Aktivitas antioksidan dan Immunomodulator Serealia-non beras

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN

IMUNOMODULATOR SEREALIA NON-BERAS

WILLY YANUWAR

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aktivitas Antioksidan Dan Imunomodulator Serealia Non-Beras adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2009


(3)

3

ABSTRACT

Willy Yanuwar, F251060261. Antioxidant Activity and Immunomodulator or non-rice cereal. Supervised by: Prof. Dr. Ir. Fransiska Zakaria Rungkat, M.Sc dan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.

The eating pattern of Indonesians which make rice as the only calorie source is not an ideal eating pattern since it may bring risk to health and food security. The processing of non rice cereals is one of the strategic steps in providing food stuffs in the program of food diversification. Cereals like sorghum (Sorghum bicolor L.), millet (Pennisetum glaucum) and black sticky rice (Oryza sativa glutinosa) are potential commodities, not only as sources of carbohydrate but also as sources of bioactive compounds and important fiber for health. The shortage of data of health benefits concerning tropical cereal consumption in Indonesia has caused less promotion. Research including processing and health benefits of non-rice cereals is expected to increase consumption, production and cultivation of non-rice cereals such as sorghum, millet and black sticky rice. This study was aimed to investigate the effect of polishing process on sorghum, millet and black sticky rice and panelists preference based on water ratio and the optimization of cooking time of sorghum, millet and black sticky rice. In addition, it was expected that scientific data and information would be obtained related to the benefits of several cereals as of antioxidant and immunomodulators.

The study was conducted in three stages. The first stage was polishing of cereal at different times followed by proximate, total fenol and antioxidant analysis. The second stage was the cooking, followed by organoleptic test. In the third stage, the test of immunomodulator activity in vitro was conducted which involved preparing the media of cell culture, isolating lymphocytes cells from fresh human blood and performing cell proliferation test in vitro using culture method.

The results of analysis showed that the highest water content was obtained in black sticky rice, while the highest content of ash, protein and fat was obtained in millet. In the meantime ,the highest carbohydrate content was obtained in sorghum. The highest yield value was obtained from black sticky rice with 5 second time by 97%. The highest content of total fenol and antioxidant capacity was also obtained in black sticky rice with a time of 5 seconds, respectively 20,46 mg TAE/g grain and 35,96 mg vitamin C eq/g grain. The result of the organoleptic test showed that millet had benefits in different sensory attributes although there was no significant difference from oatmeal as control. The results of analysis of proliferation activity showed that the three cereal commodities can stimulate proliferation of human lymphocytes cell. Based on the result of the proliferation activity test of lymphocytes cell in vitro, it was found that sorghum water extract had stimulation index of 5,340. The best proliferation activity was obtained in water extract although aceton extracts could also stimulate proliferation of human lymphocytes cell. Based on the study, it can be concluded that sorghum, millet and black sticky rice are potential cereal commodity since they own health benefits with the presence of fenolic compound which can function as antioxidant and have activity and immunomodulator to support the system of body immunity. However, the best performance for immunomodulator activity was shown by sorghum.


(4)

4

RINGKASAN

Willy Yanuwar. F251060261. Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia Non-Beras. Dibimbing oleh : Prof. Dr. Ir. Fransiska Zakaria Rungkat, M.Sc dan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.

Pola makan bangsa Indonesia yang menjadikan beras sebagai sumber utama kalori merefleksikan pola makan kurang ideal yang diprediksikan akan menimbulkan resiko terhadap kesehatan dan ketahanan pangan. Pengolahan terhadap serealia non beras dinilai merupakan salah satu langkah strategis dalam menyediakan bahan pangan pendukung program diversifikasi pangan. Serealia seperti sorgum (Sorghum bicolor L), jewawut (Pennisetum glaucum) dan ketan hitam (Oryza sativa glutinosa) merupakan komoditi potensial, tidak saja sebagai sumber karbohidrat tetapi juga sebagai sumber antioksidan, senyawa bioaktif dan serat yang penting bagi kesehatan. Kurangnya data manfaat kesehatan serealia tropikal Indonesia menyebabkan konsumsinya belum dapat dipromosikan secara intensif. Penelitian yang mencakup pengolahan dan manfaat kesehatan serealia non beras diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi, produksi dan budidaya serealia lain selain beras seperti sorgum, jewawut dan ketan hitam. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penyosohan pada komoditi serealia sorgum, jewawut dan ketan hitam serta memperoleh produk yang disukai panelis berdasarkan perbandingan air dan optimasi waktu pemasakan dari sorgum, jewawut dan ketan hitam. Selain itu diharapkan akan didapatkan data dan informasi ilmiah mengenai khasiat serealia sumber karbohidrat berupa aktivitas antioksidan dan aktivitas imunomodulatornya.

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengaruh proses penyosohan serealia pada beberapa waktu terhadap hasil analisa proksimat, fenol total serta aktivitas antioksidan. Dari hasil analisis fenol total dan aktivitas antioksidan dipilih dua waktu sosoh terbaik untuk tahap selanjutnya. Pada tahap kedua, dilakukan proses pemasakan yang dilanjutkan dengan uji organoleptik. Dari hasil uji organoleptik, selanjutnya dipilih dua waktu sosoh terbaik untuk penelitian tahap tiga. Pemilihan perlakuan terbaik untuk uji organoleptik adalah berdasarkan parameter rasa yang terbaik. Penelitian tahap ketiga meliputi pengujian aktivitas imunomodulator secara in vitro yang meliputi persiapan media kultur sel, isolasi sel limfosit dari darah manusia dan uji proliferasi sel in vitro menggunakan metode pewarnaan (MTT).

Hasil analisa proksimat sebelum serealia disosoh menunjukkan bahwa ketan hitam memiliki kadar air tertinggi, jewawut memiliki kadar abu, protein dan lemak tertinggi sedangkan karbohidrat tertinggi didapat pada sorgum. Nilai rendemen tertinggi didapat pada ketan hitam dengan waktu sosoh 5 detik sebesar 97,9%. Kadar total fenol dan aktivitas antioksidan tertinggi juga ditunjukkan oleh ketan hitam dengan waktu sosoh 5 detik masing-masing sebesar 20,46 mg TAE/gr


(5)

5

biji dan 35,96 mg vitamin C eq/gr biji. Hasil uji fenol total dan aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa sorgum, jewawut dan ketan hitam memiliki senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan. Semakin lama waktu penyosohan, semakin rendah kandungan fenol total serealia. Senyawa fenolik serealia berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan. Semakin besar jumlah fenol total, akan semakin besar pula aktivitas antioksidannya. Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total dan aktivitas antioksidan pada sorgum adalah waktu sosoh 20 dan 100 detik, jewawut waktu sosoh 100 dan 300 detik, serta ketan hitam waktu sosoh 5 dan 15 detik.

Hasil uji organoleptik menunjukkan jewawut memiliki keunggulan pada berbagai atribut sensori dan tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu oatmeal. Dari hasil uji aktivitas proliferasi sel limfosit secara in vitro diketahui ketiga komoditi serealia dapat menstimulasi proliferasi dari sel limfosit manusia. Aktivitas proliferasi terbaik didapat pada sorgum ekstrak air dengan nilai indeks stimulasi 5,340. Nilai indeks stimulasi ekstrak air ketiga jenis serealia lebih baik dibanding ekstrak aseton walaupun ekstrak aseton juga dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit manusia. Dari hasil penelitian ditarik suatu kesimpulan bahwa sorgum, jewawut dan ketan hitam adalah komoditi serealia yang potensial karena memiliki nilai nutrisi yang baik dan memiliki berbagai manfaat kesehatan dengan adanya senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan serta memiliki aktivitas immunomodulator sebagai penunjang sistem imunitas tubuh. Hasil penelitian menunjukkan dari segi aktivitas imunomodulator sorgum adalah serealia terbaik.


(6)

6

© Hak Cipta mlik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

7

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN

IMUNOMODULATOR SEREALIA NON-BERAS

WILLY YANUWAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Science Pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

8 HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Aktivitas Antioksidan dan Immunomodulator Serealia-Non Beras

Nama : Willy Yanuwar

NRP : F251060261

Program Studi : Ilmu Pangan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, MSc Ir. Sutrisno Koswara, MSi Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(9)

9

PRAKATA

Segala Puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Tesis berjudul Aktivitas Antioksidan Dan Imunomodulator Serealia Non-Beras ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Science pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Prof.Dr.Ir.Fransiska Zakaria Rungkat, MSc selaku ketua komisi

Pembimbing yang telah memberikan berbagai bimbingan, arahan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

2. Bapak Ir. Sutrisno Koswara, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang juga telah bersedia memberikan berbagai bimbingan, arahan dan ilmu pengetahuannya kepada penulis.

