Efisiensi Usaha STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI

pada tingkat produsen termasuk biaya penyimpanan dan penurunan kualitas suatu produk. Biaya penyimpanan dihitung berdasarkan biaya kadar air kopra menurut istilah pedagang. Kopra yang kadar airnya tinggi berarti biayanya lebih tinggi lagi. Cara mengatasinya yaitu kopra disimpan atau dijemur. Tabel 35. Rata-Rata Biaya Transaksi Usaha Kelapa Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Kelapa di Bolaang Mongondow, Tahun 2006- 2007 Komponen Biaya Transaksi Biaya RpKg 1. Biaya Transpor Penjualan Kopra 26.33 22.52 2. Biaya Penyimpanan 90.61 77.48 T o t a l 116.94 100.00 Tabel 35 menunjukkan bahwa biaya penyimpanan merupakan biaya terbesar yaitu 77.48 persen, kemudian diikuti biaya transpor penjualan kopra sebesar 22.52 persen per kg kopra. Walaupun biaya transpor lebih kecil dibanding biaya penyimpanan namun biaya tersebut dapat mempengaruhi penerimaan pada usaha kelapa. Harga penjualan kopra ditentukan oleh pedagang. Kemudian harga yang diterima rumahtangga adalah harga yang sudah dikurangi biaya penyimpanan dan biaya transpor penjualan kopra. Dalam hal ini rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow menghadapi struktur pasar tidak sempurna imperfect competition dalam penjualan kopra.

6.4. Efisiensi Usaha

Efisiensi usaha dalam penelitian ini diukur berdasarkan usaha ternak sapi, usaha ternak sapi - jagung dan usaha ternak sapi - kelapa. Kriteria untuk melihat efisiensi diantaranya rasio biaya transaksipenerimaan, rasio biaya transaksibiaya dan rasio biaya transaksipendapatan. Biaya transaksi dapat menentukan efisiensi usaha ternak sapi per kg ternak sapi, usaha ternak sapi - jagung di Minahasa dan usaha ternak sapi - kelapa di Bolaang Mongondow Tabel 36. Tabel 36. Rasio Biaya Transaksi terhadap Penerimaan, Total Biaya dan Pendapatan pada Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi- Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006- 2007 U r a i a n Minahasa Bolaang Mongondow RpKg Rasio RpKg Rasio A. Ternak Sapi 1. Biaya Transaksi 1 5 972.98 6 211.04 2. Penerimaan 1 35 000.00 0.17 35 000.00 0.18 3. Total Biaya 1 22 347.43 0.27 25 949.52 0.24 4. Pendapatan 1 12 652.57 0.47 9 050.48 0.69 B. Usaha Sapi-Tanaman 2 1. Biaya Transaksi 6 020.43 6 327.98 2. Penerimaan 3 79 368.67 0.08 274 801.75 0.02 3. Total Biaya 3 57 428.41 0.10 181 352.29 0.03 4. Pendapatan 3 21 940.26 0.27 93 449.46 0.07 Keterangan: 1 = Dihitung untuk ternak sapi terjual 2 = Usaha ternak sapi-jagung di Minahasa; Usaha ternak sapi-kelapa di Bolaang Mongondow 3 = Termasuk penerimaan, biaya dan pendapatan yang diperhitungkan Biaya transaksi ternak sapi menunjukkan biaya yang ditanggung rumahtangga petani peternak sapi pada saat melakukan transaksi penjualan ternak sapi yang dihitung per kg ternak sapi. Penerimaan adalah harga yang diterima rumahtangga per kg ternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow. Total biaya adalah biaya ternak sapi terjual per kg yang dikeluarkan rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow, terdiri dari biaya rumput Rpkg, biaya tenaga kerja Rpkg, biaya obat Rpkg dan biaya transaksi Rpkg. Sedangkan pendapatan adalah penerimaan penjualan ternak sapi Rpkg dikurangi total biaya ternak sapi terjual Rpkg. Tabel 36 menunjukkan bahwa rasio biaya transaksi dan penerimaan per kg ternak sapi hidup pada usaha ternak sapi rumahtangga petani peternak di Minahasa lebih kecil dibanding di Bolaang Mongondow yaitu masing-masing sebesar 0.17 dan 0.18. Artinya dengan penerimaan usaha ternak sapi sebesar Rp 1 maka rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow masing-masing akan menanggung biaya transaksi sebesar Rp 0.17 dan Rp 0.18. Hasil ini lebih kecil dibanding hasil penelitian Anggraini untuk nelayan kincang sebesar 0.24 Anggraini, 2005. Rasio biaya transaksi dan total biaya ternak sapi per kg pada usaha ternak sapi rumahtangga petani peternak di Minahasa lebih besar dibanding rumahtangga di Bolaang Mongondow yaitu masing-masing sebesar 0.27 dan 0.24. Artinya dengan total biaya ternak sapi per kg sebesar Rp 1 maka rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa dan di Bolaang Mongondow akan menanggung biaya transaksi masing- masing sebesar Rp 0.27 dan Rp 0.24. Nilai rasio biaya transaksi dan pendapatan per kg ternak sapi rumahtangga petani peternak di Minahasa lebih kecil dibanding Bolaang Mongondow yaitu masing-masing sebesar 0.47 dan 0.69. Artinya dengan pendapatan per kg ternak sapi sebesar Rp 1 maka rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow masing-masing akan menanggung biaya transaksi sebesar Rp 0.47 dan Rp 0.69. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa lebih efisien. Hal ini disebabkan kualitas ternak sapi untuk jenis dan umur yang sama di Minahasa lebih baik. Selain itu, rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow tidak mempunyai informasi harga sehingga penerimaan per ekor ternak sapi lebih kecil disebabkan biaya transaksi yang ditanggung mereka lebih tinggi. Efisiensi dapat ditingkatkan bila informasi lebih baik. Rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow juga menanggung biaya transpor pedagang yang datang ke rumah peternak dan ditentukan oleh pedagang. Rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow menanggung biaya sarana produksi lebih besar yang disebabkan harga rumput lebih tinggi. Kondisi di atas akan berbeda apabila rasio biaya transaksipenerimaan, biaya transaksibiaya dan biaya transaksipendapatan dihitung berdasarkan integrasi usaha. Seperti terlihat pada Tabel 36, penerimaan, biaya dan pendapatan per kg usaha ternak sapi yang dihitung adalah penerimaan, biaya dan pendapatan yang dibayar dan diperhitungkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa integrasi usaha ternak sapi-jagung rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa lebih efisien dibanding apabila usaha ternak sapi tanpa integrasi. Demikian pula integrasi usaha ternak sapi-kelapa rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow lebih efisien dibanding apabila usaha ternak sapi tanpa integrasi. Menurut Bamualim, et al 2004, keuntungan langsung integrasi usaha ternak sapi-tanaman pangan adalah peningkatan pendapatan dari penjualan ternak dan jagung. Sedangkan keuntungan tidak langsung adalah perbaikan kualitas tanah akibat pemberian pupuk kandang pada lahan sawah tadah hujan. Selanjutnya menurut Kariyasa dan Kasryno 2004 bahwa usaha ternak sapi akan efisien jika manajemen pemeliharaan diintegrasikan dengan tanaman sebagai sumber pakan bagi ternak itu sendiri. Integrasi usaha ternak sapi-tanaman juga dapat dilakukan sebagai upaya meminimalkan biaya transaksi Whinston, 2003 dan Williamson, 2008. Dalam hal ini dibutuhkan peran pemerintah untuk memberikan penyuluhan, agar rumahtangga petani peternak sapi mengembangkan pola usaha ternak sapi terintegrasi dengan tanaman. Perlu pembentukan kelompok- kelompok usaha ternak sapi, sebagai salah satu upaya memperbaiki kelembagaan penjualan ternak sapi. Usaha ternak sapi dilakukan dengan berkelompok memiliki keuntungan diantaranya memperkuat posisi tawar petani dalam penjualan ternak Fagi, et al. 2004; Fagi dan Kartaatmadja, 2004.

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN