BAB 4 DINAMIKA KEHIDUPAN ORANG SAKAI DI JEMBATAN II SERTA
HUBUNGAN MEREKA DENGAN ALAM
4.1 Awal Kedatangan Orang Sakai di Jembatan II serta Hubungan Orang Sakai dengan Alam
Kedatangan Orang Sakai di Jembatan II Desa Petani Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, Riau sekitar tahun 1980-an. Kedatangan mereka ini diawali
dengan keinginan mencari ikan di rawa-rawa dan sungai Jurong Jembtan II. Lebar sungai Jurong saat ini sekitar 33 meter dan kedalamannya sekitar 3-4 meter. Lebar
sungai ini jauh lebih lebar dibandingkan pada awal kedatangan Orang Sakai di Jembatan II ini. Hal ini disebabkan Orang Sakai membersihkan pohon-pohon
yang berada dipinggir sungai untuk dimanfaatkan.
Gambar 41: Sungai Jurong Jembatan II
Di sungai Jurong Jembatan II ini terdapat berbagai jenis ikan, antara lain: ikan tapah, ikan jalai, ikan toman, ikan kelabau, ikan gabus bujuklupung, ikan
Universitas Sumatera Utara
lele, ikan juara, ikan kayangan, ikan pantau, ikan selais, ikan idung budak, ikan baung, ikan senggarat, ikan rasau, ikan tuakang, ikan sekepar, dan ikan batung.
Selain itu terdapat juga berbagai jenis udang termasuk udang gala. Orang Sakai yang mencari ikan di Jembatan II ini sebelumnya tinggal di
kilometer 6 jalan Rangau. Mereka mencari ikan ke sungai Jurong Jembatan II dengan berjalan kaki atau dengan bersepeda. Orang Sakai yang bersepeda akan
pulang setiap hari. Orang Sakai yang berjalan kaki akan membuat bedeng gubuk dalam hutan. Orang Sakai yang membuat bedeng akan pulang setiap dua hari
sekali apabila tidak membawa istri dan anak. Apabila istri dan anak dibawa ikut mencari ikan maka mereka akan tinggal di bedeng selama 6-7 hari. Ketika
kembali mereka akan membawa ikan yang sudah disalai, ikan yang sudah diasin maupun ikan segar. Mereka akan menjual sebagian ikan tersebut kepada tetangga
ataupun di pasar. Apabila dijual pada tetangga maka akan menggunakan sistem barter yaitu dengan beras.
Orang Sakai merasa bahwa Sungai Jurong Jembatan II dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu Orang Sakai memutuskan untuk tinggal
disini. Keluarga pertama yang memutuskan untuk menetap disini adalah Bapak Musakot pada tahun 1985, kemudian diikuti oleh keluarga Bapak Tulis, Bapak
Gintal dan Bapak Puting. Mereka memboyong anak dan istrinya menetap di Jembatan II.
Keadan Jembatan II yang dikelilingi oleh hutan membuat Orang Sakai juga memanfaatkan hasil hutan dan hewan-hewan yang terdapat didalamnya. Di
hutan-hutan sekitar wilayah ini terdapat berbagai jenis hewan, yaitu: harimau,
Universitas Sumatera Utara
gajah, burung, rusa, kijang, kancil, tapir, babi hutan, musang, kucing hutan, berbagai jenis monyet beruk, kera, lutung, siamang, landak, tupai, kalong, tikus,
berbagai jenis ular, dan berbagai jenis unggas ayam hutan, kuwau, balam, murai, burung pungguk, burung puyuh, belibis, serindit, dan sebagainya. Hewan yang
sering diburu atau dijerat oleh Orang Sakai antara lain rusa, kijang, kancil, babi hutan, ayam hutan dan berbagai jenis burung.
Hasil hutan yang dimanfaatkan dan dikumpulkan oleh Orang Sakai karena nilai ekonominya antara lain rotan, damar, kemenyan, minyak kruing, getah
kamper atau kapur barus, getah karet hutan, getah jelutung, daun kapau, madu lebah hutan dan buah-buahan yang ada dihutan seperti durian, nangka, cempedak,
rambutan, mangga. Selain itu mereka juga mengumpulkan ranting-ranting kering untuk memasak, kayu gelondongan untuk tiang rumah, pagar, atau kayu bakar.
Semua itu dikumpulkan untuk kelangsungan hidup mereka. Berdasarkan hasil penelitian, Orang Sakai pada awal kedatangannya di
Jembatan II memiliki hubungan yang dekat dan erat dengan alam. Keeratan hubungan Orang Sakai dengan alam itu tercermin pada cara hidup mereka dalam
sistem mata pencaharian. Jembatan II merupakan daerah aliran sungai dan dikelilingi hutan. Oleh sebab itu Orang Sakai yang tinggal di daerah aliran sungai
dan hutan ini, secara otomatis hidup sebagai penangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan dan berburu. Sistem mata pencaharian Orang Sakai yang ditentukan
oleh alam tempat mereka bermukim tersebut sesuai dengan penjelasan Sastrosupeno 1884:67-68 yaitu pada masyarakat sederhana, hubungan antara
manusia dengan alam dan lingkungan sangat dekat dan erat. Keeratan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungannya itu tercermin di dalam cara hidup
Universitas Sumatera Utara
mereka dalam mencari pencaharian hidup. Cara pencaharian hidup masyarakat
sederhana biasanya memang amat ditentukan oleh alam dan lingkungannya.
4.2 Hubungan Orang Sakai dengan Alam Sebelum Berubahnya Ekologi