BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Soehartono 2004 dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Kemampuan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Sekretariat
Daerah Kabupaten Rembang. Metode penelitian ini adalah metode korelasi Rank atau T Tau Kendall. Dari hasil analisis tersebut membuktikan bahwa interaksi antara gaya
kepemimpinan, motivasi dan kemampuan kerja pegawai sangat meyakinkan dalam mempengaruhi kinerja pegawai.
Eka Yuliana 2006 dengan judul penelitian adalah Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Mata Diklat Produktif Penjualan di SMK
Bisnis dan Manajemen Se Kabupaten Kebumen. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kemampuan intelektual, motivasi kerja dan kinerja guru, dan untuk mengetahui
besar pengaruh antara kemampuan dan motivasi kerja terhadap kinerja guru. Metode pengumpulan data dengan cara tes, angket dan observasi. Data yang telah terkumpul
kemudian dianalisis dengan analisis diskriptif persentase dan analisis regresi baik parsial dan simultan. Hasil penelitian disimpulkan bahwa, kemampuan intelektual dan motivasi
kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru.
Universitas Sumatera Utara
Khairul Akhir Lubis 2008 dengan judul penelitian Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV Persero
Medan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
Medan, baik secara parsial maupun secara simultan. Teknik pengambilan sampel adalah purpose sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan angket dan studi
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Tentang Kinerja
2.2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan Robins, 2001
Pengertian kinerja diberi batasan oleh Maier dalam Munandar 2001 sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Lawler and
Poter menyatakan bahwa kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan perbuatannya Munandar, 2001. Dari batasan tersebut Munandar
menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Suprihanto 2000 mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang pegawai pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu
dibandingkan dengan kemungkinan, misalnya standar, target atau sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah di sepakati bersama
2.2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Robbins 2001, tingkat kinerja pegawai sangat tergantung kepada faktor-faktor yaitu: kemampuan pegawai itu sendiri seperti tingkat pendidikan,
pengetahuan, pengalaman dimana dengan tingkat kemampuan yang semakin tinggi akan mempunyai kinerja yang semakin tinggi pula. Faktor lain adalah motivasi kerja pegawai
yaitu dorongan dari dalam seorang pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan motivasi kerja yang tinggi akan mempunyai kinerja tinggi demikian juga sebaliknya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua faktor yaitu motivasi dan kemampuan mempunyai hubungan positif terhadap kinerja. Indikator kinerja adalah:
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Tanggun jawab
4. Waktu yang dibutuhkan
5. Kerjasama
6. Ketaatan
Universitas Sumatera Utara
Sutemeister dalam Suprihanto 2000 mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor Kemampuan : a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat,
b. Ketrampilan : kecakapan dan kepribadian. 2. Faktor Motivasi :
a. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan b. Serikat kerja kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistik
c. Kondisi fisik : lingkungan kerja. Menurut Vroom dalam Munandar 2001, tingkat sejauh mana keberhasilan
seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut level of performance. Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan
sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau berperformance rendah. Pengukuran kinerja adalah salah satu tugas penting untuk
dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang obyektif bukanlah tugas yang sederhana, Pengukuran harus dihindarkan adanya like
dan dislike dari penilai, agar obyektifitas pengukuran dapat terjaga.
Universitas Sumatera Utara
Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu pegawai dengan pegawai, lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun
pegawai-pegawai bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas pegawai tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor Munandar,
2001, yaitu : faktor individu dan situasi kerja. Menurut Ivancevich 2002, ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi
perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: 1.
Variabel individual, terdiri dari: a.
Kemampuan dan ketrampilan: mental dan fisik. b.
Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian. c.
Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin. 2.
Variabel organisasional, terdiri dari: sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan.
3. Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi.
Menurut Tiffin dan Me. Cormick dalam Suprihanto 2000 ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:
1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan
motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor individual lainnya.
2. Variabel situasional:
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, kondisi dan desain
perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik penyinaran, temperatur, dan fentilasi
b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat
organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
2.2.1.3. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan oleh para pimpinan, antara lain:
a. Untuk memperoleh dasar untuk pengambilan keputusan promosi, transfer, demosi
atau penurunan pangkat, dan pemutusan hubungan kerja. b.
Sebagai kriteria bagi kebenaran sarana-sarana seleksi dan program-program pelatihan.
c. Untuk mengalokasikan imbalan-imbalan bagi para pegawai.
d. Untuk meyakinkan umpan balik bagi perorangan yang dapat menunjang
pengembangan diri dan kariernya dan dengan demikian menjamin efektivitas organisasi.
Suprihanto 2000 menyatakan bahwa penilaian kinerja pegawai tidak hanya hasil secara fisik tetapi juga pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut
berbagai bidang seperti kemampuan kerja, kerajinan, disiplin, atau hal-hal khusus sesuai dengan tugas dan tingkatan pekerjaan.
Menurut Sunarto 2005 ada lima metode pengukuran kinerja pegawai:
Universitas Sumatera Utara
a. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban
penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja pegawai. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian
bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bisa memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar pengukuran berisi item-item yang memadai.
b. Metode peristiwa kritis critical incident method, pengukuran yang berdasarkan
catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku pegawai sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut
peristiwa kritis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada pegawai, dan mengurangi kesalahan.
c. Metode peninjauan lapangan field review method, seseorang ahli departemen
membantu para penyelia dalam pengukuran pegawai. Personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja pegawai. Kemudian ahli itu
mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan dengan pegawai yang dinilai.
Spesialis personalia bisa mencatat pengukuran pada tipe formulir pengukuran apapun yang digunakan organisasi.
d. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pegawai terbatas, pengukuran prestasi
kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan keterampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid.
e. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan pegawai lain siapa yang
paling baik dan menempatkan setiap pegawai dalam urutan terbaik sampai terjelek.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya
menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya. Grading, metode pengukuran ini memisah-misahkan atau mensortir para pegawai dalam berbagai
klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai
dibenkan sejumlah nilai total dialokasikan di antara para pegawai dalam kelompok. Para pegawai diberi nilai lebih besar dan pada para pegawai dengan kinerja lebih
jelek. Kebaikan dari metode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di antara para pegawai, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo halo effect dan
bias kesan terakhir masih ada. Mengenai manfaat pengukuran kinerja, Sunarto 2005 mengemukakan:
a. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja.
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan pegawai, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan pegawai untuk
meningkatkan prestasi. b.
Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan
kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya. c.
Keputusan-keputusan penempatan.
Universitas Sumatera Utara
Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.
d. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan.
Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi
yang harus dikembangkan. e.
Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang
jalur karir tertentu yang harus diteliti. f.
Mendeteksi penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing departemen personalia. g.
Melihat ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yanng jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam
informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia, atau komponen- komponen lain system informasi manajemen personalia. Menggantungkan pada
informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-kepulusan personalia tidak tepat.
h. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Pengukuran prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan
tersebut. i.
Menjamin kesempatan kerja yang adil. Pengukuran prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. j.
Melihat tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar
lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.
2.2.2. Teori Tentang Kemampuan Kerja 2.2.2.1. Pengertian Kemampuan Kerja
Kemampuan kerja adalah kondisi potensi yang dimiliki seseorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepada seseorang secara penuh
kesungguhan, berdaya guna dan berhasil guna dalam melaksanakan pekerjaannya Gibson 2000
Thoha 2002: 154 bahwa kemampuan adalah suatu kondisi yang menunjukkan unsur kematangan yang berkaitan pula dengan pengetahuan dan ketrampilan
yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihan dan pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.2. Pengukuran Kemampuan Kerja
Dalam susunan organisasi kemampuan seseorang perlu diidentikkan dengan peranan dan kedudukan pegawai, sehingga dalam proses pengembangan organisasi dan
pengembangan sumber daya manusia dalam tahap seleksi, pembinaan, dan pengawasan karier dapat dicapai dengan prinsip menempatkan pegawai sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki. Kemampuan pegawai menurut Gibson 2000 meliputi :
1. Kemampuan berhubungan antar manusia berinteraksi
2. Kemampuan konseptual
3. Kemampuan teknis
Gibson 2000: 55 menjelaskan ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh aparat untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kerja :
1. Kemampuan berinteraksi yang meliputi indikator :
a. Kemampuan pegawai untuk menciptakan dan menjaga hubungan pribadi
b. Kemampuan pegawai untuk berkomunikasi dengan rekannya secara efektif
c. Kemampuan pegawai untuk menangani konflik dengan konflik baik dengan orang
lain maupun teman sekerja d.
Kemampuan untuk meningkatkan atau mempertahankan rasa keadilan dan persamaan kedudukan dalam suatu sistem imbalan.
2. Kemampuan Konseptual conceptual ability
Universitas Sumatera Utara
a. Kemampuan pegawai untuk membina dan menganalisis informasi baik dari dalam
maupun dari luar lingkungan organisasi. b.
Kemampuan untuk merefleksikan arti perubahan tersebut dalam tugas. c.
Kemampuan untuk menentukan keputusan yang berkaitan dengan bidang tugasnya d.
Kemampuan untuk melakukan perubahan dalam pekerjaannya terutama yang perlu dalam organisasi.
3. Kemampuan Teknis a.
Kemampuan pegawai untuk mengembangkan dan mengikuti rencana-rencana kebijakan dan prosedur yang efektif
b. Kemampuan untuk memproses tata warkat atau kertas kerja dengan baik, teratur,
dan tepat waktu. c.
Kemampuan untuk mengelola pengeluaran atas suatu anggaran d.
Kemampuan untuk menggunakan pengetahuannya, peralatan-peralatan tools, pengalaman experience, dan teknis-teknis dari berbagai disiplin ilmu untuk
memecahkan masalah. Soehartono, 2004 menyimpulkan bahwa ada tiga kemampuan yang
penerapannya dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar kemampuan yang harus dimiliki berkaitan dengan kedudukan seseorang dalam organisasi. Tiga kemampuan yang
dapat diaplikasikan dalam organisasi yaitu : 1.
Kemampuan teknik Technical Ability
Universitas Sumatera Utara
Yaitu ketrampilan yang berkaitan dengan pengetahuan dan keahlian dalam berbagai kegiatan kerja yang memerlukan keahlian dalam mempergunakan berbagai sarana dan
teknik-teknik yang bersifat khusus. 2.
Kemampuan Ketrampilan Human Skill Yaitu kemampuan yang didalamnya mencerminkan berbagai ketrampilan seperti:
a. Ketrampilan bekerja sama dengan orang lain
b. Kemampuan menciptakan kesadaran dan rasa kebersamaan.
c. Kemampuan menciptakan suasana kerja yang menyebabkan seluruh pegawai
merasa aman, tidak dipaksa, tidak dicurigai, suasana kerja yang penuh kekeluargaan, toleransi kerja, dan saling mempercayai.
3. Kemampuan Konseptual Conseptual and Design Skill
Yaitu kemampuan pengolahan seseorang tidak hanya difokuskan untuk melihat, mengidentifikasi, dan merumuskan permasalahan yang timbul, tetapi juga sekaligus
mampu merumuskan berbagai alternatif pemecahan permasalahan itu sendiri. Ketiga kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh semua pegawai disemua
tingkatan, meskipun dalam kadar yang berbeda-berbeda. Seorang pegawai tingkat rendah lebih efektif jika memiliki kemampuan teknik yang lebih besar dibandingkan kemampuan
lainnya. Seorang manajer puncak mutlak harus memiliki kemampuan konseptual dan desain pekerjaan di samping kemampuan lainnya dan untuk itu diperlukan suatu tingkat
pendidikan tertentu serta didukung pengalaman lapangan. Dalam kaitannya dengan
Universitas Sumatera Utara
pengembangan organisasi dapat dipahami bahwa manusia merupakan sumber daya penting dalam organisasi.
Berkaitan dengan pendapat Gibson tentang kemampuan berinteraksi yang tidak boleh dilupakan adalah kemampuan berkomunikasi, karena melalui komunikasi
segala permasalahan dalam suatu organisasi mampu dicarikan jalan keluarnya. Handoko 2004: 272 komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau
informasi dari seorang ke orang lain. Dalam proses komunikasi ini diperlukan keterampilan-keterampilan untuk membuat sukses pertukaran informasi. Oleh sebab itu
kemampuan berkomunikasi sangat memegang peranan penting dalam melaksanakan pekerjaan serta memudahkan tercapainya tujuan organisasi.
Robbins 2001: 8, menyatakan komunikasi vertikal dapat dibagi menjadi dua yaitu ke bawah dan ke atas :
1. Komunikasi ke bawah, pola ini digunakan oleh pemimpin untuk menetapkan tujuan,
pemberian instruksi pekerjaan, menginformasikan kebijakan dan prosedur kepada bawahan, menunjukkan masalah yang memerlukan perhatian, dan mengemukakan
umpan balik tentang kinerja. 2.
Komunikasi keatas, pola ini digunakan untuk memberikan umpan balik kepada atasan, dan meneruskan masalah-masalah yang ada. Komunikasi ke atas menyebabkan para
manajer menyadari perasaan para karyawan terhadap pekerjaannya, rekan sekerjanya, dan organisasi secara umum. Manajer juga menngandalkan komunikasi keatas untuk
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan gagasan-gagasan mengenai urusan yang harus diperbaiki.
2.2.2.3. Hubungan Kemampuan Kerja dengan Kinerja
Kemampuan pegawai adalah suatu keadaan pada seseorang yang secara penuh kesungguhan, berdaya guna dan berhasil guna melaksanakan pekerjaan sehingga
menghasilkan sesuatu yang optimal. Ketidak sungguhan, ketidak sanggupan, dan ketidak mampuan kerja akan mengakibatkan kelambanan dalam melaksanakan tugas.
Pengembangan, kemampuan pegawai dengan menggunakan seluruh potensi pegawai akan dapat mengupayakan prestasi organisasi. Dengan demikian kemampuan
pegawai berpengaruh pada pengembangan organisasi yang muaranya kearah produktifitas kerja atau kinerja para pegawainya. Seperti yang dikemukakan oleh Payaman S.
Simanjuntak bahwa sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas. Hal ini dikarenakan arah produksi dan teknologi pada
hakekatnya merupakan hasil kerja manusia Simanjuntak 2005: 143 . Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengembangan pegawai akan mendorong
organisasi untuk mempertahankan eksistensinya. Untuk itu pimpinan organisasi harus dapat memberikan dorongan pada pegawainya untuk mengembangkan kemampuannya
baik melalui pendidikan moral informal maupun non formal serta pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan sumber daya manusia. Sehingga akan meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pegawai. Soeprihantono 2 0 0 0 : 7 ; 2 6 menyatakan bahwa penilaian kinerja
karyawan tidak hanya penilaian hasil secara fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara
Universitas Sumatera Utara
keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan kerja, kerajinan,
Faktor kemampuan kerja mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja, sebab kemampuan biasanya menunjukkan potensi orang dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaannya. Seperti pendapat Nayono 2000: 4 kemampuan adalah tersedianya modal kecakapan, ketangkasan, keterampilan atau modal lain yang
memungkinkan anggotanya dapat berbuat banyak untuk organisasinya. Dengan demikian apabila karyawan memiliki kemampuan pendidikan formal yang ditempuh, pendidikan non
formal, tingkat pengalaman kerja yang dimiliki, tingkat keinginan kemauan, maka akan mampu mendorong kinerjanya.
disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan tingkatan pekerjaan. Gibson, et al 2001: 54, mengatakan bahwa kemampuan dan keterampilan
memainkan peranan utama dalam perilaku dan prestasi individu. Kemampuan dalam hubungannya dengan pekerjaan dapat diartikan sebagai berikut sebagai variabel individu,
kemampuan tidak dapat dipisahkan dengan konsep keterampilan. Keterampilan dalam hal ini merupakan sifat bawaan dari lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang
melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik. Keterampilan dinyatakan sebagai kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan dalam tugas.
Jika setiap karyawan menyadari kemampuan yang dimilikinya, maka akan berpengaruh besar terhadap kinerjanya.
Kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepadanya yang didukung oleh
Universitas Sumatera Utara
kemampuan berinteraksi interaction ability, kemampuan konseptual Conceptual ability, dan kemampuan administratif Administratifability.
2.2.3. Teori Tentang Motivasi Kerja 2.2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Soehartono 2004, motivasi adalah suatu kehendak atau keinginan yang muncul dalam diri karyawan yang menimbulkan semangat atau dorongan untuk
bekerja secara optimal guna mencapai tujuan. Menurut Hasibuan 2003:95, motivasi berasal dari kata dasar motif, yang
mempunyai arti suatu perangsang, keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang agar pegawai mau bekerjasama dengan efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Sedangkan menurut Robbins 2001:166, motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Kebutuhan terjadi apabila tidak ada keseimbangan antara apa yang dimiliki dan apa yang diharapkan.
Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan dan pencapaian tujuan. Dan tujuan adalah sasaran atau hal yang ingin dicapai oleh seseorang
individu.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud motivasi kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan bekerja individu
atau kelompok terhadap pekerjaan guna mencapai tujuan. Motivasi kerja pegawai adalah kondisi yang membuat pegawai mempunyai kemauan atau kebutuhan untuk mencapai
tujuan tertentu melalui pelaksanaan suatu tugas. Motivasi kerja pegawai akan mensuplai energi untuk bekerja atau mengarahkan aktivitas selama bekerja, dan menyebabkan
seorang pegawai mengetahui adanya tujuan yang relevan antara tujuan organisasi dengan tujuan pribadinya.
2.2.3.2. Teori-Teori Motivasi Kerja
Menurut Miftah Toha 2000: 193 menyatakan bahwa Abaraham Maslow dalam teori Hirarki kebutuhan mengatakan bahwa motivasi didasarkan atas tingkat
kebutuhan yang disusun menurut prioritas kekuatannya seperti dibawah ini: 1.
Kebutuhan fisiologis, kebutuhan yang pertama dan utama yang wajib dipenuhi oleh tiap individu. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk
melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang, ataupun barang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini
2. Kebutuhan keamanan atau perlindungan, tiap individu mendambakan keamanan bagi
dirinya, termasuk keluarganya.
Universitas Sumatera Utara
3. Kebutuhan kebersamaan atau sosial, tiap individu senantiasa perlu pergaulan dengan
sesamanya. 4.
Kebutuhan penghormatan atau penghargaan, tiap individu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang memungkinkan ia mendapatkan penghormatan dan penghargaan
masyarakat. 5.
Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan puncak yang paling tinggi, sehingga seseorang ingin mempertahankan prestasinya secara optimal.
Dimensi motivasi terdiri dari: 1.
Motif Motif adalah dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau
sedikitnya adalah suatu kecenderungan yang menimbulkan perbuatan atau tingkah laku tertentu yang merupakan hasil dari suatu proses pemikiran.
2. Harapan
Misalnya sumber-sumber kepuasan kerja, motivator dalam bentuk harapan mendapatkan prestasi, promosi atau kenaikan pangkat, penghargaan, pekerjaan itu
Universitas Sumatera Utara
sendiri dan tanggung jawab dan faktor higenis adalah kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, gaji dan kondisi kerja.
Teori-teori motivasi kerja banyak lahir dari pendekatan–pendekatan yang berbeda–beda, hal itu terjadi karena yang dipelajari adalah perilaku manusia yang
komplek. Jadi teori–teori ini perlu bagi organisasi dalam memahami karyawan pegawai dan mengarahkan karyawannya pegawai untuk melakukan sesuatu.
a. Teori motivasi dua faktor atau teori iklim sehat oleh Herzberg
Herzberg berpendapat bahwa ada dua faktor ekstrinsik dan instrinsik yang mempengaruhi seseorang bekerja. Termasuk dalam faktor ekstrinsik hygienes adalah
hubungan interpersonal antara atasan dengan bawahan, teknik supervisi, kebijakan administratif, kondisi kerja dan kehidupan pribadi. Sedangkan faktor instrinsik motivator
adalah faktor yang kehadirannya dapat menimbulkan kepuasaan kerja dan meningkatkan prestasi atau hasil kerja individu. Menurut siswanto 1990:137, motivasi seseorang akan
ditentukan motivatornya, yang meliputi: prestasi Achievement, penghargaan
Recognition, tantangan Challenge, tanggungjawab Responsibility, pengembangan
Development, keterlibatan Involvement, dan kesempatan Opportunity.
Dalam teori motivasi Herzberg, faktor-faktor motivator meliputi: prestasi, pengakuan, tanggungjawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan
berkembang.
Universitas Sumatera Utara
a. Prestasi achievment adalah kebutuhan untuk memperoleh prestasi di bidang pekerjaan yang ditangani. Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai
kebutuhan “need” dapat mendorongnya mencapai sasaran. b. Pengakuan recoqnition adalah kebutuhan untuk memperoleh pengakuan dari
pimpinan atas hasil karya atau hasil kerja yang telah dicapai. c. Tanggungjawab responbility adalah kebutuhan untuk memperoleh tanggung jawab
dibidang pekerjaan yang ditangani. d. Kemajuan advencement adalah kebutuhan untuk memperoleh peningkatan karier
jabatan. e. Pekerjaan itu sendiri the work it self adalah kebutuhan untuk dapat menangani
pekerjaan secara aktif sesuai minat dan bakat. f. Kemungkinan berkembang the possibility of growth adalah kebutuhan untuk
memperoleh peningkatan karier.
Frederick Herzberg memilah herarki kebutuhan maslow menjadi kebutuhan tingkat rendah fisiologis, rasa aman, dan sosial dan kebutuhan tingkat tinggi penghargaan dan
aktualisasi diri. Herzberg mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi seseorang adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
b. Teori motivasi prestasi kerja David Mc Clelland
Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan
Universitas Sumatera Utara
dorongan yaitu: a. Kekuatan motif dan kekuatan dasar yang terlibat; b. Harapan dan
keberhasilannya; dan c. Nilai insentif yang terletak pada tujuan.
Menurut Mc Clelland kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah kerja
dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Kebutuhan akan prestasi, karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk hal itu diberi kesempatan, seseorang menyadari bahwa dengan
hanya mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar, dengan pendapatan yang besar ia dapat memenuhi kebutuhan– kebutuhannya.
2. Kebutuhan akan afiliasi seseorang karena kebutuhan afiliasi akan memotivasi dan mengembangkan diri serta memanfaatkan semua energinya.
3. Kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan ini merupakan daya penggarak yang memotivasi semangat kerja seorang karyawan. Ego manusia yang ingin berkuasa
lebih dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan, persaingan ini oleh manajer ditumbuhkan secara sehat dalam memotivasi bawahannya supaya termotivasi
untuk bekerja giat. Pada teori yang dicapai dari Mc. Clelland gaji atau upah, penting sebagai
suatu sumber umpan balik kinerja untuk kelompok karyawan yang berprestasi tinggi High Achivers ia dapat bersifat atraktif bagi orang-orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan
afiliasi, apabila hal tersebut diberikan sebagai bonus kelompok, dan ia sangat dinilai tinggi oleh orang-orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan kekuasaan, sebagai alat untuk
membeli prestise atau mengendalikan pihak lain Winardi, 2001:156.
2.2.3.3. Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja
Universitas Sumatera Utara
Robbins 2001 menyatakan bahwa untuk memaksimalkan motivasi, pegawai perlu mempersepsikan bahwa upaya yang dikeluarkan mengarah ke evaluasi kinerja yang
diharapkan akan menghasilkan imbalan yang dihargai. Mengikuti model harapan dari motivasi, jika sasaran yang diharapkan tidak jelas, jika kriteria pengukuran sasaran samar-
samar dan jika pegawai kekurangan keyakinan diri bahwa upaya tersebut akan mengarah ke penilaian yang memuaskan mengenai kinerja atau meyakini bahwa akan ada
pembayaran yang tidak memuaskan oleh organisasi bila sasaran kinerja tercapai, maka dapat diperkirakan individu-individu akan berkerja jauh di bawah potensinya.
Motivasi kerja merupakan suatu dorongan untuk melakukan suatu pekerjaan. Motivasi kerja erat hubungannya dengan kinerja atau performansi seseorang. Pada
dasarnya motivasi kerja seseorang itu berbeda-beda. Ada motivasi kerjanya tinggi dan ada motivasi kerjanya rendah, bila motivasi kerjanya tinggi maka akan berpengaruh pada
kinerja yang tinggi dan sebaliknya jika motivasinya rendah maka akan menyebabkan kinerja yang dimiliki seseorang tersebut rendah. Jika pegawai mempunyai motivasi kerja
tinggi maka ia akan bekerja dengan keras, tekun, senang hati, dan dengan dedikasi tinggi sehingga hasilnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2.3. Kerangka Konseptual
Keberhasilan kinerja pegawai dalam suatu instansi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah motivasi dan kemampuan kerja.
Gomes 2003 memberikan batasan mengenai kinerja performance sebagai the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a
Universitas Sumatera Utara
specified time period. Artinya kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama periode waktu tertentu.
Mangkunegara 2002 menyatakan bahwa,” Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan atau pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya”. Dalam kajian teori Robbins 2001:218, kinerja dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1. Dimensi Kinerja Robbins, 2001:218
Terlihat pada teori perilaku organisasi diatas bahwa kinerja performance merupakan fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi, yaitu kinerja = f AxM.
Persamaan ini menggambarkan bahwa performance merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan. Semakin tinggi motivasi dan kemampuan seorang, maka akan semakin tinggi
pula kinerjanya. Namun demikian dalam teori ditambahkan kesempatan untuk berkinerja, karena mengingat seorang individu mungkin bersedia dan mampu namun ada rintangan
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi kendala kinerja. Tingkat-tingkat kinerja yang tinggi sebagian merupakan fungsi dan tidak adanya rintangan yang menjadi kendala karyawan itu. Dari teori Robbins
tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kemampuan seseorang menurut Robbins
2001:46, meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Dengan demikian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang
untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
Motivasi sebagai faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu Gitosudarmo,2000. Motivasi
tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi, baik karyawan maupun sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif,
motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan sumber daya dan potensi pegawai agar secara produktif berhasil mencapai tujuan.
Kemampuan kerja merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam
suatu pekerjaan Robbins, 2001. Dalam penelitian ini, dibatasi dengan hanya menggunakan variabel
motivasi, kemampuan dan kinerja. Sedangkan variabel kesempatan tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian Robbins, 2001
2.4. Hipotesis Penelitian