Pendahuluan KARAKTERISASI CITRA UNTUK DETEKSI BUAH JERUK

9

BAB II KARAKTERISASI CITRA UNTUK DETEKSI BUAH JERUK

LEMON PADA TANAMANNYA

A. Pendahuluan

Latar Belakang Di alam bebas tanaman jeruk lemon berupa perdu dengan ketinggian 2 hingga 3.5 meter dengan diameter buah rata -rata 4.4 sampai 6.4 cm. Kandungan asam sitrat jeruk lemon menurut Hume 1957 berkisar antara 7 – 8 . Morfologi jeruk lemon berbentuk bulat telur dan memiliki puting di ujungnya. Sebagai tanda bahwa buahnya telah masak adalah dengan perubahan warna kulitnya yang menjadi kuning dari sebelumnya berwarna hijau. Buahnya ketika masih muda bergerombol berjumlah 2 sampai 5, namun setelah matang buah yang tersisa biasanya tinggal satu saja. Menurut Hume 1957 jeruk lemon terbagi menjadi beberapa varietas yaitu : 1. Eureka, berbentuk membujur dengan ukuran sedang. Panjang 72 cm, diameter 50 mm, jika telah matang berwarna kuning lemon, puncak berputing dengan bentuk puting kecil dan kasar. 2. Everbearing, berbentuk membujur, memiliki dua ujung, ukurannya sedang. Panjang 89 mm, diameter 50 mm, jika telah matang berwarna kuning, puncak berujung dengan panjang sekitar 15 mm. 3. Genoa , berbentuk membujur, memiliki dua ujung, berukuran sedang. Panjang 84 mm,diameter 50 mm berwarna kuning lemon terang, puncak berputing dengan puting kecil dan ujungnya tajam. 4. Lisbon , bentuknya membujur, ukurannya sedang berukuran panjang 81 mm, diameter 56 mm, berwarna kuning lemon, puncak berputing, dengan kulit halus, seragam dalam ukuran jika kematangan dipelihara dengan baik. 5. Meyer, berbentuk lonjong sampai bulat, ukuran sedang. Panjang 65 – 81 mm, diameter 65 mm, berwarna kuning terang, puncaknya membengkok dan berkulit halus. 10 6. Panderosa, berbentuk leher dan membujur, berukuran besar. Panjang 109 mm, diameter 112 mm, berwarna kuning puncak rata dengan sedikit indikasi putting dan pangkal leher. 7. Otohite, berbentuk bulat, berukuran panjang 53 mm, diameter 53 mm berwarna agak kuning, puncak sedikit berujung dan agak kasar. 8. Rough , bentuknya bermacam-macam dengan ukuran sedang sampai besar dengan panjang 61 mm, diameter 61 mm, warna kuning lemon. 9. Sicily, bentuknya membujur, ukuran sedang dengan panjang 62 mm, diameter 81 mm, warna kuning terang bercahaya, ujung berputing dengan puting pendek dan kasar, kulit tipis, halus, manis, sel-sel minyak biasanya banyak terdapat di permukaan. 10. Sweet, bentuknya rata, ukuran sangat kecil dengan panjang 50 mm, diameter 53 mm, warna berbintik-bintik kuning keabuan, daging buah gelap, kasar berpasir. 11. Villafranca , bentuknya bulat membujur, ukuran sedang sampai besar dengan panjang 73 mm, diameter 58 mm, warna buah matang kuning cerah, puncak berujung tumpul dan kasar. Gambar 2 menampilkan profil buah lemon dengan usia 100 hsbm, 110 hsbm., dan 120 hsbm. Gambar 3 menampilkan profil tanaman jeruk lemon di alam bebas, sedangkan pada Gambar 4 tampak profil tanaman jeruk lemon di dalam pot. Berdasarkan taksonominya, jeruk lemon diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae tumbuhan Divisi : Spermatophyta tumbuhan berbiji Sub divisi : Angiospermae berbiji tertutup Kelas : Dicotyledonae biji berkeping dua Ordo : Ru tales Keluarga : Rutaceae Genus : Citrus Spesies : Citrus Medica varietas limon burn Tanaman jeruk lemon termasuk tanaman klimakterik, artinya buah jeruk lemon apabila cukup tua dipetiknya maka dapat memasuki stadium matang dalam beberapa hari secara alamiah tanpa perlu direkayasa diperam. Kualitas buah 11 jeruk lemon secara visual dapat dilihat dari warnanya yang cerah tidak belang dan bentuknya yang menarik serta proposional agak lonjong dengan puting diujungnya. a a b Gambar 2 Buah jeruk lemon dalam berbagai usia : a umur 100 hsbm.; b umur 110 hsbm. ; c umur 120 hsbm. Dari pengamatan di lapang, buah jeruk lemon pada saat muda bergerombol berjumlah antara 2 sampai 4, namun pada saat mau matang jumlah tadi berkurang hingga hanya dua buah saja. Dan pada saat matang usia ≥ 120 hsbm. buah tersebut hanya tinggal satu buah saja. Hal ini terjadi secara alamiah tanpa diberi perlakuan apapun. Komposisi buah jeruk lemon yang dapat dikonsumsi tiap 100 gr dirin ci dalam Tabel 3. 12 a b Gambar 3 Tanaman jeruk lemon dengan a profil buah b profil bunga Gambar 4 Tanaman jeruk lemon di dalam pot Bagian utama jeruk lemon menurut Hume 1977 terdiri dari kulit yang tersusun atas epidermis, flavedo, kelenjar minyak dan ikatan pembuluh. Bagian dalam buahnya terdiri atas segmen buah, rongga yang berisi cairan, biji, dan inti core yang terdiri atas ikatan pembuluh dan parenkim. Gambar 5 memperlihatkan penampang buah jeruk lemon beserta bagian-bagian buah jeruk lemon. 13 Tabel 3 Komposisi buah jeruk lemon yang dapat dikonsumsi tiap 100 gr Sumber : Wills et al. 1978 dalam Damiri 2003. Komposisi Jumlah Bagian yang dapat dikonsumsi 66 Air gr 89 Protein gr 0.6 Lemak gr 0.2 Gula gr - Glukosa 0.8 - Fruktosa 0.6 - Sukrosa 0.4 Asam Organik gr - Serat Diet 2.5 - Asam Malat 0.32 - Asam Sitrat 4.51 Gambar 5 Penampang buah jeruk lemon sumber: Hume, 1977 Flavedo adalah kulit bagian luar yang berbatasan dengan epidermis, merupakan lapisan kedua yang ditandai dengan warna hijau, kuning, oranye. Juga terdapat kelenjar minyak dan tidak ada ikatan pembuluh. Pada 14 bagian ini terdapat pigmen berupa kloroplas dan karotenoid. Epidermis sebagai lapisan luar kulit merupakan bagian yang melindungi buah jeruk yang terdiri dari lapisan lilin, matriks kulin, dinding sel primer dan sel epidermal. Pertumbuhan dan kematangan buah sejalan dengan membesarnya kelenjar minyak. Albedo merupakan jaringan yang berhubungan dengan core di tengah- tengah buah, berfungsi untuk mensuplai air dan nutrisi dari pohon untuk pertumbuhan dan perkembangan buah. Pada albedo banyak terdapat selulosa, hemiselulosa, lignin, senyawa pektat, hesteperiodes serta senyawa-senyawa limonim yang menyebabkan timbulnya rasa pahit pada buah. Jeruk lemon dapat menghasilkan beberapa jenis jeruk baru setelah dikawin- silangkan dengan beberapa jenis jeruk lain. Di Indonesia jenis tanaman jeruk lemon yang dikembangkan antara lain adalah : lemon tea, lemon squash, lemon cui, lemon eureka. Karakteristik citra merupakan hal yang penting di dalam pemrosesan citra digital. Untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik dari sebuah citra perlu digunakan teknologi yang tepat. Teknik image processing citra digital adalah suatu teknologi yang dikembangkan untuk mendapatkan informasi dari citra image dengan cara memodifikasi bagian dari citra yang diperlukan sehingga menghasilkan citra dalam bentuk lain yang lebih informatif Jain et al., 1995. Citra digital merupakan representasi model nyata dari sebuah obyek. Teknik pengolahan citra digital ini dapat memeriksa kondisi obyek melalui penampilannya, secara non destruktif. Ahmad 2002 menggunakan teknik ini untuk memeriksa mutu buah mangga. Sedangkan Wulfhson et al 1993 menggunakan teknik ini untuk sortasi buah kurma. Citra digital non fisik tentu berbeda dengan gambar foto, gambar cetak yang bersifat fis ik. Citra dalam bentuk data digital akan lebih mudah untuk dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan tertentu. Sehingga teknik ini amat praktis untuk diterapkan dalam bidang pertanian khususnya bidang pasca panen. Citra diperoleh dengan menggunakan sensor citra kamera yang dilengkapi dengan lensa. Lensa ini berfungsi untuk memproyeksikan bayangan dari benda- 15 benda yang berada di depannya. Fungsi lensa sebenarnya mirip dengan retina pada mata manusia, sehingga bayangan yang dihasilkan pada bidang citra bersifat sejati, terbalik, dan diperkecil, seperti pada Gambar 7. Sensor citra image sensor jenisnya antara lain adalah : vidicon tube, image orthicon tube, image dissector tube, dan solid-state image sensor. Solid -state image sensor banyak digunakan karena beberapa kelebihan dibandingkan dengan alat yang lain. Kelebihannya adalah antara lain konsumsi daya listrik yang minim, ukuran kecil dan kompak, tahan guncangan, mudah pengoperasiannya, dan lain- lain. Model solid-state image sensor mempunyai sebuah array elemen foto- elektrik yang dapat membangkitkan tegangan listrik dan photon. Model sensor ini berdasarkan caranya scanning dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : charged- coupled device CCD dengan keunggulan memiliki resolusi yang tinggi dan metal-oxide semiconductor MOS yang mempunyai kelebihan pada hasil citra yang tajam. Sensitivitas kamera yang digunakan akan sangat menentukan hasil yang diperoleh. Sehingga dalam proses pengambilan data perlu dipertimbangkan tingkat sensitivitas kamera yang digunakan. Sebagaimana dilaporkan oleh Throop et al.1994, bahwa kamera dengan sensitivitas yang tinggi dapat memisahkan apel yang rusak dengan akurasi 99,9 . Sedang kamera dengan sensitivitas yang rendah dapat memisahkan apel yang rusak dengan akurasi 95 . Meskipun pada saat ini sudah banyak kamera digital, namun bisa juga citra diambil dengan menggunakan kamera analog. Karena komputer bekerja dalam mode digital, maka diperlukan sebuah mekanisme untuk merubah sinyal analog tersebut ke dalam sinyal digital. Mekanisme untuk merubah sinyal analog menjadi sinyal digital adalah dengan melakukan konversi sinyal analog tersebut menjadi sinyal digital dengan menggunakan sebuah alat analog-digital AD converter. Proses pengolahan citra diawali dengan pengambilan gambar dengan menggunakan kamera, selanjutnya gambar dalam mode analog tersebut diteruskan ke dalam image frame grabber. Dalam image frame grabber sinyal analog tersebut masuk ke dalam AD converter dan diubah menjadi sinyal digital. Sinyal digital keluaran dari AD converter lalu ditransmisikan ke dalam memori citra 16 digital. Selanjutnya dengan menggunakan algoritma pengolahan citra dan perangkat komputer, sinyal digital tersebut diolah sesuai keperluan. Gambar 6 menunjukkan perangkat keras dan aliran data pengolahan citra. Proses pembentukan sebuah citra terdiri dari dua bagian : 1. Geometri formasi citra, yang menentukan posisi di mana di dalam bidang citra proyeksi sebuah titik pemandangan akan ditempatkan. Teknik ini mengkonversi posisi 3 dimensi obyek di lapang ke dalam posisi 2 dimensi citra di layar komputer. 