28
BAB II SEJARAH BERDIRINYA RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING
PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA
2.1 Gambaran Umum Sumatera Timur
Daerah Sumatera Timur merupakan daerah dataran rendah yang sangat luas. Luas seluruh daerah Sumatera Timur adalah 31.715 km persegi.
10
Banyak sungai- sungai yang bermuara ke Selat Malaka. Di sepanjang sungai itu, terutama di muara
sungai ditumbuhi pohon nipah dan bakau yang lebat. Sungai yang berhulu di Dataran Tinggi Karo dan Simalungun tersebut membawa sisa-sisa debu halus, pasir, serta
tanah gembur. Endapan Lumpur yang dibawa sungai-sungai tersebut luasnya rata-rata sekitar 30 Km.
11
Hal ini menyebabkan daerah Pantai Timur bertambah luas masuk ke Selat Malaka. Tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur Sumatera ini menjadi lahan
subur untuk pertanian Hingga pertengahan abad ke-19 Sumatera Timur dihuni oleh kelompok etnis
Melayu, Batak Karo, dan Simalungun. Mereka inilah yang disebut penduduk asli Sumatera Timur.
12
Etnis Melayu sendiri menempati sepanjang pesisir pantai Timur Sumatera mulai dari perbatasan Aceh Tamiang sampai ke Siak. Sesuatu yang khas
dari raja-raja Melayu adalah kemampuannya menjalin hubungan dengan suku-suku lain yang saling menguntungkan tanpa harus mengorbankan identitas mereka. Hal
10
Karl J. Pelzer, Toen Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan, Jakarta: Sinar Harapan, 1985. hal. 31.
11
Ibid., hal. 34.
12
Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera Timur, Jakarta: Sinar Harapan, 1987. hal. 87.
Universitas Sumatera Utara
29 inilah yang membuat etnis Melayu mampu berkuasa di bandar-bandar Pantai Timur
Sumatera. Orang Batak Karo menempati dataran tinggi Karo yang tidak mengenal sistem pemerintahan kerajaan. Sedangkan orang Simalungun tinggal di dataran tinggi
Simalungun. Orang Simalungun telah memiliki lembaga pemerintahan kerajaan. Orang Simalungun ada yang menetap di daerah-daerah kerajaan Melayu, bahkan ada
yang sudah ‘memelayukan’
13
diri.
14
Kerajaan-kerajaan yang terdapat di Sumatera Timur adalah Kerajaan Melayu, Deli, Serdang, Asahan, Langkat, Kualoh, Bilah, Panai, Kota Pinang, Indrapura,
Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh, Suku Dua, Pelalawan, Bedagai, Padang dan Kerajaan Rokan, Tambusai, Kepenuhan, Rambah, Kuntur Dar Es Salam dan
Senggigi, Lima Urung Deli, Sinembah, Sunggal, Percut, dan Hamparan Perak. Di kawasan Dataran Tinggi Simalungun terdapat kerajaan Dolok Silau, Silimakuta,
Purba, Raya, Pane, Siantar, dan Tanah Jawa. Di daerah Tanah Karo terdapat Sibayak yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kerajaan. Sibayak itu adalah Sibayak
Kutabuluh, Sarinembah, Lingga, Suka, dan Barus Jahe.
15
13
Memelayukan diri adalah meninggalkan identitas kesukuan asli dan masuk menjadi etnis melayu. Untuk dapat menjadi etnis Melayu, seseorang cukup beragama Islam dan mengikuti adat
resam budaya Melayu.
14
Suprayitno, Mencoba Lagi Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Terawang Press, 2001. hal. 15-17.
15
Ibid., hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
30
2.3 Sejarah Perkebunan Tembakau di Sumatera Timur
Tanaman tembakau pertama kali ditanam di Deli oleh seorang pegawai Belanda bernama Jacobus Nienhuys pada tahun 1864. Hal ini tidak terlepas dari peran
Said Abdullah bin Umar Bilsagih
16
yang mengajak pedagang Belanda di Jawa untuk membeli dan menanam tembakau di Deli.
