Jenis-jenis Ikan yang diperoleh tiap stasiun

22 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-jenis Ikan yang diperoleh tiap stasiun

Hasil penelitian yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian, didapatkan 7 spesies yang termasuk ke dalam 3 ordo dan 4 famili seperti terlihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Hasil Penelitian yang diperoleh pada setiap Stasiun No Ordo Famili Spesies Stasiun 1 2 3 1 Perciformes 1. Cichlidae 1. Oreochromis niloticus - + + 2 Cypriniformes 2. Cyprinidae 2. Hampala macrolepidota - - + 3. Mystacoleucus marginatus + - - 4. Puntius lateristriga - + - 5. Tor tambroides + - - 3 Siluriformes 3. Bagridae 6. Mystus nemurus + + + 4. Sisoridae 7. Glypthotorax platygonoides + + + jumlah 4 4 4 Pada Tabel 2 di atas, famili Cyprinidae ditemukan paling mendominasi di ketiga stasiun penelitian. Hal ini disebabkan kondisi perairan Sungai Bingei cocok sebagai habitat untuk famili Cyrinidae. Menurut Kottelat et al. 1993, famili Cyprinidae merupakan penghuni terbesar ikan air tawar yang memiliki adaptasi yang cepat terhadap perubahan kondisi perairan. Ikan yang didapatkan di setiap stasiun berjumlah 4 spesies namun ditemukan berbeda spesies. Oreochromis niloticus hanya dijumpai di stasiun 2 dan 3 karena ikan tersebut lebih menyukai perairan yang tenang dan juga menyukai substrat berupa pasir dan berlumpur untuk membantu pertumbuhan ikan tersebut. Hampala macrolepidota hanya dijumpai di stasiun 3 karena ikan tersebut memiliki sifat yang hidupnya lebih banyak di perairan yang memiliki kecepatan arus yang tenang dan berbatu sedangkan Mystacoleucus marginatus dan Tor tambroides hanya terdapat di stasiun 1 karena kedua ikan ini memiliki sifat yang sama yaitu hidup di diperairan yang memiliki arus yang deras dan berbatu Haryono Jojo, S, 2008. Mystus nemurus dan Glypthotorax platygonoides ditemukan di ketiga stasiun penelitian. Hal ini dikarenakan bahwa Universitas Sumatera Utara 23 ikan Mystus nemurus dan Glypthotorax platygonoides memiliki sifat yang hampir sama yaitu hidup di perairan yang berarus dan hidup di balik bebatuan. Karakteristik morfologi dari masing-masing ikan yang diperoleh di ketiga stasiun penelitian:

1. Oreochromis niloticus Nila

Panjang total: 5-13,7; panjang standar: 3,1-10,4; panjang kepala: 1,1-1,8; tinggi badan: 1,8-3,9; panjang ekor: 0,8-1,5; lebar bukaan mulut: 1,5-2,5; tipe ekor membundar, tipe sisik sikloid dan bentuk tubuh fusiform Gambar 4. Ikan ini memiliki sirip punggung yang tajam dan memanjang. Memiliki garis warna kehitaman tegak pada sirip ekor dan beberapa pita warna di badan. Kottelat et al., 1993. Gambar 4. Oreochromis niloticus

2. Hampala macrolepidota Hampala

Panjang total: 5,2-12,2; panjang standar: 3-9,2; panjang kepala: 1-1,6; tinggi badan: 1,1-2,2; panjang ekor: 1,2-1,4; tipe ekor homocercal; tipe sisik sikloid; bentuk tubuh compressedform; memiliki mulut yang besar dengan lebar bukaan mulut: 1,4-2 , celahnya memanjang melampaui garis vertikal yang melalui pinggiran depan mata. 25-30 sisik pada gurat sisi, Tubuh berwarna kuning keperakan Gambar 5. Ikan ini memiliki pita hitam di tengah tubuh dan siripnya berwarna jingga dan dibagian tepi sirip ekor berwarna hitam. Kottelat et al., 1993. Universitas Sumatera Utara 24 Gambar 5. Hampala macrolepidota

3. Mystacoleucus marginatus Cencen

Panjang total: 7,5-12,7; panjang standar: 4,6-8,7; panjang kepala: 1,4-2; tinggi badan: 1,5-2,6; panjang ekor: 1,5-2; lebar bukaan mulut: 1,3-2,5; tipe ekor homocercal; tipe sisik sikloid; bentuk tubuh compressdform; bibir bagian atasnya terpisah dari moncongnya oleh suatu lekukan yang jelas, pangkal bibir tertutup oleh lipatan kulit moncong, memiliki empat sungut Gambar 6. Perut pipih dan bergeligir tajam berawal dari pangkal sirip dubur hingga sirip dada. Sisik-sisik pada punggungnya tidak memanjang kearah depan garis mata, ciri khas ikan memiliki duri mendatar di depan sirip punggung Kottelat et al., 1993. Gambar 6. Mystacoleucus marginatus Universitas Sumatera Utara 25

4. Puntius lateristriga Seluang

Panjang total: 5-11,4 cm; panjang standar: 3-8,1 cm; panjang kepala: 1-1,9 cm; panjang ekor: 1,1-2 cm; tinggi badan: 1,2-1,8 cm; lebar bukaan mulut: 1-1,9 cm; tipe ekor homocercal; tipe sisik sikloid; bentuk tubuh compressdform; warna dasar tubuhnya kuning muda keperakan-perakan, memiliki sebuah sirip ekor yang simetris, sebuah sirip punggung dan sepasang sirip perut Gambar 7. Tanda lainnya yang agak menonjol adalah terdapatnya sapuan warna hitam secara melintang dan membujur dibagian badan ikan. Ikan ini berwarna kuning dengan dua pita warna tegak di bagian depan badan; sebuah garis memanjang di bagian belakang badan. Kottelat et al., 1993. Gambar 7. Puntius saleristriga

5. Tor tambroides Jurung

Panjang total:9,1-14; panjang standar: 7- 11,8; panjang kepala: 1,5-2,2; tinggi badan: 2-3,5; panjang ekor: 1,6-2,5; lebar bukaan mulut: 1,8-2,6; tipe ekor homocercal, tipe sisik sikloid; bentuk tubuh compressdform Gambar 8; tipe mulut inferior. Warna kuning keperakan di bagian atas tubuh dan bagian bawah berwarna putih. Bentuk stream line yang memungkinkannya hidup di perairan sungai berbatu dan berarus deras. Hidup di perairan sungai berair jernih Kottelat et al., 1993. Universitas Sumatera Utara 26 Gambar 8. Tor tambroides

6. Mystus nemurus Baung

Morfologi: panjang total: 6,9-13,3; panjang standar: 5-10; panjang kepala: 1,5-2,4; tinggi badan: 1,8-2,5; panjang ekor: 1,6-2,7; lebar bukaan mulut: 1,2-2,2; tipe ekor homocercal, bentuk tubuh anguilliform Gambar 9, tipe mulut inferior, kepala pipih datar. Tubuh agak pipih dan memanjang berwarna hitam serta licin. Sekilas mirip dengan ikan patin Kottelat et al., 1993. Gambar 9. Mystus nemurus

7. Glypthotorax platygonoides Lele Merah

Morfologi: panjang tota: 6-14,3; panjang standar: 3,9-11,6; panjang kepala: 1,2-2,3; tinggi badan: 1,5-2,7; panjang ekor: 1,6-2,5; lebar bukaan mulut: 1,8-2,2; tipe ekor homocercal, bentuk tubuh anguilliform Gambar 10, tipe mulut inferior, kepala pipih dan tubuh datar. Ikan ini memiliki lipatan-lipatan kulit sebagai alat penempel. Warna tubuh hitam dengan bercak coklat kekuningan Universitas Sumatera Utara 27 dengan permukaan tubuh licin dan badan badan tertutup oleh butir-butir kasar Kottelat et al., 1993. Gambar 10. Glypthotorax platygonoides

