Karakteristik Mata Pelajaran Sejarah Indonesia

A. Karakteristik Mata Pelajaran Sejarah Indonesia

Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan sejarah. Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan menengah SMAMA dan SMKMAK. Sejarah memiliki makna dan posisi yang strategis, mengingat: 1 Manusia hidup masa kini sebagai kelanjutan dari masa lampau sehingga perlajaran sejarah memberikan dasar pengetahuan untuk memahami kehidupan masa kini, dan membangun kehidupan masa depan. 2 Sejarah mengandung peristiwa kehidupan manusia di masa lampau untuk dijadikan guru kehidupan: Historia Magistra Vitae 3 Pelajaran Sejarah adalah untuk membangun memori kolektif sebagai bangsa untuk mengenal bangsanya dan membangun rasa persatuan dan kesatuan 4 Sejarah Indonesia memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dalam Seminar Sejarah Nasional di Yogyakarta tahun 1957, Padmopuspito berpendapat bahwa pertama, penyusunan pelajaran sejarah harus bersifat ilmiah. Kedua, siswa perlu bimbangan dalam berfikir tetapi tafsiran dan penilaian tidak boleh dipaksakan, karena dapat mematikan daya pikir siswa Sidi Gazalba , 1966: 169. Terdapat beberapa pemaknaan terhadap pendidikan sejarah. Pertama, secara tradisional pendidikan sejarah dimaknai sebagai upaya untuk mentransfer kemegahan bangsa di masa lampau kepada generasi muda. Dengan posisi yang demikian maka pendidikan sejarah adalah wahana bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa. Melalui posisi ini pendidikan sejarah ditujukan untuk membangun kebanggaan bangsa dan pelestarian keunggulan tersebut. Kedua, pendidikan sejarah berkenaan dengan upaya memperkenalkan peserta didik terhadap disiplin ilmu sejarah. Oleh karena itu kualitas seperti berpikir kronologis, pemahaman sejarah, kemampuan analisis dan penafsiran sejarah, kemampuan penelitian sejarah, kemampuan analisis isu dan pengambilan keputusan historical issues-analysis and decision making menjadi tujuan penting dalam pendidikan sejarah Hamid Hasan, 2007 : 7. Prinsip pemilihan substansi dalam didaktif sejarah adalah Sartono Kartodirdjo,1993: 254-257: 1 pendekatan secara lokosentris, mulai dengan mengenal lokasi sejarah di sekitarnya 2 pendekatan konsentris, mulai lingkungan dekat meluas ke lingkup nasional terus ke yang internasional. 3 temasentris yaitu pilihan tema tertentu yang menarik sekitar pahlawan atau monumen, dan lain sebagainya. 4 kronologi: urutan kejadian menurut waktu. 5 tingkatan presentasi dari deskriptif-naratif ke deskriptif-analitis, mulai dari cerita tentang “ bagaimana” terjadinya, sampai pada “mengapa”-nya. 6 sejarah garis besar dan menyeluruh. Mata pelajaran Sejarah Indonesia dikembangkan atas dasar : Sejarah – SMA | 79 1 Semua wilayahdaerah memiliki kontribusi terhadap perjalanan Sejarah Indonesia hampir pada seluruh periode sejarah; 2 Pemahaman tentang masa lampau sebagai sumber inspirasi, motivasi, dan kekuatan untuk membangun semangat kebangsaan dan persatuan; 3 Setiap periode Sejarah Indonesia memiliki peristiwa dan atau tokoh di tingkat nasional dan daerah serta keduanya memiliki kedudukan yang sama penting dalam perjalanan Sejarah Indonesia; 4 Tugas dan tanggung jawab untuk memperkenalkan peristiwa sejarah yang penting dan terjadi di seluruh wilayah NKRI serta seluruh periode sejarah kepada generasi muda bangsa; 5 Pengembangan cara berpikir sejarah historical thinking, konsep waktu, ruang, perubahan, dan keberlanjutan menjadi keterampilan dasar dalam mempelajari Sejarah Indonesia. Dalam pembelajaran Sejarah Indonesia dengan Pendekatan Saintifik perlu juga dikembangkan kemampuan berpikir sejarah historical thinking. Kemampuan berpikir sejarah ini terkait aspek atau kemampuan berpikir kronologis diakronik dan sinkronik, memperhatikan prinsip sebab akibat dan prinsip perubahan dan keberlanjutan. 