mereka sama sekali tidak memikirkan hal itu semua. Menurut Orang Sakai di Jembatan II, mereka dapat membeli beras saja sudah cukup.
Selain itu masyarakat Sakai di Jembatan II tidak lagi melakukan kegiatan olahraga seperti sepak bola dan voli yang biasa mereka lakukan di sore hari. Hal
ini dikarenakan mereka sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Mulai anak-anak hingga orang tua semuanya bekerja.
Inisiatif Orang Sakai guna mengendalikan keterpurukan ekonomi mereka adalah didirikan pos sumbangan dari kendaraan yang lewat di Jembatan II. Pos
sumbangan didirikan agar orang tua saja yang mencari uang. Terdapat 2 pos yang berada di kedua ujung perkampungan serta 1 pos ditengah perkampungan. Warga
yang tidak memiliki beras pergi ke pos meminta sumbangan pada truk sawit, tangki, truk Chips, dan truk balok. Akan tetapi mobil PT Chevron Pacific
Indonesia tidak termasuk karena mengaku tidak diberi uang oleh atasan mereka. Menurut mereka dalam pendirian pos ini sudah mendapat izin oleh Kepala Desa
setempat.
4.5 Pembukaan Kilang Kayu Secara Sembunyi-Sembunyi
Pada awal tahun 2013 dibuka kembali kilang kayu oleh Bapak Juntak dan Bapak Bahtiar di Jembatan II ini. Mereka mengumpulkan keberanian untuk
membuka kilang kembali. Terdapat 2 kilang kayu yang berdiri. Kilang tersebut terletak di hilir sungai berjarak sekitar 1 km dari pinggir jalan. Tujuan
didirikannya kilang kayu yang jauh kedalam agar kegiatannya tidak terlihat oleh
Universitas Sumatera Utara
polisi. Keadaan sungai yang menikung dan terdapatnya pohon-pohon dipinggir sungai membantu kilang ini tidak terlihat.
Berdasarkan hasil penelitian, alasan Orang Sakai membuka kilang dan mencari kayu kembali karena tidak ada pekerjaan yang dapat mereka lakukan
selain pekerjaan tersbut. Selain itu pendapatan yang didapat dari kilang kayu dan mencari kayu ini sangat besar. Orang Sakai sama sekali tidak mempertimbangkan
kerusakan ekologi. Dengan demikian kita dapat mengaitkan keadaan ini seperti yang dijelaskan oleh Susilo 2003:19-20 bahwa lingkungan hidup hanya
berfungsi sebagai sumberdaya ekonomi. Fungsi ekologisnya dianggap tidak ada, sehingga tidak perlu diperhitungkan. Manusia tidak mau sadar akan pentingnya
fungsi ekologi. Bangunan kilang kayu didirikan tidak permanen. Hal ini terlihat pada
penggunaan kayu kecil pada seluruh bagian bangunan. Sedangkan atapnya hanya menggunakan terpaltenda biru yang terlihat bolong. Selain itu terdapat gubuk
untuk beristirahat para pekerja yang terletak di samping kilang tersebut.
Gambar 46: Kilang kayu yang baru berdiri
Universitas Sumatera Utara
Kayu di dapat dari mandah yang dilakukan oleh anggota atas perintah toke. Ada anggota yang mandah dan ada anggota yang mengolah kayu di kilang.
Kilang tidak beroperasi setiap hari. Kilang beroperasi tergantung kayu yang didapat. Jumlah pekerja kilang kayu antara 5-7 orang. Begitu juga dengan orang
yang mandah berjumlah antara 5-7 orang. Anggota yang pergi mandah, ketika kembali akan membawa kayu yang
disusun dan diikat dan dihanyautkan disungai. Ada yang menggunakan sampan mesin dalam menarik kayu yang telah tersusun tersebut. Salah satu anggota
mengontrol kayu yang dihanyutkan dengan membawa tongkat panjang. Kayu- kayu tersebut akan dihanyutkan menuju kilang.
Gambar 47: Tumpukan kayu yang telah dilangsir dari kilang
Kayu-kayu yang telah diolah menjadi kayu broti dengan berbagai ukuran akan dilangsir menuju pinggir jalan. Cara melangsirnya adalah dengan menyusun
kayu dan mengikatnya diatas jerigen-jerigen sebagai pelampung. Kegiatan
Universitas Sumatera Utara
melangsir ini biasanya dilakukan oleh 2 orang. Setelah kayu sampai di pinggir jalan, kemudian kayu dususun untuk diikat sesuai dengan ukuran. Kayu-kayu
yang belum diikat terlihat berserakan dibawah rumah toke. Kayu yang telah disusun dan diikat sesuai ukuran, masih harus menunggu
pembeli yang datang. Ketika pembeli datang maka kayu akan segera diangkut sesuai dengan pesanan. Akan tetapi proses pengangkutan kayu ini biasanya
menggunakan becak. Menurut mereka pengangkutan kayu menggunakan truk jarang dilakukan karena takut ditangkap polisi. Truk biasanya dipakai hanya
untuk mengangkut kayu api.
Gambar 48: Mengangkut kayu dengan becak
Masyarakat Sakai di Jembatan II yang tidak bekerja dikilang juga bekerja mencari kayu di hutan lagi. Kayu tersebut akan mereka jual pada toke kilang
ataupun toke kayu. Mereka pergi mandah dengan berkelompok ataupun dengan kerabat saja. Menurut mereka mencari kayu memang pekerjaan mereka, karena
mereka tidak memiliki kemampuan untuk bekerja dibidang lain.
Universitas Sumatera Utara
4.6 Keadaan Masyarakat Sakai di Wilayah Lain