4.1.1 Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Ikan

Nilai kepadatan, kepadatan relatif, dan frekuensi kehadiran ikan yang diperoleh di setiap stasiun di Sungai Bingei cukup bervariasi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data kepadatan indm 2 No , kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran ikan pada setiap stasiun pengamatan di Sungai Bingei Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 K KR FK K KR FK K KR FK 1 Oreochromis niloticus - - - 0,013 38,46 16,67 0,011 40 13,33 2 Hampala macrolepidota - - - - - - 0,008 30 10 3 Mystacoleucus marginatus 0,013 27,78 16,67 - - - - - - 4 Puntius lateristriga - - - 0,005 15,38 6,67 - - - 5 Tor tambroides 0,016 33,33 20 - - - - - - 6 Mystus nemurus 0,011 22,22 13,33 0,005 15,38 6,67 0,005 20 6,67 7 Glypthotorax platygonoides 0,008 16,67 10 0,011 30,77 13,33 0,003 10 3,33 Total 0,048 100 - 0,034 100 - 0,027 100 - Tabel 3 menunjukkan bahwa ikan Mystacoleucus marginatus dan Tor tambroides hanya terdapat pada stasiun 1 dan tidak ditemukan pada stasiun 2 dan 3. Hal ini disebabkan ikan Mystacoleucus marginatus dan Tor tambroides merupakan ikan yang memiliki sifat yang sama yaitu hidup di perairan yang memiliki arus yang deras dan berbatu. Menurut Haryono Jojo, S. 2008, habitat ikan Tor Universitas Sumatera Utara 28 tambroides ukuran kecil sampai sedangremaja dengan karakteristik dasar perairan bebatuan, arus air sedang sampai deras dan warna air jernih. Hal ini juga sesuai dengan stasiun 1 yang memiliki kecepatan arus sebesar 1,2 mdetik dan perairan yang bersih karena merupakan stasiun kontrol yang memiliki kualitas air yang lebih baik dari stasiun 2 dan 3 seperti suhu, oksigen terlarut, pH dan BOD. Menurut Susilawati 2001, Mystacoleucus marginatus merupakan ikan yang menyukai habitat perairan berarus dan berbatu. Ikan Puntius lateristriga hanya ditemukan pada stasiun 2 dan tidak ditemukan pada stasiun 1 dan 3. Hal ini dapat di sebabkan ikan ini cocok hidup di habitat yang memiliki kecepatan arus yang rendah dan di habitat yang memiliki kadar nitrat yang tinggi dan stasiun 2 memiliki nilai nitrat yang lebih tinggi dari staiun 1 dan 3 sebesar 1,2 mgl. Menurut Samuel dan Adjie 2007, area yang lebih luas sering memiliki variasi habitat yang lebih besar. Tidak ditemukannya ikan dalam suatu habitat juga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kehadiran hewan lain pemangsa dan pesaing, ketidakcocokan habitat, perilaku dan faktor kimia-fisika lingkungan yang berbeda di luar kisaran toleransi jenis ikan yang bersangkutan. Ikan Hampala macrolepidota hanya ditemukan pada stasiun 3 dan tidak ditemukan pada stasiun 1 dan 2. Hal ini disebabkan karena ikan Hampala macrolepidota memiliki sifat yang hidupnya lebih banyak di perairan yang memiliki kecepatan arus yang tenang dan berbatu. Pada stasiun 2 dan stasiun 3 ditemukan ikan Oreochromis niloticus yang tidak ditemukan di stasiun 1. Hal ini di sebabkan ikan nila lebih menyukai daerah berarus lambat atau perairan yang tenang dan lebih menyukai substrat berupa pasir dan berlumpur yang dapat membantu pertumbuhan ikan tersebut. Menurut Susanto 2002 dalam Hasmardi 2003, ikan nila Oreochromis niloticus merupakan ikan sungai atau danau yang cocok di pelihara di perairan tenang dimana kecepatan arus pada satasiun 2 dan 3 lebih rendah yaitu 0,61-0,78 mdetik. Ikan Mystus nemurus dan Glypthotorax platygonoides ditemukan di ketiga stasiun penelitian. Hal ini dikarenakan bahwa ikan Mystus nemurus dan Glypthotorax platygonoides memiliki sifat yang hampir sama yaitu hidup di perairan yang berarus dan hidup di balik bebatuan. Menurut Kottelat et al. 1993, ikan Glypthotorax platygonoides merupakan ikan yang umumnya dapat Universitas Sumatera Utara 29 beradaptasi dengan air berarus deras dan dapat bersembunyi menyelinap di bawah bebatuan. Pada stasiun 1 ikan Tor tambroides memiliki nilai kepadatan tertinggi dengan nilai 0,016 indm 2 Pada stasiun 2 dan stasiun 3 spesies Oreochromis niloticus mempunyai nilai K, KR dan FK tertinggi. Hal ini disebabkan ikan nila lebih menyukai daerah berarus lambat atau perairan yang tenang dan lebih menyukai substrat berupa pasir dan berlumpur yang dapat membantu pertumbuhan ikan tersebut. . Hal ini dapat disebabkan karena ikan Tor tambroides memiliki sifat yang dapat hidup di perairan yang memiliki kecepatan arus deras ,berbatu dan memiliki kualitas air yang baik seperti nilai kelarutan oksigen, pH, nitrat dan fosfat. Ikan Tor tambroides memiliki morfologi diantarannya mempunyai kepala dan mulut yang besar, kepala agak memanjang dan di duga untuk menyesuaikan dengan habitat yang berarus agar mudah dalam berenang Haryono, 2009. Sementara itu, rendahnya nilai K, KR dan FK spesies Glypthotorax platygonoides dapat disebabkan kurang efisiennya pengambilan sampel di lokasi ini karena ini cenderung bersembunyi di balik bebatuan sehingga sulit ditangkap dengan menggunakan jala. Menurut Septiano 2006, jenis ikan yang relatif mampu beradaptasi seperti ikan berod, kehkel, gabus ataupun beunteur adalah jenis ikan yang pada umumnya tinggal di dasar perairan sungai. Ikan dapat mengetahui adanya arus air hanya apabila ikan tersebut berada pada lapisan dimana mereka berada dan menyentuh dasar perairan. Ikan-ikan yang relatif tinggal di kolom permukaan sungai tidak mengembangkan struktur morfologi atau tingkah laku yang diperlukan untuk bertahan hidup dari arus sungai yang kuat. Hasil pengukuran faktor-fisik kimia Tabel 7, menunjukkan bahwa Sungai Binge masih ideal untuk kehidupan organisme air, dapat dilihat dari oksigen terlarut berkisar 6,7-7,2 mgl, nilai kelarutan oksigen yang berkisar antara 5-9 mgl cukup bagi proses kehidupan biota perairan Sanusi, 2004, derajat keasaman berkisar 6,9-7,3 merupakan derajat keasaman yang ideal bagi kehidupan organisme air, nitrat yang terdapat di Sungai Binge berkisar 1,0-1,2 mgl masih memenuhi standar baku mutu air kelas 1 dan fosfat berkisar 0,03-0,07 masih memenuhi standar kualitas air untuk mendukung kehidupan organisme air. Universitas Sumatera Utara 30