1Kronologis dan Sinkronik Istilah kronologis ini sangat familier di di lingkungan masyarakat. Kronologis, dari sebuah kata dari bahasa Yunani, chromos yang berarti waktu dan logos diterjemahkan ilmu, jadi ilmu tentang waktu. Kata. Kronologis ini kemudian menjadi istilah yang terkenal dalam sejarah. Salah satu sifat dari peristiwa sejarah itu kronologis. Kronologis merupakan rangkaian peristiwa yang berada seting urutan waktu. Dalam pembelajaran sejarah setiap peserta didik dilatih untuk memahami bahwa setiap peristiwa itu berada pada seting waktu yang berurutan dari waktu yang satu ke waktu yang lain secara berurutan. Misalnya dalam peristiwa sekitar Proklamasi kita susun: tanggal 15 Agustus 1945, tanggal 16 Agustus 1945, dan tanggal 17 Agustus 1945. Tanggal 15 Agustus diketahui Jepang menyerah, tanggal 16 Agustus peristiwa Rengasdengklok, tanggal 17 Agustus, terjadi peristiwa Proklamasi. Dalam konsep waktu sejarah di kenal juga ada “waktu lampau” yang bersambung dengan “waktu sekarang” dan “waktu sekarang” akan bersambung dengan “waktu yang akan datang”. Dengan berpikir secara kronologis akan melatih hidup tertib dan berkerja secara sistematis. Sejarah dan ilmu-ilmu sosial mempunyai hubungan timbal balik. Dalam sejarah baru, lahir didukung dari ilmu-ilmu sosial meski sejarah mempunyai cara tersendiri menghadapi obyeknya. Sejarah bersifat kronologis diakronik, yang artinya memanjang dalam waktu, sementara ilmu sosial bersifat sinkronik, melebar dalam ruang. Dalam perkembangannya, sejarah bersifat kronologis dan sinkronik, penjelasan sejarah didukung dan didasarkan pada ilmu-ilmu sosial. Antara ilmu sejarah dan ilmu sosial saling melengkapi. 2Konsep sebab akibat Di dalah sejarah juga dikenal prinsip kausalitas atau hukum sebab akibat dari sebuah peristiwa. Kosep sebab akibat ini merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan penjelasan tentang peristiwa sejarah. Setipa peristiwa sejarah terjadi tentu ada sebabnya. Begitu juga peristiwa itu akan Sejarah – SMA | 80 menimbulkan akibat. Akibat dari peristiwa itu akan menjadi sebab pada peristiwa yang berikutnya demikian seterusnya. Coba lihat diagram berikut ini. Mengenai sebab dari peristiwa sejarah itu bisa langsung dan sangat dekat dengan peristiwa sejarahn. Tetapi sebab itu juga dapat ditarik jauh dari waktu peristiwanya. Sebagai contoh peristiwa datangnya bangsa Barat ke Indonesia itu ingin mendapatkan rempah-rempah dari negeri asalnya agar lebih murah sebab yang dekatlangsung dengan peristiwa datangnya ke Indonesia. Mengapa mereka harus dating ke Indonesia untuk mendapatkan rempah-rempah di Indonesia agar lebih murah, karena rempah-rempah sulit didapat di Eropa kalau ada harganya sangat tinggi karena perdagangan di Laut Tengah dikuasai Turki Usmani setelah menguasai BizantiumuKonstantinopel sebab yang tidak langsung dengan peristiwanya. Pertanyaan berikutnya juga ditampilkan misalnya mengapa Turki Usmani menduduki Konstantinopel dan menguasai Laut Tengah, dan begitu sererusnya. 3Perubahan dan keberlanjutan Perubahan merupakan konsep yang sangat penting dalam sejarah. Sebab peristiwa bila terjadi pada hakikatnya sebuah perubahan, minimal perubahan dari segi waktu. Perubahan merupakan hal perbedaan dari suatu keadaan atau realitas yang satu dengan keadaan yang lain, dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dari waktu yang satu ke waktu yang lain. Misalnya perubahan dari keadaan bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka setelah terjadi peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Tetapi sekalipun terjadi peristiwa ada aspek-aspek tertetu yang tersisa masih berlanjut. Sebagai contoh seperti tadi disebut peristiwa proklamasi. Status kita berubah dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka, tetapi dalam bidang hokum seperti UU Hukum Pidana kita masih banyak asppek yang melanjutkan UU Hukum Pidana zaman Belanda. Dalam pembelajaran Sejarah Indonesia peserta didik harus dipahamkan akan hakikat perubahan yang terjadi dalam peristiwa sejarah begitu juga yang terkait dengan keberlanjutan. Dengan memahami konsep itu peserta didik lebih memahami setiap peristiwa sejarah yang dipelajarinya. Konsep ini juga memberikan pengalaman belajar bahwa setiap hidup ini mengandung perubahan, perubahan itu diusahan menuju yang lebih baik. Tugas guru bagaimana mengantarkan pemahaman ini kepada peserta didik. 