3. Ibu Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, MSc selaku penguji luar komisi atas berbagai masukan dan saran yang sangat berarti dalam penyelesaian tesis ini.

4. Ibu Dr. Ir. Ratih Dewanti, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan. 5. Bapak Dr. Ir. Ridwan Thahir, MSc dan Bapak Ir. Suismono, MSi selaku staf

Balai Pasca Panen yang telah memberikan berbagai fasilitas serta arahan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Ayahanda Warno mawardi, ibunda Yaya hitayati, adik-adikku Widdy dan Yoshi atas segala dukungan dan kepercayaan yang begitu besar serta doa dan perhatian yang begitu berarti untuk penyelesaian tesis ini.

7. Oke Anandika Lestari, STP, Msi atas bantuan dan dukungannya baik secara moralitas, tenaga serta berbagai masukan dan saran yang sangat berarti hingga tesis ini dapat terselesaikan.

8. Teman-teman IPN angkatan 2006, tim peneliti serealia atas dukungan serta kerjasamanya serta semua pihak yang telah berperan dalam proses penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan segi pengalaman sehingga diharapkan adanya berbagai masukan dan saran agar tesis ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap agar kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2009


(10)

10

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 17 Juni 1983 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah Warno Mawardi dan Ibu Yaya Hitayati. Tahun 1997 penulis masuk ke SMUN 3 Pontianak. Penulis melanjutkan pendidikan Diploma III di Politeknik Negeri Pontianak pada Program Study Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan jenjang pendidikan Strata-1 Program Study Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian di Universitas Brawijaya Malang dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Pangan dan lulus pada tahun 2009.

Selama menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk berbagai seminar, pelatihan, kegiatan keorganisasian yang salah satunya adalah Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB serta berbagai program kegiatan riset unggulan IPB. Penulis juga aktif dalam kegiatan olahraga kemahasiswaan khususnya tenis meja.

Bogor, Juni 2009


(11)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN

IMUNOMODULATOR SEREALIA NON-BERAS

WILLY YANUWAR

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aktivitas Antioksidan Dan Imunomodulator Serealia Non-Beras adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2009


(13)

3

ABSTRACT

Willy Yanuwar, F251060261. Antioxidant Activity and Immunomodulator or non-rice cereal. Supervised by: Prof. Dr. Ir. Fransiska Zakaria Rungkat, M.Sc dan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.

The eating pattern of Indonesians which make rice as the only calorie source is not an ideal eating pattern since it may bring risk to health and food security. The processing of non rice cereals is one of the strategic steps in providing food stuffs in the program of food diversification. Cereals like sorghum (Sorghum bicolor L.), millet (Pennisetum glaucum) and black sticky rice (Oryza sativa glutinosa) are potential commodities, not only as sources of carbohydrate but also as sources of bioactive compounds and important fiber for health. The shortage of data of health benefits concerning tropical cereal consumption in Indonesia has caused less promotion. Research including processing and health benefits of non-rice cereals is expected to increase consumption, production and cultivation of non-rice cereals such as sorghum, millet and black sticky rice. This study was aimed to investigate the effect of polishing process on sorghum, millet and black sticky rice and panelists preference based on water ratio and the optimization of cooking time of sorghum, millet and black sticky rice. In addition, it was expected that scientific data and information would be obtained related to the benefits of several cereals as of antioxidant and immunomodulators.

The study was conducted in three stages. The first stage was polishing of cereal at different times followed by proximate, total fenol and antioxidant analysis. The second stage was the cooking, followed by organoleptic test. In the third stage, the test of immunomodulator activity in vitro was conducted which involved preparing the media of cell culture, isolating lymphocytes cells from fresh human blood and performing cell proliferation test in vitro using culture method.

The results of analysis showed that the highest water content was obtained in black sticky rice, while the highest content of ash, protein and fat was obtained in millet. In the meantime ,the highest carbohydrate content was obtained in sorghum. The highest yield value was obtained from black sticky rice with 5 second time by 97%. The highest content of total fenol and antioxidant capacity was also obtained in black sticky rice with a time of 5 seconds, respectively 20,46 mg TAE/g grain and 35,96 mg vitamin C eq/g grain. The result of the organoleptic test showed that millet had benefits in different sensory attributes although there was no significant difference from oatmeal as control. The results of analysis of proliferation activity showed that the three cereal commodities can stimulate proliferation of human lymphocytes cell. Based on the result of the proliferation activity test of lymphocytes cell in vitro, it was found that sorghum water extract had stimulation index of 5,340. The best proliferation activity was obtained in water extract although aceton extracts could also stimulate proliferation of human lymphocytes cell. Based on the study, it can be concluded that sorghum, millet and black sticky rice are potential cereal commodity since they own health benefits with the presence of fenolic compound which can function as antioxidant and have activity and immunomodulator to support the system of body immunity. However, the best performance for immunomodulator activity was shown by sorghum.


(14)

4

RINGKASAN

Willy Yanuwar. F251060261. Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia Non-Beras. Dibimbing oleh : Prof. Dr. Ir. Fransiska Zakaria Rungkat, M.Sc dan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.

Pola makan bangsa Indonesia yang menjadikan beras sebagai sumber utama kalori merefleksikan pola makan kurang ideal yang diprediksikan akan menimbulkan resiko terhadap kesehatan dan ketahanan pangan. Pengolahan terhadap serealia non beras dinilai merupakan salah satu langkah strategis dalam menyediakan bahan pangan pendukung program diversifikasi pangan. Serealia seperti sorgum (Sorghum bicolor L), jewawut (Pennisetum glaucum) dan ketan hitam (Oryza sativa glutinosa) merupakan komoditi potensial, tidak saja sebagai sumber karbohidrat tetapi juga sebagai sumber antioksidan, senyawa bioaktif dan serat yang penting bagi kesehatan. Kurangnya data manfaat kesehatan serealia tropikal Indonesia menyebabkan konsumsinya belum dapat dipromosikan secara intensif. Penelitian yang mencakup pengolahan dan manfaat kesehatan serealia non beras diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi, produksi dan budidaya serealia lain selain beras seperti sorgum, jewawut dan ketan hitam. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penyosohan pada komoditi serealia sorgum, jewawut dan ketan hitam serta memperoleh produk yang disukai panelis berdasarkan perbandingan air dan optimasi waktu pemasakan dari sorgum, jewawut dan ketan hitam. Selain itu diharapkan akan didapatkan data dan informasi ilmiah mengenai khasiat serealia sumber karbohidrat berupa aktivitas antioksidan dan aktivitas imunomodulatornya.

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengaruh proses penyosohan serealia pada beberapa waktu terhadap hasil analisa proksimat, fenol total serta aktivitas antioksidan. Dari hasil analisis fenol total dan aktivitas antioksidan dipilih dua waktu sosoh terbaik untuk tahap selanjutnya. Pada tahap kedua, dilakukan proses pemasakan yang dilanjutkan dengan uji organoleptik. Dari hasil uji organoleptik, selanjutnya dipilih dua waktu sosoh terbaik untuk penelitian tahap tiga. Pemilihan perlakuan terbaik untuk uji organoleptik adalah berdasarkan parameter rasa yang terbaik. Penelitian tahap ketiga meliputi pengujian aktivitas imunomodulator secara in vitro yang meliputi persiapan media kultur sel, isolasi sel limfosit dari darah manusia dan uji proliferasi sel in vitro menggunakan metode pewarnaan (MTT).

Hasil analisa proksimat sebelum serealia disosoh menunjukkan bahwa ketan hitam memiliki kadar air tertinggi, jewawut memiliki kadar abu, protein dan lemak tertinggi sedangkan karbohidrat tertinggi didapat pada sorgum. Nilai rendemen tertinggi didapat pada ketan hitam dengan waktu sosoh 5 detik sebesar 97,9%. Kadar total fenol dan aktivitas antioksidan tertinggi juga ditunjukkan oleh ketan hitam dengan waktu sosoh 5 detik masing-masing sebesar 20,46 mg TAE/gr


(15)

5

biji dan 35,96 mg vitamin C eq/gr biji. Hasil uji fenol total dan aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa sorgum, jewawut dan ketan hitam memiliki senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan. Semakin lama waktu penyosohan, semakin rendah kandungan fenol total serealia. Senyawa fenolik serealia berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan. Semakin besar jumlah fenol total, akan semakin besar pula aktivitas antioksidannya. Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total dan aktivitas antioksidan pada sorgum adalah waktu sosoh 20 dan 100 detik, jewawut waktu sosoh 100 dan 300 detik, serta ketan hitam waktu sosoh 5 dan 15 detik.

Hasil uji organoleptik menunjukkan jewawut memiliki keunggulan pada berbagai atribut sensori dan tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu oatmeal. Dari hasil uji aktivitas proliferasi sel limfosit secara in vitro diketahui ketiga komoditi serealia dapat menstimulasi proliferasi dari sel limfosit manusia. Aktivitas proliferasi terbaik didapat pada sorgum ekstrak air dengan nilai indeks stimulasi 5,340. Nilai indeks stimulasi ekstrak air ketiga jenis serealia lebih baik dibanding ekstrak aseton walaupun ekstrak aseton juga dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit manusia. Dari hasil penelitian ditarik suatu kesimpulan bahwa sorgum, jewawut dan ketan hitam adalah komoditi serealia yang potensial karena memiliki nilai nutrisi yang baik dan memiliki berbagai manfaat kesehatan dengan adanya senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan serta memiliki aktivitas immunomodulator sebagai penunjang sistem imunitas tubuh. Hasil penelitian menunjukkan dari segi aktivitas imunomodulator sorgum adalah serealia terbaik.


(16)

6

© Hak Cipta mlik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(17)

7

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN

IMUNOMODULATOR SEREALIA NON-BERAS

WILLY YANUWAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Science Pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(18)

8 HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Aktivitas Antioksidan dan Immunomodulator Serealia-Non Beras

Nama : Willy Yanuwar

NRP : F251060261

Program Studi : Ilmu Pangan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, MSc Ir. Sutrisno Koswara, MSi Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(19)

9

PRAKATA

Segala Puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Tesis berjudul Aktivitas Antioksidan Dan Imunomodulator Serealia Non-Beras ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Science pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Prof.Dr.Ir.Fransiska Zakaria Rungkat, MSc selaku ketua komisi

Pembimbing yang telah memberikan berbagai bimbingan, arahan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

2. Bapak Ir. Sutrisno Koswara, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang juga telah bersedia memberikan berbagai bimbingan, arahan dan ilmu pengetahuannya kepada penulis.

3. Ibu Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, MSc selaku penguji luar komisi atas berbagai masukan dan saran yang sangat berarti dalam penyelesaian tesis ini.

4. Ibu Dr. Ir. Ratih Dewanti, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan. 5. Bapak Dr. Ir. Ridwan Thahir, MSc dan Bapak Ir. Suismono, MSi selaku staf

Balai Pasca Panen yang telah memberikan berbagai fasilitas serta arahan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Ayahanda Warno mawardi, ibunda Yaya hitayati, adik-adikku Widdy dan Yoshi atas segala dukungan dan kepercayaan yang begitu besar serta doa dan perhatian yang begitu berarti untuk penyelesaian tesis ini.

7. Oke Anandika Lestari, STP, Msi atas bantuan dan dukungannya baik secara moralitas, tenaga serta berbagai masukan dan saran yang sangat berarti hingga tesis ini dapat terselesaikan.

8. Teman-teman IPN angkatan 2006, tim peneliti serealia atas dukungan serta kerjasamanya serta semua pihak yang telah berperan dalam proses penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan segi pengalaman sehingga diharapkan adanya berbagai masukan dan saran agar tesis ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, penulis berharap agar kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2009


(20)

10

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 17 Juni 1983 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah Warno Mawardi dan Ibu Yaya Hitayati. Tahun 1997 penulis masuk ke SMUN 3 Pontianak. Penulis melanjutkan pendidikan Diploma III di Politeknik Negeri Pontianak pada Program Study Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan jenjang pendidikan Strata-1 Program Study Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian di Universitas Brawijaya Malang dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Ilmu Pangan dan lulus pada tahun 2009.

Selama menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk berbagai seminar, pelatihan, kegiatan keorganisasian yang salah satunya adalah Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB serta berbagai program kegiatan riset unggulan IPB. Penulis juga aktif dalam kegiatan olahraga kemahasiswaan khususnya tenis meja.

Bogor, Juni 2009


(21)

i DAFTAR ISI

Teks Halaman

DAFTAR ISI …... i

DAFTAR TABEL …... iii

DAFTAR GAMBAR ………..……… vi

v DAFTAR LAMPIRAN …... BAB I PENDAHULUAN ………...……… 1

1.1 Latar Belakang …... 1

1.2 Tujuan …... 2

1.3 Hipotesa …....………...……….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….……… 3

2.1 Serealia Tropikal Indonesia …... 3

2.1.1 Sorgum (Sorghum bicolor L) ...……… 3

2.1.2 Jewawut (Pennisetum glaucum) ………...……… 9

2.1.3 Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa) ……… 12

2.2 Antioksidan ……….……… 17

2.3 Sistem Imun ………....…...…… 19

2.4 Sel Limfosit ………...….……… 21

2.4.1 Sel Limfosit T ……… 21

2.4.2 Sel Limfosit B ……… 22

2.5 Peranan Senyawa Fenolik dalam Stimulasi Aktivitas Imunomodulator … 22 2.6 Proliferasi Sel Limfosit ………...……… 23

2.7 Kultur Sel ………..……… 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...………...……… 28

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian …..……… 28

3.2 Bahan dan Alat ……… 28

3.2.1 Bahan ……….……… 28

3.2.2 Alat ………...……… 28

3.3 Tahapan Penelitian ……...……….……… 29

3.3.1 Penentuan Dua Waktu Sosoh Serealia ..……...………...…… 32

3.3.2 Penentuan Satu Waktu Sosoh Serealia ……… 32

3.3.3 Evaluasi Aktivitas Imunomodulator Serealia ………... 33

3.4 Parameter Analisis ……….. 34

3.4.1 Penghitungan Rendemen ………. 34

3.4.2 Analisis Proksimat ....……… 34

a. Pengukuran kadar air metode oven (AOAC, 1984) ………... 34

b. Pengukuran kadar abu metode pengabuan kering (AOAC, 1984) ... 35

c. Pengukuran kadar lemak metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1984)... 35

d. Pengukuran kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC, 1984) … 36 e. Pengukuran karbohidrat dengan ”by difference” (AOAC, 1984) ….. 37

3.4.3 Fenol Total (Kamath et al, 2004) ………..……… 37

3.4.4 Uji Anti Radikal Bebas DPPH (Kubo et al, 2002) ...………….. 38

3.4.5 Uji Organoleptik (Adawiyah et al, 2007) ………..…… 38

3.5 Uji Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro ……… 39

3.5.1 Pembuatan Ekstrak Serealia ………...…...…… 39

a. Ekstraksi dengan Pelarut Air Bebas Ion ……….….. 39

b. Ekstraksi dengan pelarut aseton (Awika et al, 2003) ………..…... 39

3.5.2 Persiapan Media Kultur Sel (Erniati et al, 2007) …….……… 41


(22)

ii

3.5.4 Penghitungan sel limfosit Manusia dengan Biru Trifan (Erniati et al,

2007) ………... 42 3.5.5 Uji Proliferasi Sel Limfosit Manusia dengan MTT (Erniati et al,

2007) ……… 43

3.6 Analisis Data ……….………….……….. 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 45

4.1 Penentuan Dua Waktu Sosoh Terbaik ……… 45

4.1.1 Komposisi Proksimat Serealia pada Berbagai Waktu Sosoh …… 46 4.1.2 Rendemen Penyosohan Serealia pada Berbagai Waktu Sosoh … 49 4.1.3 Pengaruh Penyosohan Terhadap Kadar Fenol Total ...………… 50

a. Sorgum ………...………...……… 51

b. Jewawut ……… 53

c. Ketan hitam ……… 54

4.1.4 Pengaruh Penyosohan Terhadap Aktivitas Antioksidan …..…… 55

a. Sorgum ………...………...……… 56

b. Jewawut ……… 58

c. Ketan hitam ……… 59

4.1.5 Korelasi antara Senyawa Fenolik dengan Aktivitas Antioksidan … 60 4.2 Penentuan Satu Waktu Sosoh Terbaik dengan Uji Organoleptik …...… 61

4.2.1 Rasa ..……… 64

4.2.2 Warna ……… 65

4.2.3 Aroma ……… 66

4.2.4 Tekstur ……… 67

4.3 Uji Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro ………. 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 76

5.1 Kesimpulan ……… 76

5.2 Saran ...……… 77


(23)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia biji sorgum ………..……… 4

