4 deskriptif Din LH Surabaya, 2002; SARPEDAL KLH, 2003b, metode deret
waktu di satu lokasi stasiun Roekmi, 1997; Prestiwati, 2002, dan metode spatial pada satu waktu pengamatan Andayani, 2002; Hamonangan, 2004.
Pada umumnya model spatio-temporal untuk pencemar udara yang terdapat di referensi hanya menggunakan peubah penjelas waktu dan lokasi saja,
dengan ukuran data yang tidak terlalu besar. Pada penelitian ini akan dikembangkan
model spatio-temporal
dengan mengikutsertakan
faktor meteorologis di samping peubah penjelas waktu dan lokasi. Hal ini disebabkan
faktor meteorologis diduga berpengaruh terhadap penyebaran polutan PM
10
dan Ozon. Model yang dipilih untuk pemodelan pencemar udara PM
10
dan Ozon adalah model aditif dengan pendekatan model linear campuran, dengan beberapa
pertimbangan yaitu : 1. dapat digunakan untuk menggabungkan model deret waktu, model spatial,
dan hubungan fungsional faktor meteorologis, 2. bersifat fleksibel karena hubungan fungsional antara peubah penjelas
kontinu dengan respon dapat berbentuk parametrik atau nonparametrik 3. komputasi yang cepat untuk data berukuran besar, karena menggunakan
pemulus berdimensi rendah P-spline. 4. berbasis model dan metode kemungkinan maksimum, karena pendugaan
model dapat menggunakan metode ML atau REML.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model aditif spatio-temporal untuk pencemar udara PM
10
dan Ozon di Kota Surabaya dengan fungsi mulus P-spline dan diduga dengan pendekatan model linear campuran
1.3. Kerangka Pemodelan
Permasalahan utama yang akan dikaji pada penelitian ini adalah pemodelan pencemar udara dominan PM
10
dan Ozon di kota Surabaya dengan model aditif spatio-temporal. Pada data spatio-temporal terdapat korelasi temporal
dan korelasi spatial yang harus diperhitungkan dalam pemodelannya. Pada penelitian ini korelasi temporal dimodelkan dalam model aditif deret waktu dan
korelasi spatial dimodelkan dalam model aditif spatial. Selanjutnya kedua model aditif ini digabung secara aditif menjadi model aditif spatio-temporal. Sehingga
5 model aditif spatio-temporal dapat menggabungkan kedua korelasi yang terdapat
pada data dalam satu model. Kerangka pemodelan disajikan pada Gambar 1. Peubah penjelas yang dilibatkan dalam model aditif deret waktu adalah lag dan
jam, sedangkan pada model aditif spatial adalah koordinat geografis dari lokasi stasiun pemantau. Pada model aditif spatio-temporal ini dapat ditambahkan
hubungan fungsional faktor meteorologis.
Gambar 1. Kerangka pemodelan PM
10
dan Ozon Bentuk hubungan fungsional antara peubah penjelas kontinu dengan
respon pada model aditif tidak dibatasi dalam bentuk parametrik, akan tetapi dapat berbentuk nonparametrik atau gabungan keduanya. Dalam penentuan model
aditif, lebih dahulu dilakukan identifikasi tentang bentuk hubungan fungsional antara peubah penjelas kontinu dengan respon. Bila bentuk hubungan
fungsionalnya nonparametrik, maka akan dimodelkan dengan P-spline. Bentuk hubungan fungsional ini kemudian digunakan untuk menyusun model aditifnya.
6 Model aditif yang sudah terbentuk, selanjutnya diformulasikan ke dalam
bentuk model linear campuran. Parameter-parameter pada model aditif diduga dengan metode REML. Kebaikan model ditentukan dari nilai AIC Akaike
Information Criteria yang rendah, dan galat modelnya mempunyai nilai
autokorelasi dalam waktu dan korelasi spatial yang kecil dan tidak berpola.
1.4. Hubungan antar Bab