4.1.2 Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner dan Indeks Keseragaman

Nilai indeks keanekaragaman H’ dan indeks keseragaman E ikan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Data Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E. Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 H’ 1,355 1,306 1,279 E 0,977 0,942 0,923 Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai keanekaragaman di ketiga stasiun berkisar antara 1,279-1,355. Menurut Krebs 1985, nilai indeks keanekaragaman H’ berkisar antara 0-2,302 menandakan keanekaragamannya rendah. Nilai keanekaragaman di setiap stasiun dipengaruhi oleh jumlah individu, jumlah spesies dan penyebaran individu dari masing-masing spesies. Rendahnya nilai keanekaragaman di lokasi penelitian lebih disebabkan faktor jumlah individu dan jumlah spesies yang sedikit sedangkan penyebaran spesies relatif merata. Menurut Barus 2004, suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah. Indeks Keanekaragaman H’ tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 1,355 sedangkan yang terendah pada stasiun 3 yaitu sebesar 1,279. Hal ini disebabkan stasiun 1 memiliki kondisi yang baik untuk keberadaan ikan, menurut Rifai et al. 1983 dalam Gultom 2010, keanekaragaman ikan pada habitatnya didukung oleh faktor biotik lingkungan dan faktor abiotik. Menurut Jukri et al. 2013, indeks keanekaragaman H’ adalah keanekaragaman yang menunjukkan banyak tidaknya jenis dan individu yang ditemukan pada suatu perairan dan distribusi dari masing-masing spesies, artinya semakin besar jumlah jenis, jumlah dan distribusi spesies organisme maka nilai indeks keanekaragaman H’ semakin tinggi. Nilai Indeks Keseragaman E pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada Tabel 4 berkisar antara 0,923-0,977. Nilai ini adalah tergolong baik karena nilainya berada diantara 0-1 yang menyatakan bahwa ikan tersebar merata. Indeks keseragaman E digunakan untuk mengetahui kemerataan proporsi masing- Universitas Sumatera Utara 31 masing jenis ikan di suatu ekosistem, menurut Jukri et al. 2013 nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Kriteria nilai indeks keseragamannya yaitu jika E mendekati 0 maka kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda dan jika E mendekati 1 maka kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing- masing spesies relatif sama.

4.1.3 Indeks Similaritas Ikan IS

Nilai indeks similaritas ikan IS pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Data Indeks Similaritas IS di setiap stasiun IS Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 1 - 50 50 Stasiun 2 - - 75 Stasiun 3 - - - Tabel 5 menunjukkan nilai indeks similaritas antar stasiun. Indeks similaritas tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan stasiun 3 yaitu sebesar 75 yang artinya kedua stasiun memiliki kesamaan spesies yang sangat mirip. Sedangkan indeks similaritas terendah terdapat stasiun 1 dan stasiun 2 dan juga pada stasiun 1 dan stasiun 3 yaitu sebesar 50 yang artinya antara kedua stasiun tidak mirip. Ketidak-miripan antara kedua stasiun dapat disebabkan karena kondisi lingkungan perairan di kedua stasiun berbeda sedangkan kemiripan kedua stasiun juga disebabkan kondisi lingkungan yang sama. Menurut Fachrul 2007, organisme air termasuk ikan, cenderung memilih bagian perairan yang sesuai dengan lingkungannya. Michael 1995, menyatakan bahwa untuk melihat tingkat kesamaan dari 2 sampling area yang berbeda, dapat dilakukan dengan menggunakan indeks similaritas yakni apabila IS25 dikatakan sangat tidak mirip, IS25-50 dikatakan tidak mirip, IS50-75 dikatakan mirip dan IS75-100 dikatakan sangat mirip. Menurut Menurut Odum 1971 dalam Muchlisin dkk 2010, nilai indek kesamaan komunitas ikan berkisar 0-100, jika nilainya mendekati 0 maka tingkat kesamaannya rendah dan sebaliknya jika mendekati 100 maka tingkat kesamaannya tergolong tinggi. Universitas Sumatera Utara 32

4.1.4 Hubungan Panjang-Berat Ikan

Hubungan panjang-berat ikan digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan pada masing-masing stasiun. Hubungan panjang-berat ikan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Data hubungan panjang-berat ikan No Spesies b Pola pertumbuhan 1 Oreochromis niloticus 13,654 Allometrik + 2 Hampala macrolepidota 0,2 Allometrik - 3 Mystacoleucus marginatus 1,102 Allometrik - 4 Puntius lateristriga 0,523 Allometrik - 5 Tor tambroides 6,022 Allometrik + 6 Mystus nemurus 0,327 Allometrik - 7 Glypthotorax platygonoides 3,844 Allometrik + Keterangan: tanda - allometrik negatif, tanda + allometrik positif Tabel 6 dan Gambar 11 menunjukkan pola pertumbuhan seluruh spesies ikan di Sungai Bingei adalah berbeda-beda yaitu Oreochromis niloticus, Tor tambroides dan Glypthotorax platygonoides bersifat allometrik positif yang artinya adalah pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan panjang sedangkan Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Puntius lateristriga dan Mystus nemurus bersifat allometrik negatif yang artinya adalah pertambahan panjang lebih dominan atau lebih cepat dibandingkan berat Efenddi, 2002. Hal ini mungkin disebabkan pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh kualitas suatu perairan. Menurut Rahardjo et al. 2011 pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dalam dan faktor ekstrinsik luar. Faktor intrinsik adalah faktor yang timbul dari dalam diri ikan itu sendiri, meliputi antara lain sifat keturunan, umur, ukuran, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor ekstrinsik meliputi sifat fisik dan kimiawi perairan serta komponen hayati seperti ketersediaan makanan dan kompetisi. Pengaruh masing-masing faktor ekstrinsik di alam sulit dipisahkan satu dari yang lain, karena sering bekerja bersama dalam menimbulkan pengaruh. Universitas Sumatera Utara 33 Gambar 11. Pola pertumbuhan jenis-jenis ikan yang diperoleh pada ketiga stasiun: a. Oreochromis niloticus, b. Hampala macrolepidota, c. Mystacoleucus marginatus, d. Tor tambroides, e. Mystus nemurus dan f. Glypthotorax platygonoides Hubungan panjang-berat ikan dapat dilihat keeratannya pada Tabel 6 yaitu ikan Oreochromis niloticus, Tor tambroides dan Glypthotorax platygonoides memiliki nilai b antara 3,884-13,654 yang bersifat allometrik positif artinya pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan panjang. Apabila nilai b -20 20 40 60 5 10 15 B era t g r Panjang cm a 5,6 5,8 6 6,2 11 11,5 12 12,5 B era t g r Panjang cm b 10 20 30 5 10 15 B era t g r Pangang cm c 10 20 30 5 10 15 B era t g r Panjang cm d 5 10 15 5 10 15 B era t g r Panjang cm e 2 4 6 8 13 13,5 14 14,5 B era t g r Panjang cm f Universitas Sumatera Utara 34 3 maka hubungan panjang-berat ikan bersifat allometrik positif yang artinya pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan panjang. Nilai b 3 maka hubungan panjang-berat ikan bersifat allometrik negatif yang artinya pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan berat. Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan ikan yang lebih dominan untuk diam tanpa melakukan banyak pergerakan sesuai dengan arus dalam perairan. Hubungan panjang-berat ikan Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Puntius lateristriga dan Mystus nemurus bersifat allometrik negatif. Adanya perbedaan hubungan panjang- berat ikan di atas dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan untuk ikan tersebut, suhu perairan, dan faktor kimia perairan. Haetami et al. 2005, juga menyatakan bahwa suhu air mempengaruhi seluruh kegiatan dan proses kehidupan ikan yang meliputi pernapasan, reproduksi dan pertumbuhan. Jika suhu air meningkat sampai batas tertentu, maka laju metabolisme meningkat yang pada gilirannya meningkatkan komsumsi dan pertumbuhan ikan. Menurut Shukor et al. 2008, ikan yang hidup di perairan arus deras umumnya memiliki nilai b yang lebih rendah dan sebaliknya ikan yang hidup pada perairan tenang akan menghasilkan nilai b yang lebih besar. Besar kecilnya nilai b juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif Muchlisin et al.,2010. Hubungan panjang-berat ikan juga dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia sehingga dapat mempengaruhi pola pertumbuhan ikan, menurut Haetami et al. 2005, suhu air mempengaruhi seluruh kegiatan dan proses kehidupan ikan yang meliputi pernapasan, reproduksi dan pertumbuhan. Jika suhu air meningkat sampai batas tertentu, maka laju metabolisme meningkat yang pada gilirannya meningkatkan komsumsi dan pertumbuhan ikan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuninggsih dan Deny 2004 di Sungai Bahorok Kabupaten Langkat, yang mana pola pertumbuhan ikan jurung didapatkan mengarah kepada allometrik positif. Ikan Oreochromis niloticus, Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, dan Puntius saleristriga memiliki nilai R 2 yaitu antara 0,9501-1 yang artinya apabila nilai R 2 mendekati atau sama dengan 1 100 hubungan panjang Universitas Sumatera Utara 35 dan berat ikan sangat kuat. Sedangkan ikan Tor tambroides, Mystus nemurus dan Glypthotorx platygonoides memiliki nilai R 2 yaitu antara 0,722-0,871 yang artinya apabila nilai R 2 menjauhi 1 100 maka hubungan panjang dan berat ikan kurang erat. Menurut Haetami, et al. 2005, nutrisi merupakan faktor pengontrol dan ukuran ikan mempengaruhi potensi tumbuh suatu individu. Menurut Lagler 1972 dalam Gonawi 2009, suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya, ketersediaan makanan merupakan faktor yang menentukan jumlah dan dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan.

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan