1.2 Tinjauan Pustaka
Salim 1983:7-8 menjelaskan manusia menyesuaikan pola hidupnya dengan irama yang ditentukan oleh lingkungan alam. Perubahan lingkungan alam
berada diluar kendali tangan manusia, maka manusia memasrahkan diri kepada lingkungan. Ini melahirkan kebiasaan, tradisi, dan hukum-hukum tidak tertulis,
yang kemudian mengatur pergaulan hidup masyarakat. Naruli mempertahankan diri mendorong hasrat berkembang biak dan melangsungkan kehidupan. Untuk
mempertahankan kehidupan diri dan masyarakat yang kian banyak, manusia mulai menggunakan ilmu dan teknologi untuk menundukkan lingkungan alam.
Sikap pasrah menjadi sikap mengendalikan lingkungan. Pola hidup yang semulanya mengikuti irama dan hukum alam, kini ingin ditentukan oleh irama dan
hukum masyarakat sendiri. Tradisi, kebiasaan, dan hukum tak tertulis berangsur- angsur disesak oleh hukum tertulis dan cara-cara yang berkembang di masyarakat
dalam menanggapi masalah baru. Semua ini menimbulkan perubahan yang dinamis sifatnya. Dalam kaitannya dengan studi ini, peneliti akan melihat apakah
Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani hidup lekat dengan alam dengan segala tradisi, kebiasaan dan hukum yang berlaku. Kemudian
peneliti akan melihat apakah kehidupan Orang Sakai mengalami perubahan akibat perubahan ekologi mereka.
Alfian 1983:58 menjelaskan manusia yang berhasil mengembangkan rasio dan penalarannya mempunyai kemampuan untuk mengolah alam sekitarnya
guna memenuhi kepuasan materinya. Melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dikatakan telah berhasil mengeksploitasi bumi buat
Universitas Sumatera Utara
kepentingan dirinya. Keserakahan manusia, tentunya mereka yang mampu menghimpun kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi, sering menyebabkannya
lupa tentang keterbatasan-keterbatasan alam itu sendiri sehingga pengeksploitasiannya secara berlebihan bukan lagi membawa kebahagiaan materi,
melainkan berbalik mendatangkan malapetaka yang menyengsarakan. Dalam kaitan dengan studi ini akan melihat bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi
mempengaruhi Orang Sakai dalam memanfaatkan hutan dan sungai.
Daldjoeni 1982:46 menjelaskan lingkungan hidup adalah apa saja yang mempunyai kaitan dengan kehidupan pada umumnya dan kehidupan manusia
khususnya. Oleh sebab itu, maka dunia hewan, tumbuh-tumbuhan dan zat-zat hidup yang dibutuhkan bagi kebutuhan hidup, termasuk di dalam pengertian
lingkungan hidup.
Sastrosupeno 1884:67-68 menjelaskan pada masyarakat sederhana, hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungan sangat dekat dan erat.
Saking eratnya sampai-sampai tumbuh kepercayaan yang dikenal dengan nama totemisme
4
4
Totemisme adalah suatu kepercayaan tentang asal-usul keturunan suatu masyarakat atau kelompok suku.
. Didalam kepercayaan ini, maka seseorang dapat merupakan keturunan dari seekor binatang atau dari daun atau pohon tertentu. Timbul juga
kepercayaan bahwa roh nenek moyang kembali kepada pohon, batu, kayu, gunung, dan lain unsur alam. Untuk itu perlu diadakan penghormatan dan
penghargaan kepada mereka. Keeratan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungannya itu tercermin juga di dalam cara hidup mereka dalam mencari
pencaharian hidup. Cara pencaharian hidup masyarakat sederhana biasanya
Universitas Sumatera Utara
memang amat ditentukan oleh alam dan lingkungannya. Maka suatu kelompok masyarakat yang tinggal didaerah pegunungan, akan hidup secara otomatis
sebagai orang gunung misalnya mencari kayu bakar, membuat arang, mencari daun-daun untuk dijual dan berkebun atau berladang. Dalam kaitan dengan studi
ini, peneliti akan melihat bagaimana hubungan Orang Sakai dengan alam mereka.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial
manusia akan selalu berubah dari waktu ke waktu Amsyari, 1981:11-12. Begitu juga dengan Orang sakai yang mengalami perubahan dalam lingkungannya.
Lingkungan fisik Orang Sakai yang terdiri dari hutan dan sungai, berubah menjadi industri perminyakan dan perkebunan. Alam Orang Sakai secara otomatis
berubah, ikan di sungai, hewan dan pohon-pohon di hutan mulai berkurang jumlahnya. Selain itu, semakin banyak Orang Sakai berinteraksi dengan orang
yang berada diluar kelompoknya membuat kehidupan Orang Sakai lebih modern. Hal inilah yang membuat Orang Sakai harus melakukan penyesuaian terhadap
perubahan-perubahan tersebut. Dengan kebudayaan yang dimiliki, manusia dapat berkembang dan tetap bertahan karena mereka mampu melakukan proses
penyesuaian. Menurut Poerwanto 2005:61 kebudayaan merupakan seperangkat gagasan-gagasan yang membentuk tingkah laku seseorang atau kelompok dalam
suatu ekosistem.
