Pada model rumahtangga petani peternak sapi dalam penelitian ini perilaku konsumsi, produksi maupun suplai tenaga kerja akan dianalisis secara simultan.
Perilaku produksi mempengaruhi perilaku konsumsi sebaliknya perilaku konsumsi mempengaruhi perilaku suplai tenaga kerja dan produksi. Dalam perilaku ekonomi
rumahtangga petani peternak terdapat biaya transaksi, sehingga asumsi dalam model pendekatan separabel seperti tersebut di atas tidak berlaku karena dalam memasarkan
produksinya rumahtangga menanggung biaya transaksi. Implikasinya salah satu asumsi di atas tidak berlaku, pemecahan masalah produksi, masalah konsumsi dan
suplai tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara pendekatan non-recursive.
3.5. Pengaruh Biaya Transaksi
Pada rumahtangga petani peternak berlaku adanya biaya transaksi. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa rumahtangga melakukan aktivitas ekonomi
mengeluarkan biaya. Biaya tersebut meliputi biaya produksi dan biaya transaksi. Kondisi perekonomian Negara kita yang dilanda krisis moneter sangat berdampak
sampai pada daerah-daerah. Dampak ini berpengaruh terhadap harga produk dan harga input. Peningkatan harga produk dan harga input disebabkan tingginya biaya
transpor. Faktor penyebab tingginya biaya transpor adalah naiknya harga BBM. Secara teori biaya transpor merupakan salah satu biaya dalam biaya transaksi.
Adanya biaya transaksi tersebut melanggar asumsi separable Sadoulet et al., 1995. Naiknya biaya transaksi menyebabkan terjadinya kegagalan pasar market failure.
Dalam teori ekonomi, salah satu kegagalan pasar yang terjadi disebabkan karena adanya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi lebih besar karena adanya
ketidak-sempurnaan pasar menyebabkan produk yang dapat diproduksi secara efisien tidak terjadi. Hal inilah yang mengakibatkan kegagalan pasar. Biaya transaksi dapat
menyangkut faktor internal dan eksternal usahatani. Dalam hal ini dapat dilihat dari perbedaan antara rancangan internal dan ekternal usahatani atau struktur penguasaan.
Rancangan internal menunjukkan hubungan struktur penguasaan antara pemilik usahatani, manajer dalam hal ini rumahtangga dapat sebagai pemilik dan sebagai
manajer dan pekerja. Rancangan eksternal menunjukkan hubungan struktur penguasaan rumahtangga dalam pasar.
Rancangan internal dan eksternal dicirikan oleh masalah moral hazard sebagai hasil biaya organisasi atau biaya transaksi internal dan biaya menggunakan
pasar atau biaya transaksi eksternal. Rancangan internal ditentukan oleh hubungan principal-agent
antara rumahtangga dan pekerja usahatani. Moral hazard dalam usahatani adalah suatu konsekuensi kombinasi dari sulitnya menghubungkan usaha
untuk output dalam tim produksi. Rancangan eksternal menunjukkan hubungan principal-agent
dalam pasar, misalnya transaksi dengan kompetitor, supplier sumberdaya, pembeli, bank dan sebagainya. Masalah moral hazard dikarenakan
biaya transaksi menggunakan pasar. Biaya transaksi pasar dapat menghasilkan ketidak-sempurnaan dalam pasar input maupun pasar output.
Rancangan eksternal dalam rumahtangga petani peternak mencakup pilihan dari lingkup usaha ternak scope, jangka waktu usaha span, kecepatan usaha
speed dan skala usaha scale. Lingkup usaha ternak menunjukkan jumlah aktivitas yang dikerjakan dalam produksi usaha ternak diversifikasi produk dan off-farm.
Berkaitan dengan jangka waktu, biaya transaksi akan meningkat sebagai hasil
spesifikasi produksi dalam rantai produk vertikal. Masalah jangka waktu ini menyangkut penjualan output. Kecepatan usaha menunjukkan tingkat inovasi
pengembangan bisnis usaha ternak. Kecepatan usaha dapat dilihat dari apakah rumahtangga melakukan investasi dalam usahanya atau tidak. Sedangkan skala usaha
menunjukkan ukuran usaha pada aktivitas usaha ternak dalam rumahtangga. Skala usaha dilihat dari total output usahatani.
Tujuan untuk melakukan transaksi tidak hanya menyangkut output tetapi juga berkaitan dengan usahatani seperti lahan, tenaga kerja, mesin-mesin serta pembelian
input dan jasa Sartorius, 2006. Biaya transaksi digambarkan sebagai biaya untuk memperoleh barang dan jasa dengan tehnologi tertentu. Biaya transaksi dapat terjadi
sebagai hasil tehnologi, bagian tenaga kerja, lokasi pasar atau pelaku-pelakunya. Menurut Allen and Lueck 2004, biaya transaksi adalah penting dalam pertanian
karena alam seperti musim, cuaca juga penyakit dapat berpengaruh dalam proses menghasilkan output dan hal ini membatasi petani untuk spesialisasi.
Biaya transaksi dapat terjadi mulai dari akivitas penanaman, panen dan distribusi. Aktivitas tersebut terjadi baik pada petani skala besar maupun petani skala
kecil. Petani dengan skala kecil dapat menghasilkan biaya transaksi lebih tinggi dibanding petani skala besar. Biaya transaksi menurut Williamson 2008 berkaitan
dengan kelembagaan. Berdasarkan teori ekonomi neoklasik dan ekonomi modern, biaya transaksi
berhubungan dengan biaya bukan harga dalam pertukaran komersial. Biaya-biaya tersebut mencakup biaya dalam memasarkan, waktu negosiasi, dan biaya-biaya
jaminan dalam kontrak seperti biaya honor. Dalam pengertian sempit pemasaran
pertanian menunjukkan aktivitas distribusi suatu produk dari tingkat usahatani sampai ke tangan konsumen akhir. Dalam hal ini terdapat biaya penanganan, biaya transpor,
biaya penyimpanan, biaya prosesing, biaya pengepakan, biaya pasar, biaya manajemen risiko dan biaya perantara.
Berdasarkan pengertian di atas, biaya transaksi dapat diklasifikasikan sebagai biaya yang nyata tangible dan biaya tidak nyata intangible. Biaya yang nyata
menyangkut biaya transportasi, biaya penanganan, penyimpanan, prosesing, pengepakan, biaya pasar, manajemen risiko, upah perantara, biaya komunikasi dan
biaya legal lainnya. Sedangkan biaya tidak nyata menyangkut biaya ketidakpastian dan moral hazard. Besar kecilnya biaya transaksi tergantung dari pasar, kebijakan,
jasa pendukung serta informasi. Selanjutnya biaya tersebut dapat mempengaruhi keputusan rumahtangga. Biaya transaksi mempengaruhi perilaku ekonomi
rumahtangga petani peternak. Perilaku ekonomi rumahtangga dapat menyangkut keputusan produksi, konsumsi juga keputusan dalam investasi dan pemasaran. Biaya
transaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya terlihat pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan setiap rumahtangga melakukan aktivitas ekonomi
seperti keputusan produksi, konsumsi, investasi dan pemasaran. Keputusan produksi mempengaruhi keputusan konsumsi, sebaliknya keputusan konsumsi mempengaruhi
keputusan poduksi. Keputusan produksi mempengaruhi keputusan investasi dan pemasaran, sebaliknya keputusan investasi dan pemasaran mempengaruhi keputusan
produksi. Keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan investasi dan pemasaran, sebaliknya keputusan investasi dan pemasaran mempengaruhi keputusan konsumsi.
Gambar 7. Biaya Transaksi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya RUMAH
TANGGA PETANI
PETERNAK KEPUTUSAN
PRODUKSI
KEPUTUSAN KONSUMSI
KEPUTUSAN INVESTASI
PEMASARAN PASAR
KEBIJAKAN
JASA PENDUKUNG
INFORMASI
BIAYA TRANSAKSI
VARIABEL : -KARAKTERISTIK
RT -BANK
-LISTRIK -KOPERASI
-JARAK -LAHAN
KONDISI SOSIAL
EKONOMI
Perilaku rumahtangga petani peternak dipengaruhi oleh pasar, kebijakan, jasa pendukung dan informasi. Pasar dalam hal ini menyangkut pasar lokal, provinsi,
nasional dan internasional. Kebijakan pemerintah termasuk peraturan dan regulasi. Sedangkan jasa pendukung berupa infrastruktur, kredit, penawaran input dan
penyuluhan. Perilaku rumahtangga juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi
rumahtangga seperti umur, pengalaman, pendidikan formal, kredit, luas lahan, skala usaha, jumlah dan kualitas tenaga kerja, modal dan penguasaan tehnologi. Variabel-
variabel ini merupakan faktor internal dari rumahtangga. Pasar dan kebijakan mempengaruhi biaya transaksi. Biaya transaksi tersebut
dipengaruhi oleh variabel karakteristik rumahtangga, bank, listrik, koperasi, jarak dan lahan. Karakteristik rumahtangga diantaranya struktur demografi mempengaruhi
biaya transaksi. Hal ini dapat dilihat dari ketergantungan rasio cw. Rumahtangga dengan cw rendah berarti jumlah pekerja lebih besar dari beban konsumsi,
menghadapi unit biaya transaksi yang rendah. Kondisi ini disebabkan jumlah pekerja lebih banyak sehingga akses output yang dijual lebih besar.
Semakin banyak pekerja on-farm, semakin banyak pangan dihasilkan untuk surplus. Jumlah anak sekolah dan anak tidak bekerja secara negatif mempengaruhi
partisipasi pemasaran dalam rumahtangga karena sebagian besar pangan yang diproduksi digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Anggota rumahtangga yang lebih
berpengalaman cenderung melakukan kontrak personal dan menggunakan kesempatan dalam penjualan hasilnya dengan biaya yang rendah. Disini rumahtangga
menghadapi biaya transaksi terendah.
Rumahtangga yang mempunyai rekening bank dapat meningkatkan kontak dengan perkotaan sebagai tempat penjualan dan pembelian input. Adanya listrik
cenderung dapat menurunkan biaya transaksi, dalam hal ini rumahtangga dapat mengakses informasi melalui radio dan televisi. Rumahtangga sebagai anggota
koperasi dengan mudah dapat melakukan proses produksi dan memasarkan hasil usahanya. Hal ini berdampak positif dalam penurunan biaya transaksi dan dapat
memperbaiki saluran pemasaran. Jarak pasar dan lokasi usahatani mempengaruhi biaya transaksi. Ukuran lahan juga mempengaruhi biaya transaksi karena semakin
besar biaya tetap maka biaya transaksi semakin besar. Implikasinya variabel yang mempengaruhi biaya transaksi tersebut dapat
mempengaruhi keputusan produksi, konsumsi, investasi dan pemasaran. Biaya transaksi juga mempengaruhi keputusan-keputusan rumahtangga tersebut. Variasi dan
kualitas pemasaran ditentukan oleh biaya transaksi yang sebaliknya mempengaruhi tingkat pendapatan rumahtangga. Tingkat pendapatan rumahtangga mempengaruhi
keputusan produksi maupun keputusan konsumsi. Berdasarkan fenomena tersebut dapat dinyatakan bahwa biaya transaksi sangat penting untuk implikasi kebijakan.
Dalam perilaku ekonomi rumahtangga petani peternak, variabel-variabel yang mempengaruhi biaya transaksi akan dimasukkan dalam model analisis, kecuali bank
dan koperasi. Rumahtangga petani peternak tradisional diduga tidak mempunyai rekening bank. Variabel-variabel biaya transaksi diduga mempengaruhi keputusan
produksi, konsumsi, investasi dan pemasaran pada rumahtangga petani peternak.
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode survei pada sampel rumahtangga petani usaha ternak sapi-tanaman di Sulawesi Utara. Pengumpulan data menggunakan
metode wawancara kepada responden petani peternak dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan.
4.2. Jenis Data dan Sumber Data
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juli 2006 sampai Pebruari 2007. Jenis data yang digunakan adalah data cross section dan data time series, dari sumber data
adalah data primer dan data sekunder. Data primer cross section setahun diperoleh dari wawancara langsung dengan responden. Sedangkan data sekunder time series
tahunan diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini serta data hasil penelitian yang dipublikasi Sinaga, 1996.
4.3. Penentuan Lokasi
Kabupaten, kecamatan dan desa sebagai wilayah penelitian ditentukan secara purposive. Kabupten Minahasa dan Bolaang Mongondow adalah daerah yang
populasi ternak sapi terbanyak dan sebagai basis ternak sapi. Kedua Kabupaten ini juga sebagai wilayah yang mendapat bantuan ternak sapi maupun bentuk uang dari
pemerintah. Kecamatan dan desa di Kabupaten Minahasa adalah kecamatan dan desa yang mempunyai jumlah ternak sapi terbanyak dengan komoditas dominan jagung.
Sedangkan Kecamatan dan desa di Kabupaten Bolaang Mongondow adalah