mereka dalam mencari pencaharian hidup. Cara pencaharian hidup masyarakat
sederhana biasanya memang amat ditentukan oleh alam dan lingkungannya.
4.2 Hubungan Orang Sakai dengan Alam Sebelum Berubahnya Ekologi
Orang Sakai di Jembatan II memiliki hubungan yang dekat dan erat dengan alam sebelum berubahnya ekologi. Hal ini terlihat pada cara mereka
dalam memanfaatkan alam. Mereka memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akan tetapi keeratan hubungan Orang Sakai dengan
alam tersebut menyebabkan kebergantungan mereka dengan alam. Keadaan ini sesuai dengan penjelasan Sastrosupeno 1884:70-73 yaitu keeratan hubungan
manusia dengan alam dan lingkungannya menyebabkan beberapa akibat dan sikap terhadap alam dan lingkungan. Manusia menjadi bergantung dengan alam dan
lingkungannya. Kebergantungan manusia itu dalam aspek kehidupan jasmani. Orang Sakai yang bergantung dengan alam tersebut membuat mereka
menjaga hutan dan sungai yang memberikan hasil melimpah untuk kebutuhan hidup. Dalam mengumpulkan hasil hutan, berburu hewan dan menangkap ikan
Orang Sakai memiliki cara dan aturan tertentu. Orang Sakai cenderung tidak mengeksploitasi alamnya. Mereka mengambil hasil alam hanya untuk mencukupi
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian bisa disebut hubungan manusia dengan alam dalam pandangan Orang Sakai bukan hubungan penundukan tetapi
hubungan relasional. Keadaan ini bisa disebut seperti teori rasional epistimologi dari Nurit Bird-David bahwa potensi “person” atau “personalitas” bukan mutlak
Universitas Sumatera Utara
ada pada manusia tetapi ada dimana-mana, di batu, pohon, air dan sebagainya. Adhan, 2010.
Penggunaan perelatan tradisional juga membantu tidak adanya eksploitasi alam yang dilakukan oleh Orang Sakai di Jembatan II. Sebelum mengenal
teknologi, Orang Sakai di Jembatan II menggunakan perelatan tradisional dalam mengumpulkan hasil hutan, berburu dan menangkap ikan. Alat yang mereka
gunakan dalam mengumpulkan hasil hutan antara lain kapak, parang, ataupun gergaji. Dalam berburu hewan, Orang Sakai menggunakan tombak, jerat dan
kujur. Sedangkan untuk menangkap ikan mereka menggunakan peralatan yang mereka buat sendiri seperti lukah dan tidak menggunakan tuba untuk meracun
ikan.
Gambar 42: Seorang anak membawa Ago Sebelum mengenal toke-toke kayu Orang Sakai hanya mengumpulkan
ranting-ranting kering untuk memasak, kayu gelondongan untuk tiang rumah, rotan, dan damar. Mereka akan membawa ranting-ranting kering menggunakan
ago, yaitu keranjang yang terbuat dari rotan yang diletakkan diatas kepala. Para
Universitas Sumatera Utara
perempuan yang biasa mencari ranting-ranting kering ini. Sedangkan laki-laki yang mencari kayu gelondongan untuk tiang rumah. Rotan atau damar yang
dikumpulkan akan dijual pada toke yang datang ataupun dijual ke kota Duri. Orang Sakai dalam menangkap ikan menggunakan peralatan tradisional.
Mangkap ikan dengan menggunakan lukah yang terbuat dari rotan, memasang jaring ada yang terbuat dari anyam-anyaman rotan dan ada yang terbuat dari
benang nilon. Sedangkan memancing menggunakan mata kail, pancing, tali atau benang nylon yang dibeli di pasar Duri. Sedangkan batang kailnya mereka buat
dari kayu atau batang pelepah kelapa sawit. Orang Sakai menangkap ikan setiap hari baik laki-laki maupun
perempuan. Musim ikan di sungai Jurong Jembatan II ini pada bulan Agustus. Hasil tangkapan ikan yang mereka dapat dari memasang lukah, memasang taju,
memasang jaring dan memancing dahulu bisa mencapai 10 kghari. Ikan-ikan ini akan mereka oleh menjadi ikan salai dan ikan asin. Hasil tangkapan ikan ini
sebagian akan mereka makan sendiri dan sebagian lagi akan dijual ke Pasar. Dalam berburu hewan, Orang Sakai menggunakan tombak, jerat dan kujur.
Hewan yang mereka buru yaitu rusa, kijang, kancil, babi hutan, ayam hutan dan berbagai jenis burung. Berburu ini biasanya dilakukan oleh laki-laki terdiri dari
dua orang ataupun seorang diri. Hasilnya akan dimakan sendiri, apabila berlebih maka akan dibagikan pada sanak keluarga ataupun dijual dengan menukarnya
dengan kebutuhan lain. Berdasarkan hasil penelitian, keterampilan dan pekerjaan Orang Sakai
sesuai dengan kondisi alam tempat mereka bermukim. Orang Sakai terampil
Universitas Sumatera Utara
dalam menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Orang Sakai juga terampil dalam membuat peralatan menangkap ikan, menjerat hewan dan
tempat mengumpulkan hasil hutan. Hal ini juga membuat Orang sakai menjadi manusia yang pasif. Orang Sakai cenderung hanya melakukan pekerjaan yang
berkaiatan dengan alam. Keadaan ini sesuai dengan penjelasan Sastrosupeno 1884:74-75 yaitu hidup manusia terutama keterampilan dan pekerjaannya yang
ditentukan oleh alamnya atau lingkungannya maka yang terjadi adalah manusia pasif dan menyesuaikan diri dengan kondisi alamnya saja. Lebih buruk lagi ialah
sikap yang asal ikut-ikutan saja. Kecenderungan sikap pasif dan asal ikut tersebut bisa dipahami dan bisa kita benarkan berdasar beberapa fakta, misalnya tak ada
lapangan kerja lain yang disepakati masyarakatnya atau tak mungkinnya seseorang berbuat lain di dalam masyarakat semacam itu.
4.3 Hubungan Orang Sakai dengan Alam Setelah Berubahnya Ekologi