Fenomena Anak-Anak Pemulung Di Kota Medan (Studi Kasus di TPA Terjun)

(1)

Skripsi

FENOMENA ANAK-ANAK PEMULUNG DI KOTA MEDAN

(Studi Kasus di TPA Terjun)

D I S U S U N OLEH:

DIAN PRATIWI SIALLAGAN 080901053

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini dengan baik, yang berjudul “FENOMENA ANAK-ANAK PEMULUNG DI KOTA MEDAN”. Skripsi ini ditulis untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian komprehensif untuk mencapai gelar sarjana sosial pada departemen ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akna datang.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Medan

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Sosiologi

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku dosen pembimbing penulis yang telah bersedia

membimbing dan mencurahkan ilmu dan waktu untuk membimbing penulis dari awal sampai selesainya penulisan skripsi ini

4. Seluruh Dosen Sosiologi Fisip USU yang telah memberikan ilmu selama penulis

menjalankan studi dan staf Departemen Ilmu Sosiologi

5. Orang tua yang penulis banggakan dalam hidup penulis. Bapak T.P. Siallagan, B.Sc. dan Ibu Eswi Sri Indarti yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu sabar memberikan motivasi, serta memperjuangkan kuliah penulis dengan sepenuh hati, yang mencurahkan air mata, yang tak pernah berhenti untuk mendoakan penulis. Untuk Kak Desi, Bang


(3)

6. Seluruh informan di TPA Terjun yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi yang penulis butuhkan.

7. Sahabat-sahabat penulis Evlin, Ibe, Reni, Deas. Terima kasih untuk waktu, perjuangan, dukungan, dan setiap hal yang telah dilewati bersama penulis selama ini. Terlebih Evlin yang memberi banyak sumbangsih pemikiran pada penyelesaian tugas akhir penulis.

8. Saudara-saudara sepelayanan penulis Dek Okta, Kak Merry, Bang Saroha, Ito Ganda,

dan seluruh anggota NHKBP Sei Putih Medan yang terus mendukung penulis dalam segala hal dan menjadi motivasi bagi penulis.

9. Seluruh Sosiologi 2008. Terima kasih untuk kebersamaan yang boleh kita lewati

bersama.

10.Semua yang sudah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

ucapkan terima kasih dan semoga sukses yang menyertai kita semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2014 Penulis


(4)

ABSTRAKSI

Anak-anak bekerja di usia dini telah menjadi fenomena sejak lama di masyarakat, khususnya di Kota Medan. Orang tua yang memiliki peran sebagai pelindung bagi anak-anak mereka semakin lama semakin tidak menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Anak-anak ditandai dengan pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat labil. Anak-anak sangat mudah tertarik pada hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa tanpa mempertimbangkan resiko di balik hal-hal tersebut. Anak-anak biasanya hanya memikirkan kesenangan-kesenangan yang akan didapatkannya dengan melakukan hal-hal tersebut. Hal tersebut membuat pekerja-pekerja anak semakin banyak dan menjadi fenomena di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualititatif dengan pendekatan studi kasus yang melakukan partisipasi observasi dan wawancara mendalam terhadap anak-anak pemulung di Kota Medan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa anak-anak pemulung menjadi sebuah fenomena yang kerap kita temukan di sekitar kita. Fenomena anak-anak pemulung melahirkan bentuk interaksi yang kerap kita temukan dalam kehidupan. Dilihat dari sisi anak-anak pemulung maka bentuk interaksi yang terjadi diantaranya adalah interaksi anak-anak pemulung dengan keluarganya, ada juga interaksi anak-anak pemulung dengan sesama pemulung, dan yang terakhir interaksi anak-anak pemulung dengan pemerintah setempat (dinas kebersihan). Interaksi dengan ketiga komponen tersebut yaitu keluarga, teman sebaya, dan pemerintah melahirkan bentuk dan karakteristik masing-masing. Interaksi yang terjadi antar seluruh komponen baik bagi keluarganya, teman sepermainan, dan pemerintah, dan yang terakhir penentu anak-anak pemulung itu sendiri.

Kata kunci : Anak-anak pemulung, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, pemulung di Kota Medan.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

ABSTRAK...iii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ...1

1.2Perumusan Masalah...7

1.3Tujuan Penelitian...7

1.4Manfaat Penelitian...7

1.5Defenisi Konsep...8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Interaksi Sosial...13

2.2 Teori Fenomenologi...14

2.3 Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja...15

2.4 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan...17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian...20

3.2 Lokasi Penelitian...20

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis...21

3.3.2 Informan...21

3.4 Teknik Pengumpulan Data...22

3.5 Interpretasi Data...24

BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi...25

4.2 Profil Informan...28

4.3 Interpretasi Data 4.3.1 Fenomena Anak-anak Pemulung Di Kota Medan...59

4.3.2 Interaksi Sosial Anak-anak Pemulung dengan Orang tua...68

4.3.3 Interaksi Sosial Anak-anak pemulung dengan Sesama Pemulung ...74

4.3.4 Interaksi Sosial Anak-anak Pemulung dengan Dinas Kebersihan...77


(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan...80 5.2 Saran...81


(7)

ABSTRAKSI

Anak-anak bekerja di usia dini telah menjadi fenomena sejak lama di masyarakat, khususnya di Kota Medan. Orang tua yang memiliki peran sebagai pelindung bagi anak-anak mereka semakin lama semakin tidak menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Anak-anak ditandai dengan pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat labil. Anak-anak sangat mudah tertarik pada hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa tanpa mempertimbangkan resiko di balik hal-hal tersebut. Anak-anak biasanya hanya memikirkan kesenangan-kesenangan yang akan didapatkannya dengan melakukan hal-hal tersebut. Hal tersebut membuat pekerja-pekerja anak semakin banyak dan menjadi fenomena di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualititatif dengan pendekatan studi kasus yang melakukan partisipasi observasi dan wawancara mendalam terhadap anak-anak pemulung di Kota Medan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa anak-anak pemulung menjadi sebuah fenomena yang kerap kita temukan di sekitar kita. Fenomena anak-anak pemulung melahirkan bentuk interaksi yang kerap kita temukan dalam kehidupan. Dilihat dari sisi anak-anak pemulung maka bentuk interaksi yang terjadi diantaranya adalah interaksi anak-anak pemulung dengan keluarganya, ada juga interaksi anak-anak pemulung dengan sesama pemulung, dan yang terakhir interaksi anak-anak pemulung dengan pemerintah setempat (dinas kebersihan). Interaksi dengan ketiga komponen tersebut yaitu keluarga, teman sebaya, dan pemerintah melahirkan bentuk dan karakteristik masing-masing. Interaksi yang terjadi antar seluruh komponen baik bagi keluarganya, teman sepermainan, dan pemerintah, dan yang terakhir penentu anak-anak pemulung itu sendiri.

Kata kunci : Anak-anak pemulung, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, pemulung di Kota Medan.


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang dewasa sebagai media menjadi individu yang berpartisipasi dalam masyarakat. Masa anak-anak merupakan fase kehidupan yang tidak produktif, yaitu masa dimana manusia belajar, baik formal maupun non-formal, untuk membentuk konsep dirinya. Pada masa ini yang berperan untuk membentuk konsep diri seorang anak adalah orang dewasa yang berada di sekitarnya, seperti orang tua di rumah dan guru di sekolah. Masa kanak-kanak pada umumnya disebut sebagai masa bermain. Pada masa bermain, manusia dapat pula membentuk konsep dirinya berdasarkan apa yang ia lihat dan mengerti. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang terbiasa meniru hal-hal yang dilihatnya. Maka dalam hal ini orang tua sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap anak tersebut, berperan untuk menyaring segala informasi yang didapatkan oleh anak tersebut.

Anak-anak berhak mendapat pendidikan yang layak. Orangtua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya sejak dini,


(9)

terhadap dunia pendidikan anak. Hal ini salah satunya didukung dengan diturunkannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk membantu meringankan biaya sekolah bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Selain pemerintah, pihak swasta juga turut membantu terlaksananya wajib belajar sembilan tahun. Hal ini tampak dari maraknya sekolah-sekolah gratis di pemukiman kumuh, seperti Sekolah Darurat Kartini di kolong jembatan di Jalan Lodan, Jakarta Utara. Sekolah ini menyediakan segala kebutuhan belajar mengajar secara gratis pada siswa-siswanya. Hal tersebut menunjukkan adanya perhatian masyarakat pada anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang layak sekalipun adanya keterbatasan ekonomi orangtua.

Menurut Nenny Soemawinata, Managing Director Putera Sampoerna Foundation, di Sampoerna Academy Bogor Campus, Caringin, Bogor, Jawa Barat, berdasarkan pada data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) tahun 2009, terdapat sekitar 1,5 juta remaja di Indonesia tidak dapat melanjutkan pendidikan dan menjadi anak putus sekolah. Hal tersebut disebabkan beberapa hal, yang terbesar adalah karena alasan ekonomi. 54 persen dari 1,5 juta remaja tersebut terpaksa berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sedangkan 9,8 persen tidak melanjutkan sekolah karena bekerja atau membantu orang tua mencari nafkah. Oleh karena itu pemerintah melarang diberdayakannya anak-anak untuk bekerja di sektor publik, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain


(10)

Seorang anak memang memiliki kewajiban untuk membantu orangtua, akan tetapi tidak memiliki kewajiban untuk bekerja secara komersial membantu perekonomian keluarga. Namun yang terjadi saat ini adalah semakin banyak kasus yang menunjukkan eksploitasi terhadap anak-anak di bawah umur. Anak-anak dipekerjakan untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun kelompok. Anak-anak yang seharusnya belajar dan bermain justru dipaksa untuk bekerja layaknya manusia dewasa. Alasan kesulitan ekonomi selalu dimunculkan untuk membenarkan keadaan tersebut. Anak-anak di bawah umur yang harusnya belajar dengan tekun, justru dipekerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berdasarkan data BPS pada Desember 1998, jumlah pekerja anak usia 10-14 tahun di Indonesia adalah sebanyak 1.809.935 jiwa. Sedangkan usia 5-9 tahun adalah sebanyak 203.000 jiwa pada Desember 1998. Selanjutnya Survei Pekerja Anak (SPA) dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan ILO menemukan dari 58,8 juta anak Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta jiwa diantaranya menjadi pekerja anak (Bagong, 2000:116).

Banyak motivasi yang digunakan oleh anak-anak untuk bekerja. Pada umumnya anak-anak terpaksa bekerja karena alasan ekonomi. Dalam hal ini adalah membantu orangtua dalam mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan hidup


(11)

masyarakatnya yang sebagian besar kehidupan ekonominya menengah kebawah. Ada juga yang bekerja berdasarkan keinginan dari anak-anak itu sendiri, seperti untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan melatih kemandiriannya.

Salah satu jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak di sektor publik adalah sebagai pemulung. Menjadi pemulung tidak memerlukan kemampuan atau keterampilan khusus, seperti keterampilan menjahit, memasak, bernyanyi, atau menari. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka marak terlihat anak-anak yang berprofesi sebagai pemulung. Setiap anak hanya membutuhkan karung plastik untuk menampung barang bekas serta ranting-ranting untuk memilih barang bekas. Bagi anak-anak yang berprofesi sebagai pemulung, bekerja dan belajar menjadi beban ganda yang keduanya harus dijalani dengan baik. Mereka dipaksa untuk memiliki prestasi baik di sekolah, namun di sisi lain mereka juga harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan mereka. Akhirnya mereka menghabiskan sebagian besar harinya untuk mencari sampah yang masih bernilai ekonomis untuk dijual kembali. Hal ini pada umumnya berakibat pada kualitas belajar yang kurang baik pada anak-anak pemulung tersebut.

Di kota Medan anak-anak pemulung dapat dengan mudah ditemukan. Pada umumnya mereka menjadi pemulung karena mengikuti orang tua mereka yang menjadi pemulung lebih dulu. Tidak jarang anak-anak tersebut dipaksa oleh orang tua mereka untuk ikut menjadi pemulung untuk membantu mengurangi beban orang tua mereka dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.


(12)

Segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, terutama dalam hal ini adalah anak-anak, merupakan hasil sosialisasi yang diterima di masyarakat. Sosialisasi merupakan proses yang diterima seorang anak untuk menjadikannya individu yang berpartisipasi di masyarakat. Sosialisasi tersebut diperoleh dari adanya interaksi individu dengan individu yang lain. Begitu juga yang dialami oleh anak-anak pemulung. Dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi, mereka banyak menerima sosialisasi mengenai hal-hal disekitar mereka, baik dari orangtua, teman bermain, sekolah, media masa, dan media elektronik. Interaksi yang dialami oleh anak-anak pemulung dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi yang disasosiatif. Hasil interaksi tersebut pada akhirnya berpengaruh pada kepribadian anak-anak tersebut. Salah satunya adalah dalam hal memutuskan untuk bekerja, dalam hal ini adalah sebagai pemulung.

Banyak tempat yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung, salah satunya yang menjadi tujuan anak-anak bekerja sebagai pemulung adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun. TPA Terjun merupakan salah satu tempat pembuangan sampah terakhir yang berasal dari kota Medan dan sekitarnya. Di tempat ini seluruh sampah dikumpulkan untuk kemudian diolah ataupun hanya ditimbun menjadi tanah humus. Berbagai jenis sampah ditimbun di TPA Terjun, baik sampah organik maupun sampah anorganik. TPA Terjun sesungguhnya bukan tempat yang terbuka untuk umum, namun pada kenyataannya lokasi ini menjadi


(13)

mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anak-anak pemulung pada umumnya mencari sampah-sampah berbahan plastik dan besi untuk kemudian dijual kepada toke. Selanjutnya toke ini yang akan menjual sampah-sampah tersebut kepada pengolah barang-barang bekas untuk didaur ulang. Anak-anak pemulung bekerja pagi, siang, sore, dan malam untuk mendapatkan barang-barang yang masih bernilai ekonomis. Mereka tersebar bersama sampah-sampah yang menggunung di sepanjang lokasi TPA.

Kehidupan sosial anak-anak pemulung sebagian besar dihabiskan di TPA Terjun. Ada anak-anak yang bekerja dari pagi sampai malam hari, ada juga yang bekerja dari siang hari sepulang sekolah sampai malam hari, serta ada pula yang bekerja dari pagi hari sampai siang hari. Berdasarkan rentang waktu yang dijalani oleh anak-anak pemulung di TPA, memungkinkan mereka menjalani interaksi dengan orang lain di area TPA. Dalam hal ini mereka berinteraksi dengan sesama pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung anak-anak, masyarakat sekitar TPA, dan dengan pemerintah setempat. Untuk melihat interaksi antara anak-anak pemulung dengan sesama pemulung, baik pemulung dewasa maupun pemulung anak-anak, masyarakat sekitar TPA, dan dengan pemerintah setempat, maka mendorong penulis untuk meneliti “Fenomena Anak-anak Pemulung Di Kota Medan”.


(14)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana interaksi sosial anak-anak pemulung dengan orang tua, sesama pemulung, dinas kebersihan setempat, serta teman-teman bermain?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial anak-anak pemulung dengan orang tua, sesama pemulung, dinas kebersihan setempat, serta teman teman bermain.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang fenomena anak-anak pemulung di Kota Medan, serta memberi sumbangsih terhadap kajian ilmu sosiologi khususnya sosiologi keluarga dan sosiologi pendidikan, serta menjadi referensi bagi


(15)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah dan dapat pula menambah pengetahuan peneliti mengenai masalah yang sedang diteliti serta menjadi masukan bagi instansi terkait.

1.5 Defenisi Konsep

Defenisi konsep yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:

1. Fenomena dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah hal-hal yang dapat

disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah seperti fenomena alam. Namun fenomena yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah fenomena sosial yaitu gejala sosial yang timbul di masyarakat secara luas, yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini yang menjadi fenomena adalah anak-anak pemulung yang ada dikota Medan. Fenomena merupakan suatu gejala yang muncul dan selanjutnya menjadi suatu hal yang biasa di masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak lagi menganggap hal tersebut sebagai suatu hal yang tidak layak dan wajar, sehingga hal tersebut dibenarkan sekalipun sebelumnya merupakan hal yang tidak layak baik dari sisi hukum, maupun kehidupan sosial.

2. Anak-anak dalam hal ini adalah yang terdapat pada Undang-undang No. 23


(16)

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Anak-anak merupakan individu yang secara umum masih rentan akan kehidupan sosial dan masih membutuhkan bimbingan orang lain yang lebih dewasa dalam membentuk konsep dirinya.

3. Pemulung adalah orang yg mencari nafkah dengan jalan mencari dan

memungut serta memanfaatkan barang bekas seperti plastik dan besi bekas dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengelolanya kembali menjadi barang komoditas. Pemulung merupakan suatu profesi yang membantu dalam proses mengurangi sampah. Hal ini dikarenakan pemulung bekerja memungut barang-barang bekas yang masih bernilai ekonomis. Selanjutnya barang-barang tersebut akan dijual kepada toke dan dapat didaur ulang oleh tangan-tangan yang terampil. Maka, pemulung telah membantu mengurangi jumlah sampah yang akan terbuang sia-sia. Dengan begitu, keberadaan pemulung menjadi hal yang menguntungkan bagi masyarakat, pemerintah, dan lingkungan.

4. Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orangtuanya, untuk orang lain, dan untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak. Dalam hal ini pekerjaan yang dilakukan oleh anak adalah sebagai pemulung. Anak pekerja merupakan pekerja di bawah umur yang dilarang secara undang-undang.


(17)

5. Miskin adalah tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).

Adapun kriteria miskin menurut standart BPS, yaitu:

a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu / kayu murahan

c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu berkualitas

rendah / tembok tanpa diplester

d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah

tangga lain

e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

f. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung / sungai / air hujan

g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang /

minyak tanah

h. Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam seminggu

i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

j. Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari


(18)

l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan

m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak tamat

SD/ hanya SD

n. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Selain itu, miskin juga dapat dikatakan sebagai suatu klasifikasi sosial yang dianggap rendah oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini dikarenakan miskin dianggap sebagai suatu keadaan yang tidak memiliki kemampuan finansial yang layak untuk mencukupi kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan terlebih kebutuhan tersier.

6. Sosialisasi adalah proses pembelajaran yang dialami oleh individu selama

dalam hidupnya untuk menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Pembelajaran yang dialami umumnya diterima dari banyak pihak diantaranya keluarga, sekolah, teman bermain, dan media massa. Selain itu sosialisasi juga dapat diartikan sebagai proses pengenalan individu dengan


(19)

7. Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi sosial merupakan cara individu untuk saling mengenal dengan individu lain. Dalam interaksi terdapat 2 (dua) macam bentuk, yaitu interaksi yang asosiatif dan interaksi yang disasosiatif. Interaksi asosiatif yaitu interaksi yang mengindikasikan adanya persatuan dan kerja sama antar individu dalam masyarakat. Sedangkan interaksi disasosiatif yaitu interaksi yang mengindikasikan adanya persaingan antar individu dalam masyarakat. Kedua proses tersebut merupakan cara masyarakat untuk melestarikan hidup tergantung kepada budaya yang terdapat di masyarakat tersebut.

8. TPA Terjun adalah tempat pembuangan akhir sampah yang berasal dari kota

Medan, tempat ini berfungsi untuk menimbun sampah. TPA Terjun berlokasi di Medan Marelan


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Soerjono Soekanto, 1982: 55). Manusia merupakan makhluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri, maka manusia hidup secara berkelompok yaitu bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat inilah manusia berinteraksi dengan manusia lain. Melalui interaksi, manusia saling berbagi informasi. Adanya interaksi juga dapat membantu manusia mensosialisasikan ideologi-ideologi dan konsep-konsep diri.

Menurut Herbert Blumer, salah seorang tokoh teori ini, individu berinteraksi dengan individu lain untuk mengadaptasi makna terhadap sesuatu. Makna muncul dari pikiran masing-masing individu, namun makna tersebut tidak muncul begitu saja. Artinya, setiap individu perlu untuk mengamati individu lain yang lebih dulu memiliki makna terhadap sesuatu itu untuk kemudian dianalisis. (Margareth Poloma, 2004: 258).

Individu merupakan aktor yang sadar dan reflektif, yang menyatukan obyek-obyek yang diketahuinya melalui proses self-indication, yaitu proses yang sedang


(21)

memiliki kemampuan untuk memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformir makna pada situasi di mana ia ditempatkan. Proses ini terjadi dalam kehidupan sosial, yaitu saat individu memperhatikan tindakan orang lain serta mengadaptasi tindakan tersebut (Margareth Poloma, 2004: 261).

Interaksi yang terjadi dapat bermacam-macam bentuknya pada setiap individu, dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi yang berbentuk disasosiatif. Interaksi berbentuk asosiatif ketika interaksi tersebut mengindikasikan adanya pendekatan atau penyatuan individu yang satu dengan individu lainnya, seperti kooperasi, akomodasi, asimilasi, maupun amalgamasi. Proses-proses tersebut menunjukkan adanya kesatuan dan kerja sama individu (Bagong 2007: 57). Namun, interaksi berbentuk disasosiatif ketika interaksi tersebut mengindikasikan adanya persaingan, seperti kompetisi, konflik, serta kontraversi (Bagong 2007: 64). Interaksi yang terjadi tergantung kepada budaya yang terdapat di masyarakat.

2.2Teori Fenomenologi

Teori fenomenologi menjelaskan tentang bagaimana kehidupan bermasyarakat dapat terbentuk. Tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna terhadap tindakannya itu dan manusia lain memahami tindakannya itu sebagai satu kesatuan yang penuh arti, dan pemahaman ini menentukan terhadap keberlangsungan interaksi sosial.


(22)

Menurut Alfred Schutz fenomenologi berbicara mengenai antarsubjektifitas dan intersubjektifitas. Dalam hal ini antarsubjektifitas menunjuk kepada dimensi dari kesadaran umum dan kesadaran khusus kelompok sosial yang saling terintegrasi. Sedangkan intersubjektifitas menunjuk kepada peranan masing-masing individu yang diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi. Dalam konsep ini perlu memahami interakasi yang terjadi antar individu. Pemusatan perhatian ditujukan agar individu dapat saling bertindak, berinteraksi, dan saling memahami (Ritzer 2007 : 60).

Konsep fenomenologi menjadikan manusia sebagai objek dan juga sebagai pencipta dunianya sendiri. Tingkah lakunya merupakan segala tindakan yang harus diinterpretasikan oleh manusia itu sendiri dan segala makna yang dikerjakan merupakan fenomenologi. Dalam hal ini fenomenologi berarti mempelajari bagaimana individu ikut serta dalam proses pembentukan dan pemeliharaan fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, serta melihat bagaimana hubungan antar situasi dan bagaimana tindakan yang terjadi di masyarakat (Ritzer 2007 : 62).

2.3 Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja

Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, dan untuk dirinya sendiri yang membutuhkan


(23)

dengan anak adalah orang laki-laki atau perempuan yang berusia dibawah 15 tahun. Di Indonesia anak-anak dibawah usia 15 tahun, yang hidupnya digunakan untuk bekerja, tidak lagi menjadi hal yang baru di masyarakat. Banyak anak yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya dengan cara memulung barang-barang bekas.

Menurut badan ILO tahun 1999 (Bagong 2003:113), di dunia terdapat lebih dari 250 juta anak-anak pekerja berusia 5-14 tahun yang harus melepaskan waktu bermain mereka dengan bekerja. Sementara di Indonesia diperkirakan terdapat 5-6,5 juta pekerja anak, dan akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya jika tidak dicari solusi terbaik untuk penanganan masalah mengenai anak-anak pekerja yang terus mengalami peningkatan di Indonesia.

Sebagai kasus yang bisa kita perhatikan adalah maraknya anak-anak pekerja yang ada di Jawa Timur. Di Jawa Timur bukan rahasia lagi anak-anak banyak yang bekerja, bukan hanya bekerja sebagai buruh di sektor pertanian atau pabrik, tetapi juga bekerja di sektor yang dianggap membahayakan, yaitu bekerja di sektor prostitusi. Secara keseluruhan jumlah anak usia 7-15 tahun tercatat 5,9 juta jiwa dan hanya 5,06 yang menempuh pendidikan dan terdapat 900 ribu anak yang harus bekerja disektor berbahaya tersebut (Kompas 8 juni 2003 dalam Bagong 2003:119).

Hasil survei Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan, masih ada 1,5 juta (4,3 persen) pekerja anak di Indonesia pada 2010. Setengah anak-anak pekerja usia 5-17 tahun diperkirakan melakukan pekerjaan berbahaya, yang dapat


(24)

mengganggu kesehatan, keselamatan, dan perkembangan moral mereka. (Suara Pembaruan edisi Rabu, 23 Mei 2012).

Maraknya kasus anak-anak pekerja di Indonesia menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi anak. Dampak yang dirasakan oleh anak adalah perubahan psikologi dan sosial anak. Dampak anak-anak pekerja bukan terdapat pada pekerjaannya, tetapi terdapat pada pengaruh akibat terlalu dini bekerja dan kurangnya kesempatan anak-anak itu untuk memperoleh pendidikan. Dampak yang paling dominan dialami oleh anak-anak pekerja adalah rawan eksploitasi. Anak-anak dieksploitasi dalam berbagai bidang, baik mental, psikologis maupun materi, dan semua dampak akibat adanya eksploitasi tersebut merugikan anak (Bagong,2003:132).

2.4 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan

Pemulung bukanlah hal yang baru di Indonesia terkhusus kota Medan. Tidak jarang terlihat pemulung sedang mengais-ngais tempat sampah yang banyak terdapat di pinggir jalan untuk mendapatkan barang-barang yang masih bisa dijual. Pemulung bisa saja tidak memiliki pilihan lain untuk memulung karena tuntutan ekonomi dan kemampuan yang tidak memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Sering kali pekerjaan tanpa membutuhkan keterampilan seperti


(25)

menjadi pemulung. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan munculnya pemulung-pemulung yang berusia di bawah 18 tahun. Pada akhirnya anak-anak pemulung-pemulung akan menjalani kehidupan sosialnya di luar lingkungan tempat tinggal, karena waktu yang banyak dihabiskan untuk memulung. Maka komunitas sosialnya adalah pemulung di tempat ia bekerja sebagai pemulung. Kehidupan sosialnya pun terbatas pada kehidupan sebagai pemulung saja, karena keterbatasan waktu yang dimilikinya. Ia mulai kehilangan waktu untuk bermain dengan teman-teman sebayanya.

Menjadi pemulung bagi anak-anak bisa jadi sebuah pilihan atau bahkan keharusan. Pilihan tersebut tidak jauh dari hasil interaksinya dengan kelompok sosialnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Mead, pilihan untuk menjadi pemulung oleh anak-anak pun merupakan nilai-nilai yang sudah digeneralisasi oleh kelompok sosialnya.

Dikota Medan banyak kita temui anak-anak yang bekerja sebagai pemulung, bahkan untuk lokasi TPA Terjun yang ada di Medan Marelan, jumlah anak yang bekerja sebagai pemulung diperkirakan mencapai 50 orang dengan usia antara 7 – 17 tahun. Anak-anak ini bekerja sebagai pemulung pada siang hari setelah mereka pulang sekolah, namun banyak juga diantara anak-anak ini yang putus sekolah karena keterbatasan materi yang dimiliki oleh kedua orang tua anak tersebut.

Menjadi pemulung di TPA Terjun menjadi alternatif pekerjaan yang mereka geluti, karena mereka beranggapan menjadi pemulung mudah dilakukan tanpa tahu


(26)

sebab dan konsekuensi yang harus mereka alami. Satu hal yang mereka ketahui adalah mereka bisa mencari uang untuk membantu orang tua mereka atau bahkan untuk makan mereka sehari hari. Anak-anak ini datang ke TPA Terjun membawa karung untuk tempat hasil pulungan mereka, setelah itu mereka pilah-pilah sesuai dengan kondisi barang yang mereka pulung kemudian akhirnya mereka jual ke toke yang tidak jauh dari tempat mereka bekerja. Banyaknya jumlah anak yang bekerja sebagai pemulung menunjukkan masih kurangnya kepedulian terhadap anak-anak. Diperlukan kerjasama dari pemerintah dan masyarakat serta pemahaman dari orang tua utuk tidak memberikan izin kepada anak-anak untuk bekerja secara berlebihan dan tetap memberikan kebebasan kepada anak untuk bermain.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa tulisan, dan menggambarkan perilaku yang dapat diamati oleh peneliti dan orang-orang subjek itu sendiri. Metode kualitatif dipilih dengan alasan penelitian ini membutuhkan penjelasan secara rinci karena menjelaskan tentang fenomena anak-anak pemulung yang dianggap wajar oleh masyarakat. Studi kasus merupakan suatu strategi dan metode analisis data kualitatif yang menekankan pada kasus-kasus khusus yang terjadi pada objek analisis (Burhan Bungin, 2005:229).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di TPA Terjun, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Sumatera Utara. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah karena lokasi tersebut merupakan pusat pengumpulan sampah yang berasal dari kota Medan dan sekitarnya. Berbagai jenis sampah dapat ditemukan di lokasi tersebut. Maka tidak heran jika dapat ditemukan pemulung di lokasi tersebut. Termasuk di dalamnya merupakan anak-anak pemulung yang masih usia sekolah.


(28)

3.3 Unit Analisis dan Informan

1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh anak-anak pemulung yang berada di TPA Terjun, orang tua/wali yang memiliki hak asuh terhadap anak-anak tersebut, serta pemerintah setempat.

2. Informan

Adapun yang menjadi informan dalam peneltian ini adalah:

a. Informan kunci

Informan kunci yaitu sumber informasi yang aktual dalam menjelaskan tentang masalah penelitian yang sedang diteliti. Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah anak-anak pemulung yang bekerja di TPA Terjun. Adapun ketegori anak-anak pemulung yang menjadi objek penelitian ini adalah anak-anak yang sudah bekerja di TPA Terjun selama minimal 1 tahun dan berusia minimal 10 tahun sebanyak 11 orang anak.


(29)

b. Informan biasa

Adapun yang menjadi informan biasa dalam penelitian ini adalah orang tua/wali yang memiliki hak asuh terhadap anak-anak pemulung yang bekerja di TPA Terjun dan pemerintah setempat, yaitu sebanyak 7 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan,yaitu:

a. Observasi atau pengamatan yaitu kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya, selain itu panca indera yang dapat digunakan juga adalah telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh karena itu observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatan melalui hasil kerja panca indera serta dibantu dengan panca indera yang lainnya (Bungin, 2005:133). Adapun hal yang menjadi bahan observasi dalam penelitian ini adalah bagaimana kehidupan anak-anak pemulung di kota Medan.


(30)

b. Wawancara mendalam adalah sebuah proses memperoleh keterangan tentang penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Data berupa teks hasil wawancara yang diperolah melalui wawancara yang dijadikan sampel penelitian. Data dapat direkam atau dapat dicatat oleh peneliti (Bungin, 2005:127).

c. Dokumentasi adalah data dalam bentuk gambar yang diambil langsung

di lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku buku referensi, dokumen, majalah, jurnal, dan data dari internet yang dianggap relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Buku, jurnal, dan yang lainnya diarahkan untuk mendapatkan gambaran gambaran mengenai data-data yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.


(31)

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan metode penganalisian data dengan cara menyusun data, mengelompokkannya, dan menginterpretasikannya sehingga diperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai fenomena anak-anak pemulung di kota Medan.

Interpretasi data adalah sebuah tahap dalam upaya menyederhanakan dari data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun dari hasil studi kepustakaan. Data-data yang diperoleh akan dipelajari kembali, ditelaah, dikelompokkan sesuai dengan permasalahan dari penelitian yang dilakukan. Observasi akan diuraikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Data yang diperoleh akan diinterpretasikan untuk menghasilkan data secara terperinci dan sistematis yang disajikan secara deskriptif.


(32)

BAB IV

DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun berada di Kelurahan

Terjun, Kecamatan Medan Marelan. Luas wilayah TPA ini adalah 137.563m2.

Tanah lokasi TPA tersebut dimiliki oleh Pemerintah Kota Medan. Jarak lokasi TPA dengan pemukiman rumah warga adalah 500 meter, sedangkan dari sungai Deli berjarak 4 kilometer, dan dari pantai Belawan berjarak 6 kilometer. TPA terjun memiliki lokasi cadangan seluas 4 Hektar yang belum dipergunakan. Kondisi lapisan asal tanah TPA Terjun adalah lempung dengan topografi relatif datar serta elevansi 2,5 meter dari permukaan laut. Areal ini berada diantara aliran Paluh Nibung dan Paluh Terjun. Aliran kedua paluh tersebut dipengaruhi oleh pasang surut air laut. TPA tersebut mulai beroperasi sebagai tempat penampungan sampah sejak tanggal 7 Januari 1993. Sistem yang dilakukan pada TPA Terjun adalah dengan cara open dumping, yaitu sampah ditimbun terus menerus tanpa memberikan perlakuan apapun. Selanjutnya sampah akan dibiarkan sampai pada akhirnya akan membusuk dengan sendirinya dan menjadi tanah. Ketika sampah telah menjadi tanah, selanjutnya daerah tersebut akan menjadi lahan yang baru untuk menimbun sampah kembali. Hal tersebut akan berlanjut secara terus-menerus.


(33)

digunakan sebagai tempat peristirahatan para pemulung selama bekerja. Lingkungan TPA sangat terbuka dan dikelilingi oleh tumpukan sampah yang bercampur dan beraneka ragam sifat dan jenisnya. Saat hujan lokasi TPA ini menjadi berlumpur dan sampah menjadi basah sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu asap juga tampak diantara timbunan sampah di TPA terjun tersebut. Hal ini terjadi karena adanya oknum yang membakar sampah di beberapa titik di lokasi TPA Terjun tersebut.

Saat ini TPA Terjun sudah dilengkapi dengan kolam lindi walaupun belum dapat berfungsi secara maksimal karena dalam masa perbaikan. Kolam lindi berfungsi sebagai tempat penampungan air lindi (air rembesan sampah) yang dapat merusak lingkungan. Selain itu, TPA Terjun juga memiliki sumur pantau yang berfungsi sebagai kontol guna mengetahui bila terjadi rembesan air lindi yang masuk ke sumur pantau yang dapat mencemari air tanah. Hal ini baik untuk mengontrol kelayakan air tanah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari oleh masyarakat di sekitar TPA. Apabila terjadi pencemaran pada air tanah, maka akan dilakukan tindakan lebih lanjut terhadap TPA tersebut untuk menghentikan pencemaran yang lebih berbahaya.

TPA Terjun memiliki jembatan timbang sampah. Jembatan tersebut terletak di gerbang menuju kawasan penimbunan sampah. Jembatan timbang sampah tersebut berfungsi untuk mengetahui jumlah sampah yang masuk ke TPA setiap harinya. Setiap truk sampah yang masuk akan ditimbang terlebih dahulu untuk


(34)

mengetahui jumlah muatan sampah yang akan dibuang ke TPA. Melalui jembatan timbang tersebut dapat diketahui jumlah sampah yang masuk setiap harinya.

Gambar 1 : Peta Lokasi TPA Terjun, Kecamatan Medan Marelan

Setiap hari TPA terjun didatangi oleh pemulung untuk mendapatkan barang bekas yang masih laku dijual kepada toke barang bekas. Para pemulung datang dengan perlengkapan sederhana, seperti goni beras plastik atau keranjang besar yang terbuat dari anyaman bambu untuk mengumpulkan barang bekas, serta besi melengkung dan runcing pada ujungnya yang disebut gancu. Para pemulung menggunakan gancu untuk memilah-milah sampah. Para pemulung pada umumnya bekerja dengan menggunakan sepatu boot agar dapat berjalan dengan mudah pada


(35)

melindungi tangan mereka saat memegang sampah-sampah. Para pemulung pada umumnya juga menggunakan baju dengan lengan yang panjang. Hal ini dilakukan untuk melindungi tubuh mereka dari sinar matahari. Beberapa pemulung wanita juga menggunakan bedak dingin pada wajah mereka saat bekerja. Menurut kebanyakan orang dengan melumuri kulit wajah dengan bedak dingin dapat melindungi kulit dari sengatan sinar matahari.

Aktifitas para pemulung di TPA Terjun biasanya dimulai pada pukul 07.00 Wib sampai dengan pukul 18.00 Wib, namun tidak sedikit juga yang bekerja pada malam hari. Aktifitas di TPA terjun akan mencapai puncak pada pukul 13.00 Wib sampai dengan pukul 16.30 Wib. Hal ini diakibatkan oleh aktifitas truk sampah milik dinas kebersihan yang membawa sampah ke TPA Terjun juga banyak pada jam-jam tersebut.

4.2. Profil Informan

4.2.1 Informan Kunci

4.2.1.1 Dika

Dika merupakan seorang remaja berusia 14 tahun. Saat ini Dika duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dika mengaku bekerja atas dasar kemauan sendiri. Ia tidak pernah dilarang oleh orang tua bekerja di TPA Terjun sebagai pemulung. Menurut Dika, Orang tuanya tidak mempermasalahkan


(36)

jika Dika bekerja karena justru baik untuk melatih kemandiriannya. Sampai saat ini Ia sudah bekerja selama 8 tahun di TPA Terjun. Setiap harinya Dika dapat mengumpulkan uang sebanyak Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00 dari hasil memulung barang bekas. Dika tidak memiliki waktu khusus untuk berinteraksi dengan orang tua di rumah. Ketika bersama-sama di rumah dengan orang tuanya, mereka hanya menonton acara di televisi bersama dan diselingi dengan obrolan-obrolan singkat. Dika mengaku tidak ada perbedaan perlakuan diantara Dika dengan adik-adiknya dari orang tuanya. Ia merupakan anak pertama dari 3 (tiga) orang bersaudara kandung. Orang tua Dika juga bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun. Keluarga Dika tinggal sekitar 200 meter dari lokasi TPA. Dika tidak terlalu sering berinteraksi dengan tetangganya. Biasanya mereka hanya saling menyapa jika bertemu.

Pihak Dinas Kebersihan juga tidak pernah melarang Dika untuk bekerja di TPA Terjun. Dika mengaku tidak kenal dan tidak pernah berinteraksi dengan pegawai Dinas Kebersihan yang mengawas di TPA Terjun. Selama bekerja di TPA waktunya habis hanya untuk memungut barang bekas. Di TPA Terjun ia tidak memiliki teman karena tidak punya waktu untuk bermain. Dika juga mengaku tidak pernah berkenalan dan berinteraksi dengan para pemulung dewasa. Selain itu, Dika juga mengaku tidak memiliki banyak teman di sekolah. Hal ini diakui Dika karena Ia tidak terlalu pandai bergaul. Beberapa teman di sekolahnya juga ada yang


(37)

Dika mengaku bahwa mereka juga menjadi salah satu alasan Dika tertarik untuk bekerja.

Alasan lain Dika bekerja setiap hari adalah untuk mengisi waktu luang setelah pulang sekolah sampai menjelang malam hari. Ia juga mengaku mulai bekerja karena mengikuti orang tuanya. Selain itu Dika tidak memiliki kesulitan untuk menjadi pemulung. Dika mulai bekerja dari pukul 14.00 dan kembali ke rumah pukul 18.30. Sampai di rumah Ia memisah-misahkan barang bekas hasil pulungannya, lalu barang-barang tersebut dikelompokkan berdasarkan jenisnya untuk mempermudah ketika menjualnya ke tukang botot. Dika menggunakan uang hasil penjualan barang bekasnya untuk membantu ekonomi keluarganya dan sebagian untuk ditabung sendiri. Setelah menjual barang bekasnya, Dika mulai belajar dan mempersiapkan peralatan sekolahnya untuk sekolah keesokan harinya. Prestasi belajarnya di sekolah tidak terlalu menonjol. Meskipun demikian, Dika tidak merasa waktu belajarnya terganggu karena bekerja. Saat ini Ia mengaku merasa nyaman dengan pekerjaannya, walaupun pada awalnya tidak nyaman karena sampah yang mengeluarkan aroma busuk. Dika juga mengaku sudah terbiasa dengan aroma tersebut.

4.2.1.2 Rizky Indra

Rizky merupakan seorang anak berusia 10 tahun. Saat ini Rizky duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar (SD). Ia bekerja sebagai pemulung karena keinginan


(38)

sendiri. Orang tua Rizky sudah bekerja di TPA Terjun selama 15 tahun sebagai pemulung. Selama itu Rizky dan adiknya juga dibawa saat bekerja. Rizky mulai bekerja pada usia 9 (sembilan) tahun dengan diawali mengikuti orang tuanya mencari-cari barang bekas di TPA. Sampai saat ini Rizky sudah bekerja bersama teman-temannya. Rizky sudah bekerja selama 1 (satu) tahun di TPA Terjun. Setiap hari Rizky memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000,00 – Rp 20.000,00 dari hasil

menjual barang bekas kepada toke botot. Rizky mengaku bahwa orang tuanya

mengetahui jumlah pendapatannya karena Ia selalu menjual barang bekas yang Ia dapatkan bersama orang tuanya, namun orang tuanya selalu membiarkan Rizky menggunakan uangnya untuk keperluannya sendiri. Meskipun demikian, orang tua Rizky tetap menanggung keperluan sekolah Rizky. Rizky biasanya menabung pendapatannya untuk membeli barang yang agak mahal atau sekedar menjadi uang sakunya. Orang tua Rizky tidak melarang Rizky bekerja dengan alasan Rizky bekerja karena keinginannya sendiri. Rizky sering menceritakan tentang pekerjaannya kepada orang tuanya.

Rizky merupakan anak kedua dari 3 (tiga) orang bersaudara. Ia memiliki seorang kakak perempuan yang duduk di bangku kelas 6 SD. Kakak Rizky hanya mengurus rumah saat Ia dan orang tuanya bekerja. Selain itu kakak Rizky juga menyiapkan makan malam untuk mereka sekeluarga.


(39)

Saat bekerja, Rizky biasanya hanya bekerja sambil mengobrol dengan teman-teman sebayanya. Mereka bekerja dengan cara yang santai. Saat istirahat Ia biasanya hanya bermain bersama adiknya yang masih balita dan mengobrol dengan orang tuanya di pondok yang dibuat oleh ayahnya sebagai tempat beristirahat di TPA Terjun. Rizky mengaku waktu belajarnya tidak terganggu karna Ia bekerja hanya setelah pulang sekolah sampai sore hari, yaitu sejak pukul 14.00 sampai dengan 17.30. Maka, Ia belajar di malam hari dan sekolah di pagi hari. Prestasi belajarnya di sekolah biasa-biasa saja, namun Ia mengaku tidak pernah mendapat nilai yang buruk di sekolah.

Rizky mengaku memiliki banyak teman di sekolah. Ia merasa mendapat perlakuan yang baik dari teman-temannya. Hal ini diakui Rizky karena beberapa temannya juga bekerja di TPA bersama-sama dengan Rizky.

Menurut Rizky, Ia dan keluarganya tidak pernah memiliki waktu khusus antara orang tua dan anak jika tidak sedang berada di tempat kerja. Saat berada di rumah, Rizky dan keluarganya hanya melakukan aktifitas mereka masing-masing. Orang tua Rizky biasanya menghabiskan waktu luang dengan membersihkan barang bekas yang akan di jual atau hanya sekedar beristirahat sambil menonton televisi.

Rizky mengaku tidak berinteraksi secara langsung dengan pemulung dewasa selain orang tuanya. Rizky tidak pernah mengobrol dengan mereka. Ia hanya mengetahui wajah dan nama beberapa pemulung dewasa tanpa mengenal mereka secara personal karena Rizky biasanya hanya melihat mereka dari jauh.


(40)

4.2.1.3 Sari

Sari merupakan remaja berusia 14 tahun. ia merupakan anak keempat dari 4 (empat) bersaudara. Saat ini Sari duduk di bangku kelas 3 (tiga) SMP. Ia hidup dalam keluarga pemulung, karena ayah, ibu, dan abangnya bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun. Ketika memulai bekerja sebagai pemulung Sari dilarang oleh orang tuanya. Tetapi Ia tetap bekerja mengikuti orang tua dan abangnya. Namun Ia mengaku tidak ada perbedaan perlakuan dari orang tuanya terhadapnya setelah Ia bekerja. Alasan Sari bekerja adalah untuk membantu orang tuanya mencukupi kebutuhan keluarga. Maka, setiap pendapatan yang diperolehnya dari memulung diberikan kepada orang tuanya. Sari sudah bekerja di TPA Terjun selama 7 tahun. Setiap hari Sari bersekolah di pagi hari dan bekerja dari pukul 15.00 sampai pukul 18.00. Saat libur sekolah, Ia bekerja di TPA Terjun sepanjang hari. Sari mengaku bekerja dengan santai. Sari akan beristirahat jika lelah dan akan melanjutkan pekerjaannya jika sudah tidak lelah lagi. Pendapatan Sari setiap harinya berkisar antara Rp 35.000,00 – Rp 50.000,00. Menurut Sari, orang tuanya mengetahui jumlah pendapatannya setiap hari, namun orang tua Sari membiarkannya untuk menyimpannya sendiri. Meskipun demikian Sari tetap memberikan sebagian dari pendapatannya untuk membantu orang tuanya dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarga.


(41)

sering berbicara kasar dan kotor, walaupun dalam keadaan bercanda. Hal tersebut yang dipercayai Sari yang akhirnya diikuti para anak-anak pemulung sehingga anak-anak pemulung tak jarang berbicara kasar dan kotor saat berbicara dengan orang lain. Sari juga mengaku bahwa Ia sudah mulai berpacaran, bahkan sudah berulang kali Sari berganti-ganti pacar. Sari mengaku mulai berpacaran karena sering melihat dan mendengar para pemulung dewasa yang membicarakan tentang pacaran. Ia mengaku tidak ada waktu untuk bermain dengan teman-temannya sesama pemulung saat di TPA Terjun. Saat istirahat Sari menghabiskan waktu dengan cara mengobrol dengan abangnya yang juga kerja di TPA. Ia mengeluhkan harga barang bekas yang rendah. Setiap hari Sari mampu mendapatkan barang bekas sebanyak 15 kg. Ia mengaku pegawai dinas kebersihan tidak pernah melarangnya bekerja di TPA Terjun walaupun usianya masih di bawah 18 tahun. Sari juga mengaku tidak mengenal pegawai Dinas Kebersihan karena tidak pernah berbicara dengan mereka.

Sari merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara. Kakaknya sudah bekerja di sebuah pabrik plastik yang berada di Kawasan Industri Medan dan tidak menjadi tanggungan orang tuanya lagi. Sehabis bekerja, Sari pulang ke rumah dan memasak makan malam untuk keluarga. Setelah itu Ia akan belajar mulai pukul 20.00 sampai dengan pukul 21.00. Sari mendapat juara 2 dan terkadang Ia mendapat juara 3 di sekolahnya. Menurutnya hal tersebut tidak menjadi masalah, termasuk jika Ia tidak mendapatkan juara sama sekali. Teman-teman sekolahnya tidak mengetahui Sari bekerja di TPA. Hal ini dikarenakan Sari tidak terlalu sering mengobrol dengan


(42)

teman sekolahnya. Akan tetapi jika teman-temannya tahu, tidak akan menjadi masalah bagi Sari.

Sari mengungkapkan bahwa keluarganya jarang memiliki waktu khusus untuk berkumpul bersama. Orang tua dan abang Sari lebih banyak menghabiskan waktu dengan membersihkan barang bekas yang mereka dapatkan dibandingkan dengan menyisihkan waktu berkumpul dengan keluarga saat berada di rumah. Sari juga terkadang membantu mereka, namun Ia lebih sering belajar di kamarnya atau sekedar beristirahat sambil menonton televisi.

4.2.1.4 Panji

Panji merupakan remaja berusia 13 tahun yang putus sekolah. Ia sudah bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun selama 1 (satu) tahun terakhir. Pendapatan Panji dipegang langsung oleh orang tuanya untuk mencukupi biaya kehidupan keluarga. Ia merupakan anak kedua dari 7 (tujuh) bersaudara. Panji bekerja karena disuruh oleh orang tuanya. Ia juga tidak menolak jika disuruh bekerja. Panji tidak melanjutkan sekolah karena kelemahannya dalam hal belajar. Ia pernah bersekolah beberapa tahun, namun Ia tidak bisa mengikuti pelajaran. Akhirnya orang tua Panji menyerah untuk menyekolahkan anaknya. Ayah Panji juga bekerja sebagai pemulung di TPA tersebut. Sedangkan ibunya hanya di rumah karena menderita


(43)

Dinas kebersihan tidak pernah melarang Panji untuk bekerja di TPA Terjun. Panji juga tidak pernah mengenal pegawai Dinas Kebersihan. Hal ini karena Panji tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan para pegawai dinas kebersihan. Selain itu Panji juga tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan siapapun kecuali ayahnya.

Panji tidak memiliki kegiatan lain selain menjadi pemulung. Maka saat berada di rumah, Panji dan ayahnya menghabiskan waktu dengan membersihkan barang bekas temuan mereka sebelum di jual. Panji dan keluarganya tidak pernah menyediakan waktu luang khusus untuk lebih akrab.

4.2.1.5 Nanang

Nanang merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Nanang saat ini berusia 16 tahun. Ia hanya bersekolah sampai di bangku SMP dan tidak melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Sampai saat ini, Ia sudah bekerja selama 1 (satu) tahun di TPA Terjun. Pendapatan Nanang sebesar Rp 50.000,00 setiap harinya. Orang tua Nanang tidak mengetahui dan tidak turut campur tangan dengan pendapatan nanang saat ini. Nanang menggunakan pendapatannya sendiri untuk menyelesaikan pembayaran kredit sepeda motornya. Adiknya juga bekerja sebagai pemulung. Nanang bekerja di TPA Terjun karena orang tuanya pernah menderita sakit paru-paru sehingga tidak mampu bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu orang tua Nanang tidak melarangnya bekerja walaupun usianya masih di


(44)

bawah 18 tahun. Setelah orang tuanya sembuh Nanang merasa betah bekerja di TPA Terjun. Orang tua Nanang bekerja sebagai tukang bangunan. Setiap hari Nanang bekerja sejak pukul 08.00 sampai dengan pukul 18.00. Saat istirahat Ia habiskan untuk mengobrol dengan para pemulung lainnya dan supir-supir truk pengangkut sampah. Pegawai dinas kebersihan tidak pernah melarang Nanang bekerja di TPA. Nanang juga tidak mengenal pegawai dinas kebersihan dan tidak pernah berbicara secara langsung dengan mereka. Akan tetapi Ia tidak boleh bekerja terlalu dekat dengan truk sampah dan alat berat saat menurunkan sampah. Jika terjadi kecelakaan saat bekerja tidak akan ada santunan dari dinas kebersihan, melainkan menjadi tanggungan sendiri. Dinas kebersihan juga tidak pernah memberikan bantuan kepada para pemulung selama Nanang bekerja di TPA Terjun. Nanang mengaku tidak mengenal semua pemulung yang ada di TPA Terjun. Ia hanya mengenal beberapa orang yang sering bekerja di sekitarnya. Nanang mengaku setelah bekerja di TPA Terjun, cara berbicaranya lebih bebas dan lebih dewasa. Hal ini dianggapnya karena banyak bertemu dengan orang dewasa di TPA Terjun. Selain itu, Nanang mengaku sudah mulai berpacaran karena sering mendengar pembicaraan para pemulung dewasa. Setiap hari Nanang bekerja bersama adiknya dan saudara sepupunya. Nanang mengaku bahwa mereka bekerja dengan cara yang santai. Mereka pun tidak pernah ada perselisihan dan persaingan saat bekerja, bahkan dengan pemulung yang lain.


(45)

hari hanya menghabiskan waktu dengan bekerja sebagai pemulung. Saat berada di rumah, Nanang dan adiknya menghabiskan waktu dengan membersihkan barang bekas temuan mereka masing-masing sambil sesekali mengobrol. Ketika waktu luang Nanang hanya beristirahat sambil memainkan telfon genggangnya.

4.2.1.6 Nanda

Nanda adalah remaja berusia 15 tahun. Saat ini Ia duduk di bangku kelas 3 SMP. Nanda bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun selama 1 (satu) tahun. Setiap hari Nanda memperoleh pendapatan sebanyak Rp 50.000,00. Pendapatannya Ia gunakan untuk keperluannya sendiri, namun terkadang diberikan juga sebagian kepada orang tuanya. Nanda merupakan anak kedua dari 4 (empat) bersaudara. Nanda merupakan adik dari Nanang yang juga bekerja sebagai pemulung. Orang tua mereka bekerja sebagai tukang bangunan. Seperti halnya Nanang, Nanda juga tidak dilarang oleh orang tuanya untuk bekerja di TPA Terjun sebagai pemulung walaupun usianya belum mencapai 18 tahun. Nanda bekerja dengan alasan ingin seperti abangnya yang mampu menghasilkan uang jajan sendiri tanpa harus meminta dari orang tua. Hal ini terjadi karena Ia merasa uang jajan yang diberikan orang tuanya kurang untuk memenuhi kebutuhan tambahannya.

Nanda selalu bekerja bersama dengan abang dan saudara sepupunya. Ia mengaku tidak banyak mengenal pemulung lain yang juga bekerja di TPA Terjun. Menurut Nanda hal ini dikarenakan banyaknya pemulung yang berasal dari daerah


(46)

lain, seperti Pancur Batu dan Belawan. Hanya beberapa orang dewasa saja yang sering mengobrol dengannya saat di lokasi TPA. Menurutnya, hal tersebut membuat Nanda berbicara dengan cara yang berbeda dari sebelum Ia bertemu dengan para pemulung yang sudah dewasa tersebut. Selain abang dan saudara sepupunya, Nanda mengaku tidak pernah bermain dengan anak-anak pemulung lainnya. Menurut Nanda, Ia bekerja secara santai. Ia bekerja sambil bercanda dengan abang dan saudara sepupunya tersebut. Saat lelah mereka akan beristirahat dan setelah itu akan melanjutkan pekerjaan mereka. Hal ini diakui Nanda membuat Ia tidak merasa bosan selama bekerja di TPA Terjun.

Seperti halnya penuturan Nanang, Nanda juga mengaku tidak pernah berbicara dengan pegawai dinas kebersihan sehingga Ia tidak mengenal mereka. Selain itu, Nanda juga tidak pernah merasa mendapat larangan dari siapapun untuk bekerja di TPA Terjun. Nanda hanya tahu tidak boleh bekerja dekat dengan alat berat. Menurutnya, tanpa diberitahu pun Nanda tidak akan bekerja dekat dengan alat berat tersebut karena takut terkena alat berat tersebut.

Setiap hari Nanda bekerja dari pukul 14.00 sampai dengan pukul 19.00. Nanda bersekolah pada pagi hari dan mengerjakan tugas rumahnya pada malam hari. Ia mengaku tidak memiliki prestasi yang menonjol di sekolah. Bahkan Nanda hanya belajar saat akan ujian. Ia hanya membuka buku di rumah jika diberikan tugas oleh gurunya. Saat di rumah, Nanda menghabiskan waktu bersama abangnya


(47)

menonton siaran televisi. Ia mengaku tidak banyak menghabiskan waktu dengan anggota keluarga yang lain. Menurut Nanang, Ia dan keluarganya biasanya hanya sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing di rumah. Nanda mengaku bahwa Ia dan saudara-saudaranya diperlakukan sama oleh kedua orang tua mereka. Tidak ada perlakuan yang berbeda kepada Nanda walaupun Ia bekerja di TPA Terjun.

Teman-teman Nanda di sekolah tidak pernah mempermasalahkan pekerjaannya yang sebagai pemulung di TPA terjun. Menurut Nanda banyak juga teman sekolahnya yang menjadi pemulung. Bahkan beberapa sudah tidak melanjutkan sekolah.

4.2.1.7 Galut Simbolon

Galut Simbolon merupakan salah satu dari anak-anak pemulung yang bekerja di TPA Terjun. Saat ini Galut berusia 14 tahun. Ia merupakan anak ketiga dari tiga (tiga) bersaudara. Orang tua Galut juga bekerja sebagai pemulung. Galut juga merupakan salah satu anak yang putus sekolah. Ia hanya bersekolah sampai kelas 6 (enam) SD. Galut tidak melanjutkan sekolah sampai ke SMP karena tidak ada keinginan dari dirinya untuk bersekolah lebih tinggi. Baginya dapat mencari uang dari hasil memulung saja sudah cukup. Menurut Galut, orang tuanya biasa-biasa saja walaupun Galut lebih memilih bekerja daripada sekolah.

Galut bekerja karena kemauan sendiri dan tidak dilarang oleh orang tuanya. Galut mengaku tidak mengetahui berapa jumlah pendapatannya dari hasil


(48)

mengumpulkan barang bekas karena orang tuanya yang menjualkan barang bekas tersebut. Setiap hari Ia hanya diberikan uang saku senilai Rp 20.000,00. Galut mulai bekerja setiap hari sejak pukul 09.00 sampai dengan pukul 22.00. Sebelum bekerja di TPA Terjun, Galut bekerja di TPA Namo Bintang sekitar 4 tahun. Ia pindah karena TPA Namo Bintang sudah ditutup akibat pencemaran lingkungan. Galut tinggal di daerah Pancur Batu dan setiap hari menghabiskan waktu untuk bekerja di TPA Terjun. Ia tidak melanjutkan sekolah karena merasa lebih menguntungkan bekerja dan mendapatkan uang dari hasil pekerjaannya. Saat istirahat Ia habiskan dengan mengobrol bersama para pemulung lain yang kebanyakan adalah pemulung dewasa. Bahkan saat berada di TPA Terjun, Galut hanya bermain dengan seorang teman sebayanya yang juga berasal dari Pancur Batu. Ia bekerja secara santai bersama temannya tersebut. Galut mengaku tidak pernah dilarang oleh pegawai dinas kebersihan saat bekerja di TPA. Ia juga tidak pernah berinteraksi dengan pegawai dinas kebersihan selama berada di TPA Terjun. Bahkan Galut tidak mengenal sama sekali pegawai Dinas Kebersihan yang bekerja di TPA Terjun. Galut merasa pegawai Dinas Kebersihan tidak perduli sama sekali kepada para pemulung yang bekerja di TPA Terjun.

Menurut Galut, orang tuanya tidak membedakan bedakan Galut dengan saudaranya yang lain. Meskipun Galut bekerja, Ia tidak merasa mendapat perlakuan yang berbeda dari orang tuanya. Galut dan orang tuanya juga menghabiskan waktu


(49)

jika barang-barang tersebut dalam keadaan kotor. Meskipun demikian, Galut juga terkadang tidak membantu orang tuanya membersihkan barang-barang bekas yang Ia dapatkan karena terlalu lelah saat bekerja. Pada saat itu Galut akan tidur lebih cepat dari biasanya.

Galut juga beretemu dengan para pemulung lain yang jauh lebih tua darinya. Galut mengaku sering mendengarkan pembicaraan para pemulung dewasa tersebut. Menurut Galut tanpa sengaja cara bicara Galut pun mengikuti cara orang dewasa tersebut berbicara dengan orang lain.

4.2.1.8 Jesaya Situmorang

Jesaya saat ini berusia 13 tahun. Ia bekerja karena keinginannya sendiri membantu orang tuanya dalam mencukupi kebutuhan keluarganya. Orang tuanya juga tidak melarang Jesaya bekerja di TPA Terjun. Ia tidak melanjutkan sekolah karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya. Jesaya sudah bekerja di TPA Terjun selama 1 (satu) tahun. Setiap hari Ia berangkat dari rumahnya di Pancur Batu dan mulai bekerja di TPA Terjun pada pukul 09.00 sampai dengan pukul 22.00. Saat istirahat Ia habiskan untuk mengobrol dengan para pemulung lain. Ia tidak pernah berinteraksi dengan penduduk sekitar TPA Terjun. Jesaya hanya datang untuk bekerja di TPA Terjun. Barang bekas yang ia dapatkan dibawa pulang ke rumah untuk dikumpulkan dan selanjutnya orang tuanya yang menjualkan barang


(50)

20.000,00. Ia tidak pernah berinteraksi dengan pegawai dinas kebersihan yang bekerja di TPA Terjun. Mereka juga tidak pernah melarang Jesaya bekerja di TPA Terjun walaupun usianya belum mencapai 18 tahun.

Jesaya merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara. Orang tua Jesaya juga bekerja sebagai pemulung. Ia mengaku tidak ada perbedaan perlakuan diantara Jesaya dan saudaranya dari orang tua karena Ia bekerja. Menurut Jesaya, Ia hampir tidak punya waktu untuk duduk bersama orang tuanya. Waktu yang dimiliki Jesaya lebih banyak dihabiskan di tempat Ia bekerja dibandingkan dengan waktu yang Ia miliki untuk berada di rumah. Setiap hari sehabis bekerja, Jesaya akan langsung mandi dan dilanjutkan dengan makan malam dan langsung beristirahat. Ia merasa sangat kelelahan dengan bekerja di tempat yang jauh dari rumahnya. Terlebih saat bekerja, Jesaya mengaku bekerja di bawah terik matahari. Meskipun demikian, Ia tidak berkeinginan untuk berhenti dari bekerja di TPA Terjun.

Setiap hari Jesaya bekerja bersama teman sebayanya secara santai sambil sesekali bercanda. Hal ini dilakukannya untuk menghindari lelah yang berlebihan. Jesaya hanya memiliki seorang teman di lokasi Ia bekerja. Hal ini dikarenakan hanya mereka berdualah anak-anak pemulung berjenis kelamin laki-laki yang berasal dari Pancur Batu. Selain itu Jesaya tidak mengenal anak-anak pemulung yang berasal dari daerah sekitar TPA Terjun.


(51)

Jesaya mengaku sedikit banyak cara berbicaranya pun mulai terkontaminasi dari para pemulung dewasa tersebut.

4.2.1.9 Lasti Limbong

Lasti merupakan pemulung berusia 16 tahun. Lasti mengaku alasan Ia bekerja adalah karena disuruh oleh orang tuanya. Ia bekerja untuk membantu ibunya mencukupi kebutuhan keluarga karena ayahnya yang sebagai tulang punggung keluarga sudah lama meninggal. Ibunya juga bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun. Ia bersekolah hanya sampai kelas 3 (tiga) SMP. Lasti tidak melanjutkan sekolah ke SMA karena lokasi sekolah jauh dari lokasinya bekerja. Ia sudah bekerja sebagai pemulung selama 5 (lima) tahun. Lasti merupakan anak ke 6 dari 6 bersaudara. Ia mengaku tidak mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang tuanya karena bekerja di TPA Terjun. Setiap hari Lasti berangkat dari rumah untuk bekerja dari pukul 05.00 dan kembali ke rumah pukul 22.00. Pendapatan yang diperoleh Lasti setiap harinya sebesar Rp 50.000,00. Lasti mengaku bahwa Ibunya tidak mencampuri pendapatannya. Ia menggunakan pendapatannya untuk keperluannya sendiri. Biasanya Lasti menggunakan pendapatannya untuk membeli pulsa atau sekedar ditabung. Ia dan ibunya pergi ke TPA Terjun dengan menaiki angkutan umum dan kembali ke rumahnyan di Pancur Batu dengan menumpang truk sampah yang menuju Pancur batu. Pegawai dinas kebersihan tidak pernah melarangnya bekerja di TPA Terjun. Ia juga tidak pernah berinteraksi dengan


(52)

pegawai dinas kebersihan. Menurutnya, dinas kebersihan tidak terlalu perduli dengan keberadaannya di TPA Terjun walaupun usianya belum layak untuk bekerja. Selain itu Lasti juga tidak pernah berinteraksi dengan masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Terjun. Lasti mengaku bahwa terkadang Ia juga berinteraksi secara langsung dengan pemulung yang usianya sudah dewasa. Ia juga mengaku bahwa cara berbicara dan logatnya mulai berubah sejak Ia bekerja.

Setiap hari Lasti bekerja bersama temannya yang merupakan kakak beradik. Mereka bekerja dengan cara yang santai. Saat lelah, Lasti dan teman-temannya akan berhenti bekerja dan beristirahat sejenak. Lasti tidak punya teman lain terutama yang berasal dari Pancur Batu. Hal ini karena tidak ada anak-anak lain yang berasal dari Pancur Batu. Meskipun tidak begitu, mereka pasti anak laki-laki dan Lasti tidak suka bergabung dengan anak laki-laki. Menurut Lasti tidak ada persaingan dalam pekerjaan di TPA Terjun diantara para pemulung.

Saat istirahat di lokasi TPA, Lasti juga menghabiskan waktu mengobrol dengan temannya yang kakak beradik atau sekedar duduk sambil bermain dengan telefon genggamnya. Ketika berada di rumah, Lasti menghabiskan waktunya dengan membersihkan barang-barang bekas yang Ia temukan di TPA Terjun bersama Ibunya.


(53)

4.2.1.10 Vita

Vita merupakan salah satu dari anak-anak pemulung yang bekerja di TPA Terjun. Saat ini Ia masih berusia 16 tahun. Vita duduk di bangku kelas 2 (dua) SMA. Ia sudah bekerja di TPA Terjun selama lebih dari 1 (satu) tahun. Pendapatan keluarganya setiap minggu adalah sekitar Rp 500.000,00. Hal ini diketahuinya karena biasanya Vita membantu ayahnya untuk menjual barang bekas yang telah mereka sekeluarga dapatkan setiap minggunya. Seluruh anggota keluarga Vita bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun, kecuali Ibunya yang sebagai Ibu rumah tangga. Mereka tinggal di sebuah rumah yang berjarak 100 meter dari lokasi TPA Terjun. Vita bekerja karena keinginan sendiri untuk membantu orang tuanya dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Orang tua Vita tidak pernah melarang Vita bekerja walaupun Ia masih bersekolah. Setiap hari ia bekerja setelah pulang sekolah, yaitu sejak pukul 14.00 sampai dengan pukul 18.00. Menurut Vita, dengan Ia bekerja maka dapat membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal inilah yang diyakini Vita membuat orang tuanya tidak melarangnya bekerja.

Setiap hari Vita bekerja dengan cara yang santai dengan teman dan adiknya. Mereka bekerja sambil bercerita atau bercanda dan akan berhenti dari pekerjaannya jika merasa lelah. Vita mengaku tidak pernah bekerja dengan ayahnya walaupun ayahnya juga seorang pemulung di TPA Terjun. Hal ini diakuinya karena Vita merasa lebih nyaman bila bekerja dengan teman sebayanya. Saat bersama teman sebayanya, Vita dapat bekerja sambil bercerita tentang hal-hal yang Ia sukai, seperti tentang teman sekolah, pelajaran, dan banyak hal lainnya. Vita juga mengaku


(54)

bertemu banyak pemulung dewasa saat berada di TPA Terjun, namun hanya beberapa orang yang Ia kenal. Biasanya para pemulung dewasa itu yang mengajak Vita bercanda saat beristirahat. Vita mengaku banyak meniru gaya berbicara pemulung dewasa yang sering Ia dengar saat bekerja.

Vita mengaku tidak pernah mengenal pegawai Dinas Kebersihan yang ada di TPA Terjun. Ia hanya melihat mereka dari jauh dan tidak pernah berinteraksi secara langsung. Vita pun merasa tidak pernah mendapat larangan dari pihak Dinas Kebersihan karena bekerja di TPA Terjun.

Saat berada di rumah, Vita menghabiskan waktu bersama keluarganya dengan bersantai. Terkadang Ia belajar sambil sesekali mengobrol dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Jika tidak ada tugas dari sekolah, Vita akan membantu orang tuanya membersihkan barang-barang bekas yang mereka dapatkan dari TPA Terjun.

Saat berada di sekolah, Vita mengaku memiliki teman yang banyak. Menurut Vita, di sekolahnya banyak siswa yang bekerja sebagai pemulung, ataupun orang tua siswa yang bekerja sebagai pemulung. Hal ini membuat Vita merasa tidak akan ada temannya yang merendahkan Vita karena pekerjaannya.


(55)

4.2.1.11 Lenni

Lenni merupakan anak-anak pemulung yang berusia 12 tahun. Ia duduk di bangku kelas 1 (satu) SMP. Lenni sudah bekerja selama 1 (satu) tahun di TPA Terjun. Menurut Lenni, keluarganya memperoleh pendapatan sekitar Rp 500.000,00 setiap minggu. Lenni merupakan adik dari Vita. Ia juga mengaku tidak pernah dilarang oleh orang tuanya untuk bekerja sebagai pemulung. Hal ini karena di keluarga mereka seluruh anggota keluarga bekerja sebagai pemulung, kecuali Ibunya yang sebagai ibu rumah tangga.

Setiap harinya Lenni bersekolah sejak pukul 07.15 sampai dengan pukul 13.00. setelah bersekolah Ia beristirahat sebentar lalu bekerja sebagai pemulung, yaitu pukul 14.00 dan berakhir pada pukul 18.00. Lenni belajar dan mengerjakan tugas dari sekolahnya pada pukul 20.00. Lenni merasa waktu belajarnya tidak terganggu walaupun Ia sudah bekerja. Diakui Lenni bahwa prestasi Lenni di sekolah biasa-biasa saja. Menurut Lenni, orang tuanya tidak terlalu memaksanya untuk belajar. Perlakuan yang Ia terima dari orang tuanya juga tidak berbeda dengan saudaranya yang lain. Setiap hari Lenni dan keluarganya menghabiskan waktu bersama dengan cara menonton televisi dan mengobrol.

Lenni bekerja bersama kakak dan teman lain yang usianya tidak jauh berbeda dari usinya. Mereka bekerja sambil sesekali mengobrol untuk menghilangkan kejenuhan. Jika lelah Lenni akan beristirahat sebentar di tempat yang teduh. Ia mengaku teman-temannya di sekolah tidak pernah


(56)

mempermasalahkan profesinya sebagai pemulung. Menurut Lenni, beberapa temannya juga ada yang bekerja sebagai pemulung untuk membantu orang tua mereka masing-masing.

Lenni juga mengaku bertemu dengan banyak pemulung dewasa selama bekerja, namun Lenni tidak banyak bergaul dengan mereka. Lenni mengaku lebih suka bergaul dengan teman-teman sebayanya saja. Lenni juga mengaku bahwa Ia tidak menyukai cara berbicara orang-orang dewasa yang kasar. Seperti halnya anak-anak yang lain, Lenni juga mengaku tidak mengenal pegawai Dinas Kebersihan. Menurut Lenni, Ia tidak pernah berbicara dengan pegawai Dinas Kebersihan yang ada di TPA Terjun. Selain itu, pegawai Dinas Kebersihan tidak pernah melarang Lenni dan anak-anak lain bekerja di TPA Terjun.

4.2.2 Informan Biasa

4.2.2.1 Ibu R. Sitanggang

Ibu Sitanggang merupakan salah seorang pemulung yang bekerja di TPA Terjun. Ibu Sitanggang berusia 62 tahun. Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Dasar. Ia tidak melanjutkan sekolah karena orang tuanya tidak memiliki biaya untuk mencukupi kebutuhan sekolahnya. Ibu Sitanggang bekerja selama lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Pendapatannya setiap hari adalah sebesar Rp 50.000,00. Ibu


(57)

karena lokasinya jauh dari tempat bekerja mereka saat ini. Saat masih bekerja di TPA Namo Bintang pendapatan Lasti digunakan untuk membayar uang sekolahnya. Menurut Ibu Sitanggang, jika Lasti tetap bersekolah maka Ia tidak akan bisa bekerja setelah pulang sekolah karena lokasi sekolah yang jauh dari tempat bekerja. Bila Lasti tidak bekerja, maka pendapatan Ibu Sitanggang tidak akan cukup untuk membiayai sekolah Lasti. Menurut Ibu Sitanggang, pendapatannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Setiap hari Ibu Sitanggang dan Lasti berangkat dari rumah pukul 05.00 dengan menggunakan angkutan umum dan kembali ke rumah pukul 22.00 dengan menumpang truk sampah bersama para pemulung lain yang berasal dari Pancur Batu. Ibu Sitanggang mengaku bahwa Ia mengenal beberapa pegawai dinas kebersihan, yang dikenal dengan sebutan orang TPA, namun Ibu Sitanggang tidak pernah merasa mendapat perhatian dari Dinas. Selain itu, Ia juga mengaku tidak pernah mendapat perintah untuk melarang anaknya bekerja di TPA Terjun. Saat istirahat Ibu Sitanggang hanya duduk sambil makan dan minum. Menurutnya tidak ada persaingan diantara sesama pemulung di TPA Terjun.

Ibu Sitanggang mengaku tidak mencampuri pendapatan Lasti. Menurut Ibu Sitanggang, dengan begitu Ia tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk memberikan uang saku kepada Lasti. Ia membiarkan Lasti untuk mengatur sendiri keuangannya. Selain itu Ibu Sitanggang juga mengaku bahwa anaknya, Lasti, lebih suka bekerja dengan teman-temannya.


(58)

Menurut Ibu Sitanggang, Lasti sedikit berubah setelah Ia bekerja. Ia menjadi orang yang lebih berani dalam berbicara. Selain itu, Lasti terkadang semakin bertingkah seperti anak laki-laki. Menurut Ibu Sitanggang, Lasti tidak sering bercerita tentang pekerjaannya pada Ibu Sitanggang. Setiap hari mereka hanya menghabiskan waktu bersama saat membersihkan barang bekas yang mereka dapatkan dari memulung di TPA Terjun.

4.2.2.2 Bapak Tugio

Pak Tugio berusia 71 tahun. Ia pindah dari Jawa dari tahun 1964. Sudah bekerja di TPA Terjun sejak TPA tersebut dibuka oleh pemerintah. Pak Tugio merupakan tamatan Sekolah Dasar dan tidak melanjutkan pendidikannya karena keterbatasan biaya. Ia sudah bekerja sebagai pemulung selama 20 tahun. Pendapatannya sebagai pemulung adalah sekitar Rp 20.000,00 – Rp 30.000,00 setiap harinya. Ia mengaku pendapatannya masih mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga, namun saat ini Ia sudah tua dan tidak terlalu kuat untuk bekerja lebih banyak seperti dulu. Pak Tugio merupakan orang tua dari Panji. Anakanya, Panji tidak disekolahkan karena ketidakmampuan mentalnya. Maka Ia menyuruh Panji bekerja sebagai pemulung agar Panji tidak diam saja di rumah dan dapat bersosialisasi dengan para pemulung lain. Menurutnya, Panji adalah anak yang


(59)

Pak Tugio menuturkan bahwa Dinas kebersihan pernah datang dan mengumpulkan para pemulung untuk menanyakan kebutuhan para pemulung. Akan tetapi, hasil dari pembicaraan itu tidak pernah ada realisasinya sampai saat ini.

Menurut pak Tugio, barang bekas yang Ia dapatkan bersama Panji di kumpulkan terlebih dahulu di rumah mereka. Setelah terkumpul dan dibersihkan barang-barang tersebut dijual ke toke botot di dekat lokasi TPA. Pak Tugio biasanya menggunakan sepeda untuk membawa barang bekas hasil pulungan mereka dari lokasi TPA sampai ke rumah.

Pak Tugio tidak melihat adanya perubahan pada diri Panji saat sebelum dan sesudah Panji bekerja. Menurutnya, Panji tetap pendiam dan sulit bergaul dengan orang lain. Panji pun tidak pernah bercerita tentang apapun dengan Pak Tugio, termasuk tentang pekerjaannya sehari-hari sebagai pemulung di TPA Terjun. Menurut Pak Tugio, pendapatan Panji sudah digabung langsung dengan pendapatan Pak Tugio dan dipegang oleh Pak Tugio untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.

4.2.2.3 Ibu M

Ibu M merupakan seorang pemulung yang bekerja di TPA Terjun. Ia mengaku tidak terlalu mengetahui jumlah pendapatannya karena suami Ibu M yang selalu menjual barang-barang bekas yang mereka dapatkan kepada toke botot. Ibu M juga merupakan orang tua dari Rizky Indra. Ia mengaku sudah lama bekerja di TPA Terjun, yakni sejak Ia menikah. Saat ini Ibu M sudah memiliki 3 (tiga) orang


(60)

anak. Setiap hari Ia dan suaminya bekerja di TPA Terjun sejak pagi setelah Rizky dan kakaknya pergi bersekolah. Adik Rizky yang masih balita ikut bersama Ibu M dan suaminya. Menurut Ibu M, Rizky selalu dibawa saat bekerja sejak Rizky bayi. Sampai Rizky sudah bersekolah, Rizky selalu datang ke TPA Terjun setelah pulang sekolah dan makan siang di rumah. Ibu M mengaku bahwa kadang suaminya bekerja sendiri dari pukul 01.00 sampai pukul 05.00. Hal ini dilakukan karena suami Ibu M sulit tidur saat malam.

Menurut Ibu M, Rizky mulai ikut bekerja bersama ayahnya sekitar 1 (satu) tahun yang lalu. Ia dan ayah Rizky tidak pernah menyuruh Rizky bekerja. Menurut Ibu M, Rizky mau bekerja karena keinginan dirinya sendiri. Menurut Ibu M, wajar jika Rizky mau bekerja karena sering melihat orang tuanya bekerja. Ibu M mengaku bahwa Ia dan suaminya tidak pernah melarang Rizky bekerja karena Rizky bekerja karena keinginannya sendiri. Ibu M juga mengaku bahwa dirinya menyadari usia Rizky yang belum layak untuk bekerja, namun menurut Ibu M hal tersebut tidak menjadi masalah karena Ia dan suaminya masih bisa mengawasi Rizky saat bekerja. Menurut Ibu M, pendapatannya dan suaminya selama ini masih mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Ia juga mengaku bahwa pendapatan Rizky tidak akan Ia campuri karena Rizky sudah lelah bekerja. Ia membiarkan Rizky menggunakan uangnya sendiri agar terbiasa untuk menabung.


(61)

mendapatkan rangking di kelas. Ia hanya mengingatkan Rizky untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Menurut Ibu M, tidak ada perubahan yang terjadi pada Rizky setelah Ia bekerja. Ibu M mengaku bahwa Rizky sering bercerita tentang pekerjaannya dan sekolahnya saat menghabiskan waktu luang bersama Ibu M dan suaminya.

4.2.2.4 Ibu Siti Aminah

Ibu Siti setiap harinya bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun. Ia sudah bekerja sebagai pemulung selama lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Ibu Siti merupakan orang tua dari Dika. Ibu Siti mengaku tidak pernah menyuruh anak-anaknya untuk bekerja. Ia juga tidak melarang jika anaknya ingin bekerja. Hal tersebut diakuinya karena anaknya bekerja karena kemauan sendiri tanpa paksaan Ibu Siti ataupun suaminya. Menurut Ibu Siti ada bagusnya jika Dika bekerja. Hal tersebut baik untuk melatih kemandirian Dika sebagai bekal masa depannya, dan Dika dapat memiliki penghasilanya sendiri. Meskipun demikian, Ibu Siti mengaku tidak pernah membeda-bedakan anak-anaknya yang bekerja maupun yang tidak bekerja. Menurut Ibu Siti, penghasilannya dan suaminya masih mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka. Setiap hari Ibu Siti dan suaminya memperoleh pendapatan sejumlah Rp 50.000,- sampai dengan Rp 70.000,-, maka Ia dan suaminya tidak pernah mengurusi pendapatan Dika. Meskipun demikian, menurut Ibu Siti Dika


(62)

selalu memberikan sebagian pendapatannya kepada Ibu Siti dan selebihnya untuk ditabung sendiri.

Ibu Siti mengaku tidak memiliki banyak waktu untuk duduk bersama anak-anaknya. Ia jarang memperhatikan anak-anaknya, termasuk dalam urusan sekolah anak-anaknya. Menurut Ibu Siti, anak-anaknya, terlebih Dika, sudah cukup besar untuk mengurus diri dan tidak perlu diingatkan untuk belajar ataupun mengerjakan hal lainnya. Menurut Ibu Siti, Dika tidak menunjukkan perubahan setelah bekerja. Ibu Siti mengaku bahwa Dika adalah anak yang pendiam dan tidak banyak bicara. Dika tidak pernah menceritakan tentang pekerjaannya dan sekolahnya kepada Ibu Siti maupun suaminya.

4.2.2.5 Bapak Daeli

Bapak Daeli juga merupakan seorang pemulung di TPA Terjun. Ia dan keluarganya tinggal tidak jauh dari lokasi TPA, yakni hanya berjarak sekitar 100 meter. Bapak Daeli dan anak-anaknya bekerja sebagai pemulung di TPA Terjun. Ia merupakan orang tua dari Vita dan Lenni.

Bapak Daeli mengaku kalau anak-anaknya bekerja karena keinginan sendiri. Dulu Pak Daeli hanya meminta bantuan anak-anaknya saat membersihkan barang-barang yang Ia dapatkan dari pekerjaannya. Semakin lama anak-anaknya menjadi


(63)

Daeli mengumpulkan barang bekas yang Ia dan keluaganya dapatkan selama seminggu. Setiap hari Sabtu, barang yang sudah dikumpulkan akan dijual kepada

toke botot. Setelah barang terjual Pak Daeli akan membagikan uang hasil penjualan kepada anak-anaknya secara merata sesuai pekerjaan mereka selama seminggu. Menurut Pak Daeli pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Pak Daeli mengaku tidak mengurusi pendapatan anak-anaknya. Ia membiarkan anak-anaknya mengelola sendiri pendapatan mereka.

Pak Daeli mengaku tidak memiliki banyak waktu untuk bersantai dengan keluaganya. Sepanjang hari Ia habiskan untuk bekerja. Jika telah selesai Ia akan langsung beristirahat karena kelelahan setelah bekerja. Ia juga mengaku tidak pernah memperhatikan prestasi anak-anaknya di sekolah. Baginya anak-anak dapat terus bersekolah saja sudah cukup. Pak Daeli juga mengaku bahwa anak-anaknya terkadang menceritakan pekerjaan mereka kepada Pak Daeli dan istrinya saat mereka sedang bersantai di rumah. Menurut Pak Daeli tidak ada perubahan yang tampak dari anak-anaknya setelah mereka bekerja, baik dari prestasi di sekolah maupun sikap dan cara berbicara mereka. Bagi Pak Daeli anak-anaknya sudah seperti itu dari dulu.

Pak Daeli menambahkan bahwa TPA Terjun dulu tidak seramai saat ini. Menurutnya pertambahan pemulung diakibatkan oleh ditutupnya TPA Namo Bintang yang ada di Pancur Batu dan sekaligus adanya kabar tentang seorang pemulung yang mendapatkan tas berisi uang dalam jumlah besar saat mencari


(64)

barang bekas di TPA Terjun. Pak Daeli juga berharap suatu saat bisa mendapatkan barang berharga di TPA Terjun.

4.2.2.6 Bapak Purba

Pak Purba berusia 70 tahun. Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Dasar. Ia memiliki 5 oang anak yang masing-masing sudah berkeluarga. Pak Purba sudah bekerja di TPA sejak TPA dibuka, yaitu tahun 1993. Maka sampai saat ini Ia sudah 20 tahun bekerja di TPA Terjun. Saat pertama sekali TPA Terjun dibuka, Pak Purba bekerja sebagai pemulung. Karena tubuhnya sudah tidak kuat melakukan pekerjaan berat, maka Ia beralih profesi sebagai penjual es di TPA Terjun. Sampai saat ini Pak Purba sudah menjadi ketua dari kelompok pemulung yang bekerja di TPA Terjun. Menurut Pak Purba, para pemulung yang bekerja di TPA Terjun selalu ada. Bahkan ada yang bekerja dari pagi sampai malam dan dari malam sampai pagi. Hal ini membuat aktivitas di TPA Terjun berjalan selama 24 jam. Pak Purba mengaku pemulung yang datang ke TPA Terjun tidak hanya yang tinggal di sekitar kawasan TPA Terjun, tetapi banyak yang berasal dari Belawan dan Pancur Batu. Menurut Pak Purba hal ini karena TPA Terjun memiliki banyak hal yang menarik pemulung untuk bekerja. Salah satunya terjadi di tahun 2007. Pada saat itu seorang pemulung tanpa sengaja menemukan tas besar berisi uang dalam jumlah yang besar. Akhirnya


(65)

Pak Purba mengaku jika saat bekerja ada pemulung yang mengalami kecelakaan, maka pemulung tersebut akan menanggung biayanya sendiri. Pihak Dinas Kebersihan merasa tidak mempunyai tanggung jawab untuk memberikan santunan. Dinas Kebersihan membuat peraturan bahwa para pemulung tidak boleh berada di radius 10 meter dari alat berat saat bekerja. Dinas Kebersihan juga melarang anak-anak bekerja di TPA Terjun, namun Pak Purba dapat menangani hal tersebut. Maka bukan hal yang baru jika anak-anak pemulung terlihat bekerja di TPA Terjun. Menurut Pak Purba Pihak Dinas Kebersihan tidak pernah memberikan bantuan kepada para pemulung yang bekerja di TPA Terjun. Bantuan yang pernah datang bagi para pemulung adalah berasal dari rumah sakit umum Medan berupa sabun, shampo, odol, dan gula. Menurut Pak Purba, pihak dinas kebersihan pernah mengadakan pertemuan dengan para pemulung untuk menyelesaikan masalah para pemulung. Akan tetapi hal itu hanya sebatas pembicaraan, pihak Dinas Kebersihan tidak pernah merealisasikan keputusan hasil dari pembicaraan mereka dengan para pemulung.

4.2.2.7 Ayu

Ayu merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah bekerja sekitar 1(satu) tahun di Kantor Dinas Kebersihan untuk TPA Terjun. Ayu bekerja sebagai staff administrasi di kantor tersebut. Ia mengaku bahwa pekerjaannya adalah untuk mendata mengenai sam pah yang masuk ke TPA Terjun serta penanganannya.


(66)

Menurut Ayu, pihak Dinas Kebersihan tidak tahu-menahu mengenai pemulung yang datang ke TPA Terjun. Ia juga tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan para pemulung. Pihak Dinas Kebersihan tidak memiliki kewajiban untuk mengatur dan mendata para pemulung yang ada di TPA Terjun. Para pemulung bebas dan tidak terikat dengan Dinas Kebersihan. Pihak Dinas Kebersihan hanya membuat peraturan agar pemulung tidak bekerja dekat dengan alat berat saat alat berat sedang beroperasi mengaduk sampah. Menurut Ayu, jika terjadi kecelakaan pada pemulung saat bekerja, Dinas Kebersihan tidak memiliki kewajiban untuk menyantuni pemulung tersebut. Hal ini dikarenakan Dinas Kebersihan tidak memiliki ikatan hukum dengan para pemulung. Dinas Kebersihan tidak pernah memberikan sumbangan kepada para pemulung. Dinas Kebersihan juga tidak pernah memberikan penyuluhan tentang sampah yang beguna bagi pemulung di TPA Terjun. Selain itu, Dinas Kebersihan juga tidak pernah melarang anak-anak yang menjadi pemulung untuk bekerja di TPA terjun.

4.3 Interpretasi Data

4.3.1 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan

Kota Medan sebagai kota metropolitan menjadikannya kota yang menarik bagi para pencari rejeki. Hal ini berpengaruh pada kepadatan jumlah penduduk


(67)

Medan meningkat dan pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan jumlah sampah.

Sampah menjadi sumber rejeki yang menjanjikan bagi para pemulung. Seperti yang tampak di TPA terjun. Aktifitas pemulung di TPA Terjun berjalan terus selama hampir 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa sampah di TPA Terjun menjadi surga bagi para pemulung. Seperti penuturan berikut.

“Walah kalo yang kerja di sini dek yang dari malam sampek pagi pun ada. Kekgitula yang carik kerja di sini.” (wawancara dengan Bapak Purba, Oktober 2013) Selain itu, penuturan serupa juga diungkapkan oleh informan berikut.

“Suami Ibu kadang-kadang kalok ‘ga bisa tidur mau itu ke lokasi ‘nyari-nyari plastik. Jadi jam-jam 1 pagi b’rangkat t’rus pulang la jam-jam 5 pagi. Katanya banyak kok yang kerja juga jam segitu makanya Bapak b’rani. (wawancara dengan Ibu M, Agustus 2013)

TPA Terjun berada di Kecamatan Medan Marelan yang berjarak sekitar 14 km dari pusat Kota Medan. TPA ini dioperasikan sejak tahun 1993 dengan kapasitas sampah terbuang 50% setiap harinya dari jumlah volume timbunan sampah Kota Medan. Jumlah sampah terangkut oleh truk pengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) perhari kurang lebih sekitar 572,5 ton. Hal ini membuat TPA Terjun menjadi tempat yang menjanjikan untuk mencari barang bekas yang masih bernilai ekonomis. Selain itu, kabar tentang seorang pemulung yang mendapatkan tas bersisi uang membuat pemulung lain tertarik. Seperti penuturan berikut.


(68)

“Pernah ada yang dapat duit dalam tas. Banyak kali duitnya. Kayaknya ada 100 juta itu. Langsung la minggu depannya kawin dia. Gara-gara itu jadi tambah yang datang ke sini. Siapa tahu aja dapat yang kayak gitu kan”.(wawancara dengan Pak Purba, Oktober 2013)

Hal ini didukung oleh penuturan informan berikut.

“Di sini dulu ‘ga serame ini la dek. Gara-gara ditutup la Namo Bintang makanya jadi ke sini semua orang-orang yang dari sana. T’rus ada pulak dulu yang dapat tas isinya duit banyak kali. ‘Ga tau aku b’rapa dapatnya itu. ‘Kan mantap kali kalo dapat itu. Mudah-mudahan lah kapan-kapan aku dapat juga. Orang-orang itu pun ‘ntah dapat kabar dari manala sampek tau itu. Dari Belawan sana pun datang orang itu gara-gara itu.”(Wawancara dengan Pak Daeli, Oktober 2013)

Diantara para pemulung dewasa, yang menjadi sorotan adalah anak-anak pemulung yang juga bekerja di TPA terjun. Anak-anak berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dilarang secara jelas untuk bekerja dalam undang-undang. Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Mengeliminasi Bentuk-bentuk Pekerjaan terburuk untuk Anak menyebutkan beberapa bentuk terburuk pekerjaan bagi anak, salah satunya adalah pekerjaan yang pada dasarnya dan lingkungannya membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Mantan Presiden Abdurahman Wahid telah menandatangani konvensi

tersebut dan tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan


(1)

Gambar 6 Informan

Sari saat memberi keterangan

Bapak Tugio saat memberi keterangan


(2)

Nanda saat diwawancara

Nanang saat diwawancara


(3)

Jesaya Situmorang saat diwawancara

Pak Purba saat berjualan minuman, Ibu R. Sitanggang saat beristirahat, dan seorang pemulung lain

Lasti Limbong, Lenni, dan Vita saat bercanda tawa saat istirahat


(4)

Gambar 7 Suasana Di TPA Terjun


(5)

(6)