17
Pada bulan Juli tahun 1963 datanglah pedagang tembakau dari Jawa termasuk Jacobus Nienhuys dengan kapal Josephine
dari Firma Van Leeuwen en Mainz Co ke Kuala Deli.
18
Mereka mendapat kontrak selama 20 tahun dari Sultan Deli untuk menanam tembakau.
Pada awal berdirinya perusahaan perkebunan, usaha Jacobus Nienhuys mengalami kegagalan karena masalah gaji buruh yang sangat tinggi. Pada akhirnya
Jacobus Nienhuys memutuskan untuk memulai usahanya sendiri dengan bantuan modal dari Tuan Van Den Arend.
19
Jacobus Nienhuys memulai usaha barunya di Martubung dengan jumlah pekerja 120 orang buruh Tionghoa dari Penang dan 23
orang Melayu.
20
Tembakau yang ditanam di Deli ini ternyata memiliki prospek yang baik.
16
Said Abdullah adalah putera seorang pedagang kaya dari Arab yang tinggal di Surabaya. Hidupnya boros dan senang akan petualangan. Tahun 1863, Abdullah berlayar dengan tujuan
Singapura-Siak-Kalkuta, namun dalam pelayaran kapalnya diterjang badai dan terdampar di dekat pantai Deli. Akhirnya dia dinikahkan dengan saudara perempuan Sultan Deli dan menjadi salah
seorang keluarga Sultan. Lihat: Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur Tahun 1800-1975, Bandung: Alumni, 1978, hal. 36, Lihat juga: T.
Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan: tanpa penerbit, tanpa tahun terbit, hal. 206.
17
T. Luckman Sinar Basarshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan: tanpa penerbit, tanpa tahun terbit. hal. 206.
18
Ibid., hal. 207
19
Ibid.
20
Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur Tahun 1800-1975, Bandung: Alumni, 1978. hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
31 Pada bulan Maret 1864, contoh daun tembakau Deli yang pertama tiba di
Rotterdam, Belanda. Sambutan para pedagang tembakau terhadap daun tembakau Deli sangat memuaskan karena kualitas daun yang baik dan daya bakar yang juga
baik. Keuntungan besar yang diperoleh menyebabkan banyak maskapai-naskapai asing datang untuk menanam tembakau di Deli. Tahun 1866, dibentuklah
perkongsian antara C.W. Janssen, P.W. Clemen dan Jacobus Nienhuys, bernama Deli Maatschappij yang semakin diperkuat oleh kehadiran J.T. Cremer dengan kuli-kuli
Cina dan India yang didatangkan dari Penang.
21
Pada tahun 1872, di Deli telah terdapat 13 perkebunan tembakau, satu di Langkat dan satu di Serdang. Tahun 1874-1884 terjadi penambahan perkebunan yang
pesat di Deli menjadi 44 perkebunan, 20 di Langkat, sembilan di Serdang, dua di Bedagai dan satu di Padang.
22
Galang Tobacco Cy Ltd membuka perkebunan di Serdang, Tuan De Floris dan Hordijk membuka perkebunan di Ramunia, Tuan J.
Van Der Sluis membuka perkebunan di Perbaungan dan Tuan Naeher dan Grob membuka kebun di Tanjong Morawa Kiri, Petumbak, Sei Bahasa dan Tadukan
Raga.
23
Dalam waktu yang relatif singkat, pohon-pohon di hutan ditebang untuk persiapan lahan dan banyak kebun tembakau didirikan. Setelah berdirinya Deli
Maatschappij, pada tahun 1875 berdiri pula perusahaan Deli Batavia Maatschappij, Tabak Maatschappij Arendburg tahun 1877 dan Senembah Maatschappij pada tahun
1889, serta banyak perusahaan tembakau lainnya. Sampai tahun 1889, tercatat telah
21
T. Luckman Sinar Basarshah II, Op.Cit, hal. 210.
22
Mahadi, Op.Cit, hal. 39.
23
T. Luckman Sinar Basarshah II, Op.Cit, hal. 311-312.
Universitas Sumatera Utara
32 ada 170 perkebunan besar maupun kecil. Perkebunan-perkebunan tersebut tersebar di
wilayah Siak, Asahan, Serdang, Deli dan Langkat. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah perkebunan semakin berkurang.
Beberapa perkebunan tidak dapat bertahan dalam persaingan dengan perkebunan- perkebunan yang berada pada tanah-tanah yang baik, yaitu tanah-tanah yang terletak
di antara dua sungai besar, yaitu Sungai Ular Serdang dan Sungai Wampu Langkat. Di luar kawasan itu, satu persatu perusahaan gulung tikar dan mengalihkan
usahanya pada budidaya lainnya, seperti karet karena tanahnya tidak cocok untuk tanaman tembakau.
2.4 Maskapai Perkebunan Senembah
Maskapai Perkebunan Senembah Senembah Maatschappij merupakan maskapai perkebunan yang didirikan tahun 1889 untuk meneruskan usaha
perkebunan yang dimiliki oleh Firma Naeher Grob. Maskapai ini memiliki kebun yang ada di Tanjung Morawa, Tanjung Morawa Kiri, Sei Bahasa, Batang Kuis,
Gunung Rinteh dan Petumbak.
24
Pada tahun-tahun awal berdirinya Senembah Maatschappij masih dibantu oleh Deli Maatschappij dalam hal pembiayaan dan
untuk menjual tembakau mereka ke pasaran. Firma Naeher Grob merupakan usaha bersama dua orang asing, yaitu
Hermann Naeher, seorang pedagang di Sicilie yang berkebangsaan Beier dan Karl
24
Ibid., hal. 315.
Universitas Sumatera Utara
33 Furchtegott Grob, pendiri onderneming Helvetia yang berkebangsaan Swiss.
25
Pada tahun 1871 mereka mendapat kontrak tanah dari Serdang seluas 7588 bahu
26
. Tahun 1876 lahan mereka ditambah dengan sebidang tanah yang terletak di Deli, kemudian
pada tahun 1886 semakin meluas ke gunung-gunung dan ke pantai, sehingga luas wilayah mereka menjadi 31.563 bahu pada tahun 1889.
27
Letak kebun-kebun
Naeher Grob yang kebanyakan berada di tepi sungai Belumai mendatangkan keuntungan tersendiri bagi maskapai ini, mereka tidak
memerlukan pembukaan jalan menuju ke Medan untuk pemasukan barang maupun pengeluaran hasil-hasil perkebunan. Pada waktu itu, sungai Belumai merupakan
sungai yang baik untuk dilayari. Di muara sungai Belumai terdapat kebun-kebun nipah yang juga mereka manfaatkan untuk keperluan atap bagi gudang-gudang
tembakau mereka. Kemajuan
Firma Naeher Grob ini disebabkan karena tanah-tanah yang
mereka miliki menghasilakan daun-daun tembakau yang besar, berat dan berwarna gelap yang pada waktu itu lebih disukai oleh orang-orang Eropa. Kondisi inilah yang
menyebabkan Firma Naeher Grob mengalami kemajuan yang pesat. Namun hal ini tidak berlangsung lama, sebab sekitar tahun 1887 terjadi perubahan selera pada
orang-orang Eropa. Selera mereka berubah menjadi lebih menyukai tembakau yang berwarna cerah.
28
25
C.W. Janssen, Senembah Maatschappij 1889-1914, Amsterdam:Drukkerij vh Roeloffzen- Hübner en Van Santen, 1914. hal. 1.
26
Istilah aslinya adalah bouws yaitu satuan seluas 7096,50 M²
27
Ibid.