Tabel 2. Komposisi kimia biji jewawut ...………..….………… 11

Tabel 3. Komposisi kimia butir beras dan ketan …………..……… 13

Tabel 4. Perbandingan sifat-sifat fisik beras dan ketan ...……… 14

Tabel 5. Waktu sosoh serealia (detik) ………...………. 31

Tabel 6. Kombinasi perlakuan (detik waktu sosoh, menit waktu pemasakan, dan perbandingan air) masing-masing serealia pada penelitian tahap

dua ………. 33 Tabel 7. Kombinasi perlakuan jenis serealia dan pelarut pada penelitian

tahap tiga ……….. 34 Tabel 8. Konsentrasi larutan kerja ekstrak serealia untuk uji proliferasi sel

limfosit ... 40 Tabel 9. Jumlah ekstrak serealia konsentrasi 200 mg/ml yang diambil untuk

membuat larutan kerja ekstrak serealia ... 40 Tabel 10. Hasil analisa proksimat sorgum, jewawut dan ketan hitam sebelum

dan sesudah disosoh ……….……… 46

Tabel 11. Skor nilai rerata untuk berbagai atribut sensori pada sorgum,

jewawut dan ketan hitam ..………...………... 63

Tabel 12. Konsentrasi ekstrak serealia pada sumur kultur dengan volume total


(24)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

Gambar 1. Struktur biji sorgum (Suarni dan Singgih, 2002) ...………… 3 Gambar 2. Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu asam benzoat dan asam

sinamat (Awika dan Rooney, 2004) ……….. 5 Gambar 3. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan luteolinidin

(Awika dan Rooney, 2004) ……… 6 Gambar 4. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum (Rooney dan

Serna, 2000) ………... 7

Gambar 5. Struktur biji jewawut (Anonymousa, 2008) ...……… … 10 Gambar 6. Struktur flavonoid jewawut (Dykes dan Rooney, 2006) ……… 11 Gambar 7. Struktur biji ketan hitam (Anonymousb, 2008) ……… 13 Gambar 8. Proses pembentukan komponen antosianin, struktur dan

turunannya (Nakajima et al, 2001) ………. 15

Gambar 9. Struktur antosianin ketan hitam (Ryu et al, 1998) ………. 16 Gambar 10. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH (Vaya dan

Aviram, 2001 ) ……… 19

Gambar 11. Diagram alir proses penelitian pada sorgum ……… 28

Gambar 12. Diagram alir proses penelitian pada jewawut …………...… 29

Gambar 13. Diagram alir proses penelitian pada ketan hitam ………. 30 Gambar 14. Rerata rendemen akibat pengaruh perlakuan waktu penyosohan 50 Gambar 15. Rerata Kadar Fenol Total Ekstrak Sorgum, Jewawut dan Ketan

Hitam Akibat Pengaruh Perlakuan Waktu Penyosohan …………. 51 Gambar 16. Rerata Aktivitas Antioksidan Ekstrak Sorgum, Jewawut dan Ketan

Hitam Akibat Pengaruh Perlakuan Waktu Penyosohan ...……..… 56 Gambar 17. Grafik korelasi antara total fenol dengan aktivitas antioksidan

pada serealia ………... 60

Gambar 18. Proses perubahan struktur MTT menjadi kristal formazan (James et al, 1994) ……… 69 Gambar 19. Nilai indeks stimulasi (IS) sel limfosit berbagai ekstrak serealia

dengan kontrol dan mitogen ... 70 Gambar 20. Struktur β-1,3 glucan (Roubroeks et al,2001) ……… 74


(25)

v DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

Lampiran 1. Kurva Standar Analisa Fenol Total ……….……… 88

Lampiran 2. Kurva Standar Analisa Aktivitas Antioksidan …………...… 89

Lampiran 3. Kuesioner uji organoleptik ……….…...…… 90

Lampiran 4. Lembar Kerja Uji Organoleptik ……….... 93

Lampiran 5. Komposisi media RPMI-1640 ………..………... 99

Lampiran 6. Gambar peta sumur pada microplate ... 100 Lampiran 7. Data hasil analisis fenol total dan uji statistik ……… 101 Lampiran 8. Data hasil analisis aktivitas antioksidan dan uji statistik …..… 103 Lampiran 9. Data hasil analisis statistik uji organoleptik sorgum ..….…… 105 Lampiran 10. Data hasil analisis statistik uji organoleptik jewawut ………... 107 Lampiran 11. Data hasil analisis statistik uji organoleptik ketan hitam …… 109 Lampiran 12.. Data hasil analisis statistik uji proliferasi sel limfosit ………... 111


(26)

(27)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai jenis komoditas serealia tropikal sebagai sumber karbohidrat yang tumbuh di Indonesia sangat beragam jenisnya, tapi yang dibudidayakan secara intensif untuk memenuhi kebutuhan kalori penduduk Indonesia masih terbatas pada padi dan jagung. Hal tersebut akan menimbulkan resiko bagi ketahanan pangan, karena dari segi keseimbangan pangan, terutama keseimbangan karbohidrat, pola makan bangsa Indonesia dinilai kurang ideal akibat tingginya konsumsi beras sebagai satu-satunya sumber kalori.

Menyikapi permasalahan tersebut, pemerintah menerapkan program diversifikasi pangan yang dimulai tahun 1972, tetapi implementasinya masih belum menghasilkan perubahan pola makan yang diharapkan (Suarni, 2004)a. Diversifikasi pangan yang meliputi keragaman konsumsi sumber-sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral masih kurang optimal karena terbatasnya produksi komoditas pertanian pangan yang beragam. Berdasarkan fakta tersebut muncul suatu pemikiran untuk mencari sumber karbohidrat baru, yaitu serealia non beras. Budidaya, produksi dan teknologi serealia non beras masih sangat sedikit sehingga belum dapat mensubstitusi konsumsi beras penduduk Indonesia. Pengolahan serealia dinilai merupakan suatu langkah strategis dalam menyediakan bahan pangan baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku industri pangan lain.

Hubungan antara pangan dan kesehatan yang makin banyak diteliti dan terbukti sangat erat telah menstimulir munculnya produk-produk pangan fungsional. Serealia dan produk-produknya merupakan salah satu kelompok pangan yang banyak digunakan dan diproduksi sebagai pangan fungsional. Serealia seperti sorgum (Sorghum bicolor L), jewawut (Pennisetum glaucum) dan ketan hitam (Oryza sativa glutinosa) merupakan komoditi yang sangat potensial sebagai sumber karbohidrat, antioksidan, senyawa bioaktif dan serat yang penting bagi kesehatan (Rooney dan Serna, 2000). Sayangnya data manfaat kesehatan mengenai serealia tropikal Indonesia yang masih terbatas menyebabkan budidaya dan konsumsinya masih belum dapat dipromosikan secara intensif.


(28)

2

Penelitian yang mencakup pengolahan serelia lokal dan manfaat kesehatan serealia lain selain beras diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi, produksi dan budidaya serealia non beras seperti sorgum, jewawut dan ketan hitam. Serealia yang banyak mengandung karbohidrat jika diolah secara tepat dapat menghasilkan produk sumber karbohidrat yang mengandung zat-zat gizi lain seperti vitamin, mineral, serat dan antioksidan. Komponen serat dan antioksidan serealia telah mulai banyak dipublikasikan sebagai komponen yang berdampak positif terhadap kesehatan, misalnya “oatmeal” yang telah dikomersialisasikan secara besar-besaran sebagai imunomodulator dan anti aterosklerosis dan digunakan baik sebagai makanan langsung maupun sebagai bahan mentah untuk produk lain (Delaney et al, 2003).

Sorgum, jewawut dan ketan hitam mengandung komponen fenolik yang memiliki sifat antioksidan. Bahkan ekstrak berbagai jenis sorgum telah diteliti dapat menghambat pertumbuhan sel kanker kolon (Dykes and Rooney, 2006). Komponen-komponen fenolik serealia tersebut sering ditemukan terdapat pada bagian kulit ari serealia yaitu pada lapisan pericarp & testa (Dykes & Rooney, 2006). Lapisan tersebut biasanya terbuang pada proses penyosohan yang merupakan salah satu proses pengolahan paling mendasar pada serealia. Dengan menemukan cara penyosohan yang tepat, diharapkan kehilangan berbagai komponen bioaktif serealia yang memiliki berbagai sifat fungsional tersebut dapat diminimalisasi sehingga manfaat kesehatannya tetap dapat dinikmati oleh setiap masyarakat pengkonsumsinya.

1.2 Tujuan

Mempelajari pengaruh penyosohan pada komoditas serealia sorgum, jewawut dan ketan hitam serta memperoleh produk yang disukai panelis berdasarkan perbandingan air dan optimasi waktu pemasakan dari sorgum, jewawut dan ketan hitam. Selain itu diharapkan akan didapatkan data dan informasi ilmiah mengenai khasiat serealia sumber karbohidrat berupa aktivitas antioksidan dan aktivitas imunomodulatornya.

1.3 Hipotesa

Sorgum, jewawut dan ketan hitam sebagai serealia sumber karbohidrat diduga memiliki aktivitas antioksidan dan aktivitas imunomodulator melalui mekanisme peningkatan proliferasi sel limfosit pada manusia.


(29)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Serealia Tropikal Indonesia 2. 1. 1 Sorgum (Sorghum bicolor L)

Sorgum (Sorghum bicolor L) adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Sorghum termasuk dalam :

Kingdom : Plantae

Kelas : Monocotyledon

Keluarga : Graminae

Genus : Sorghum

Sumber : Suprapto & Mudjisihono, 1987 Biji sorgum berbentuk bulat lonjong dengan ukuran sekitar 4 x 2,5 x 3,5 mm. Biji sorgum mempunyai struktur yang hampir sama dengan serealia lainnya. Komponen utama biji sorgum adalah perikarp, testa, endosperm dan embrio (Suarni dan Singgih, 2002). Untuk lebih jelasnya struktur penampang melintang dari biji sorgum disajikan pada Gambar 1.


(30)

4

Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain seperti jagung dan gandum. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak alternatif. Biji sorgum memiliki kandungan karbohidrat tinggi dan sering digunakan sebagai bahan baku industri bir, pati, gula cair atau sirup, etanol, lem, cat, kertas dan industri lainnya. Tanaman sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama cantel, dan biasanya petani menanamnya secara tumpang sari dengan tanaman pangan lainnya (Nurmala, 1997).

Menurut Suarni (2004)a, sorgum termasuk famili Graminae dan merupakan tanaman musim panas meskipun beberapa varietasnya dapat beradaptasi dengan iklim setempat. Sorgum tumbuh secara efektif pada daerah tropis dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, suhu 23-300C, kelembaban udara 20-40 persen, curah hujan 375-425 mm/tahun, dan kisaran pH 5,5-8,5. Komposisi kimia dari biji sorgum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia biji sorgum

Bagian Biji Komposisi Kimia Biji Sorgum (%)

Pati Protein Lemak Abu Serat

Biji utuh 73,8 12,3 3,60 1,65 2,2

Endosperm 82,5 12,3 0,63 0,37 1,3

Kulit biji 34,6 6,7 4,90 2,02 8,6

Lembaga 9,8 13,4 18,9 10,36 2,6

Sumber : Hubbard et al, 1969

Pentosan adalah salah satu karbohidrat utama yang terdapat didalam perikarp dan lembaga dan berjumlah sebesar 2,6-10,2% dari bobot biji kering. Lembaga biji sorgum mengandung lebih dari 8% lemak biji (Hubbard et al, 1969). Fraksi protein yang ada di sorgum adalah albumin yang bersifat larut air, globulin yang larut pada garam, prolamin larut di alkohol dan glutelin yang bersifat larut basa. Albumin dan globulin terdapat di dalam lembaga dan lapisan aleuron. Asam


(31)

5

amino pada sorgum sangat bervariasi, tergantung pada lingkungan saat penanaman. Seperti halnya dengan serealia lainnya, kandungan asam amino lisin pada sorgum juga tergolong rendah (Rooney et al, 1980).

Sorgum mengandung berbagai senyawa bioaktif yang beberapa diantaranya adalah komponen fenolik, sterol tanaman dan polisakanol. Fenol membantu dalam pertahanan alami tanaman melawan hama dan penyakit, sedangkan sterol tanaman dan polisakanol merupakan komponen penting dari lilin dan minyak tanaman. Senyawa fenolik pada sorgum memiliki aktivitas antioksidan, sifat menurunkan kolestrol dan kegunaan lain untuk kesehatan. Fenol dalam sorgum dibagi menjadi dua kategori yaitu asam fenolat dan flavonoid. Asam fenolat merupakan turunan asam sinamat dan benzoat, sedangkan flavonoid meliputi tanin dan antosianin sebagai konstituen yang paling banyak diisolasi dari sorgum (Awika dan Rooney, 2004). Struktur asam fenolik dari sorgum dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu asam benzoat dan asam sinamat (Awika dan Rooney, 2004)

Antosianin merupakan salah satu kelas utama dari flavonoid yang paling banyak dipelajari dari sorgum (Awika dan Rooney, 2004). Awika et al (2004) melaporkan bahwa antosianin dari sorgum tidak seperti antosianin pada umumnya. Antosianin pada sorgum dinilai unik karena strukturnya tidak memiliki


(32)

6

3-deoksiantosianin. Keunikan tersebut menyebabkan antosianin pada sorgum lebih stabil pada pH tinggi dibanding antosianin yang diisolasi dari buah-buahan atau sayur-sayuran pada umumnya sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai pewarna alami makanan. Antosianin pada sorgum yang telah diidentifikasi adalah apigenidin dan luteolinidin (Wu dan Prior, 2005). Struktur apigenidin dan luteolinidin dapat dilihat pada Gambar 3.

R1 = H1R2 = H1R3 = H :apigenidin R1 = OH1R2 = H1R3 = H : luteolinidin

Gambar 3. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan luteolinidin (Awika dan Rooney, 2004)

Komponen flavonoid yang lain dari sorgum selain antosianin adalah senyawa tanin. Tanin adalah senyawa fenolik yang larut dalam air dengan berat molekul antara 500-3000. Senyawa tanin pada sorgum memiliki berbagai peranan, antara lain untuk melindungi biji dari predator burung, serangga, kapang (Fusaarium tapsinum dan Aspergillus flavus) serta dari cuaca (Waniska et al, 1989). Tanin dari sorgum menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi secara in vitro (Riedl dan Hagerman, 2001). Menurut Hagerman et al (1998), tanin dengan berat molekul tinggi memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan antioksidan alami lainnya. Hal tersebut berhubungan dengan banyaknya jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil yang dimiliki oleh tanin, dimana semakin banyak jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil akan semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Selain itu, penelitian dari Hagerman et al (1998) juga melaporkan bahwa tanin tidak dapat berperan sebagai prooksidan sehingga dinilai merupakan salah satu antioksidan yang potensial. Struktur tanin pada sorgum dapat dilihat pada Gambar 4.


(33)

7 Gambar 4. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum (Rooney dan

Serna, 2000)

Sorgum memiliki berbagai efek positif bagi kesehatan yang berkaitan erat dengan berbagai komponen bioaktif terutama senyawa fenolik yang dimilikinya (Dicko et al, 2005; Awika dan Rooney, 2004). Peranan sorgum dalam mencegah

cardiovascular disease (CVD) dilaporkan oleh Cho et al (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksan sorgum dapat menghambat pembentukan 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA (HMG-CoA) reduktase pada sel hati tikus. Penelitian dari Lee dan Pan (2003) juga melaporkan bahwa senyawa tanin sorgum dapat menghambat 63-97% oksidasi asam linoleat pada hemoglobin dibandingkan kedelai (13%) dan dedak padi (78%). Kemampuan sorgum dalam menurunkan kadar kolestrol darah juga dilaporkan oleh Rooney et al (1992) yang menyatakan bahwa dedak sorgum memiliki kemampuan menurunkan kadar kolestrol darah lebih baik dibanding gandum dan jagung.

Manfaat kesehatan sorgum lainnya adalah peranannya dalam membantu ketersediaan pangan bagi penderita diabetes militus dan obesitas yang dibuktikan oleh penelitian Awika dan Rooney (2004) yang menyatakan bahwa senyawa tanin pada sorgum menyebabkan sorgum dicerna lebih lambat dibanding serealia lain. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Suarni (2004)a yang menyatakan bahwa komponen protein dan pati pada sorgum lebih lambat dicerna daripada serealia lain sehingga komoditi ini dinilai potensial untuk diaplikasikan pada makanan penderita diabetes dan obesitas.


(34)

8

Menurut Muriu et al (2002), mekanisme yang terjadi disebabkan senyawa tanin yang terdapat pada sorgum akan menurunkan nilai nutrisi dari makanan yang dikonsumsi dengan cara berikatan dengan protein (Hagerman dan Butler, 1981) dan karbohidrat (Lizardo et al, 1995) membentuk suatu komplek yang sulit didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Mekanisme peranan sorgum dalam menghambat obesitas lainnya adalah kemampuan senyawa tanin pada sorgum untuk berikatan dengan enzim-enzim pencernaan seperti sukrase, amylase, tripsin, kimotripsin dan lipase (Al-Mamary et al, 2001; Lizardo et al, 1995).

Aktivitas anti mutagenik sorgum dibuktikan oleh penelitian Grimmer et al

(1992) yang menunjukkan bahwa senyawa tanin pada sorgum memiliki aktivitas anti mutagenik lebih tinggi dibanding senyawa tanin dengan berat molekul lebih rendah. Sebuah studi yang dilakukan oleh Turner et al (2006) melaporkan bahwa tanin dari dedak sorgum dapat mereduksi kanker kolon pada tikus percobaan, dimana studi dilakukan dengan cara pemberian diet berupa dedak sorgum hitam, selulosa dan sorgum putih. Aktivitas antikanker kolon terbaik didapat pada dedak sorgum hitam dimana hasil yang didapat diduga berkorelasi dengan adanya aktivitas antioksidan dari sorgum. Mekanisme anti kanker kolon dari sorgum memiliki hubungan erat dengan senyawa tanin pada sorgum. Mekanisme tersebut mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rios et al (2002) yang melaporkan bahwa senyawa tanin tidak terdegradasi setelah melewati saluran pencernaan pada manusia. Menurut Rios et al (2002), tanin baru akan terdegradasi oleh mikroflora yang terdapat di kolon menjadi asam fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan di dalam sistem pencernaan di kolon.

Produksi sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di pasar-pasar. Proses pengolahan sorgum di Indonesia masih sangat sederhana. Salah satu kendala adalah belum tersedianya mesin pemecah kulit yang baik untuk komoditi sorgum. Mesin pemecah yang ada belum dapat memecahkan kulit dari sorgum secara optimal (Mudjisihono et al, 1991). Beberapa varietas sorgum yang telah dikenal di Indonesia adalah Malang 26, Birdproof, Ketengu, Pretoria, Darsa dan Cempaka. Varietas-varietas yang


(35)

9

dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor diantaranya adalah varietas UPCA-S1, UPCA-S2, No.46, No.6c dan No. 7c (Mudjisihono et al, 1991). Menurut Suarni (2004)a, balai penelitian tanaman serealia Indonesia pada tahun 2001 telah melepas dua varietas sorgum unggul baru yaitu Kawali dan Numbu yang berasal dari India. Potensi hasil kedua varietas tersebut masing-masing 4,76 ton/ha dan 5,05 ton/ha dengan rata-rata hasil 3,0 ton/ha dan berumur 90 hari. Varietas Kawali dan Numbu memiliki tangkai yang kompak dan besar, tahan terhadap rebah, penyakit karat serta penyakit bercak daun. Kedua varietas ini ditanam di beberapa daerah antara lain di Demak dan Gunungkidul (Jawa tengah) serta daerah Bantul (Yogyakarta).

2. 1. 2 Jewawut (Pennisetum glaucum)

Jewawut atau millet adalah salah satu jenis serealia yang merupakan famili

Poaceae. Tiga jenis jewawut yang populer di Indonesia yaitu jenis brownstop,

pearl millet, dan jenis proso atau Italian millet. Menurut Olivieri dan Hauser (1997), pearl millet memiliki jumlah kromosom 14 pasang dengan potensi hasil 3,5 ton per hektar. Jenis pearl millet tersebut termasuk tanaman serealia ekonomi minor penting dari golongan tanaman semusim. Klasifikasi dari jewawut disajikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Kelas : Monocotyledon

Keluarga : Poaceae

Genus : Pennisetum

Sumber : Nurmala, 1997

Biji jewawut mudah dijumpai di kios maupun di pasar-pasar burung walaupun terkadang masih diimpor dari luar negeri (Widyaningsih dan Mutholib, 1999). Menurut Andoko (2001) biji jewawut sangat disukai burung pemakan biji dan paling sering diberikan oleh penangkar burung karena dipercayai dapat meningkatkan kualitas suaranya. Jumlah kebutuhan jewawut dari tahun ke tahun


(36)

10

terus meningkat seiring dengan semakin banyaknya penangkar burung lokal dan burung impor. Pada tahun 2007, permintaan jewawut di Indonesia bahkan mencapai angka 10000 ton/bulan (Suherman et al, 2006). Struktur dari biji jewawut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur biji jewawut (Anonymousa, 2008)

Biji jewawut biasa digunakan sebagai makanan manusia di berbagai negara Asia, Eropa bagian tenggara dan Afrika utara, biasanya diolah dengan cara dimasak dan dimakan seperti beras, baik utuh maupun dengan dihancurkan. Di Cina, jewawut dianggap sebagai suatu makanan yang bergizi dan sering direkomendasikan untuk wanita-wanita yang hamil dan orang tua. Sejak tahun 1990 jewawut juga telah digunakan di Cina untuk membuat keripik, jewawut gulung kering dan tepung untuk makanan bayi. Di Cina bagian utara, tepung jewawut menjadi bagian dari bahan makanan pokok untuk membuat adonan roti dan mi. Rusia dan Burma (Myanmar) menggunakan jewawut sebagai bahan untuk membuat cuka, bir dan alkohol (Dykes and Rooney, 2006). Menurut Suherman et al (2006), jewawut memiliki nilai nutrisi yang kompleks bahkan biji jewawut memiliki kandungan karbohidrat dan protein lebih baik dibanding beras. Komposisi kimia biji jewawut dapat dilihat pada Tabel 2.


(37)

11 Tabel 2. Komposisi kimia biji jewawut

Komponen Jewawut

Kadar air (%) Bahan kering (%) Kadar abu (%) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Ca (mg/100gr) P (mg/100gr) Mg (mg/100gr) Fe (mg/100gr) Zn (mg/100gr)

Vitamin A (mg/100gr) Vitamin C (mg/100gr)

12.51 87.49 3.86 11.38

2.53 5.64 19.80 50.00 12.10 7.80 3.60 0.023 26.40

Sumber : Nurmala, 1997

Senyawa antioksidan terdapat pada jewawut, antara lain senyawa flavonoid. Menurut Dykes dan Rooney (2006), flavonoid terbukti memiliki kemampuan dalam menangkal radikal bebas dengan baik. Salah satu jenis senyawa flavonoid yang terdapat pada jewawut adalah tanin yang terdapat pada bagian testa dari biji jewawut. Semakin gelap warna testa, akan semakin tinggi kandungan taninnya. Selain tanin, adanya senyawa flavonoid pada jewawut yang telah teridentifikasi diantaranya adalah orientin dan vitexin (Hilu et al, 1978), luteolin dan tricin (Watanabe, 1999) serta apigenin (Sartelet et al, 1996). Struktur flavonoid pada jewawut dapat dilihat pada Gambar 6.


(38)

12

Selain dapat digunakan sebagai sumber antioksidan potensial, jewawut juga memiliki aktivitas antimikroba. Aktivitas antimikroba dari jewawut dibuktikan oleh penelitian Viswanath et al (2009) yang melaporkan bahwa senyawa polifenol yang diekstrak dari lapisan kulit ari jewawut menggunakan metanol dan Hcl 1% selain dapat digunakan sebagai sumber antioksidan potensial, juga memiliki aktivitas antimikroba terhadap Bacillus cereus pada minimum inhibitory concentration (MIC) sebesar 30% dengan luas zona penghambatan sebesar 15 mm.

Peranan jewawut dalam mencegah cardiovascular disease (CVD) dilaporkan oleh Cho et al (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksan jewawut dapat menghambat pembentukan 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA (HMG-CoA) reduktase pada sel hati tikus. Manfaat kesehatan jewawut lainnya dilaporkan oleh Rooney et al (1992) yang menyatakan bahwa dedak jewawut memiliki kemampuan menurunkan kadar kolestrol lebih baik dibanding jagung dan gandum. Aktivitas antikarsinogenik dari jewawut juga dibuktikan oleh penelitian Rensburg (1981) yang melaporkan bahwa populasi masyarakat di Eropa yang mengkonsumsi jewawut memiliki resiko kanker esorphagus lebih rendah dibanding populasi masyarakat Eropa yang mengkonsumsi serealia seperti jagung dan gandum.

2. 1. 3 Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa)

Ketan hitam merupakan salah satu komoditi pertanian yang telah dikenal dan dibudidayakan secara luas di Indonesia. Komoditi pertanian ini dikenal di indonesia melalui berbagai bentuk olahannya seperti bubur ketan dan tape ketan. Berikut disajikan deskripsi dari beras ketan :

Kingdom : Plantae

Kelas : Monocotyledon

Keluarga : Graminae

Genus : Oryza sativa


(39)

13

Ketan secara visual dapat dibedakan dari beras biasa, yaitu butir patinya berwarna gelap dan lunak, sedangkan beras biasa butir patinya berwarna putih bening dan lebih keras. Struktur biji dari ketan hitam dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Struktur biji ketan hitam (Anonymousb, 2008)

Ketan memiliki nilai nutrisi yang lengkap dan tidak kalah dibandingkan beras, sehingga komoditi pertanian ini memang layak untuk dipromosikan secara intensif sebagai pangan alternatif untuk mendukung program diversifikasi karbohidrat. Komposisi kimia dari butir beras dan ketan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia butir beras dan ketan

Komponen Beras Biasa Beras Ketan

Ketan Hitam Ketan Putih

Energi (cal) Protein (gr/100 gr) Lemak (gr/100 gr) Karbohidrat (gr/100 gr) Kalsium (mg/100 gr) Fosfor (mg/100 gr) Besi (mg/100 gr)

Vitamin B1 (mg/100 gr) Air (%) 360,00 6,80 0,70 78,90 6,00 140,00 0,80 0,12 13,00 356,00 7,00 0,70 78,00 10,00 148,00 0,80 0,20 13,00 362,00 6,70 0,70 79,40 12,00 148,00 0,80 0,16 12,00


(40)

14

Pati merupakan karbohidrat utama pada ketan. Pati adalah homopolimer

glukosa dengan ikatan α-glikosida. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, dimana fraksi terlarut adalah amilosa sedangkan fraksi yang tidak larut adalah amilopektin. Secara kimia beras dan ketan dapat dibedakan dari komposisi amilosa dan amilopektinnya. Di dalam ketan kadar amilosanya hanya sekitar 1-2 persen, sedangkan didalam beras biasa berkisar antara 7-38 persen (Winarno, 1991). Komposisi pati pada ketan yang hampir semuanya terdiri dari amilopektin menyebabkan ketan mempunyai sifat lengket, tidak mengembang dalam pemasakan dan tidak banyak menyerap air serta tetap lunak setelah dingin (Darmadjati, 1983).

Protein sebagai penyusun terbesar kedua setelah pati mempunyai ukuran granula 0,5-5,0 µm terdiri dari 5% fraksi albumin, 10% globulin, 5% prolamin dan 80% glutelin. Fraksi protein yang paling dominan adalah glutelin, yang bersifat tidak larut air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan pengembangan butir pati selama pemanasan (Kadirantau, 2000). Sifat-sifat kimia dari ketan akan mempengaruhi sifat-sifat fisiknya. Sifat fisik beras dan ketan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan sifat-sifat fisik beras dan ketan

Sifat Fisik Beras Ketan

Suhu gelatinisasi (0C) Ukuran granula (nm) Densitas (dengan xilen) Viscositas gel (cp)

58 – 79 1,6 – 8,7 1,49 - 1,51 140 – 2200

58 – 78,5 1,9 – 8,1 1,48 – 1,50

64 – 1890

Sumber : Juliano, 1972

Suhu gelatinisasi adalah suhu saat granula pati mulai mengembang dalam air panas bersamaan dengan hilangnya bentuk kristal dari pati tersebut. Juliano (1972) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi ketan berkisar antara 58-78,50C. Suhu ini tidak berbeda jauh dengan suhu gelatinisasi beras biasa yaitu 58-790C. Konsistensi gel sebagai ukuran kecepatan relatif dari retrogradasi pada gel pati ketan mempunyai korelasi dengan suhu gelatinisasi, tetapi pada beras tidak menunjukkan adanya korelasi. Sifat konsistensi dan viscositas gel pati beras lebih besar dibanding ketan karena dipengaruhi oleh adanya kadar amilosa yang lebih tinggi. (Juliano, 1972).


(41)

15

Ketan hitam memiliki potensi sebagai pembawa antosianin yang merupakan salah satu senyawa fenolik. Misnawi et al (2003) menyatakan bahwa kedua senyawa ini diketahui mempunyai manfaat bagi kesehatan karena bersifat sebagai antioxidan yang dapat melindungi kolesterol darah dari serangan oxidasi oleh radikal bebas dan senyawa radikal lainnya yang dapat memicu aterosklerosis. Proses pembentukan komponen antosianin, struktur dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses pembentukan komponen antosianin, struktur dan turunannya (Nakajima et al, 2001)

Adanya senyawa antosianin pada ketan hitam telah dibuktikan oleh penelitian Aligitha (2007) yang mengisolasi senyawa antosianin dari ketan hitam dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol yang mengandung 1% asam


(42)

16

hidroklorida pekat dan isolat yang diperoleh merupakan antosianin terasilasi jenis sianidin 3-glikosida. Adanya senyawa antosianin pada ketan hitam juga dilaporkan oleh Ryu et al (1998) yang mengidentifikasi senyawa antosianin dari beberapa varietas ketan hitam menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan mendapatkan jenis antosianin pada ketan hitam adalah sianidin 3-glikosida dan peonidin 3-glikosida. Penelitian lainnya dilakukan oleh Hu et al (2003) yang yang mengisolasi senyawa antosianin ketan hitam menggunakan metode filtrasi gel dan mendapatkan turunan antosianin ketan hitam yaitu senyawa sianidin 3-glukosida dan peonidin 3-glukosida. Struktur antosianin pada ketan hitam dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Struktur antosianin ketan hitam (Ryu et al, 1998)

Menurut Hu et al (2003), pigmen antosianin yang terdapat pada ketan hitam dapat menekan resiko kerusakan oksidatif dari low density lipoprotein

(LDL) pada manusia. Selain itu Hu et al (2003) juga melaporkan bahwa pigmen antosianin pada ketan hitam dapat mereduksi pembentukan nitrit oksida dengan menekan aktivitas nitric oxide synthetase pada sel-sel makrofag dan secara signifikan mencegah kerusakan DNA yang disebabkan oleh ROS (Reactive Oxygen Species).


(43)

17 2. 2 Antioksidan

Secara umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas. Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah dibanding substrat yang dapat dioksidasi (Pokorny et al, 2008).

Antioksidan mempunyai arti perlawanan oksidasi. Pada saat radikal bebas menerima elektron dari antioksidan, maka senyawa ini tidak reaktif lagi dan tidak merusak sel akibat proses oksidasi telah terputus (Widyawati, 2002). Menurut Pokorny et al (2008), antioksidan sangat beragam jenisnya, berdasarkan sumbernya antioksidan digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik yang diperoleh dari sintesa reaksi kimia dan antioksidan alami. Antioksidan alami didalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan atau yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan kemakanan sebagai bahan tambahan pangan.

Menurut Pokorny et al (2008), golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin dan flavonol. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam fenolat, asam klorogenat dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini bersifat multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksidan. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua jenis tumbuhan, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap ekstrak tumbuhan. Kebanyakan golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan.


(44)

18

Menurut Gordon (1990), proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut ;

Inisiasi : RH

R• + H• (1)

Propagasi : R• + O2

ROO• (2)

: ROO• + RH

ROOH + R• (3)

Terminasi : ROO• + ROO• (4)

R• + ROO• R• + R•

Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan senyawa radikal yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3). Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi dengan membentuk kompleks radikal bebas (reaksi 4). Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil kemudian terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida, keton dan alkohol.

Tang (1991) menyatakan bahwa senyawa fenolik dapat mencegah terjadinya autooksidasi yang disebabkan radikal bebas karena termasuk golongan antioksidan. Peranan senyawa fenolik sebagai antioksidan berkaitan dengan peranannya sebagai donor atom hidrogen pada senyawa radikal. Menurut Fuhrman (2002), antioksidan akan bereaksi dengan senyawa radikal, terutama

radikal peroksi (ROO•), reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut ;

ROO• + AH2

ROOH + AH• (5)

AH• + AH•

A + AH2 (6)

Senyawa fenolik akan bertindak sebagai donor hidrogen (reaksi 5) atau akseptor radikal peroksi (reaksi 6) terhadap senyawa radikal. Setelah terjadi reaksi antara antioksidan fenolik dengan senyawa radikal, akan terbentuk radikal fenolik yang tidak cukup aktif untuk melakukan reaksi propagasi. Radikal fenolik ini pada umumnya akan diinaktivasi menggunakan radikal lainnya sehingga membentuk produk yang tidak aktif.


(45)

19

Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH. DPPH ( 2,2-dyphenyl-1-picrylhydrazil) merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalam larutan metanol yang berwarna ungu tua. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH (Vaya dan Aviram, 2001 )

Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan α, α-diphenyl-β -picrylhydrazine, melalui kemampuan antioksidan menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan yang semakin besar pula (Benabadji et al, 2004).

2. 3 Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem yang merupakan interaksi kompleks dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk kedalam tubuh. Respon imun menjalankan tiga fungsi yaitu fungsi pertahanan yang bertujuan melawan invasi mikroorganisme dan senyawa asing lainnya. Fungsi hemostasis untuk mempertahankan diri dari jenis sel tertentu dan memusnahkan sel-sel yang rusak. Fungsi lainnya adalah fungsi pengawasan yang bertujuan memonitor jenis sel yang abnormal atau sel mutan (Belanti, 1993).


