutu air peruntukan budidaya dan pariwisata. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas air di setiap stasiun pengamatan baik sekali sehingga dapat dipergunakan untuk budidaya dan pariwisata. Kualitas air di Sungai Bingei dikategorikan ke dalam kelas A dapat dilihat dari hasil pengukuran faktor fisik-kimia yang masih mendukung untuk budidaya. Beberapa faktor fisik-kimia tersebut antara lain oksigen terlarut, suhu, Kejenuhan oksigen, BOD, derajat keasaman, nitrat dan fosfat masih sesuai dengan kriteria baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 tahun 2001. Universitas Sumatera Utara 39 Tabel 8. Kondisi Kualitas Perairan Sungai Bingei menurut Metode Storet No Parameter Satuan Baku Mutu air Kelas II Hasil Pengukuran Metode storetstasiun Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1 2 3 min max Rata min max Rata min max Rata Skor Skor Skor 1 DO MgL 6 7,1 7,3 7,2 6,7 6,9 6,8 6,5 6,9 6,7 2 pH - 6-9 7,4 7,2 7,3 6,9 6,9 6,9 7 7,2 7,1 3 Suhu o C Deviasi 3 23 25 24 27 25 26 23 27 25 4 Penetrasi m - 1,2 1 1,1 0,85 1,05 0,95 0,9 0,7 0,8 - - - 5 Intensitas Candela - 437 415 426 459 475 467 351 403 377 - - - 6 Kec. Arus ms - 1,1 1,3 1,2 0,70 0,86 0,78 0,56 0,66 0,61 7 BOD MgL 3 0,7 1,1 0,9 1,1 1,3 1,2 1,2 1 1,1 8 Kejenuhan Oksigen - 87,27 87,27 87,27 85,11 85,11 85,11 82,61 82,61 82,61 - - - 9 Nitrat NO 3 - N MgL 10 1,0 1,0 1,0 1,2 1,2 1,2 1,1 1,1 1,1 10 Fosfat PO 4 MgL 0,2 0,03 0,03 0,03 0,06 0,06 0,06 0,07 0,07 0,07 11 Substrat - - Bebatuan dan Berpasir Bebatuan dan Berpasir Pasir, Batu, Berlumpur - - - Kelas II: Peruntukan Budidaya dan Pariwisata PP RI No. 82 Tahun 2001 Keterangan: Stasiun 1 : Daerah Kontrol Stasiun 2 : Daerah Pengerukan Pasir Stasiun 3 : Daerah Perkebunan Universitas Sumatera Utara 40

4.4 Nilai Analisis Korelasi Pearson