2. Fisik cahaya, yang menentukan kecerahan sebuah titik di dalam bidang citra sebagai fungsi dari pencahayaan pemandangan dan sifat-sifat permukaan. Algoritma Pengolahan Citra Kamera CCD obyek Lampu Computer AD Converter Image Memory Image frame grabber Gambar 6 Perangkat keras dan aliran data pengolahan citra. Pada Gambar 7, diperlihatkan model yang mendasar dari proyeksi sebuah titik pada pemandangan ke dalam bidang citra. Pada model ini pusat sistem pembentukan citra berpotongan dengan titik awal koordinat sistem tiga dimensi x, y, z. Posisi horisontal ditunjukkan oleh x , posisi vertikal ditunjukkan oleh y, sedang jarak dari kamera ke suatu titik obyek ditunjukkan oleh z. Yang dimaksud dengan garis pemandangan dari suatu titik di dalam pemandangan adalah sebuah garis yang menyentuh titik tersebut dan titik pusat proyeksi, sedang jarak dari suatu titik ke kamera dinyatakan dengan z, yang sejajar dengan sumbu z. 17 Pada kamera yang sebenarnya, citra hasil bentukan berada di belakang pusat proyeksi dengan jarak f. Meskipun pada kamera yang sebenarnya bidang citra berada di belakang pusat proyeksi seperti pada Gambar 7, namun demi kemudahan dalam memahami maka bidang citra dianggap berada di depan pusat proyeksi, seperti pada Gambar 8. y x z r f z r x’,y’ x Bidang citra terbalik Titik obyek x,y,z y Gambar 7 Proyeksi pembentukan citra untuk citra di belakang pusat proyeksi Jain et al, 1995 y x r z x y x’,y’ r y x x y Bidang citra terbalik Titik obyek x,y,z Gambar 8 Proyeksi pembentukan citra untuk citra di depan pusat proyeksi Jain et al, 1995 18 Dari Gambar 8 selanjutnya dicoba menurunkan beberapa rumusan dasar yang dapat dipergunakan untuk perhitungan-perhitungan utama di dalam pengolahan citra. Seperti dijelaskan di atas bahwa jarak dari suatu titik x , y , z dalam sebuah pemandangan ke sumbu z dinyatakan dengan 2 2 y x r + = , sedang jarak titik hasil proyeksi pada citra x’ , y’ dinyatakan dengan 2 2 y x r + = . Dari kedua rumus di atas didapat hubungan : r r z f = …………………………………………………………………… …..1 r r y y x x = = …………………………………………………………………..… 2 Dan substitusi persamaan 1 ke dalam persamaan 2 menghasilkan : z f x x = dan z f y y = ……………………………………………………..… 3 Sehingga posisi suatu titik di dalam bidang citra diberikan dengan persamaan berikut : x z f x = …………………………………………………………………. …4 y z f y = ……………………………………………………………………… 5 Satuan citra terkecil disebut pixel picture element , yang berarti elemen citra. Sedangkan sebuah citra merupakan kumpulan dari kotak-kotak segiempat yang teratur sehingga jarak horisontal dan vertikal antar pixel adalah sama pada seluruh bagian citra. Selanjutnya di dalam memori komputer setiap pixel diwakilkan oleh sebuah nilai dalam bilangan bulat. Seringkali sebuah pixel merupakan representasi dari 8-bit bilangan bulat integer dengan rentang [0,255], dengan 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih dan tingkat abu-abu berada diantara nilai tersebut. Selanjutnya untuk keperluan analisis dalam pengolahan citra seperti penghitungan luas area suatu obyek, orientasi, dan sifat-sifat geometri lainnya diperlukan cara untuk mendapatkan citra biner dari suatu obyek. Citra biner bisa 19 diperoleh dengan cara melakukan segmentasi citra dengan dasar perbedaan sinyal warnanya. Setiap citra dengan karakteristik nilai pencahayaan tertentu memerlukan nilai threshold tertentu yang mungkin tidak cocok untuk citra lainnya. Sehingga sebenarnya meskipun nilai threshold nya sama namun tidak dapat digunakan untuk citra yang berbeda. Oleh karena itu peranan pengaturan cahaya dalam perekaman citra penting sekali. Seperti dillaporkan Wulfhson et al.1993, bahwa penerangan merupakan hal yang kritis dalam pemrosesan citra digital. Sehingga tingkat cahaya yang berbeda dapat menghasilkan kualitas citra yang berbeda pula. Hal yang penting dalam pengolahan citra setelah kita dapat menghasilkan obyek adalah mengenali dan menentukan lokasi obyek tersebut. Untuk mengenali obyek biasanya dengan mengetahui ukuran, posisi, dan orientasi obyek. Untuk menghitung ukuran area suatu obyek A digunakan persamaan Jain et al.,1995 : ∑∑ = = = n i m j j i B A 1 1 ] , [ ………….……………………………………………………6 dimana B[i,j] adalah citra biner pada koordinat pixel i,j. Selanjutnya setelah kita mengetahui luas area A suatu obyek, maka biasanya mengetahui posisi obyek di dalam sebuah citra digunakan untuk melengkapi informasi yang digunakan untuk analisis citra digital. Posisi obyek direpresentasikan dengan sumbu x dan sumbu y, dan dilambangkan dengan x dan y . Formula untuk posisi obyek ditampilkan pada persamaan berikut : A j i B j x m j n i ∑ ∑ = = = 1 1 ] , [ …………….……………………………………………. 7 A j i B i y m j n i ∑ ∑ = = = 1 1 ] , [ …………………….………………………………………8 dengan x dan y adalah koordinat titik pusat dari region. Warna merupakan jumlah relatif dari tiga warna pokok merah R, hijau G, dan biru G. Dengan menggabungkan ketiga intensitas warna tersebut, maka didapat citra berwarna. Untuk mempermudah penafsiran hasil dari model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga komponen warna tersebut menjadi indeks warna merah r, indeks warna hijau g, dan indeks 20 warna biru b. Sedangkan model warna yang paling sesuai untuk dipersepsi oleh manusia adalah corak hue disingkat H, kejenuhan saturation disingkat S, dan intensitas intensity disingkat I. Persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung pada tiga faktor Jain et al, 1995 : 1. Spectral reflectance dari permukaan. Hal ini menentukan bagaimana suatu permukaan memantulkan warna, 2. Spectral content dari penyinaran. Artinya adalah kandungan warna dari cahaya yang menyinari permukaan, 3. Spectral response. Artinya adalah kemampuan merespons warna dari sensor dalam imaging system. Pengolahan citra dengan menggunakan warna merupakan salah satu teknik yang sering digunakan untuk membedakan status dari citra tersebut. Cara yang sering digunakan dalam mengklasifikan warna selain dengan model CIE adalah dengan menggunakan model warna red, green, blue RGB, dan hue, saturation, intensity HSI. Jain et al1995 merumuskan untuk menormalisasikan nilai RGB hasil dari pembacaan citra dapat digunakan rumus berikut ini : B G R R r + + = …………………………………………………………………9 B G R G g + + = …………………………………………………………………10 B G R B b + + = ……………………………………………….………………11 dengan r, g, dan b adalah nilai indeks warna merah, hijau, dan biru. Model warna HSI diperoleh dengan cara melakukan konversi dari warna- warna RGB, dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut Jain et al., 1995 : 2 2 cos 2 B G B R B G B G R H − − + − − − = ….………………………………......12 Sehingga : 21 2 2 2 1 B G B R B G B G R Cos H − − + − − − = − …………………………………13 , , min 3 1 B G R B G R S + + − = .………………………………………………..14 3 1 B G R I + + = ………………………………………………………….…15 dengan H, S, dan I adalah corak hue, kejenuhan saturation , dan intensitas intensity. Dengan menggunakan rumusan di atas kita dapat menganalisis perbedaan warna pada permukaan sebuah citra digital. Perbedaan warna ini dapat digunakan untuk memisahkan antara obyek dan selainnya. Pengembangan algoritma yang menggunakan batas ambang thresholding dengan warna merupakan hal yang dapat diterapkan dalam bidang keteknikan pertanian khususnya bidang pasca panen. Penerapan penggunaan warna ini bisa untuk sortasi produk pertanian, seperti Sarkar and Wolfe 1985a; 1985b dalam Choi et al.1995 yang mengembangkan algoritma klasifikasi menggunakan analisis citra digital dan teknik pengenalan pola untuk mensortir buah tomat. Juga Shearer dan Payne 1990 dalam Choi et al.1995 mengembangkan sistem vision untuk menyortir biji lada bell