Kebudayaan menurut Kluckhohn 1993:69-96 adalah keseluruhan cara hidup manusia, yaitu warisan sosial yang diperoleh seseorang dari kelompoknya.
Atau kebudayaan bisa dianggap sebagai bagian lingkungan yang diciptakan
Universitas Sumatera Utara
manusia. Cara hidup yang berbeda yang diturunkan sebagai warusan sosial suatu masyarkat tidak hanya memberikan perangkat-perangkat kemampuan untuk
menjalani kehidupan tetapi juga perangkat rencana bagi hubungan antara manusia.
Poerwanto 2005:139-143 menjelaskan perubahan suatu lingkungan dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan, dan perubahan
kebudayaan dapat pula terjadi karena mekanisme lain seperti munculnya penemuan baru, difusi dan akulturasi. Dengan kebudayaan yang dimilikinya,
suatu masyarakat akan mengatur perilaku mereka dalam hubungannya dengan lingkungannya. Sahlins dalam Poerwanto, 2005:140 mengatakan bahwa dalam
menghadapi lingkungan fisik, manusia cenderung mendekatinya melalui budaya yang dimilikinya, yaitu sistem simbol, makna dan sistem nilai.
Suparlan 1983:74 menjelaskan dalam masyarakat yang kompleks, khususnya dalam masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan
kebudayaan, hubungan antara manusia dengan lingkungan alam dan fisiknya menjadi lebih intensif sehingga lingkungan sebagai sistem terganggu
keseimbangannya. Hal ini dapat terjadi pertama karena penekanan yang ada dalam kebudayaan tersebut adalah pada usaha untuk menaikkan tingkat kesejahteraan
hidup baik secara kualitas maupun secara kuantitas, yang mempunyai efek samping keapada adanya sifat rakus untuk mengeksploitasi sumber-sumber daya
yang ada dalam lingkungannya semaksimal mungkin. Kerakusan dapat berkembang karena kebudayaan yang dipunyai oleh warga masyarakat sebagai
kesatuan sudah terpecah-belah, unsur mekanisme kontrol hubungan antara manusia dan lingkungannya yang terdapat secara terselubung dalam kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
menjadi tidak berlaku lagi, khususnya mekanisme kontrol yang mempunyai sanksi moral dan keagamaan.
Kedua, penekanan pada hal-hal yang rasional amat dilebih-lebihkan, yaitu hubungan sebab akibat antara gejala-gejala yang dapat diuji kebenarannya secara
objektif dan empiris, yang membawa akibat sampingan bahwa tempat angker dan upacara berkenaan dengan kepercayaan akan adanya makhluk gaib di sawah, di
hutan, atau ditempat-tempat tertentu, menjadi tidak ada lagi. Ketiadaan tempat- tempat tersebut disebabkan karena kepercayaan yang berkenaan dengan tempat-
tempat tersebut dianggap sebagai tahyul, kepercayaan orang bodoh, atau juga dianggap sebagai menduakan Tuhan. Padahal secara tidak langsung adanya
kepercayaan tersebut merupakan mekanisme kontrol yang terselubung dalam kebudayaan agar manusia tidak menghabiskan sumber daya alam yang ada dalam
lingkungannya sehingga keseimbangan lingkungan terebut dapat dipertahankan.
Ketiga, kewibawaan makhluk halus yang menghini tempat-tempat angker tersebut dalam pengamatan manusia yang bersangkutan ternyata tidak dapat
dipertahankan dalam melawan teknologi modern. Hilanglah sudah kekuasaan para makhluk halus yang ada di hutan belantara dalam memberikan rasa takut kepada
manusia untuk merusak alam lingkungannya. Dalam kaitan dengan studi ini, peneliti akan melihat apa yang berubah dan apa yang tidak berubah dari
kehidupan dan kebudayaan Orang Sakai setelah berubahnya lingkungan ekologis mereka.
Fox 1996:79 menjelaskan mengenai perubahan ekologi dalam kehidupan masyarakat Pulau Rote dan Sawu. Masyarakat Rote dan Sawu mula-mula adalah
Universitas Sumatera Utara
petani ladang, pertanian yang semakin memburuk telah menimbulkan tumbuhnya sabana palem seperti lontar dan gewang. Mereka terpaksa harus menyesuaikan
diri dengan keadaan lingkungan yang baru ketika usaha perladangan mulai gagal. Letak Pulau Rote dan Sawu yang terpencil membuat masyarakat pulau-pulau ini
dapat mengadakan peralihan dari perladangan ke pemanfaatan sabana palem yaitu lontar dan gewang tanpa campur tangan yang berarti dari luar. Masyarakat Pulau
Rote dan Sawu akhirnya dalam kehidupannya sangat tergantung pada pohon lontar. Dari batang, buah, tangkai dan daun, serta nira berguna bagi kehidupan
masyarakat. Dalam kaitannya dengan studi ini, peneliti akan melihat bagaimana Orang Sakai dapat bertahan dengan perubahan alam yang dialami.
Steward dalam Poerwanto, 2005:68-71 mengkaji keterkaitan hubungan antara teknologi suatu kebudayaan dengan lingkungannya, antara lain dengan
menganalisis hubungan pola tata kelakuan dalam suatu komunitas dengan teknologi yang dipergunakan. Sehingga warga dari suatu kebudayaan dapat
melakukan aktivitas mereka dan akhirnya mampu bertahan hidup. Steward memberikan contoh pada masyarakat yang telah mengenal sistem pertanian.
Pertanian menetap membuat orang harus mengolah tanahnya secara intensif, karena itu muncul teknologi bajak, dan pemanfaatan ternak sebagai pengganti
energi manusia. Sebagai akibatnya, terjadilah perubahan struktur masyarakat pada bentuk-bentuk baru dan akhirnya berkembang pula irigasi untuk dapat mengolah
tanah yang tidak subur. Timbul lah suatu sistem irigasi dengan suatu organisasi dan orang-orang yang mengatur. Dalam kaitan dengan studi ini akan melihat
adakah struktur masyarakat Sakai yang berubah dengan adanya perubahan ekologi mereka.
Universitas Sumatera Utara
Hafner 1999:1-5 menjelaskan mengenai perubahan bentuk ekonomi masyarakat Tengger akibat pertumbuhan kapitalisme industri. Masyarakat
Tengger mengalami perubahan besar ketika masa Orde Baru mengambil alih kekuasaan. Rovolusi hijau merupakan proyek ekonomi yang dijalankan. Pertanian
perkebunan yang subsisten berubah menjadi pertanian komersil dengan modal intensif yang bergantung pada benih unggul, pestisida, fungisida dan pupuk.
Pembangunan jalan-jalan memudahkan transportasi barang-barang konsumsi dan semakin banyak campur tangan pemerintah. Barang konsumsi mewah melanda
pasar-pasar di daerah pedalaman membuat terlihatnya yang kaya dan yang miskin. Pertumbuhan kapitalisme industri telah menggerogoti nilai-nilai tradisional,
mereorganisasi aspek-aspek kehidupan sehari-hari, identitas dan selera senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan produksi dan status.
Sebagai contoh orang dataran tinggi yang tidak tertarik menggunakan pakaian bagus dan makan makanan tertentu; pada musim panen semua orang
bekerja sama-sama, hampir tidak mengenal sistem bagi hasil, sewa tanah, hubungan patron-klien; tidak mengenal stratifikasi; dan bergantung pada tanahnya
sendiri, bukan jaminan subsisten dati patron. Kini orang dataran tinggi persis seperti orang dataran rendah. Orang yang berkelebihan sifatnya memerintah,
orang yang berkelebihan musim panen tidak memanen sendiri hasil panennya, mereka mengingat-ingat apa saja yang pernah mereka berikan pada orang lain dan
apa saja yang mereka terima, segala sesuatu diperhitungkan dan dimiliki. Dalam kaitan dengan studi ini, peneliti akan mencermati apakah perubahan ekologi
tersebut akan mengikis nilai-nilai tradisional, merubah aspek-aspek kehidupan
Universitas Sumatera Utara
sehari-hari, dan identitas Orang Sakai sesuai dengan kepentingan produksi dan status.
Adhan 2010 menjelaskan mengenai masalah konflik tanah masyarakat Tanah Toa Kajang dengan PT LONSUM dan kaitan antara bencana alam serta
bencana sosial di Tanah Toa Kajang dengan keberadaan PT LONSUM. Terdapat keterikatan batin antara masyarakat Tanah Toa dengan lingkungannya. Hutan,
binatang, dan tanaman dalam kosmologi mereka adalah bagian dari manusia. Dan karenanya masyarakat Tanah Toa menghormati, menyayangi dan memperlakukan
layaknya makhluk hidup. Sehingga yang terjadi bukan penaklukan, eksploitasi dari manusia ke yang lain, tetapi bagaimana manusia dengan lingkungannya,
makanya pengolahan tanah bagi orang Kajang hanya bisa sekali setahun. Akan tetapi, kini semua hal itu tidak bisa lagi dilakukan.
Tanah dan sumber daya alam masyarakat Tanah Toa dieksploitasi oleh Perusaaan perkebunan PT LONSUM. Masyarakat tidak bisa lagi bertahan hanya
menggarap sawah atau tanah sekali dalam setahun. Saat ini mereka mulai menggarap sawah atau lahan-lahan mereka sampai dua kali bahkan tiga kali
setahun. Mereka mulai mengeksploitasi tanah-tanah mereka, sebab ketersediaan tanah semakin berkurang. Selain itu mereka tidak bisa lagi melakukan beberapa
ritual yang berhubungan dengan penghargaan terhadap alam karena beberapa lokasi adat mereka telah dijadikan perkebunan. Oleh karena itu, Penelitian ini
akan melihat bagaimana hubungan yang tercipta antara Orang Sakai dengan alam serta pihak perusahaan-perusahaan di sekitar pemukiman mereka.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Perumusan Masalah