28
Ibid., hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
34 Menjelang tahun 1888, suhu udara yang panas dan kering menghasilkan
produksi tembakau yang berat dan besar, sehingga pada tahun itu terjadi penurunan harga tembakau. Harga yang buruk ini cukup membuat Firma Naeher Grob
mengalami kerugian yang besar. Kesehatan Karl Furchtegott Grob yang pada waktu itu yang juga sedang tidak baik mengakibatkan Naeher Grob berniat untuk menjual
Firma yang telah mereka dirikan. Mereka memberitahukan rencana penjualan Firma mereka kepada Deli
Maatschappij. Pimpinan Deli Maatschappij menyarankan agar mereka menjual milik mereka pada Perseroan Terbatas yang mereka bentuk sendiri dengan harga yang telah
mereka sepakati. Naeher Grob menerima saran tersebut, maka berdasarkan izin kerajaan tanggal 30 September 1889 resmilah seluruh kebun milik Naeher Grob
menjadi milik Senembah Maatschappij dengan Jacobus Nienhuys dan C.W. Janssen sebagai direksi, sedangkan yang menjadi komisaris yaitu J. T. Cremer, H. Naeher, G.
E. Haarsma, A. L. Wurfbain dan R. Von Seutter.
29
Pada awal terbentuknya Senembah Maatschappij, Naeher Grob sempat ragu akan perkembangan maskapai ini. Hal ini disebabkan karena perubahan selera
orang-orang Eropa terhadap tembakau dan kondisi cuaca yang buruk pada tahun- tahun tersebut. Selama beberapa tahun sejak berdirinya, Senembah Maatschappij
masih mendapat bantuan dana dari Deli Maatschappij. Namun, setelah beberapa tahun berlalu, hasil yang diperoleh dari Senembah Maatschappij jauh melebihi apa
yang diharapkan oleh para pendirinya. Sebab, walaupun tanah-tanah yang dimiliki oleh Senembah Maatschappij tidak sama dan bahkan ada yang berada di bawah mutu
29
Ibid., hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
35 tanah-tanah Deli Maatschappij, tetapi tembakau hasil perkebunan Senembah masih
tergolong yang paling baik dari tembakau-tembakau Pantai Timur.
30
Pada tahun awal berdirinya Senembah Maatschappij yaitu tahun 1889 luas tanah yang dimiliki oleh maskapai ini seluas 31.563 bahu. Tahun 1897 luas tanah
yang dimiliki Senembah Maatschappij bertambah menjadi 50.994 bahu, dimana 40.340 terletak di Serdang dan sisanya 10.654 bahu berada di Deli.
31
Penambahan luas wilayah perkebunan ini menunjukkan bahwa Senembah Maatschappij telah
mengalami kemajuan dalam hal keuangan. Selain penambahan wilayah perkebunan, maskapai ini juga menambah gudang-gudang pengeringan tembakau serta
memperbaiki gudang-gudang yang lama. Hasil panen tahun–tahun berikutnya yang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, tidak lagi menjadi ancaman berarti bagi
maskapai ini. Cadangan dana yang mereka miliki membuat Senembah Maatschappij mampu mengatasi masa-masa sulit tanpa bantuan dari Deli Maatschappij.
2.5. Kondisi Buruh Perkebunan Maskapai Senembah
Faktor yang sangat penting dalam suatu proses produksi adalah tenaga kerja. Tenaga kerja untuk proses produksi tanaman perkebunan dikenal dengan istilah kuli
atau buruh perkebunan. Pada umumnya buruh perkebunan dipekerjakan untuk pembukaan lahan, menanam, merawat, mengangkut hasil produksi dan
mengeringkannya. Penanaman tembakau menggunakan sistem ladang berpindah, dimana setelah satu kali proses produksi tembakau, maka lahan tersebut ditinggalkan
30
Ibid.
31
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
36 dan dibiarkan sekitar delapan tahun lamanya baru kemudian dapat ditanami kembali.
Hal ini disebabkan karena apabila setelah selesai satu kali masa produksi tembakau, lahan tersebut langsung ditanami kembali, maka hasil produksinya tidak akan baik.
Sistem ladang berpindah tersebut menyebabkan pembukaan lahan baru dilakukan setiap tahun. Pembukaan lahan baru ini tidaklah mudah, sebab areal yang
mereka akan kerjakan adalah hutan dan rawa-rawa, sementara alat berupa mesin tidak ada, sehingga pekerjaan itu hanya dilakukan oleh tangan dan alat seadanya. Dengan
alat yang seadanya, sementara medan yang dikerjakan cukup sulit dan berbahaya menjadikan pekerjaan membuka lahan merupakan pekerjaan yang paling berat yang
dilakukan oleh para buruh. Dalam sekali proses produksi, satu tahun dibagi menjadi dua periode kerja
yaitu masa ladang yang berlangsung selama delapan bulan lebih dan sisanya adalah masa lumbung.
32
Pekerjaan untuk membuka dan menyiapkan ladang dilakukan oleh orang-orang Jawa, India dan para pekerja di sekitar perkebunan. Pekerjaan mereka
adalah membabat hutan, mencangkul dan meratakan tanah, membuat guludan tanaman dan menggali parit pembuangan air, membangun lumbung untuk
pengeringan tembakau dan membangun barak untuk tempat tinggal para kuli.
33
Tempat tinggal para kuli yang berupa barak di bangun berjajar atau membentuk bujur sangkar mengelilingi lapangan. Di lapangan tersebut didirikan
dapur umum untuk tempat memasak makanan para kuli perkebunan. Sisa-sisa sampah dan air yang tergenang menambah kotor dan baunya lingkungan tempat
32
Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial Pada Awal Abad Ke 20. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997. hal. 106.
33
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
37 tinggal serta menjadi sumber penyakit yang berbahaya, belum lagi sanitasi seadanya
berupa lubang-lubang terbuka yang dibuat tak jauh dari perumahan membuat penyakit gampang sekali muncul dan berkembang.
34
Sesuai peraturan yang ditetapkan ordonansi kuli, waktu kerja para kuli adalah sepuluh jam sehari. Namun, dalam kenyataanya mereka bekerja lebih dari sepuluh
jam sehari. Ladang yang biasanya cukup jauh dari barak tempat mereka tinggal, membuat mereka harus datang lebih awal karena mereka harus tiba tepat waktu
sesuai dengan yang telah disepakati. Kerja harian dengan sistem borong mengakibatkan mereka tidak boleh pulang sebelum pekerjaan mereka selesai. Mereka
baru diperbolehkan pulang apabila pekerjaan yang ditetapkan oleh pemimpin perkebunan telah selesai mereka kerjakan. Kondisi ini kadang menyebabkan mereka
bekerja satu atau dua jam lebih lama dari aturan yang telah ditetapkan oleh ordonansi kuli yaitu sepuluh jam sehari.
Kerja para buruh yang seperti ini tidak dibarengi dengan upah yang memadai, sehingga kehidupan para buruh semakin sulit. Kondisi ini semakin diperparah dengan
tidak mencukupinya asupan gizi yang mereka terima. Jan Bremen mengungkapkan bahwa tuan kebun cenderung memperdaya para kuli dengan tidak memberikan
kebebasan kepada kuli untuk membelanjakan upah mereka yang memang sudah rendah tersebut. Banyak perkebunan yang menggaji kulinya sebagian dengan uang
buatan sendiri berupa kertas bon atau keping logam yang hanya dapat dibelanjakan di toko kedai perkebunan sementara staf Eropa dibayar dengan gulden.
34
Ibid., hal. 121.
Universitas Sumatera Utara
38 Lebih lanjut Jan Bremen menjelaskan bahwa para pekerja harus menyediakan
makanan mereka sendiri. Gaji yang diterima dua kali sebulan dihabiskan para kuli untuk kebutuhan yang paling pokok saja yaitu makan pagi dan malam yang hanya
terdiri dari nasi saja. Karena panjangnya waktu mereka bekerja, mereka tidak lagi memiliki waktu untuk menanam sendiri sayur-sayuran atau padi. Pada masa-masa
awal berdirinya perkebunan, para kuli masih memiliki waktu senggang untuk bercocok tanam ala kadarnya. Kalaupun para kuli masih ingin bercocok tanam,
mereka akan kehilangan tenaga untuk bekerja di perkebunan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa sistem kerja di perkebunan semakin kapitalis.
2.6. Pengembangan Pelayanan Kesehatan di Maskapai Perkebunan Senembah
Setiap maskapai perkebunan besar pastinya memiliki tenaga kesehatan sendiri, tidak terkecuali maskapai perkebunan Senembah Senembah Maatschappij,
bahkan ketika perkebunan ini masih dikelola langsung oleh Naeher Grob.
35
Pada awal berkembangnya perusahaan perkebunan, tenaga kesehatan yang ada adalah juru
rawat dan peracik obat yang berasal dari India-Inggris yang didatangkan dari Penang.
36
Perlahan-lahan mereka digantikan oleh dokter-dokter Eropa. Tahun 1889 jumlah dokter-dokter Eropa di Deli sudah mencapai dua belas orang, mereka bertugas
melayani 700 orang Eropa dan puluhan ribu kuli perkebunan.
37
Senembah Maatschappij memiliki sarana pelayanan kesehatan yang berpusat di Tanjung
Morawa bernama Hospitaal Te Tandjong Morawa dan dikepalai oleh seorang dokter
35
C.W. Janssen, Op.Cit, hal. 7-8.
36
Jan Bremen, Op.Cit.
37
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
39 Jerman bernama Dr. Hauser.
38
Rumah sakit ini dibangun tahun 1882, yaitu ketika perkebunan masih dimiliki oleh Naeher Grob.
Keadaan tempat tinggal para kuli perkebunan yang kotor serta kondisi pekerjaan berat yang mereka terima, sementara asupan gizi tidak mencukupi tentunya
membuat mereka mudah terserang berbagai penyakit. Dalam bukunya yang berjudul Senembah Maatschappij 1889-1914, C.W. Janssen menjelaskan bahwa banyak para
pekerja di perkebunan yang mati karena penyakit yang mewabah. Musim panas dan musim hujan yang berkepanjangan silih berganti tak menentu ditambah buruknya
makanan menyebabkan munculnya penyakit beri- beri, kolera dan disentri. Selain tiga penyakit ini, penyakit anemia dan malaria juga banyak memakan korban. Walaupun
sudah ada tempat pelayanan kesehatan di sana, namun pelayanannya masih buruk dan cenderung tidak maksimal. Kondisi yang tidak maksimal ini tampak dari masih
adanya petinggi perkebunan orang Eropa yang mati ketika dalam masa perawatan, padahal rumah sakit ini memprioritaskan petinggi perkebunan yakni orang Eropa
untuk dilayani. Buruknya perawatan di rumah sakit juga nampak dari tidak adanya fasilitas
bahkan yang paling sederhana sekalipun yang seharusnya ada di setiap rumah sakit. Tidak ada tempat mencuci, tempat buang air besar dan kecil, pispot untuk malam
hari, lampu untuk penerangan malam hari dan juga air minum.
39
Kondisi ini menyebabkan banyak kuli yang sakit akhirnya mati di rumah sakit.
38
C.W. Janssen, Op.Cit, hal. 41.
39
Jan Bremen, Op.Cit. hal. 129.
Universitas Sumatera Utara
40 Menurut C.W. Janssen, maskapai perkebunan sebenarnya masih memiliki
saham di Nederlandsche Sanatorium ”The Crag” di Penang sehingga staf Eropa yang sakit dapat dirawat di sana. Namun ketika dalam perjalanan ke sana, ada orang
Eropa yang meninggal. Kejadian ini mendorong maskapai untuk memaksimalkan perawatan kesehatan yang ada di perkebunan. Usaha untuk memaksimalkan
pelayanan kesehatan ini dibuktikan dengan didatangkannya Dr. W.A.P. Schuffner untuk melakukan penelitian di Deli.
Dr. Schuffner ditugaskan untuk meneliti penyakit-penyakit yang mewabah di perkebunan. Dr. Schuffner memulai penelitiannya dengan mencari tahu apa hubungan
kesehatan yang buruk dengan keadaan wilayah setempat. Dengan dibantu Dr. Maurer, seorang dokter dari Deli Maatschappij, dia melakukan penelitian di
laboratorium di Medan. Penelitiannya membuahkan hasil yang menarik di bidang kesehatan tropis. Dia telah dapat menemukan apa penyebab penyakit anemia, beri-
beri, dan malaria dan bagaimana cara mengatasinya.
40
Hasil peneliatiannya diterapkan dalam lingkungan kerja di perkebunan. Kondisi kesehatan para buruh mulai diperhatikan dan pelayanan kesehatan di rumah
sakit juga semakin ditingkatkan. Tahun 1897-1901, jumlah kematian kuli menurun dari 60,2 menjadi 45,1 per 1000 orang.
41
Menurut Jan Bremen, angka ini masih cukup tinggi, namun dapat pula dikatakan menurun dibandingkan masa-masa
sebelum kedatangan Dr. Schuffner. C.W. Janssen juga mengatakan dalam bukunya
40
C.W. Janssen, Op.Cit, hal. 43.
41
Jan Bremen, Op.Cit. hal 125.
Universitas Sumatera Utara
41 bahwa keberhasilan Senembah Maatschappij dalam mengatasi penyakit perkebunan
yang mewabah adalah karena pertolongan Dr. Schuffner dengan penelitiannya. Setelah
Dr. A. Kuenen bekerja di Senembah Maatschappij, mereka mendirikan sebuah yayasan ilmu pengetahuan, yaitu Laboratorium Pathology di
Tanjung Morawa yang bergabung dengan rumah sakit Deli Maatschappij. Yayasan ini dibiayai oleh Deli Maatschappij, Senembah Maatschappij dan Medan Tabak yang
bersedia untuk melayani seluruh koloni dalam hal memberi petunjuk di bidang kesehatan. Penelitian mengenai penyakit-penyakit tropis tetap diteruskan dengan
harapan bahwa di masa depan semakin banyak ilmuwan muda yang ambil bagian dalam kegiatan penelitian mereka. Di Laboratorium ini mereka dapat
mempersiapakan diri untuk menjadi dokter yang menangani penyakit-penyakit tropis.
2.7. Nasionalisasi Maskapai Perkebunan Senembah
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka pihak kolonial meyerahkan kekuasaanya kepada Indonesia. Namun pihak kolonial tidak menyerah sampai di situ.
Mereka masih berusaha untuk masuk kembali ke Indonesia dan menanamkan kekuasaannya, termasuk menguasai kembali aset perkebunan yang telah mereka
bangun sebelumnya di Indonesia. Puncak pergolakan politik di perkebunan adalah terjadinya revolusi sosial tahun 1946, dimana banyak bangsawan kerajaan yang
menjadi korban akibat dianggap pro kepada kolonial. Pada tanggal 27 Desember 1958, Presiden Soekarno menandatangani
Undang-Undang No. 86 mengenai Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda di Indonesia. Tujuannya, selain sebagai alat politik untuk merebut kembali
Universitas Sumatera Utara
42 Irian Barat yang pada waktu itu memang masih menjadi perdebatan, juga untuk
menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia, memperkuat kemampuan nasional dan menghapus diskriminasi ekonomi serta penaklukan ekonomi kolonial.
42
Undang- Undang tersebut juga mengatur ganti rugi bagi pemilik lama untuk mencari
penyelesaian hukum di pengadilan Indonesia jika ganti rugi yang ditawarkan tidak memuaskan.
43
Pada saat perkebunan tembakau dinasionalisasi tahun 1957, tinggal dua perusahaan perkebunan tembakau yang masih bertahan, yakni Deli Maatschappij
dengan 17 kebun tembakau dan Senembah Maatschappij dengan 5 kebun tembakau.
44
Dari sekitar 76 perkebunan tanaman umur panjang yang ada di Sumatera Utara termasuk Aceh, 54 adalah perkebunan karet, 13 perkebunan kelapa sawit, lima
perkebunan teh dan empat perkebunan sisal serta tanaman berserat lainnya.
45
Nasionalisasi ini mengakibatkan terjadinya perubahan nama pada perusahaan perkebunan Belanda yaitu Deli Maatschaapij dan Senembah Maatschaapij. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1960, kedua perusahaan tersebut berubah status menjadi Perusahaan Perkebunan Nasional PPN. Deli Maatschaapij
inilah yang kemudian menjadi PPN Tembakau Deli berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1963, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 14 tahun 1968 berganti nama menjadi PNP IX. Sementara Senembah Maatschaapij berganti nama menjadi PNP II. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
42
Karl Pelzer, Sengketa Agraria Pengusaha Perkebunan Melawan Petani, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991. hal. 215-216.
43
Ibid.
44
Ibid.
45
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
43 Nomor 44 tahun 1973, PNP IX berganti nama lagi menjadi Perusahaan Perseroan
Persero PT. Perkebunan IX. Sementara PNP II berganti nama menjadi Perusahaan Perseroan Persero PT. Perkebunan II berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 28
tahun 1975.
46
PT Perkebunan II Persero merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha Pertanian dan Perkebunan yang didirikan dengan Akte Notaris GHS
Loemban Tobing, SH No. 12 tanggal 5 April 1976. Kemudian diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman
dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5438 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan
kepada Pengadilan Negeri Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 101977PT. Perseroan Terbatas ini bernama Perusahaan Perseroan Perseroan PT
Perkebunan II yang merupakan perubahan bentuk dan gabungan dari PN Perkebunan II Tanjung Morawa dengan PN Perkebunan IX Sawit Seberang. Pendirian perusahaan
ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969 tentang Perusahaan
Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1975.
47
Tanggal 11 Maret 1996 kembali diadakan perubahan organisasi perkebunan berdasarkan nilai kerja. PT Perkebunan II yang diresmikan dengan Akte Notaris
GHS. Loemban Tobing, SH Nomor 6 tanggal 1 April 1974 dan PT Perkebunan IX
46
Arsip PTPN II Tanjung Morawa; PP No 7 Tahun 1996, Tentang Peleburan Perusahaan Perseroan Persero PTP II dan PTP IX menjadi PTPN II.
47
Website PTPN II, http:ptpn2.com diakses tanggal 9 Oktober.
Universitas Sumatera Utara
44 yang diresmikan dengan Akte Notaris Ahmad Bajumi, SH Nomor 100 tanggal 18
September 1983 dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama PT Perkebunan Nusantara II yang dibentuk dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH Nomor 35
tertanggal 11 Maret 1996. Akte pendirian ini kemudian disyahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No. C2.8330.HT.01.01.TH.96 dan
diumumkan dalam Berita Negera RI Nomor 81. Pendirian Perusahaan yang merupakan hasil peleburan PTP-II dan PTP-IX berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 7 tahun 1996.
48
Nasionalisasi bukan hanya terjadi pada perkebunannya saja, namun institusi yang termasuk di dalamnya juga ikut dinasionalisasi, termasuk institusi pelayanan
kesehatan yang dimiliki Senembah Maatschaapij. Rumah Sakit Dr. GL Tobing merupakan rumah sakit milik perkebunan. Ketika perkebunan dinasionalisasi, rumah
sakit ini juga termasuk di dalamnya. Maka berdasarkan SK No. : II.0KPTS31969 tahun 1969 yang dikeluarkan Direktur Utama MD. Nasution, rumah sakit PNP-II
Tanjung Morawa disahkan menjadi Rumah Sakit Dr. Gerhard Lumban Tobing PT Perkebunan II Tanjung Morawa.
48
Website PTPN II, http:ptpn2.com diakses tanggal 9 Oktober.
Universitas Sumatera Utara
45
BAB III PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING