Biodiversitas Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur

(1)

BIODIVERSITAS BAMBU DI SUMATERA UTARA

BAGIAN TIMUR

TESIS

Oleh

ANDINI SAPUTRI

117030014/BIO

PROGRAM MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

BIODIVERSITAS BAMBU DI SUMATERA UTARA

BAGIAN TIMUR

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain dalam Program Studi Biologi pada Program Pascasarjana

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDINI SAPUTRI

117030014/BIO

PROGRAM MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : BIODIVERSITAS BAMBU DI

SUMATERA UTARA BAGIAN TIMUR

Nama Mahasiswa : ANDINI SAPUTRI

Nomor Induk Mahasiswa : 117030014

Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc.,Ph.D.) NIP. 19590815 198601 1 002

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS.) NIP. 19621214 199103 2 001

Ketua Program Studi Dekan

( (Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed.)

NIP. 19660209 199003 1 003

Dr. Sutarman, M.Sc.) NIP. 19631026 199103 1 001


(4)

Telah diuji pada : Tanggal 24 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc., Ph.D. Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS.

2. Dr. Nur Sahara Pasaribu, MSc. 3. Dr. T. Alif Aththorik, S.Si., M.Si.


(5)

PERNYATAAN ORISIONALITAS

“BIODIVERSITAS BAMBU DI SUMATERA UTARA BAGIAN TIMUR”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Magister Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain pada tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiyah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, Juli 2013

Andini Saputri NIM. 117030014


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Andini Saputri

NIM : 117030014

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

“Biodiversitas Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media,

memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juli 2013

Andini Saputri NIM.117030014


(7)

ABSTRAK

Studi Biodiversitas Bambu di Sumatra Utara Bagian Timur telah dilaksanakan pada bulan November 2012 – Maret 2013. Penentuan lokasi penelitian dengan menggunakan metode purposiv sampling, pengamatan penelitian meliputi eksplorasi

dan karakterisasi morfologi dengan menggunakan teknik eksplorasi. Hasil dari eksplorasi dan karakterisasi morfologi ditemuka n 15 jenis bambu yang

tersebar pada 8 Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Bagian Timur yaitu

Bambusa blumeana, Bambusa vulgaris, Bambusa glaucescens, Bambusa glaucophylla, Bambusa multiplex, Dendrocalamus asper, Gigantochloa atroviolacea, Gigantochloa atter, Gigantochloa achmadii,

Gigantochloa pruriens, Gigantochloa robusta, Schizotachyum bracycladum, Schizotachyum zollingeri, Schizotachyum sp dan Thyrsostachys siamensis. Biodiversitas tertinggi adalah Kabupaten Deli Serang sebanyak 13 jenis dan biodiversitas terendah adalah Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu Utara masing-masing sebanyak 4 jenis. Habitat bambu liar adalah hutan sekunder (4 jenis), lahan terbuka (11 jenis), pinggir sungai (11 jenis) dan lereng (3 jenis) sedangkan habitat bambu budidaya adalah pekarangan masyarakat (5 jenis) dan kebun masyarakat (5 jenis). Analisis kekerabatan berdasarkan ciri morfologi tersebut memperlihatkan jenis-jenis bambu terbagi kedalam 3 kelompok dengan kemirian morfologi berkisar antara 40 % - 80%.


(8)

BIODIVERSITY BAMBOO IN THE EAST AREA OF NORTH SUMATRA

ABSTRACT

The biodiversity of bamboo in east area of North Sumatra has been studied from Novemver 2012 antill March 2013. The research area was determined purposively, observationally including exploration and morphological characterization using exploration techniques. The results of that study showed from 15 species of bamboos found in 8 districts and cities in east area of North Sumatra i.e. Bambusa blumeana, Bambusa vulgaris, Bambusa glaucescens, Bambusa glaucophylla, Bambusa multiplex, Dendrocalamus asper, Gigantochloa atroviolacea, Gigantochloa atter, Gigantochloa achmadii, Gigantochloa pruriens, Gigantochloa robusta, Schizotachyum bracycladum, Schizotachyum zollingeri, Schizotachyum sp and Thyrsostachys siamensis. The highest biodiversity of bamboos are in Deli Serdang districts (13 spesies) and the lowerst are in Asahan and Labuhan Batu districts (4 spesies). The wild bamboo forest habitat are secondary (4 spesies), open land (11 species), a river (11 species) and slope (3 spesies), however cultivating bamboo habitat ther are 5 spesies in the yard (5 species) and community gardens (5 spesies). The kinship analysis based on morphological characteristics they show the kinds of bamboo are divided into 3 groups with similarity of morphology ranged from 40% to 80%.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian dengan judul Biodiversitas Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur. Penelitian ini diajukan dalam rangka memenuhi Kurikulum Program Magister Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Untuk menyelesaikan penelitian ini banyak pihak yang telah membantu saya hingga penelitian ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed., selaku Ketua Program Studi Magister Biologi, serta Dr. Sucu Rahayu, MSi., selaku Sekretaris S2 & S3 Program Studi Magister Biologi

4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc., Ph.D dan Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS. selaku dosen Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, MSc. dan Bapak Dr. T. Alief Aththorik, S.Si., M.Si. selaku dosen Penguji yang telah memberikan saran dan

masukannya untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Beasiswa Unggulan DIKNAS, terimakasih atas beasiswa yang telah

diberikan, sehingga penulis dapat melaksanakan perkuliahan dan penelitian ini dengan baik.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Biologi Magister SPs USU,

Terimakasih untuk ilmu yang diberikan.

8. Papa dan Mama tercinta Edi Saputra dan Lilis Suryani, atas segala doa, dukungan, perhatian serta kasih sayang yang tidak terhingga yang telah diberikan kepada penulis sampai dengan saat ini.

9. Adik-adik tersayang, Adinda Pelangi Saputri dan Dimas Wahyu Cahyo Saputra, atas perhatian, kasih sayang, perhatian serta dukungan kepada penulis dalam suka maupun duka sampai dengan saat ini, serta kepada Hijar Windro S., atas perhatian dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

10.Bapak Drs. Chairuddin , MSc dan Bapak Dr. Delvian, MSc., selaku sekretaris S2 & S3 PSL SPs USU dan Maya Afriani, SH., MH., atas dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

11.Teman-teman seperjuangan di Biologi 2011 Yanthi, Bang Mahya, Zulfan, Dwi, Ria, Aini, Rivo, Pak Son, Toberni, Ummi, Helen, Hariadi, Bu Fatma, Bang Budi, Bu Teti, Kak Masrayanti, Bu Evi, Bu Ratna, Zen, Nikmah, Kabul, Siti atas dukungan dan semangat selama perkuliahan.


(10)

12.Adik-adik di Laboraturium Taksonomi Tumbuhan Putri, Jhon yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan spesimen tumbuhan.

13.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

14.Melalui kesempatan ini, saya sampaikan semoga Allah SWT selalu

memberikan pahala, nikmat dan limpahan rahmat yang tiada tara.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga

Medan, Juli 2013 Penulis


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Andini Saputri

Tempat dan tanggal lahir : Pancur Batu, 25 Maret 1987

Alamat Rumah : Jalan Persatuan No. 25 Tuntungan II,

Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Medan

Kode Pos : 20353

Telpon/Faks/Hp : 082370707986

e-mail : puputandini87@yahoo.com

Instansi tempat kerja : Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan (PSL) SPs USU

Alamat Kantor : Jalan Prof. Maas Kampus USU Padang Bulan

Medan. Kode Pos : 20155

Telpon/Faks/Hp : 061-8217346

e-mail : psl_usu@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

SD : Swasta Bakhti, Pancur Batu Tamat : 1999

SMP : Swasta Galih Agung, Lau Bakeri Tamat : 2002

SMA : Swasta Galih Agung, Lau Bakeri Tamat : 2005

Strata - 1 : Departemen Biologi FMIPA USU Tamat : 2009


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bambu 4

2.2. Struktur Bambu dan Perawakannya 5

2.2.1. Akar Rimpang 5

2.2.2. Rebung 6

2.2.3. Buluh 6

2.2.4. Pelepah Buluh 8

2.2.5. Percabangan 9

2.2.6. Helaian Daun dan Pelepah Daun 9

2.2.7. Perbungaan 10

2.3. Ekologi Bambu 10

2.3.1. Iklim 10

2.3.2.Tanah 11

2.4. Sebaran Bambu 11

2.5. Pemanfaatan 12

2.6. Penelitian Terdahulu 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Deskripsi Area 15

3.1.1. Letak dan Luas Kawasan Sumatera Utara Bagian Timur

15

3.1.2.Topografi 15

3.1.3. Iklim 16

3.1.5. Vegetasi 16

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 16

3.3. Alat dan Bahan Penelitian 17

3.4. Metode Penelitian 17

3.4.1. Lapangan 17


(13)

3.5. Analisis Data 20 3.5.1. Analisis Jenis-Jenis Bambu Berdasarkan

Kemiripan Morfologi

20

3.5.2. Analisi Tanah 20

3.5.3. Sebaran Bambu 20

3.5.4. Pemanfaatan Bambu 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Biodiversitas Bambu Di Sumatera Utara Bagian Timur

21

4.2. Habitat Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur 26

4.3. Pemanfaatan Bambu 31

4.4. Ciri-Ciri Morfologi Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur

33

4.5 Analisis Kemiripan Morfologi Bambu

menggunakan NTSys

34

4.6. Kunci Identifikasi Jenis-Jenis Bambu untuk

Tingkat Marga di Sumatera Utara Bagian Timur

36

4.6.1. Kunci Determinasi Bambu Tingkat Marga 36

4.6.2. Kunci Determinasi Bambu Tingkat Jenis 37

4.7 Deskripsi Jenis-Jenis Bambu 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 53

5.2 Saran 54


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Akar Rimpang 5

2.2 Morfologi Buluh Bambu 7

2.3 Bagian-Bagian Pelepah Buluh 8

2.4 Bentuk Percabangan 9

4.1 Peta Sebaran Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur 25

4.2 Phenogram Jenis-Jenis Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur

36

4.3 Bambusa blumeana 38

4.4 Bambusa glaucescens 39

4.5 Bambusa glaucophylla 40

4.6 Bambusa multiplex 41

4.7 Bambusa vulgaris 42

4.8 Dendrocalamus asper 43

4.9 Gigantochloa achmadii 44

4.10 Gigantochloa atroviolacea 45

4.11 Gigantochloa atter 46

4.12 Gigantochloa pruriens 47

4.13 Gigantochloa robusta 48

4.14 Schizostachyum bracycladum 49

4.15 Schizostachyum zollingeri 50

4.16 Schizostachyum sp 51


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

4.1 Biodiversitas Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur 21

4.2 Habitat Bambu Di Sumatera Utara Bagian Timur 26

4.3 Karakteristik Fisik Dan Kimia Tanah Tempat Tumbuh

Bambu

29 4.4 Data Faktor Fisik Lingkungan Tempat Tumbuh Bambu 30

4.5 Pemanfaatan Jenis-Jenis Bambu Oleh Masyarakat

Di Sumatera Utara Bagian Timur.

31


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1 Peta Penyebaran Bambu pada 8 Kabupaten dan Kota

di Sumatera Utara Bagian Timur.

55

2a Hasil Identifikasi Tumbuhan Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi

59

2b Hasil Identifikasi Tumbuhan Herbarium Medanense

(MEDA) Universitas Sumatera Utara

60

3 Hasil Analisis Tanah 61

4 Kode Ciri Morfologi Bambu 62

5 Data Wawancara 64

6 Foto-Foto Penelitian 65


(17)

ABSTRAK

Studi Biodiversitas Bambu di Sumatra Utara Bagian Timur telah dilaksanakan pada bulan November 2012 – Maret 2013. Penentuan lokasi penelitian dengan menggunakan metode purposiv sampling, pengamatan penelitian meliputi eksplorasi

dan karakterisasi morfologi dengan menggunakan teknik eksplorasi. Hasil dari eksplorasi dan karakterisasi morfologi ditemuka n 15 jenis bambu yang

tersebar pada 8 Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara Bagian Timur yaitu

Bambusa blumeana, Bambusa vulgaris, Bambusa glaucescens, Bambusa glaucophylla, Bambusa multiplex, Dendrocalamus asper, Gigantochloa atroviolacea, Gigantochloa atter, Gigantochloa achmadii,

Gigantochloa pruriens, Gigantochloa robusta, Schizotachyum bracycladum, Schizotachyum zollingeri, Schizotachyum sp dan Thyrsostachys siamensis. Biodiversitas tertinggi adalah Kabupaten Deli Serang sebanyak 13 jenis dan biodiversitas terendah adalah Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu Utara masing-masing sebanyak 4 jenis. Habitat bambu liar adalah hutan sekunder (4 jenis), lahan terbuka (11 jenis), pinggir sungai (11 jenis) dan lereng (3 jenis) sedangkan habitat bambu budidaya adalah pekarangan masyarakat (5 jenis) dan kebun masyarakat (5 jenis). Analisis kekerabatan berdasarkan ciri morfologi tersebut memperlihatkan jenis-jenis bambu terbagi kedalam 3 kelompok dengan kemirian morfologi berkisar antara 40 % - 80%.


(18)

BIODIVERSITY BAMBOO IN THE EAST AREA OF NORTH SUMATRA

ABSTRACT

The biodiversity of bamboo in east area of North Sumatra has been studied from Novemver 2012 antill March 2013. The research area was determined purposively, observationally including exploration and morphological characterization using exploration techniques. The results of that study showed from 15 species of bamboos found in 8 districts and cities in east area of North Sumatra i.e. Bambusa blumeana, Bambusa vulgaris, Bambusa glaucescens, Bambusa glaucophylla, Bambusa multiplex, Dendrocalamus asper, Gigantochloa atroviolacea, Gigantochloa atter, Gigantochloa achmadii, Gigantochloa pruriens, Gigantochloa robusta, Schizotachyum bracycladum, Schizotachyum zollingeri, Schizotachyum sp and Thyrsostachys siamensis. The highest biodiversity of bamboos are in Deli Serdang districts (13 spesies) and the lowerst are in Asahan and Labuhan Batu districts (4 spesies). The wild bamboo forest habitat are secondary (4 spesies), open land (11 species), a river (11 species) and slope (3 spesies), however cultivating bamboo habitat ther are 5 spesies in the yard (5 species) and community gardens (5 spesies). The kinship analysis based on morphological characteristics they show the kinds of bamboo are divided into 3 groups with similarity of morphology ranged from 40% to 80%.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bambu merupakan sekelompok tumbuhan yang dicirikan oleh buluh yang

berkayu, mempunyai ruas-ruas dan buku-buku serta termasuk dalam kelompok rumput-rumputan (Poaceae), anak suku Bambusoidae (Frelly, 1984). Menurut Heyne (1987) bambu merupakan nama kumpulan bagi rumput-rumputan

berbentuk pohon kayu atau perdu dengan buluh-buluh yang biasanya tegak,

terkadang merambat dan bercabang-cabang. Buluh-buluhnya timbul dari buku-buku rimpang yang menjulur, dimana rimpang-rimpang tersebut tumbuh

bercabang-cabang.

Bambu dapat dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0 sampai 2.000 m dpl, serta mempunyai karakter tumbuh sangat variatif dan bisa tumbuh pada tanah yang bervariasi seperti tanah tandus, tanah becek, tanah kering, tanah datar, hingga tanah miring (jurang). Tempat tumbuh yang disukai bambu adalah lahan yang terbuka dan terkena matahari langsung (Widjaja, et. al. 2004). Selanjutnya Berlin dan Rahayu (1995) menyatakan lingkungan yang sesuai dengan tanaman bambu adalah tanah dengan pH 3,5 – 6,5, curah hujan minimum 1.020 mm per tahun, kelembaban udara minimum 80% dan suhu sekitar 8,8 – 360C.

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Dilihat dari segi ekonomi bambu merupakan salah satu tanaman yang telah banyak dikenal oleh masyarakat pedesaan karena memegang peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Bambu memiliki sifat yang baik untuk dimanfaatkan diantaranya memiliki buluh yang kuat, keras, mudah dibentuk dan dibelah. Menurut Berlian dan Rahayu (1995) di Indonesia sekitar 80% batang bambu dimanfaatkan untuk bidang


(20)

perabotan, industri kertas serta keperluan lainnya. Rebung bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong dalam jenis sayur-sayuran. Heyne (1987) mengatakan bambu tidak memiliki kedudukan yang penting sebagai tumbuhan pangan, namun dapat dimakan sebagai sayur maupun acar. Bambu muda memiliki kandungan gizi diantaranya protein (2,5%), lemak (0,2%), serat (9,1%), glukosa (2,0%), kalsium (28%), Vitamin A, B1, B2 dan C (10%).

Secara ekologi bambu dapat berperan dalam penahan erosi, membantu

penyaringan limbah merkuri serta sumber penyedia air tanah. Menurut Berlian dan Rahayu (1995) akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai

penahan erosi. Bambu yang banyak tumbuh di pinggir sungai dan jurang berperan penting dalam mempertahankan kelestarian tempat tersebut. Akar tanaman bambu juga dapat berperan dalam menangani limbah beracun akibat keracunan merkuri. Akar tanaman bambu menyaring air yang terkena limbah merkuri melalui serabut-serabut akarnya. Akar bambu juga dapat melakukan penampungan mata air sehingga bermanfaat sebagai sumber penyedia air sumur.

Propinsi Sumatera Utara Bagian Timur merupakan wilayah yang memiliki perkembangan yang pesat di Sumatera Utara, hal ini disebabkan infrastruktur yang lengkap sehingga memberikan kecenderungan peningkatan perkembangan penduduk. Tingginya peningkatan perkembangan penduduk berdampak pada konversi lahan dan eksploitasi bambu dari alam untuk kepentingan ekonomi sehingga memperburuk keberadaan bambu di alam. Hingga saat ini informasi ilmiah tentang biodiversitas dan daerah sebaran bambu di Sumatera Utara Bagian Timur belum mencukupi. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian biodiversitas dan daerah sebaran bambu di Sumatera Utara Bagian Timur.

1.2. Permasalahan


(21)

1. Bagaimana biodiversitas dan distribusi bambu di Sumatera Utara Bagian Timur?

2. Bagaimana hubungan kemiripan jenis-jenis bambu di Sumatera Utara Bagian Timur berdasarkan ciri morfologi?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui biodiversitas dan distribusi bambu di Sumatera Utara Bagian Timur.

2. Untuk mengetahui hubungan kemiripan jenis-jenis bambu di Sumatera Utara Bagian Timur berdasarkan ciri morfologi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai biodiversitas dan hubungan kemiripan jenis-jenis bambu di Sumatera Utara Bagian Timur. Data dan informasi yang terkumpul akan dapat dipakai sebagai data dasar dalam pemanfaatan dan pengembangan potensi bambu lebih lanjut khususnya di Sumatera Utara Bagian Timur, umumnya di Indonesia. Bila ditinjau dari konservasi hutan maka data ini bertujuan untuk menginventarisasi jenis-jenis bambu yang ada di Sumatera Utara Bagian Timur.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bambu

Bambu merupakan kumpulan rumput-rumputan berbentuk pohon atau perdu

yang melurus dengan buluh yang biasanya tegak, terkadang memanjat dan bercabang-cabang. Tanaman bambu mempunyai buluh beruas-ruas dan tiap ruas

dihubungkan oleh buku-buku. Buluh muncul dari buku-buku rimpang yang menjulur (Widjaja, 2003). Selanjutnya Gerbon dan Abbas (2009) menyatakan bambu termasuk jenis tanaman rumput-rumputan dari Famili Poaceae, Subfamili Bambusoidea. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, buluhnya berbentuk buluh berongga dengan cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol.

Bambu merupakan jenis tumbuhan yang cepat tumbuh dan dapat mencapai ketinggian maksimum 15 sampai 30 meter dalam waktu 2 sampai 4 bulan dengan rata-rata pertumbuhan harian sekitar 20 cm sampai dengan 100 cm dan diameter 5-15 cm (Liese, 1987). Selanjutnya Widjaja (2001) menambahkan bambu

mempunyai karakter tumbuh yang menakjubkan yaitu membentuk rumpun. Rumpun terbentuk dari tumbuhnya tunas-tunas muda (rimpang) secara simpodial

atau monopodial. Simpodial berarti tumbuhnya tunas memendek di kanan kiri induk sedangkan monopodial adalah tumbuhnya tunas memanjang ke suatu arah dan membentuk rumpun baru.

Bambu juga memiliki karakter tumbuh sangat variatif dan bisa tumbuh pada tanah yang bervariasi seperti tanah tandus, tanah becek, tanah kering, tanah datar hingga tanah miring (jurang). Di tanah yang miring (jurang) bambu dapat tumbuh dengan subur karena rumpunnya mampu menahan bungga tanah (humus) yang hanyut (Widjaja, et. al., 2004).

2.2 Struktur Bambu dan Perawakannya


(23)

Akar rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Terdapat dua macam sistem percabangan akar rimpang (Gambar 2.1) yaitu pakimorf dicirikan oleh akar rimpangnya yang simpodial dan leptomorf dicirikan oleh akar rimpangnya yang monopodial (Widjaja, 2001).

Gambar 2.1. Akar Rimpang; a) Simpodial (Pakimorf), b) Monopodial

(Leptomorf) (Widjaja, 2001).

Selanjutnya Widjaja (2003) menyatakan bahwa di Indonesia jenis-jenis bambu asli umumnya mempunyai sistem perakaran simpodial yang dicirikan oleh ruasnya yang pendek dengan leher yang pendek. Setiap akar rimpang mempunyai kuncup yang akan berkembang dan tumbuh menjadi akar rimpang baru. Akar rimpang yang baru ini kemudian akan berkembang membentuk rebung dan kemudian menjadi buluh. Akar monopodial memiliki bentuk yang bervariasi, misalnya pada marga Dinoclhoa dan Meloccana memiliki akar rimpang yang lehernya panjang tetapi ruasnya pendek, tanpa kuncup, sehingga buluh tampak agak berjauhan dan tidak menggerombol.

Karakter rimpang dapat digunakan untuk membedakan marga bambu. Tipe rimpang simpodial membentuk rumpun yang rapat dengan arah tumbuh

rimpang yang tidak teratur, sedangkan rimpang monopodial membentuk rumpun yang tidak rapat karena rimpang tumbuh ke arah samping atau horizontal (Widjaja, 2001).

2.2.2 Rebung

Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh tua. Rebung dapat digunakan untuk membedakan jenis bambu karena


(24)

menunjukkan warna ciri yang khas pada ujungnya dan bulu-bulu yang terdapat pada pelepahnya. Bulu pelepah rebung umumnya hitam, tetapi ada juga yang berwarna coklat atau putih dan beberapa bulu dapat menyebabkan kulit menjadi sangat gatal sedangkan yang lain tidak. Pada beberapa bambu rebungnya tertutup oleh lilin putih (misalnya Dinochloa scandes) sementara itu pada Dendrocalamus asper rebungnya tertutup oleh bulu coklat seperti beludru. Sebaliknya pada jenis Gigantochloa balui tertutup bulu putih. Rebung selalu ditutupi oleh pelepah buluh yang juga tumbuh memanjang mengikuti perpanjangan ruasnya (Widjaja, 2003).

2.2.3 Buluh

Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Beberapa jenis mempunyai ruas panjang, seperti Schizostachyum irate, S. sillicatum dan yang lain memiliki ruas pendek misalnya Bambusa vulgaris, B. blumeana, Melocanna baccifera, Phyllostachys aurea dan P. nigra. Selain berbeda dalam panjang buluhnya beberapa jenis tertentu mempunyai diameter buluh yang berbeda. Jenis Dendrocalamus mempunyai diameter buluh tebesar diikuti oleh jenis-jenis dari marga Gigantochloa dan Bambusa. Setiap bambu memiliki panjang buku yang berbeda (Widjaja, 2001).

Widjaja (2001) menambahkan buluh bambu terdiri atas ruas-ruas yang terdiri

dari cincin kelopak dan rongga, pada beberapa ruas terdapat mata tunas (Gambar 2.2). Buluh bambu umumnya tegak, namun ada beberapa yang tumbuhnya

merambat seperti Dinochloa dan ada juga yang tumbuhnya tidak beraturan seperti Nastus. Buluh memiliki pelepah yang merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas. Buku-buku pada buluh bagian pangkal beberapa jenis bambu tertutup oleh akar udara seperti pada jenis Dendrocalamus asper, ujung akar melengkung ke bawah seperti D. asper dan Schizostachyum lima, sedangkan pada marga Dinochloa buku-buku sering ditutupi oleh lampang pelepah buluh yang sangat kasar (bagian pangkal pelepah buluh yang tertinggal dan kasar atau kadang berbulu.


(25)

Gambar 2.2. Morfologi Buluh Bambu (Widjaja, 2001).

Buluh bambu terdiri atas 3 bagian yaitu kulit, bagian empulur dan kayu. Kulit bambu merupakan bagian terluar dari penampang melintang dinding buluh,

empulur merupakan bagian buluh yang berdekatan dengan rongga bambu yang tidak mengandung ikatan vaskular, sedangkan bagian kayu pada bambu merupakan bagian diantara kulit dan empulur (Heyne, 1987).

2.2.4 Pelepah Buluh

Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu menutupi buluh ketika muda. Saat buluh tumbuh dewasa dan tinggi pada beberapa jenis bambu pelepahnya luruh tetapi jenis lain pelepahnya tetap menempel. Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas, yang terdiri atas daun pelepah buluh, cuping pelepah buluh dan ligula. Daun pelepah buluh terdapat pada bagian atas pelepah, sedangkang cuping pelepah buluh dan ligulanya terdapat pada sambungan antara pelepah dan daun pelepah buluh (Gambar 2.3). Daun pelepah buluh pada beberapa jenis bambu tampak tegak, seperti jenis S. brachycladum dan B. vulgaris, tetapi umumnya tumbuh menyebar, menyandak atau terkeluk balik. Beberapa jenis bambu mempunyai cuping pelepah buluh dan ligula yang berkembang baik, tetapi jenis lainnya cuping dan ligulanya kecil atau hampir


(26)

tidak tampak. Cuping pelepah buluh dan ligula merupakan ciri penting yang dapat digunakan untuk membedakan jenis bambu (Widjaja, 2001).

Gambar 2.3. Bagian-Bagian Pelepah Buluh; a) Cuping pelepah buluh, b) Daun pelepah buluh, c) Bulu kejur, d) Ligula (Widjaja, 2001).

2.2.5 Percabangan

Percabangan pada umumnya terdapat di atas buku-buku. Cabang dapat

digunakan sebagai ciri penting untuk membedakan marga bambu. Pada marga Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa sistem percabangan

memiliki satu cabang yang lebih besar daripada cabang lainnya yang lebih kecil. Buluh Dinochloa biasanya mempunyai cabang yang dorman dan akan sebesar buluh induknya, terutama ketika buluh utamanya terpotong. Jenis-jenis dari marga

Schizostachyum mempunyai cabang yang sama besar (Gambar 2.4). Cabang lateral bambu yang tumbuh pada buluh utama, biasanya berkembang ketika

buluh mencapai tinggi maksimum. Pada beberapa marga, cabang muncul tepat di atas tanah misalnya pada Bambusa dan menjadi rumpun pada sekitar dasar rumpun dengan duri atau tanpa duri. Duri merupakan anak dari cabang aksilar (cabang yang tumbuh pada buluh lateral) yang melengkung dan berujung lancip (Widjaja, 2001).


(27)

a b

Gambar 2.4 Bentuk Percabangan Bambu; a) Bambusa, b) Schizostachyum (Widjaja, 2001).

2.2.6 Helaian Daun dan Pelepah Daun

Helaian daun bambu mempunyai urat daun yang sejajar seperti rumput dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol. Helaian daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang mungkin panjang atau pendek. Pelepah dilengkapi dengan cuping pelepah daun dan juga ligula. Cuping pelepah daun mungkin besar tetapi bisa juga keil atau tidak tampak dan pada beberapa jenis bambu ada yang bercuping besar dan melipat keluar. Pada beberapa jenis bambu cuping daunnya mempunyai bulu kejur panjang, tetapi ada juga yang gundul. Ligula pada beberapa jenis mungkun panjang atau tanpa bulu kejur. Ligula kadang mempunyai pinggir yang menggerigi tidak teratur, menggerigi menggergaji atau rata (Widjaja, 2001).

2.2.7 Perbungaan

Pada kebanyakan rumpun bambu, sangat jarang sekali ditemukan rumpun bambu yang memiliki bunga atau buah. Menurut Heyne (1987), bambu jarang sekali berbunga, sehingga dengan mengetahui karakter vegetatif dapat dikenal marga maupun jenis bambu. Pada kebanyakan forma bambu, ditemukan rumpun bambu yang beberapa buluhnya ataupun segenap buluh-buluhnya itu sekaligus kehilangan daun dan berbunga. Selanjutnya buluh-buluh tersebut akan mati. Sangat jarang terjadi pembungaan, namun setelah terjadi pembungaan serempak pada buluh-buluhnya tersebut maka rimpangnya pada beberapa waktu hanya menghasilkan buluh-buluh lemah (ramping) dan butuh waktu yang lama untuk dapat tumbuh normal kembali. Namun pada beberapa jenis bambu setelah terjadi pembungaan maka rimpang-rimpang tersebut akan mati.

2.3 Ekologi Bambu 2.3.1 Iklim

Tanaman bambu tumbuh baik pada daerah tropis, sub tropis maupun pada daerah yang beriklim sedang dari dataran rendah sampai daerah pegunungan yang


(28)

dapat mencapai ketinggian 2000 m dpl. Walaupun demikian, tidak semua jenis

bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat (Berlin dan Rahayu, 1995). Lingkungan yang sesuai dengan tanaman bambu adalah

yang suhu sekitar 8,8 - 360 C. Beberapa jenis bambu dapat tumbuh pada daerah dengan suhu antara 400C - 500C, dibeberapa tempat dapat bertahan pada daerah bersalju atau memiliki temperatur yang membekukan. Suhu udara juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Sedangkan jumlah curah hujan serta variasi masa-masa kering merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan bambu.

Tanaman bambu dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan 1.289 – 6.630 mm, curah hujan minimal 1.020 mm dan kelembaban minimal 80% (Sutiyono, et.al., 1989).

2.3.2 Tanah

Bambu dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah, mulai dari tanah kering sampai basah dan tanah subur sampai tanah kurang subur. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman bambu secara horizontal tersebar luas. Pada kondisi tanah dengan tingkat kesuburan yang tinggi akan dihasilkan buluh bambu yang lebih besar dibandingkan dengan buluh bambu yang tumbuh pada tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang rendah (Verhoef, 1959).


(29)

Pertumbuhan setiap tanaman tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungannya. Dengan demikian perlu diperhatikan faktor-faktor yang bekaitan dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Faktor lingkungan tersebut meliputi jenis iklim dan jenis tanah. Bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam

dengan pH 3,5, dan umumnya menghendaki tanah dengan pH 5,0 - 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan

makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlin dan Rahayu, 1995).

2.4 Sebaran Bambu

Tanaman bambu termasuk ke dalam famili Poaceae, ordo Poales dan kelas Monokotil. Di dunia diketahui ada 1500 jenis bambu yang berasal dari 75 marga (Sharma, 1980). Diantara hutan bambu di dunia, benua Asia mempunyai area yang

terluas, dengan luas hutan bambu di Asia Tenggara lebih dari 10.000 Ha (ITTO, 1994).

Menurut Widjaja, et.al. (2004) diperkirakan ada 154 jenis bambu di Indonesia, jenis-jenis tersebut termasuk diantaranya 23 jenis yang berasal dari luar

negeri (introduksi) dan sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Dari 117 jenis bambu asli Indonesia yang terdiri atas 12 marga, umumnya tumbuh tersebar luas baik ditanam maupun tumbuh liar di hutan primer dan sekunder. Dari 12 marga yang ada, marga Bambusa, Dendrocalamus, Giganthocloa dan Schizotachyum merupakan marga yang umumnya ditanam penduduk di pedesaan atau tumbuh di hutan sekunder. Sedangkan marga Dinochloa, Fibribambusa, Nastus, Neololeba, Parabambusa, Pinga, Recemobambos dan Sphaerobambos tumbuh tersebar di hutan sekunder atau hutan primer.


(30)

2.5 Pemanfaatan

Menurut Berlin dan Rahayu (1995) bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, buluh, daun dan rebung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan:

a) Akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi yang berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Bambu banyak tumbuh atau ditanam di pinggir sungai atau di tepi jurang, sehingga dinilai mempunyai arti yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan hidup. Akar tanaman bambu juga dapat berfungsi sebagai penyaring limbah beracun merkuri. Akar tanaman bambu menyaring air yang terkena limbah merkuri tersebut melalui serabut-serabut akarnya.

b) Buluh bambu adalah bagian yang paling banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Di Indonesia sekitar 80% buluh bambu dimanfaatkan untuk bidang konstruksi dan selebihnya dimanfaatkan dalam bentuk lain seperti kerajinan, furniture, chopstick, industri pulp dan kertas serta keperluan lainnya (Berlin dan Rahayu, 1995).

Selanjutnya Idris et. al. (1994) menambahkan buluh bambu dapat dimanfaatkan untuk komponen bangunan rumah, sebagai komponen konstruksi jembatan dan pipa saluran air. Pada bangunan sederhana bambu dapat digunakan sebagai lantai, ting, dinding, atap maupun langit-langit. Pemanfaatan bambu dapat berupa bambu utuh berbentuk bulat atau dianyam untuk bahan dinding dan langit-langit.

c) Daun bambu dapat digunakan untuk pembungkus makanan rinan seperti wajik. Dalam pengobatan tradisional, daun bambu dapat dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati demam/panas pada anak-anak karena daun bambu bersifat menurunkan panas.

d) Tunas bambu yang lebih dikenal dengan rebung merupakan kuncup bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizome maupun buku-bukunya. Rebung dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong ke dalam jenis sayur-sayuran. Namun tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena ada rasanya yang pahit yang disebabkan oleh HCN yang tinggi. Rebung bambu


(31)

temen (G.c robusta Kurz.) adalah rebung yang rasanya paling manis dan memiliki tekstur yang paling halus.

Berlin dan Rahayu (1995) tamanan bambu banyak pula yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias, mulai dari jenis bambu kecil hingga bambu besar yang banyak ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Saat ini bambu hias banyak dicari konsumen, alasannya adalah penampilan tanaman bambu yang unik dan menawan sehingga bambu banyak ditanam sebagai elemen taman yang bergaya Jepang.

Menurut Herawati et. al. (2011) bambu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pedesaan secara luas karena memiliki buluh yang kuat, lentur, lurus dan ringan sehingga mudah diolah untuk berbagai produk. Dalam kehidupan moderen bambu dapat dimanfaatkan mulai dari akar hingga daun. Bambu dapat digunakan sebagai bahan bangunan rumah, pagar, jembatan, alat angkutan (rakit), pipa saluran air, alat musik, peralatan rumah tangga (furniture), kerajinan tangan (handycraft), sumpit (choptick), tusuk gigi, juga sebagai pengemas makanan, bahkan bambu muda dapat dijadikan sebagai bahan makanan (rebung).

Selanjutnya Sulthoni (1994) menyatakan peranan dan kegunaan bambu di Indonesia masih sangat besar, namun sumber daya ini masih kurang mendapat perhatian yang wajar dalam pengembangannya. Pemanfaatan bambu di masyarakat umumnya masih menggunakan teknologi yang sederhana. Widjaja (2001) menambahkan bahwa bambu juga dapat digunakan dalam upaya konservasi tanah dan air, karena memiliki sistem perakaran yang banyak sehingga menghasilkan rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi tanah.


(32)

2.6 Penelitian Terdahulu

Jenis-jenis bambu yang ditemukan di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat adalah sebanyak 4 marga, 19 jenis diantaranya yaitu : treng betung (Dendrocalamus asper), treng tali, treng tali gading (Gigantochloa apus), treng galah (G. atter), treng aur hijau, treng aur gading besar, treng aur gading kecil (Bambusa vulgaris), treng borek/tutul (B. maculata), treng greng (B. blumeana), treng botol (B. ventricosa), treng cina hijau (B. multiplex), treng cina gading (B. multiplex), treng putih (B. albustiata), treng tamlang hijau (Schizostachyum brachyladum), treng tamblang gading (S. brachyladum), treng Jakarta (Thyrsostachy siamensis) 3 marga dari treng luh besar dan kecil (Shizostachyyum spp.) (Widjaja, et. al. 2004).

Menurut Widjaja dan Karsono (2003) menyatakan keanekaragaman jenis bambu di Pulau Sumba yaitu terdapat 8 marga diantaranya Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochoa, Nastus, Phyllostachys dan Schizostachyum dengan jumlah jenis sebanyak 10 jenis. Dari keseluruhan jenis bambu yang diketemukan di Pulau Sumba, jenis Dinochloa kostermansiana merupakan data tambahan sedangkan jenis Dinochloa sp. adalah jenis baru yang ditemukan di Pulau Sumba. Selanjutnya menurut Irwan, et. al. (2006) menambahkan keanekaragaman jenis bambu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat adalah 16 jenis dan 2 varietas bambu yang termasuk ke dalam 6 marga, yaitu Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, Phyllostachys, Schizostachyum dan Thyrsostachys.

Menurut LBN-LIPI (1999) Sumatera Utara memiliki keanekaragaman bambu sebanyak 12 jenis yaitu B. vulgaris, D. asper, G. achmadii, G. hasscariana, G. pruriens, G. waryi, G. robusta, S. brachycaladum, S. blumei, S. caudatum, G. zollingeri dan S. longispiclatum.


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Area

3.1.1 Letak dan Luas Kawasan Sumatera Utara Bagian Timur

Secara geografis Propinsi Sumatera Utara bagian Timur terbentang mulai dari bagian Utara Kabupaten Langkat (03014’ LU-04013’ LU dan 97050’ BT-98014’ BT) sampai bagian Selatan Kabupaten Labuhan Batu Utara (010 58’ LU-020 50’ LU dan 990 25’ BT-1000 05’ BT) yang terdiri atas Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Asahan, Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Labuhan Batu Utara. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara bagian Timur adalah 24.921,99 Km2 atau 34,77% dari luas wilayah Sumatera Utara. Batas-batas wilayah Propinsi Sumatera Utara bagian Timur meliputi, sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Nangro Aceh Darussalam, sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Riau dan Propinsi Sumatera Barat, sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia dan sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka (KLH, 2008).

3.1.2 Topografi

Berdasarkan topografi daerah Sumatera Utara bagian Timur yaitu relatif datar dan merupakan dataran rendah. Daerah Sumatera Utara bagian Timur termasuk daerah yang subur dengan kelembaban udara dan curah hujan yang relatif tinggi (BPS-SU, 2011).


(34)

3.1.3 Iklim

Iklim di Sumatera Utara bagian Timur termasuk iklim tropis yang dipenuhi oleh Angin Passat dan Angin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78-91

%, curah hujan 800 – 4000 mm/tahun dan penyinaran matahari 43% (BPS-SU, 2011).

3.1.4 Vegetasi

Vegetasi yang umum ditemukan di Sumatera Utara yaitu dari Family Poaceae, Arecaceae, Araceae, Balsaminaceae, Dipterocarpaceae, Fagaceae, Myrtaceae, Nepenthaceae, Orchidaceae, Theaceae dan Zingiberaceae.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengkoleksian spesimen dari berbagai wilayah di Provinsi Sumatera Utara bagian Timur dilaksanakan pada bulan November 2012–Maret 2013, diantaranya adalah Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Labuhan Batu Utara. Seluruh lokasi penelitian pada umumnya memiliki habitat berupa hutan sekunder, lahan terbuka, sekitar aliran sungai, lereng, lembah, pekarangan masyarakat dan kebun masyarakat .

Pengamatan ciri morfologi serta identifikasi spesimen dilaksanakan pada bulan Desember 2012 – Maret 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboraturium Sistematika Tumbuhan, Laboraturium Ilmu Dasar dan Herbarium Medanense (MEDA) Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.


(35)

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, meteran kain, GPS (Global Positioning System), termometer air raksa, hygrometer, soil termometer, lux meter, alat tulis, buku identifikasi, peta Sumatera Utara, pisau, gunting tanaman, sasak kayu, plastik koleksi, label spesimen, lakban dan spidol permanen. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70% dan spesimen bambu.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Lapangan

Sebelum pegambilan data lapangan, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan untuk mengetahui keberadaan jenis bambu di lokasi penelitian. Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi, dengan cara kerja sebagai berikut :

a. Penentuan daerah untuk pengambilan sampel ditentukan dengan melakukan survei terlebih dahulu untuk mengetahui diversitas bambu di Sumatera Utara bagian Timur.

b. Melakukan pencatatan diversitas bambu yang terdapat pada lokasi pengamatan. c. Melakukan pencatatan ciri tumbuhan yang hilang atau yang tidak diamati

setelah di herbarium (warna pelepah buluh, warna buluh, warna daun, warna rebung, warna bulu kejur dan warna bunga).

d. Melakukan pencatatan keterangan lapangan yang penting (habitat tempat tumbuh) serta sifat morfologi (sistem percabangan, sistem akar rimpang dan posisi daun pelepah buluh).

e. Melakukan pengamatan keadaan ekologi tiap jenis bambu pada lokasi

penelitian (pencatatan sifat fisik, kimia lingkungan meliputi suhu udara dengan Termometer Air Raksa, kelembaban udara dengan hygrometer, suhu tanah dengan soil termometer dan intensitas cahaya dengan lux meter).

f. Melakukan pengkoleksian di lapangan pada tiap jenis bambu untuk keperluan identifikasi lanjutan serta pembuatan spesimen.


(36)

Spesimen dari setiap lokasi pengamatan dikoleksi setelah terlebih dahulu diberi label gantung. Kemudian dilakukan pengawetan spesimen yaitu spesimen disusun dan dibungkus dengan kertas koran kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik serta diberi alkohol 70%. Udara dalam kantong plastik dikeluarkan dan kantong plastik ditutup dengan lakban. Selanjutnya dibawa ke

laboratorium Taksonomi Tumbuhan untuk dikeringkan dan di identifikasi di Herbarium MEDA Universitas Sumatera Utara. Sedangkan untuk spesimen yang

tidak dapat diidentifikasi di Herbarium MEDA, identifikasi dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor.

Untuk mengetahui pemanfaatan jenis-jenis bambu oleh masyarakat di Sumatera Utara bagian Timur dilakukan wawancara dengan masyarakat di setiap lokasi penelitian. Wawancara dilakukan pada 5 sampai 7 responden di lokasi ditemukannya bambu.

3.4.2 Laboraturium

Spesimen bambu yang berasal dari lapangan kemudian di bawa ke laboratorium. Bambu yang telah dikoleksi dibuka kembali dan disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam oven pengeringan dengan temperatur + 600C sampai kering (biasanya selama 3 hari). Spesimen yang telah benar-benar kering diidentifikasi di Herbarium MEDANENSE (MEDA) Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan buku identifikasi antara lain :

a. “ The Bamboos of The Malay Peninsula ” (Holttuum, 1958). b. “ The Books of Bamboo” (Farrelly, 1984).

c. “ Plant Resources of South-East Asia Bamboos ” (Dransfield and Widjaja, 1995). d. “ The Taxa in Indonesian Bamboos ” (Widjaja, 1997).

e. “ Identikit Jenis-Jenis Bambu di Jawa ” (Widjaya, 2001).

f. “ Identikit Jenis-Jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil” (Widjaya, 2001). g. “ Identikit Bambu di Bali ” (Widjaya, 2005).


(37)

a) Rimpang : tipe monopodial atau simpodial.

b) Rebung : bentuk rebung, warna pelepah rebung, warna bulu pada pelepah, bentuk cuping pelepah rebung dan pinggiran daun pelepah rebung.

c) Buluh : tipe buluh, tinggi buluh, warna buluh (tua dan muda). Tekstur permukaan buluh (tua dan muda), panjang ruas buluh, diameter buluh,

ketebalan dinding buluh dan karakter buku.

d) Percabangan, meliputi : jarak percabangan dari tanah, jumlah percabangan, tipe cabang dan ujung percabangan.

e) Pelepah buluh, meliputi : luruh/tidaknya pelepah buluh, panjang pelepah buluh, permukaan abaksial dan adaksial pelepah, warna pelepah, bentuk cuping pelepah, lipatan ujung cuping pelepah buluh, ada atau tidaknya bulu kejur pada cuping pelepah buluh, tinggi ligula, pinggiran ligula, ada tidaknya ligula pada ligula, posisi daun pelepah buluh, tinggi daun pelepah dan pangkal daun pelepah buluh.

f) Daun, meliputi : ukuran daun, warna daun, tekstur permukaan atas dan bawah daun, ada tidaknya bulu pada pelepah daun, bentuk cuping pelepah daun, ada tidaknya bulu kejur pada cuping pelepah daun, tinggi ligula, pinggiran ligula, serta ada atau tidaknya bulu kejur pada ligula.


(38)

3.5 Analisis Data

Berdasarkan data-data hasil penelitian yang diperoleh, kemudian dilakukan berbagai analisis sebagai berikut :

3.5.1 Analisis Jenis-Jenis Bambu Berdasarkan Kemiripan Morfologi

Seluruh ciri morfologi (buluh, daun, percabangan dan rebung) diantara bambu dianalisis menggunakan NTSYS ver. 2.02 (Rohlf, 2000).

3.5.2 Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan di Laboraturium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis akan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik tanah (tekstur) dan kandungan unsur hara makro (C-org, N, P, K).

3.5.3 Sebaran Bambu

Untuk mengetahui peta penyebaran bambu di Sumatera Utara bagian Timur digunakan Sofwer Arcview 3.3.

3.5.4. Pemanfaatan Bambu

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden ditabulasikan dan dianalisis ecara deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengetahui pemanfaatan bambu di Sumatera Utara bagian Timur.


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Biodiversitas Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur

Hasil penelitian menemukan 5 genus dan 15 jenis bambu yang tersebar pada 8 Kabupaten di Sumatera Utara Bagian Timur (Gambar 4.1). Jumlah ini lebih banyak bila dibandingkan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan, diantaranya : Widjaja dan Karsono (2005) menemukan 10 jenis bambu di Pulau Sumba, Peneng, et. al., (2005) menemukan 13 jenis bambu di Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat dan Widjaya (2001) menemukan 14 jenis bambu di Kepulauan Sunda Kecil.

Tabel 4.1. Biodiversitas Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur

No Genus Jenis Lokasi Ket

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Bambusa Bambusa blumeana. - √ √ - - - √ - W 2 Bambusa glaucescens. - - - √ - P 3 Bambusa glaucophylla. - - - √ - - - - P

4 Bambusa vulgaris. √ √ √ √ √ √ √ √ P/W

5 Bambusa multiplex. - - √ - - - √ - P/W 6 Dendrocalamus Dendrocalamus asper. √ √ √ √ √ √ √ √ P/W 7 Gigantochloa Gigantochloa atroviolacea. - - - √ - W 8 Gigantochloa atter. √ - - - √ √ √ - W 9 Gigantochloa achmadii. - - - √ √ √ P/W 10 Gigantochloa pruriens. - - - √ √ - P/W 11 Gigantochloa robusta. √ - - - √ √ √ - W 12 Schizostachyum Schizostachyum

bracycladum. √ √ - √ √ √ √ √ P/W 13 Schizostachyum zolingeri. √ - - √ √ - √ - W 14 Schizostachyum sp. - - √ - - - W 15 Thyrsostachys Thyrsostachys siamensis. - - √ √ - - √ - P

Keterangan : 1 Kota Tanjung Balai 7 Kabupaten Deli Serdang

2 Kabupaten Asahan 8 Kabupaten Labuhan Batu Utara 3 Kabupaten Simalungun √ = Ditemukan

4 Kabupaten Batu Bara - = Tidak ditemukan 5 Kabupaten Serdang Bedagai W = Wild (Liar)


(40)

Tabel 4.1 menunjukkan biodiversitas bambu tertinggi di Sumatera Utara Bagian Timur adalah Kabupaten Deli Serdang dan diikuti oleh Kabupaten Langkat. Kabupaten Deli Derdang ditemukan 13 jenis bambu yaitu Bambusa blumeana, B.

vulgaris, B. glaucescens, B. multiplex, Dendrocalamus asper, Gigantochloa atroviolacea, G. achmadii, G. pruriens, G. atter, G. robusta,

Schizotachyum bracycladum, S. zollingeri dan Thyrsostachys siamensis. Kabupaten Langkat ditemukan 7 jenis bambu diantaranya B. vulgaris, D. asper, G. pruriens, G. atter, G. achmadii, G. robusta dan S. bracycaladum.

Tingginya biodiversitas bambu di Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat karena masih banyaknya daerah dengan ekosistem alami seperti hutan sekunder, sungai, lembah dan perbukitan yang merupakan habitat alami bambu. Menurut Widjaja et. al. (1994), bambu memiliki sifat adaptasi yang tinggi dan mampu tumbuh pada daerah datar, lembah, perbukitan dan dataran tinggi. Sebagian besar bambu tumbuh baik pada daerah yang relatif basah, suhu tinggi serta mengandung lapisan humus yang tebal.

Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat memiliki curah hujan yang

cukup tinggi yaitu 2.205 - 6.250 mm per tahun (BPS-SU, 2011). Menurut Berlin dan Rahayu (1995) taman bambu termasuk tanaman yang banyak

membutuhkan air, semakin banyak curah hujan pada suatu daerah maka semakin banyak pula ditemukannya bambu.

Biodiversitas bambu terendah di Sumatera Utara Bagian Timur adalah Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu Utara. Kabupaten Asahan

ditemukan 4 jenis bambu yaitu B. blumeana, B. vulgaris, D. asper dan S. brachycaladum. Kabupaten Labuhan Batu Utara ditemukan 4 jenis bambu


(41)

Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu Utara memiliki banyak ekosistem yang telah terganggu seperti konversi lahan (pembukaan hutan menjadi perkebunan sawit dan karet) yang menyebabkan hilangnya habitat alami bambu. Terganggunya ekosistem alami pada Kabupaten Asahan dan Kabupaten Langkat menyebabkan rendanya biodiversitas bambu pada kedua lokasi tersebut.

Menurut Indriyanto (2006) tumbuhan menyukai kondisi lingkungan tertentu, sehingga kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan jenis tumbuhan tersebut akan akan sangat mempengaruhi keberadaan jenis tersebut. Anwar et. al., (1984) efek gangguan terhadap ekosistem hutan yang terganggu adalah terbentuknya habitat yang relatif terbuka, panas dan sederhana (keanekaragaman tumbuhan rendah, serta pemiskinan tanah yang sementara atau tetap. Pada habitat yang terbuka hampir semua curah hujan mencapai permukaan tanah, namun dalam waktu yang relatif singkat karena hanya sedikit yang menjadi air tanah.

Tabel 4.1 menunjukkam bahwa Kabupaten Deli Serdang memiliki jumlah bambu budidaya 3 jenis, bambu liar 5 jenis serta liar dan budidaya 6 jenis. Penentuan jenis budidaya adalah dengan adanya campur tangan manusia dalam perbanyakan bambu baik denganstek batang atau pun rimpang untuk mempermudah manusia dalam pemanfaatannya. Sedangkan penentuan jenis liar adalah dengan tidak adanya ikut campur manusia dalam perbanyakan jenis bambu tersebut. Kabupaten Deli Serdang adalah kabupaten dengan jumlah jenis liar dan budi daya terbanyak di Sumatera Utara Bagian Timur. Banyaknya jenis liar di Kabupaten Deli Serdang karena masih terdapat banyak ekosistem dan habitat yang belum terganggu, sedangkan banyaknya jenis bambu budidaya karena masih banyak masyarakat yang menggunakan bambu sebagai dinding (tepas), atap rumah, rangka dinding dan peralatan dalam kehidupan sehari-hari.


(42)

D. asper dan B. vulgaris dapat ditemukan pada 8 Kabupaten di Sumatera Utara Bagian Timur. Distribusi bambu sangat banyak dipengaruhi oleh aktivitas

manusia karena dinilai memiliki banyak manfaat, serta kemampuan adaptasi jenis bambu pada saat perbanyakan. Semakin mudah suatu jenis bambu untuk diperbanyak (stek) oleh masyarakat maka kecendrungan masyarakat dalam menanam bambu tersebut akan semakin tinggi.

D. asper banyak ditanam dan tumbuh liar di hutan-hutan (Holltum, 1958). D. asper memiliki rebung yang manis, buluh tebal, lurus dan kuat.

D. asper banyak ditemukan tumbuh pada hutan-hutan sekunder maupun lahan-lahan terbuka (Heyne, 1984). Menurut Aziz (1997) D. asper dan B. vulgaris termasuk jenis bambu yang sangat mudah di perbanyak dengan stek buluh. Tingkat keberhasilan stek buluh D. asper dan B. vulgaris sangat tinggi bila dibandingkan dengan jenis lain. Sujarwo, et., al. (2010) D. asper dan B. vulgaris merupakan jenis bambu yang sangat banyak ditanam di Bali, jenis - jenis bambu ini selain banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan perabotan juga berpotensi sebagai obat yaitu mengobati luka lambung (mag kronis) serta mengobati penyakit kuning dan liver.

B. glaucescens, B. galaucophylla dan T. siamensis hanya ditemukan sebagai

tanaman budidaya yang banyak tumbuh pada pekarangan masyarakat. Menurut Widjaja (2001) B. glaucescens, B. galaucophylla dan T. siamensis banyak

ditanam di kebun-kebun kota dan pekarangan sebagai tanaman hias atau tanaman pagar. Widjaya, et. al. (2004) B. glaucescens, B. galaucophylla dan T. siamensis adalah jenis bambu yang berasal dari luar negeri (introduksi) dan sudah lama di tanam di Indonesia. Bambu yang di yang berasal dari luar negeri sudah dikomersilkan secara lokal dengan membuat produk yang dapat dieksport maupun sebagai tanaman hias.


(43)

(44)

4.2 Habitat Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur

Sebaran Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur berdasarkan habitat tempat tumbuh dapat dilihat pada Tabel 4.2. Habitat tumbuh bambu liar di lokasi pengamatan berupa hutan sekunder, lahan terbuka, pinggir sungai dan lereng. Sedangkan habitat tumbuh bambu budidaya berupa pekarangan masyarakat dan kebun masyarakat.

Tabel 4.2. Habitat Bambu Di Sumatera Utara Bagian Timur

No Genus Jenis

Habitat

Liar Budidaya

HS LT PS LR PM KM

1 Bambusa Bambusa blumeana. - √ √ - - -

2 Bambusa glaucescens. - - - - √ -

3 Bambusa glaucophylla. - - - - √ -

4 Bambusa vulgaris. √ √ √ - √ -

5 Bambusa multiplex. - √ √ - √ -

6 Dendrocalamus Dendrocalamus asper. √ √ √ - - √

7 Gigantochloa Gigantochloa atroviolacea √ √ - - - -

8 Gigantochloa atter. - - √ - - -

9 Gigantochloa achmadii. - √ √ √ - √

10 Gigantochloa pruriens. √ √ √ - - √

11 Gigantochloa robusta. - √ √ - - √

12 Schizostachyum Schizostachyum bracycladum. - √ √ √ - √

13 Schizostachyum zolingeri. - √ √ √ - -

14 Schizostachyum sp. - √ √ - - -

15 Thyrsostachys Thyrsostachys siamensis. - - - - √ -

Keterangan : HS : Hutan Sekunder

LT : Lahan Terbuka PS : Pinggir Sungai LR : Lereng LB : Lembah

PM : Pekarangan Masyarakat KM : Kebun Masyarakat

Tabel 4.2. menunjukkan sebagian besar jenis-jenis bambu liar memiliki

habitat tumbuh berupa lahan terbuka dan pinggir sungai masing-masing 11 jenis. Menurut Berlian dan Rahayu (1995) tempat yang disukai bambu adalah lahan

terbuka dan pinggir sungai. Pada lahan yang terbuka sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun bambu sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung baik. Widjaja dan Karsono (2003) menyatakan pada umumnya bambu tumbuh di daerah yang terbuka atau pinggir hutan dan pinggir sungai, karena bambu menyukai daerah yang lembab dengan intensitas cahaya yang tinggi.

Tabel 4.2 menunjukkan jenis-jenis bambu budidaya memiliki habitat tumbuh berupa pekarangan masyarakat dan kebun masyarakat masing-masing 5 jenis. Menurut Widjaya, et. al. (2004) bagi masyarakat di pedesaan penanaman bambu dalam skala kecil bukan merupakan hal yang sulit, karena masyarakat


(45)

biasanya menanam bambu di pekarangan rumah mereka sebagai tanaman hias atau sebagai pembatas pagar. Untuk jenis-jenis bambu komersial penduduk menanam bambu dalam skala besar di kebun-kebun milik masyarakat.

Jenis-jenis bambu yang memiliki sebaran yang luas berdasarkan habitat tempat tumbuh adalah B. vulgaris, D. asper, G. pruriens dan S. brachycaladum. Umumnya kedua jenis ini ditanam penduduk di pedesaan (lahan terbuka dan

pekarangan) atau tumbuh liar di hutan sekunder ataupun di pinggir sungai. Menurut Widjaya et. al., (2004) Marga Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa merupakan marga yang memiliki penyebaran yang sangat luas,

hal ini karena umumnya kedua jenis ini memiliki banyak manfaat ekonomi sehingga ditanam penduduk di pekarangan dan kebun masyarakat atau tumbuh liar di hutan sekunder ataupun di pinggir sungai.

B. vulgaris memiliki sebaran habitat yang luas pada lokasi penelitian yaitu

hutan sekunder, lahan terbuka, pinggir sungai dan pekarangan masyarakat. B. vulgaris tumbuh pada tekstur tanah pasir berlempung (PL) sampai lempung

berpasir (LP), C-organik 0.90 -7.00 %, N-total 0.07 – 0.50 %, P-bray2 6.40 – 56.93 % dan K-tukar 0.322 – 0.697 % dan pH tanah 6 (Tabel 4.3). Suhu udara 25-320C, suhu tanah 26 0C, kelembaban udara 85-89,9% dan intensitas

cahaya 8.400 Lux (Tabel 4.4).

Widajaja (2001) menyatakan B. vulgaris tumbuh di daerah kering atau

lembap serta dapat tumbuh pada daerah yang tergenang air. Selanjutnya Berlin dan Rahayu (1995) menyatakan B. vulgaris dapat tumbuh baik

pada tanah kering. Jenis bambu ini banyak ditanam dihalaman rumah karena warna buluhnya cukup menarik sebagai tanaman hias.

D. asper memiliki sebaran habitat yaitu hutan sekunder, lahan terbuka, pinggir sungai dan kebun masyarakat. D. asper dapat tumbuh pada tekstur tanah lempung berpasir (LP) sampai pasir berlempung (PL) dengan C-organik 8.0 -7.00 %, N-total 0.07 – 0.50 %, P-bray2 6.40 – 56.93 % dan K-tukar 0.322 – 0.697 % dan pH tanah 6 (Tabel 4.3). Suhu udara 25-320C, suhu


(46)

tanah 22-25 0C, kelembaban udara 85-87% dan intensitas cahaya 9200 Lux (Tabel 4.4).

Widjaya (2001) D. asper adalah jenis bambu dengan sebaran yang luas serta banyak ditanam di Asia Tropika, memiliki habitat berupa lahan terbuka, pinggir sungai dan hutan sekunder. D. asper tumbuh baik pada tanah subur yang lembap dan basah, tetapi juga mampu tumbuh di daerah kering (kurang berair) pada dataran rendah. Heyne (1984) menyatakan, untuk pertumbuhan yang baik D. asper membutuhkan kesuburan tanah yang tinggi. Berlin dan Rahayu (1995) menyatakan D. asper dapat ditemui di dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl. D. asper banyak dibudidayakan karena memiliki sifat buluh yang keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya yang besar serta ruasnya yang panjang.

G. pruriens memiliki sebaran habitat berupa hutan sekunder, lahan terbuka, pinggir sungai dan kebun masyarakat. Pada lokasi penelitian jenis ini tumbuh pada

tekstur tanah pasir berlempung (PL), C-organik 0.90 -7.00 %, N-total 0.10 – 0.50 %, P-bray2 6.40 – 13.99 % dan K-tukar 0.322 – 0.342 % dan pH tanah 5.9 (Tabel 4.3). Suhu udara 28-290C, suhu tanah 24 0C, kelembaban

udara 89 - 87% dan intensitas cahaya 8400 Lux (Tabel 4.4). Widjaya (2001) G. pruriens tumbuh baik pada tanah yang lembap di sepanjang sungai dan juga di daerah kering, namun dapat juga tumbuh pada tanah yang asam. Menurut Berlin dan Rahayu (1995) G. pruriens memiliki batang yang lurus, kuat dan ringan sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkannya sebagai anyaman, kerajinan, konstruksi bangunan dan dinding tepas.

S. brachycaladum memiliki sebaran habitat berupa lahan terbuka, pinggir sungai, lereng dan kebun masyarakat. Pada lokasi penelitian jenis ini tumbuh pada

tanah pasir berlempung (PL) sampai lempung berpasir (LP), C-organik 1.40 -7.00 %, N-total 0.80 – 7.00 %, P-bray2 0.70 – 0.50 % dan K-tukar

6.40-56.932 % dan pH tanah 6 (Tabel 4.3). Suhu udara 28-320C, suhu tanah 20-250C, kelembaban udara 85 - 89% dan intensitas cahaya 9.200-10200 Lux (Tabel 4.4).

Widjaja et. al., (2001) menyatakan S. bracycaladum tumbuh baik pada daerah tropis yang lembab serta daerah terbuka dan kering, baik di dataran rendah sampai


(47)

dataran tinggi. Berlin dan Rahayu (1995) menyatakan bambu dapat tumbuh pada lereng dan jurang karena akar tanaman bambu dapat menahan humus serta dapat menyimpan air tanah dengan baik. Widjaja (2001) penduduk banyak menanam S. bracycaladum karena digunakan sebagai tempat/wadah makanan tradisional (lemang), kerajinan (keranjang).

Tabel 4. 3. Karakteristik Fisik Dan Kimia Tanah Tempat Tumbuh Bambu

No

Jenis

Karakteristik

Fisik Kimia

Tekstur pH

(%) C-org (%) N-tot (%) P-Bray2 (%) K-tukar (%)

1 Bambusa blumeana. LP – PL 6 0.90 - 7.00 0.10 - 0.50 6.40 - 13.99 0.322 - 0.342

2 Bambusa glaucescens. PL 6 7.00 0.50 6.40 0.325

3 Bambusa glaucophylla. LP 6.5 0.80 0.07 28.83 0,340

4 Bambusa vulgaris. LP – PL 6 0.80 - 7.00 0.07 - 0.50 6.40 - 56.93 0.322 - 0.697 5 Bambusa multiplex. LP – PL 6 0.90 - 7.00 0.10 - 0.50 6.40 - 13.99 0.322 - 0.342 6 Dendrocalamus asper. LP – PL 6 0.80 - 7.00 0.07 - 0.50 6.40 - 56.93 0.322 - 0.697

7 Gigantochloa atroviolacea. PL 6 7.00 0.50 6.40 0.325

8 Gigantochloa atter. LP – PL 6.5 1.40 - 7.00 0.12 - 0.50 0.40 - 95.48 0.325 - 0.453 9 Gigantochloa achmadii. LP – PL 6 0.86 - 7.00 0.10 - 0.50 0.40 - 50.72 0.325 - 0.453 10 Gigantochloa pruriens. PL 5,9 0.90 - 7.00 0.10 - 0.50 6.40 - 13.99 0.322 - 0.342 11 Gigantochloa robusta. LP – PL 6 1.40 - 7.00 0.12 – 0.50 6.40 – 33.96 0.325 – 0.453 12 Schizostachyum

bracycladum. LP – PL 6 1.40 - 7.00 0.80 - 7.00 0.07 - 0.50 6.40 - 56.93 13 Schizostachyum zolingeri. LP – PL 5,8 0.90 - 7.00 0.10 - 0.50 6.40 - 13.99 0.322 - 0.342

14 Schizostachyum sp. LP 6 0.90 0.10 27.77 0.342

15 Thyrsostachys siamensis. LP – PL 5.5 7.00 - 0.90 0.07 - 0.50 6.40 - 27.77 0.029 - 0.697

Keterangan : LP = Lempung Berpasir

PL = Pasir Berlempung

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa karakteristik fisik dan kimia tanah tempat tumbuh bambu di Sumatera Utara Bagian Timur yaitu tekstur tanah lempung berpasir sampai pasir berlempung, pH tanah 5 -6,5, C-org 0.80 – 7.00%, N-tot 0.07 – 0.90 %, P-Bray2 0.07 – 95,48% dan K-tukar 0.029 – 0.697 %. Menurut Heyne (1987) untuk perkembangan yang baik, tumbuhan bambu membutuhkan kesuburan tanah yang tinggi. Berlian (1995) menyatakan bambu dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah, tanah kering sampai tanah becek dan dari tanah subur sampai tanah tandus. Bambu tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 5,0 – 6,5.

Tabel 4.4. Karakteristik Faktor Fisik Lingkungan Tempat Tumbuh Bambu

No Genus Jenis SU (0C) ST (0C) KU (%) IC (Lux)

1 Bambusa Bambusa blumeana. 25-32 20-25 85-89 8400

2 Bambusa glaucescens. 28 26 87 9200

3 Bambusa glaucophylla. 25-27 25 85-87 9200

4 Bambusa vulgaris. 25-32 26 85-89 8400

5 Bambusa multiplex. 25-28 25-28 85-89 8800-9200

6 Dendrocalamus Dendrocalamus asper. 25-32 22-25 85-87 9200

7 Gigantochloa Gigantochloa atroviolacea. 28 24 89 7900


(48)

10 Gigantochloa pruriens. 28-29 24 89-87 8400

11 Gigantochloa robusta. 27-32 20-25 85-87 9200

12 Schizostachyum Schizostachyum bracycladum 28-32 22-25 89 9200-10200

13 Schizostachyum zolingeri. 27-32 22-25 85-89 9200-10200

14 Schizostachyum sp. 24 25 85 8400

15 Thyrsostachys Thyrsostachys siamensis. 25-28 22-24 85-87 9200-10200

Keterangan : SU = Suhu Udara

ST = Suhu Tanah KU = Kelembaban Udara

IC = Intensitas Cahaya

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa faktor fisik lingkungan untuk tiap jenis bambu di Sumatera Utara Bagian Timur yaitu suhu udara 25-32oC, suhu tanah 20-28oC, kelembaban udara 85-89% dan intensitas cahaya 7900-10200 Lux. Hasil ini sejalan dengan pendapat Berlin dan Rahayu (1995) lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan bambu adalah suhu udara 8,7-36oC, suhu tanah 10-30oC, pH 5-6,5 namun beberapa jenis dapat tumbuh pada pH 3,5. Menurut Sutiyono, et.al., (1996) bambu dapat tumbuh pada pH 5 – 6,5, suhu udara 8,8 0C-360C dan kelembaban udara minimal 80%.


(49)

4.3 Pemanfaatan Bambu

Bambu merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, buluh, daun dan rebung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan (Berlin dan Rahayu, 1995). Pemanfaatan bambu di Sumatera Utara Bagian Timur tidak begitu tinggi, karena budaya masyarakat yang berbeda. Bagian-bagian tanaman bambu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Sumatera Utara Bagian Timur adalah buluh, rebung dan daun. Bagian buluh adalah bagian yang paling banyak digunakan, selanjunya rebung dan daun (Tabel 4.5). Menurut Departemen Kehutanan (2004) adalah bagian yang paling banyak digunakan untuk dapat dibuat berbagai macam barang untuk keperluan sehari-hari. Tabel 4.5. Pemanfaatan Jenis-Jenis Bambu Oleh Masyarakat Di Sumatera Utara Bagian Timur.

No Jenis Nama

Daerah Pemanfaatan

Bagian yang Dimanfaatkan

Fungsi

U L

1 Bambusa blumeana

Bambu duri Makanan ternak Daun - √

Anyaman/kerajinan Buluh √ -

Pulp dan kertas Buluh √ -

Gelas Buluh √ -

2 Bambusa glaucescens

Bambu pagar Tanaman hias - √ -

Tiang pancing Buluh √ -

3 Bambusa glaucophylla Bambu putih Tanaman hias Anyaman Kerajinan

- Buluh

√ √ - -

4 Bambusa vulgaris Bambu

kuning

Tanaman hias - √ -

Pemikul beban Buluh √ -

Obat (demam, luka lambung, magh kronis, lever dan penyakit kuning)

Rebung Daun

Air dalam buluh

- √

5 Bambusa multiplex Bambu

pancing

Tiang pancing Buluh √ -

Sumpit Buluh

6 Dendrocalamus asper

Bambu betung

Sayur Rebung - √

Obat (menurunkan tekanan

darah tinggi) Rebung - √

Pemikul beban Buluh √ -

Komponen bangunan

(tiang) Buluh √ -

Tepas/dinding rumah Buluh √ -

Anyaman/kerajinan Buluh √ -

Kentongan Buluh √ -

7 Gigantochloa

atroviolacea Bambu hitam Anyaman/Kerajinan Buluh √ -

Alat Musik Buluh √ -

8 Gigantochloa atter

Bambu ater Sayur Rebung - √

Tempat arak/nira Buluh √ -

Komponen bangunan Buluh √ -

Tepas/dinding rumah Buluh √ -

9 Gigantochloa achmadii - Anyaman/kerajinan Buluh √ -

Tiang pancing Buluh √ -

10 Gigantochloa pruriens

Bambu regen

Kentongan Buluh √ -

Komponen bangunan

(tiang) Buluh √ -


(50)

Anyaman/kerajinan Buluh √ - 11 Gigantochloa robusta Bambu

mayam

Tepas/dinding rumah Buluh √ -

Komponen bangunan Buluh √ -

12 Schizostachyum

bracycladum Bambu

lemang

Kentongan Buluh √ -

Tempat membuat

makanan/lemang Buluh √ -

Tepas/Dinding Rumah Buluh √ -

13 Schizostachyum

zollingeri Bambu nipis Rangka atap Buluh √ -

Tiang pancing Buluh √

Tepas/Dinding rumah Buluh √ -

14 Schizostachyum sp - Tepas/Dinding rumah Buluh √ -

15 Thyrsostachys

siamensis Bambu jepang Tanaman hias - √ -

Tepas/Dinding rumah Buluh √ -

Keterangan : U = Utama

L = Lain

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jenis bambu yang paling banyak kegunaannya adalah D. asper (sayur, obat, pemikul beban, komponen bangunan, anyaman/kerajinan tangan dan tepas). Sedangkan jenis bambu yang memiliki manfaat paling sedikit adalah B. glaucophylla dan T. siamensis yaitu sebagai tanaman hias.

Alasan peruntukan berdasarkan bagian tanaman yang digunakan dari jenis-jenis bambu tersebut terkait dengan sifatnya masing-masing. Menurut Duryatmo (2000) bambu betung memiliki serat yang besar, ruasnya panjang, sifatnya keras dan dinding batangnya relatif tebal, ruasnya panjang sehingga baik digunakan sebagai bahan bangunan (konstruksi). Selain itu rebung bambu betung juga dikonsumsi sebagai sayuran karena rasanya yang enak. Menurut Sujarwo, et., al. (2010). D. asper memiliki banyak manfaat diantaranya berpotensi sebagai obat. Rebungnya berfungsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Widjaja (2001) B. glaucophylla dan T. siamensis biasanya tumbuh pada pekarangan masyarakat, biasanya digunakan sebagai tanaman hias dan pagar pembatas.


(51)

4.4. Ciri –Ciri Morfologi Bambu Di Sumatera Utara Bagian Timur

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa ciri-ciri morfologi yang dapat digunakan dalam pengelompokkan jenis-jenis bambu di Sumatera Utara bagian Timur. Semua karakter morfologi berjumlah 49 karakter. Karakter morfologi berupa rumpun, rebung (buluh muda), buluh, percabangan, pelepah buluh dan daun (Tabel 4.6).

Tabel 4.6. Karakter Morfologi

No Ciri Kode ciri

1 Rumpun (0) < 30 buluh, (1) > 30 buluh

2 Rebung mengerucut (0) absent, (1) present

3 Rebung ramping (0) absent, (1) present

4 Rebung cerah (0) absent, (1) present

5 Rebung kusam (0) absent, (1) present

6 Bulu rebung cerah (0) absent, (1) present

7 Bulu rebung kusam (0) absent, (1) present

8 Tinggi tanaman (0) < 10 m, (1) > 10 m

9 Diameter buluh (0) < 10 cm, (1) > 10 cm

10 Panjang ruas buluh (0) < 20 cm, (1) > 20 cm

11 Tebal buluh (0) < 10 mm, (1) > 10 mm

12 Buluh muda berlilin (0) absent, (1) present

13 Buluh muda berbulu kejur (0) absent, (1) present

14 Buluh tua licin (0) absent, (1) present

15 Buluh tua berbulu kejur (0) absent, (1) present

16 Buluh berduri (0) absent, (1) present

17 Buluh cerah (0) absent, (1) present

18 Buluh kusam (0) absent, (1) present

19 Akar napas (0) absent, (1) present

20 Percabangan homogen (0) absent, (1) present

21 Percabangan heterogen (0) absent, (1) present

22 Tinggi cabang (0) < 1m , (1) > 1 m

23 Panjang pelepah (0) <

24

10 cm , (1) > 10 cm

Lebar pelepah (0) <

25

10 cm , (1) > 10 cm

Pelepah mudah luruh (0) absent, (1) present

26 Pelepah jarang luruh (0) absent, (1) present

27 Permukaan pelepah licin (0) absent, (1) present


(52)

30 Bulu pelepah buluh kusam (0) absent, (1) present

31 Ujung pelepah berduri (0) absent, (1) present

32 Daun pelepah tegak (0) absent, (1) present

33 Daun pelepah berkeluk balik (0) absent, (1) present

34 Panjang aurikel (0) < 4 mm, (1) > 4 mm

35 Bulu kejur aurikel (0) absent, (1) present

36 Aurikel seperti bingkai (0) absent, (1) present

37 Aurikel membulat (0) absent, (1) present

38 Ligula mengoyak (0) absent, (1) present

39 Ligula mengerigi (0) absent, (1) present

40 Ligula rata (0) absent, (1) present

41 Panjang ligula (0) < 1 mm, (1) > 1 mm

42 Bulu kejur ligula (0) absent, (1) present

43 Panjang daun (0) < 10 cm, (1) > 10 cm

44 Lebar daun (0) < 3 cm, (1) > 3 cm

45 Permukaan atas daun licin (0) absent, (1) present 46 Permukaan atas daun berbulu (0) absent, (1) present 47 Permukaan bawah daun licin (0) absent, (1) present 48 Permukaan bawah daun berbulu (0) absent, (1) present

4.5. Analisis Kemiripan Morfologi Bambu Menggunakan NTSys

Berdasarkan ciri morfologi dari semua jenis bambu di Sumatera Utara Bagian Timur kemudian dianalisis menggunakan Program NTSYs ver 2.02. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pembagian kelompok berdasarkan ciri-ciri yang ada. Pada Phenogram jenis-jenis bambu (Gambar 4.2.) dapat dilihat bahwa jenis-jenis bambu yang ditemukan terbagi atas dua kelompok besar

yang kemudian dibali lagi lagi menjadi beberapa kelompok kecil. Berdasarkan perbedaan 48 karakter morfologi dengan tingkat kemiripan morfologi


(53)

Kelompok pertama adalah T. siamensis. T. siamensis terpisah dari genus Bambusa, Giganthochloa dan Schizostachyum karena adanya perbedaan pada warna rebung, warna bulu permukaan buluh, bentuk aurikel, permukaan bawah daun dan duri pada ujung pelepah.

Kelompok kedua terdiri atas 9 jenis yang terbagi menjadi dua subkelompok yaitu kelompok E dan F dengan kisaran kemiripan 54 % - 80 %. Subkelompok E terbagi menjadi dua subkelompok yaitu kelompok J dan kelompok I. Kelompok J adalah S. brachycladum. Kelompok I terdiri atas S. zollingeri dan Schizostachyum sp. S. brachycladum memisah dari S. zollingeri dan Schizostachyum sp. karena adanya perbedaan warna rebung, warna bulu pelepah buluh, bentuk daun pelepah buluh dan bentuk ligula.

Kelompok F terdiri atas 6 jenis yang terbagi menjadi dua subkelompok yaitu kelompok H dan G. Kelompok H adalah D. asper. Kelompok G terdiri atas dua

subkelompok yaitu kelompok K dan kelompok L. Kelompok L terbagi lagi menjadi dua subkelompok yaitu kelompok R dan kelompok Q. Subkelompok Q terdiri atas dua jenis yaitu G. pruriens dan G. atter. Subkelompok R

adalah G. achmadii. D. asper. memisah dari G. atter, G. robusta, G. pruriens, G. achmadii dan G. atroviolacea karena adanya perbedaan pada tebal buluh, lebar pelepah buluh, bentuk daun pelepah dan panjang daun.

Kelompok III terdiri dari 5 jenis bambu yang terbagi menjadi dua subkelompok yaitu kelompok M dan kelompok N dengan kisaran kemiripan antara 62 % – 80 %. Subkelompok M terdiri dari dua jenis yaitu B. vulgaris dan B. blumeana. Subkelompok N terdiri atas dua subkelompok yaitu kelompok P dan kelompok O. Kelompok P adalah B.glaucessens dan B. multiplex. kelompok O adalah B. glaucophylla. B. glaucophylla memisah dari B.glaucenses dan B. multiplex karena adanya perbedaan pada tinggi tanaman, tebal buluh, buluh berduri, panjang aurikel, bulu kejur pada aurikel dan bentuk aurikel.


(54)

Gambar 4.2. Phenogram Jenis-Jenis Bambu di Sumatera Utara Bagian Timur

4.6. Kunci Determinasi

4.6.1. Kunci Determinasi Bambu Tingkat Marga

1 a. Buluh berbiku-biku, ruas pendek...Bambusa b. Buluh tegak, ruas lebih panjang...2 2 a. Buluh tinggi > 25 m...Dendrocalamus b. Buluh tinggi < 25 m...3 3 a. Buluh muda ditutupi lilin...Gigantochloa b. Buluh muda ditutupi bulu coklat hingga hitam...4 4 a. Buku buluh bergaris kuning...Shizostachyum b. Buku buluh berbulu hitam...Thyrsostachys


(55)

4.6.2. Kunci Determinasi Tingkat Jenis

1 a. Rebung berbentuk ramping ...2 b. Rebung berbentuk mengerucut...3 2 a. Rebung tertutup bulu coklat ...B. glaucenses b. Rebung tertutup bulu hitam...B. multiplex 3 a. Buluh tinggi < 2 meter...B. glaucophylla b. Buluh tinggi > 2 meter...4 4 a. Buluh berbiku-biku...5 b. Buluh tegak...6 5 a. Buluh berwarna kuning dengan garis berwarna hijau...B. vulgaris b. Buluh berwarna hijau...B. blumeana 6 a. Buluh muda berbulu rapat seperti beludru...D. asper b. Buluh muda berbulu jarang...7 7. a. Percabangan heterogen ...8 b. Percabangan homogen ...12 8 a. Percabangan < 0,5 m diatas permukaan tanah...G. achmadii b. Percabangan > 0,5 m diatas permukaan tanah... 9 9 a Pelepah buluh > 20 cm...10 b Pelepah buluh < 20 cm...11 10 a. Buluh pelepah buluh merah ...G. pruriens b. Bulu pelepah buluh hitam...G. atter 11 a. Aurikel dengan bulu kejur...G. atroviolacea b. Aurikel gundul ...G. robusta 12 a. Aurikel seperti bingkai...13 b. Aurikel membulat...T. siamensis 13 a. Aurikel tinggi < 2 mm...S. zollingeri b. Aurikel tinggi > 2 mm...14 14 a. Ligula tinggi > 2 mm...S. brachycaladum b. Ligula tinggi > 2 mm...Schizostachyum sp


(1)

Lampiran 2b. Hasil Identifikasi Tumbuhan Herbarium Medanense (MEDA)

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

Lampiran 4. Kode Ciri Morfologi Bambu

No Jenis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

1 B. blumeana 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0

2 B. glaucescens 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0

3 B. glaucophylla. 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0

4 B. multiplex 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0

5 B. vulgaris 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1

6 D. asper 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0

7 G. achmadii. 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1

8 G. atroviolacea 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1

9 G. atter 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1

10 G. pruriens 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1

11 G. robusta 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1

12 S. bracycladum 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0

13 S. zolingeri 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0

14 Schizostachyum sp. 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0

15 T. siamensis 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0


(4)

Lampiran 4. Lanjutan...

No Jenis 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

1 B. blumeana 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1

2 B. glaucescens 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1

3 B. glaucophylla. 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1

4 B. multiplex 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1

5 B. vulgaris 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1

6 D. asper 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1

7 G. achmadii. 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1

8 G. atroviolacea 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1

9 G. atter 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1

10 G. pruriens 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1

11 G. robusta 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1

12 S. bracycladum 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1

13 S. zolingeri 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1

14 Schizostachyum sp. 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1


(5)

Lampiran 5. Data Wawancara

PENELITIAN UNTUK TESIS

PROGRAM MAGISTER BIOLOGI FMIPA USU

(ANDINI SAPUTRI/ 117030014)

A.

IDENTIFIKASI RESPONDEN

1.

Nama

:

2.

Jenis Kelamin

:

3.

Umur

:

4.

Pendidikan terakhir

:

5.

Alamat

:

6.

Pekerjaan

:

7.

Suku

:

8.

Apakah Saudara merupakan penduduk asli desa ini ? (Ya) / (Tidak)

Jika (Tidak), dari mana asalnya ?

9.

Sudah berapa lama tinggal di desa ini ? ... tahun

B.

PENGETAHUAN PEMANFAATAN BAMBU

1.

Sepengetahuan saudara, ada berapa jenis bambu di desa ini ?

2.

Jenis apa saja yang merupakan jenis liar?

3.

Jenis apa saja yang merupakan jenis budidaya?

4.

Apakah saudara sering menggunakan bambu untuk penggunaan pribadi?

5.

Darimana anda mendapatkan bambu?

6

Bagian apa saja dari tanaman bambu ini yang biasanya / pernah saudara

gunakan untuk keperluan sendiri ?

a.

Daun

b.

Batang

c.

Akar

d.

Rebung

e.

Semuanya

7.

Apakah saudara sering memanfaatkan rebung bambu untuk dikonsumsi?

8.

Apakah saudara mengetahui manfaat akar tanaman bambu?

9.

Apakah saudara mengetahui manfaat batang tanaman bambu?

10. Apakah saudara mengetahui manfaat daun tanaman bambu?

11. Apakah saudara mengetahui manfaat akar tanaman bambu?


(6)

Lampiran 6. Foto-Foto Penelitian

Pencatatan Faktor Fisik Lingkungan

Pengkoleksian Rebung Bambu