peppers dengan memetakan nilai RGB ke dalam hue dan secara statistik mengklasifikasikan distribusi frekuensinya dengan hasil cukup memuaskan. Sedangkan Slaughter dan Harrel 1987 dalam Choi et al.1995 menunjukkan bahwa threshold dengan Hue panjang gelombang dominan dan saturation tingkat kejenuhan dapat digunakan untuk membedakan buah jeruk orange dari latar belakangnya seperti daun-daunan, langit, awan, dan tanah. Selain itu, Wiggers et al. 1988 dalam Choi et al. 1995 menggunakan sistem pengolahan citra warna untuk mendeteksi dan mengklasifikasikan kacang kedelai yang rusak oleh cendawan dengan menggunakan hue dan rasio sinyal red, green, dan blue. Mereka melaporkan bahwa rasio warna lebih handal dari metode hue untuk mendeteksi perbedaan warna. Varghese et al. 1991 dalam Choi et al. 1995 mengembangkan sistem mesin vision machine vision untuk menginspeksi dan menilai buah apel segar 22 berdasar warna, defect, bentuk, dan ukuran. Buah apel yang diklasifikasikan berdasar warna mendapat akurasi yang sangat tinggi menggunakan histogram hue. Thomas dan Connoly 1986 dalam Tao et al.1995 membandingkan persepsi warna pada manusia dan kemampuan sensor warna ya ng ada. Mereka melaporkan pengolahan citra digital menggunakan sinyal RGB sangat tidak efisien, tetapi lebih mudah ditransformasikan ke dalam sistem koordinat yang berguna dimana satu sumbu merepresentasikan warna dari obyek sesungguhnya atau hue. Morrisey 1988 dalam Tao et al. 1995 melaporkan keunggulan dari pengolahan citra berwarna menggunakan atribut hue, saturation, dan intensitas. Dia menyatakan bahwa atribut-atribut tersebut merupakan aproksimasi yang dekat dengan interpretasi manusia terhadap warna. Tao et al. 1995, melaporkan representasi warna dengan HSI memberikan skema yang efisien untuk pembedaan warna secara statistik. Metode pembedaan linier didasarkan pengujian pada citra buah kentang dan apel. Dengan representasi histogram hue sebagai fiturnya, mesin vision dapat mencapai akurasi sebesar 90 dalam inspesi warna kentang dan apel. Damiri 2003, melaporkan bahwa indeks warna merah dan indeks warna hijau pada pengolahan citra dapat membedakan tingkat kematangan jeruk lemon pada umur petik 100 hsbm. dan umur 110 hsbm. sedang fitur energi pada teknik pengolahan citra dapat membedakan tingkat kematangan pada umur 110 hsbm. dan umur 120 hsbm. Fujiura et al. 1990 dalam Kondo dan Ting 1998 melaporkan Untuk membuat citra biner jeruk orange mandarin digunakan sinyal merah R dan hijau G. Juga dilaporkan sensor kamera yang digunakan di alam bebas menggunakan filter optik neutral-density optical filter untuk menetralkan cahaya matahari yang masuk ke dalam lensa kamera. Woebbecke et al.1995 melaporkan untuk membedakan gulma weed terhadap latar belakangnya yang bukan tanaman hidup dapat digunakan kombinasi indeks r-g, g-b, g-b|r-g|, 2g-r-b, dan hue yang dimodifikasi. Dan hasilnya hue yang dimodifikasi dan indeks 2g-r-b dapat membedakan gulma weed terhadap latar belakangnya lebih baik dari yang lainnya. 23 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memisahkan citra buah lemon dari latarnya, sehingga buah jeruk lemon ini dapat terdeteksi di layar citra. Fokus penelitian ini adalah mengetahui parameter warna apa yang dapat digunakan untuk mengeliminasi latar jeruk lemon dan dilanjutkan dengan pengembangan algoritmanya tanpa memperhitungkan faktor jarak. Hasil akhir yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapat metode yang dapat menghasilkan citra biner buah jeruk lemon yang terpisah dengan latarnya.

B. Bahan dan Metode