4Pembelajaran Berbasis Nilai Pengajaran sejarah penting dalam pembentukan jiwa patriotisme dan rasa kebangsaan. Suatu pengetahuan sejarah yang ditunjang pengalaman praktis warga negara yang baik di sekolah membantu memperkuat loyalitas dan membantu anak-anak menemukan dirinya dengan latar belakang sejarah luas . Rowse 1963: 111 menegaskan bahwa sejarah adalah suatu mata pelajaran yang bernilai pendidikan tinggi. Sementara itu Collingwod 1973: 1520 mengatakan bahwa nilai sejarah adalah mengajarkan kepada kita tentang manusia dan apa yang telah dilakukannya. Dalam konteks pembentukan Sejarah – SMA | 81 akibat peristiwa sebab akibat peristiwa sebab identitas nasional, pengetahuan sejarah mempunyai fungsi fundamental Sartono Kartodirdjo, 1993:247. Menurut Hamid Hasan dalam Kongres Nasional Sejarah tahun 1996, secara tradisional tujuan kurikulum pendidikan sejarah selalu diasosiasikan dengan tiga pandangan yaitu: 1 “ perenialisme” yang memandang bahwa pendidikan sejarah haruslah mengembangkan tugas sebagai wahana “ transmission of culture”. Pengajaran sejarah hendaklah diajarkan sebagai pengetahuan yang dapat membawa siswa kepada penghargaan yang tinggi terhadap “ the glorius past”. Kurikulum sejarah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak didik dan generasi penerus untuk mampu menghargai hasil karya agung bangsa di masa lampau, memupuk rasa bangga sebagai bangsa, rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan nasional. 2 esensialisme, menurut pandangan ini, kurikulum sejarah haruslah mengembangkan pendidikan sejarah sebagai pendidikan disiplin ilmu dan bukan hanya terbatas pada pendidikan pengetahuan sejarah. Dalam pandangan aliran esensialisme, siswa yang belajar sejarah harus diasah kemampuan intelektualnya sesuai dengan tradisi intelektual sejarah sebagai disiplin ilmu. Kemampuan intelektual keilmuan antara lain menghendaki kemampuan berfikir kritis dan analitis terutama dikaitkan dalam konteks berfikir yang didasarkan filsafat keilmuan. 3 rekonstruksi sosial, pandangan ini menganggap bahwa kurikulum pendidikan sejarah haruslah diarahkan pada kajian yang mengangkut kehidupan masa kini dengan problema masa kini. Pengetahuan sejarah diharapkan dapat membantu siswa mengkaji masalah untuk memecahkan permasalahan. Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam sejarah masa lampau sebagai pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan siswa masa kini. Hamid Hasan , 1997:138-139. Namun klasifikasi seperti pandangan di atas tidak perlu dijadikan pegangan mutlak dan terpisah oleh para pengembang kurikulum sejarah. Sebagai wahana pendidikan, kurikulum sejarah harus diarahkan untuk mencapai berbagai tujuan seperti pengembangan rasa kebangsaan, kebanggan atas prestasi gemilang masa lalu bangsa, mampu menarik pelajaran dari peristiwa masa lampau untuk digunakan dalam melanjutkan prestasi gemilang bangsa bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan datang Hamid Hasan , 1997:139. Dalam pembelajaran Sejarah Indonesia ini terkait dengan pengembangan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme, di samping nilai-nilai kejujuran, kearifan, menghargai waktu, ketertibankedisiplinan dan tentu nilai-nilai yang lain. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran berbasis nilai penting juga untuk dikembangkan dalam pembelajaran Sejarah Indonesia. Bagaimana nilai-nilai kesejarahan atau nilai kebangsaan, nasionalisme, patriotisme, persatuan, kejujuran, kearifan itu dapat dihayati dan dapat diamalkan oleh peserta didik pada kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dengan materi biografi atau perjuangan para tokoh penting untuk disajikan. Dalam aplikasi pembelajaran berbasis nilai ini dapat dikembangkan model Value Clarication Techniq VCT sebagai model pembelajaran untuk Sejarah – SMA | 82 mengungkapkan nilai. Melalui model ini peserta didik diharapkan mampu merumuskan kemudian menghayati dan menerapkan nilai-nilai itu pada dirinya. Secara garis besar Djahiri 1985 merumuskan langkah-langkah VCT sebagai berikut. 