Penyakit Kulit Akibat Kerja PKAK umumnya mempunyai prognosis buruk. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap pekerja logam dan pekerja konstruksi
menemukan 70 persen tetap menderita dermatitis meskipun telah dilakukan upaya penghindaraan terhadap alergen penyebab dan perubahan jenis pekerjaan Odom,
2000. Meski PKAK tidak memerlukan rawat inap, ringan, dan umumnya dianggap
sebagai risiko yang perlu diterima, pengaruh terhadap pekerjaan dan status sosial psikologi harus diperhitungkan. Dampak PKAK terhadap ekonomi sangat besar. Ini
meliputi biaya langsung atas pengobatan, kompensasi kecacatan dan biaya tidak langsung yang meliputi kehilangan hari kerja dan produktivitas, biaya pelatihan ulang
serta biaya yang menyangkut efek terhadap kualitas hidup Rofiq, 2007. Dengan penelitian ini dapat diharapkan apakah kedua hal tersebut dapat
terjadi pada para pemulung di TPA sehingga dapat disimpulkan apakah pekerjaan yang mereka lakukan berisiko atau dapat dilakukan dengan tanpa kekhawatiran akan
menderita penyakit kulit di samping itu tentunya akan diperoleh suatu sistem perlindungan terhadap rakyat kecil berupa pencegahan agar mereka dapat terlindungi
dari penyakit sesuai dengan rencana pemerintah Indonesia Sehat 2010 karena pemulung juga adalah rakyat Indonesia Suryani, 2008.
2.3. Landasan Teori
Sumber dan komposisi sampah kota yang terbanyak adalah dari pemukiman dan pasar tradisional. Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah dan
Universitas Sumatera Utara
pasar ikan jenisnya relatif seragam, sebagian besar 95 berupa sampah organik. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum
minimal 75 terdiri dari dari sampah organik dan sisanya anorganik. Hasil survei di Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya pada tahun 1987
menunjukkan komposisi sampah rata-rata sebagai berikut: Volume sampah : 2 – 2,5 ltkapitahari
Berat sampah : 0,5 kgkapitahari Kerapatan : 200 – 300 kgm
Kadar air : 65 – 75
3
Sampah organik : 75 – 95 Komponen lain : Kertas : 6
Kayu : 3 Plastik : 2
Gelas : 1 Lain-lain : 4 Sudradjat,2006
Sampah–sampah ini berasal dari buangan kegiatan produksi dan konsumsi manusia baik dalam bentuk padat, cair maupun gas merupakan sumber pencemaran
lingkungan hidup dan merupakan sumber penyakit jika tidak dikelola dengan baik karena bisa menjadi sarang penyakit www.wikipedia.org, 2010.
Dari sampah organik yang jumlahnya terbesar terjadi pembusukan oleh organisme pembusuk utama yaitu bakteri. Bakteri-bakteri ini memanfaatkan sampah
organik atau sisa makhluk hidup terutama asam amino dalam proteinnya sebagai
Universitas Sumatera Utara
sumber energi dan bakteri ini juga akan mengakibatkan proses penyakit kulit yang timbul pada pemulung yang setiap hari berkontak dengan sampah tersebut. Di
samping itu dari hasil penguraian sampah dapat juga menghasilkan gas methan yang berbahaya juga untuk kulit, tidak tertutup kemungkinan sampah buangan dari rumah
sakit yang tidak memenuhi persyaratan pembuangan sampah medis dan non medis terbuang juga ke TPA dan dapat menimbulkan beberapa penyakit termasuk penyakit
kulit. Yang paling berbahaya adalah sampah buangan industri yang termasuk golongan B3 yang dapat langsung mengiritasi permukaan kulit Alcamo, 2001.
Penghasil limbah B3 yang memiliki potensi menghasilkan limbah B3 antara lain Industri farmasi, industri logam dasar, industri karoseri, industri baterai kering,
industri tekstil dan kulit seperti penggunaan zat warna yang mengandung Chrom, pabrik kertas dan percetakan, industri kimia besar meliputi pabrik pembuatan resin,
bahan pengawet, cat, tinta, industri gas, pupuk dan sabun Sastrawijaya, 1991. Penyakit kulit merupakan penyakit yang sering ditemukan pada penyakit
akibat kerja, diperkirakan mencapai 10 dari penyakit akibat kerja. Hal ini bisa disebabkan karena komponen atau proses yang berhubungan dengan lingkungan
kerja. Pada pemulung yang selalu berkontak dengan sampah yang mengandung bahan-bahan kontaktan seperti rubber, kertas, beberapa bahan kayu, dan kaca sangat
berisiko untuk menderita Penyakit Kulit Akibat Kerja Suryani, 2008. Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat pekerjaan seseorang, maka
kulit adalah merupakan organ yang paling sering terkena, yakni 50 dari jumlah seluruh penderita Penyakit Kulit Akibat Kerja Suryani, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Bahan-bahan organik bisa terurai oleh mikroba sehingga sampah dapat hancur mengalami degradibilitasi namun mikroba patologis seperti bakteri, virus dan parasit
dapat tumbuh di dalam sampah tersebut bercampur dengan sampah yang degrabilitasnya lebih lama dibanding dengan sampah organik sehingga ini yang dapat
menyebabkan penyakit kulit bila kontak dengan manusia sebagai inang yang baru Suryani, 2008.
Universitas Sumatera Utara
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah survei analitik dengan pendekatan case study studi kasus. Studi kasus, merupakan sebuah metode yang mengacu pada penelitian yang
mempunyai unsur how dan why pada pertanyaan utama penelitiannya dan meneliti masalah-masalah kontemporer masa kini serta sedikitnya peluang peneliti dalam
mengontrol peristiwa kasus yang ditelitinya Yin, 2008.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di TPA Terjun, Desa Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Penelitian dilakukan selama 2 bulan Oktober–November
2010.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pemulung di TPA Terjun, Desa Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara.
Sampel Penelitian
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu subyek yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pemulung yang menderita penyakit kulit akibat
kerja.
24
Universitas Sumatera Utara