1 Penentuan situasi yang dirancang lebih problematic atau dilematis, 2 penyajian situasi, misalnya melalui pembecaan teks atau peragaan dengan melibatkan peserta didik, 3 menjaring, klarifikasi dan menentukan pendapat atau gagasan baik secara individu maupun kelompok, 4 menguji menelaah argumentasi masing-masing nilai yang disajikan, 5 penyimpulan dan pengarahan dari guru., 6 tindak lanjut. Diilhami oleh langkah-langkah VCT itu dapat dibuat secara sederhana langkah-langkah pembelajaran Sejarah Indonesia berbasis nilai sebagai berikut. Misalnya topiknya: “Sekitar Proklamasi” 1 Penentuan nilai-nilai yang akan dikembangkan, misalnya: kemandirian, patriotisme, persatuan dan kesatuan 2. Penyajian situasi, misalnya bacaan, film, media gambarfoto dll 3 Masing-masing kelompok melakukan diskusi untuk menelaah media yang disajikan, kemudian merumuskan nilai-nilai yang ada di balik peristiwa sekitar proklamasi 4 Masing-masing kelompok menampilkan nilai-nilai rumusan hasil diskusinya dan menyampaikan argumentasi dengan rumusan-rumusan yang disajikan. 5 Tindak lanjut, masing-masing peserta didik sepakat dan berkomitmen untuk menjalankan nilai-nilai yang telah disepakati di kelas untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. untuk memonitor tindak lanjut ini guru dapat bekerja sama dengan orang tuawali siswa, kemudian pada saat tertertu misalnya pada pertemuan minggu berikutnya siswa diminta untuk menceriterakan aktivitas keseharian yang relevan dengan nilai-nilai yang disepakati. 5 Sejarah Lokal dalam Sejarah Indonesia Dalam posisi ini materi sejarah lokal menjadi dasar bagi pengembangan jati diri pribadi, budaya dan sosial peserta didik. Seperti dikatakan Cartwright dalam Hamid Hasan,2007:5-6 bahwa our personal identity is the most important thing we possessIdentitas pribadi kita adalah hal terpenting yang kita miliki maka materi sejarah lokal akan memberikan kontribusi utamanya dalam pendidikan sejarah. Selanjutnya seperti dikemukakan Cartwright lebih lanjut bahwa identitas pribadi atau kelompok tersebut defines who and what we are. The way we feel about ourselves, the way we express ourselves and the way other people see us are all vital elements in the composition of our individual personality “Memaknai siapa dan apa sesungguhnya diri kita. Cara kita memandang diri kita, cara kita mengekspresikan diri, dan bagaimana orang lain memandang diri kita adalah hal penting dari bagian kepribadian kita. Suatu catatan penting adalah materi sejarah lokal harus pula disajikan tidak dalam perspektif ilmu sejarah tetapi dalam perspektif pendidikan. Oleh karena itu keterkaitan dan penafsiran materi sejarah lokal jangan sampai menimbulkan konflik dengan kepentingan sejarah nasional dan upaya membangun rasa persatuan, perasaan kebangsaan, dan kerjasama antar daerah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang sehat, cinta damai, toleransi, penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi. Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional. Sejarah – SMA | 83 Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi menjadi penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan bagi peserta didik sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka alami sehari-hari. Posisi materi sejarah lokal yaitu peristiwa sejarah lokal tidak lagi sebagai sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta didik. Dalam kesempatan inilah mereka belajar mengembangkan wawasan, pemahaman, dan ketrampilan sejarah. Mereka dapat berhubungan langsung dengan sumber asli dan mengkaji sumber asli dalam suatu proses penelitian sejarah. Mereka dapat melatih diri dalam penafsiran sejarah dan kalau pun terjadi berbagai perbedaan di antar mereka maka itu akan memiliki nilai pendidikan yang sangat tinggi. Lagipula, para sejarawan tidak pernah memiliki suatu pandangan dan tafsiran yang sama terhadap suatu peristiwa sejarah. Permasalahan besar yang dihadapi dalam mengembangkan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah adalah ketersediaan sumber. Pendidikan sejarah, sebagaimana pendidikan lainnya, tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila sumber tidak tersedia. Tulisan- tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Tentu saja ini tantangan bagi sejarawan untuk dapat menghasilkan tulisan sejarah lokal sebagai dasar untukmengembangkan materi pendidikan sejarah lokal.

B. Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran Sejarah Indonesia