(46)

20

Respon imunologik terdiri dari respon imun spesifik dan non spesifik. Respon imun non spesifik merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan mikroorganisme secara langsung, walaupun tubuh sebenarnya belum pernah terpapar zat asing tersebut. Sistem tersebut disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap antigen tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Komponen-komponen sistem imun non spesifik dapat dibagi menjadi pertahanan fisik, mekanik serta pertahanan biokimiawi (Baratawidjaya, 1991). Menurut Parslow dan Bainton (1997), respon imun spesifik timbul sebagai reaksi terhadap serangan mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui fagositosis oleh neutrofil dan monosit (makrofag), barier kimia melalui sekresi internal dan eksternal (lisozim dalam jaringan mucus, air mata, laktoperoksidase dalam saliva) serta protein darah (interferon, sistem kinin, komplemen) serta sel natural killer

(NK).

Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada. Secara fungsional antigen dapat dibagi menjadi imunogen dan hapten (Garvey et al, 1977). Menurut Baratawidjaya (1991), imunogen adalah bahan yang dapat menimbulkan respon imun, sedangkan hapten adalah molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada secara langsung, tetapi tidak dapat merangsang pembentukan antibodi secara langsung. Respon imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Respon imun spesifik meliputi respon imun seluler dan humoral. Leukosit khususnya limfosit berperan penting dalam respon imun spesifik. Respon imun seluler memberikan pertahanan terhadap mikroorganisme intra dan ekstraseluler melalui sekresi limfokin seperti interferon (IFN) dan interleukin (IL), sedangkan respon imun humoral memberi pertahanan melalui produksi antibodi terhadap antigen spesifik (Roitt, 1991).

Menurut Collegate (1993), beberapa golongan senyawa yang dapat berperan sebagai imunomodulator adalah golongan karbohidrat, terpen, steroid, flavonoid, glikoprotein, alkaloid dan beberapa senyawa organik lain yang mengandung nitrogen. Tingkat imunitas dari setiap individu dalam menentang infeksi ataupun merespon adanya antigen akan berbeda-beda (Roitt, 1991). Menurut Bellanti (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi sistem imunitas antara lain adalah faktor genetis, umur, kondisi metabolik, anatomi tubuh, status gizi, fisiologi tubuh dan sifat dari benda asing yang masuk ke dalam tubuh.


(47)

21 2. 4 Sel Limfosit

Limfosit adalah sel darah putih atau leukosit yang berbentuk bulat dengan diameter 7-15 µm. Sel limfosit selain terdapat di dalam darah perifer, terdapat juga pada organ limfoid seperti limfa, kelenjar limfe dan thymus. Limfosit manusia berjumlah sekitar 30% dari persentase normal sel darah putih (Kuby, 1992). Tizard (1988) menyatakan bahwa sel limfosit memiliki fungsi yang kompleks dengan fungsi utama adalah memproduksi antibodi atau sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang terikat oleh makrofag. Menurut Kuby (1992), sel limfosit mampu menghasilkan respon imun spesifik terhadap berbagai jenis antigen yang berbeda. Sel limfosit merupakan sel kunci dalam proses respon imun spesifik, sel limfosit dapat mengenali antigen melalui reseptor antigen dan mampu membedakannya dari komponen tubuhnya sendiri.

Sel limfosit dibentuk didalam sumsum tulang belakang. Sel limfosit berdiferensiasi menjadi sel limfosit T dan B yang keduanya berperan dalam respon imun spesifik untuk mengenali antigen melalui reseptor antigen. Limfosit T dibentuk didalam sumsum tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi didalam kelenjar timus, dimana sel limfosit B berbeda dengan sel limfosit T yang terdiri atas beberapa subset dengan beberapa fungsi yang berlainan (Bellanti, 1993). Menurut Roitt (1991), populasi sel limfosit memiliki reseptor antigen yang beragam, namun setiap sel limfosit hanya dapat mengenali satu jenis antigen, sehingga dalam proses respon imun, sel limfosit saling bekerjasama untuk mengeliminasi beragam antigen yang masuk ke dalam tubuh.

2. 4. 1 Sel Limfosit T

Menurut Roitt (1991), sel limfosit T merupakan 65-85 % dari semua limfosit dalam sirkulasi. Dibawah mikroskop, morfologi sel T tidak dapat dibedakan dengan sel B. Limfosit T berasal dari sel hematopoetik sumsum tulang, sel ini kemudian pindah ke thymus dan menjadi dewasa. Di organ thymus, sel T sangat cepat membelah diri. Pada proses pendewasaannya sel ini mengalami diferensiasi menjadi sel Thelper (Th), T supressor (Ts) dan sel T cytotoxic (Tc).

Sel limfosit berproliferasi menjadi sel limfosit T memori dan berbagai sel efektor yang mensekresi berbagai limfokin yang dapat berperan sebagai mediator dalam sistem imunitas. Limfokin ini berpengaruh pada aktivasi sel B, sel Tc, sel


(48)

22

NK dan sel lain yang terlibat dalam respon imun. Limfosit T berperan penting dalam imunitas seluler dengan cara merespon benda asing melalui reseptor permukaan secara langsung. Setelah interaksi antara benda asing dengan sel limfosit T, terjadi suatu seri peristiwa morfologik, biologik dan biokimia dimana sel dapat berfungsi secara langsung melalui pelepasan produk limfokin (Bellanti, 1993).

2. 4. 2 Sel Limfosit B

Sel limfosit B adalah sel yang dapat membentuk immunoglobulin (Ig) dan merupakan 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi darah. Sel limfosit B bisa menjadi satu sel besar dengan metabolisme aktif, menjadi sel blast atau limfoblast dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Sel B berperan dalam reaksi imun humoral dan akan berproliferasi dengan adanya antigen. Adanya antigen akan merangsang sel limfosit B membentuk sel plasma yang dapat mensekresi antibodi, selain itu, sel limfosit B juga dapat berdiferensiasi membentuk sel memori (Baratawidjaya, 1994).

Sel limfosit B perawan yang terangsang oleh antigen, dengan bantuan sel Th (sel T helper), akan mengalami proses perkembangan melalui 2 jalur, yaitu berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk immunoglobulin dan membelah lalu kembali beristirahat sebagai sel limfosit B memori. Bila sel limfosit B memori terstimulasi dengan antigen yang sama, maka akan mengalami proliferasi lebih cepat membentuk sel plasma untuk membentuk antibodi spesifik. Satu sel plasma dapat mensekresi beribu-ribu molekul antibodi setiap detik. Sel limfosit B yang teraktivasi di dalam darah mengalami serangkaian proses

pembelahan dan diferensiasi sel setiap 24 jam selama periode 5 hari (Albert et al., 1994).

2. 5 Peranan Senyawa Fenolik dalam Stimulasi Aktivitas Imunomodulator

Senyawa fenolik merupakan salah satu komponen bioaktif yang dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi topik penelitian penting karena dapat memberikan fungsi-fungsi fisiologis yang berkaitan dengan pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Senyawa fenolik meliputi fenol sederhana, asam fenolat, turunan asam hidroksinamat dan flavonoid. Senyawa fenol terdiri dari monofenol,


(49)

23

difenol dan trienol. Turunan asam hidroksinamat berasal dari p-koumarin, asam kafeat dan ferulat, sedangkan flavonoid terdiri dari katekin, prantosianidin, antosianidin, flavon, flavonol dan glikosidanya (Ho et al, 1991).

Fungsi senyawa fenolik sebagai antioksidan berhubungan dengan proses perlindungan membran sel limfosit dari oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Fungsi lainnya adalah menstimulasi proliferasi sel limfosit karena dapat memicu pembentukan interleukin (IL). Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, senyawa fenolik dapat menyebabkan kematian sel karena kemampuannya untuk berikatan dengan protein membran. Protein yang berikatan akan berubah fungsi dan menyebabkan kerusakan membran (Tang, 1991).

Flavonoid adalah komponen regular dari diet, terdapat juga pada buah dan sayuran. Flavonoid bersifat non toksik, inert atau semi essensial untuk kesehatan (Middleton dan Kandaswarni, 1993). Penelitian untuk melihat aktivitas imunomodulator dari senyawa fenol telah banyak dilakukan. Menurut Rizzi et al

(1993), senyawa flavonoid, triterpen atau alkaloid pada tanaman kumis kucing (Uncaria tomentosa) memiliki aktivitas imunostimulan. Senyawa triterpenoid yang termasuk senyawa fenol dari akar licorice yaitu glycyrrhizin dapat menginduksi aktivitas interferon dan meningkatkan aktivitas sel NK (Abe et al, 1992).

2. 6 Proliferasi Sel Limfosit

Limfosit merupakan sel tunggal yang bertahan baik saat dikultur dalam media sintetik lengkap. Sel limfosit sesuai dengan peranannya dapat berproliferasi. Proses proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar pada sel limfosit, meliputi proses diferensiasi dan pembelahan sel. Aktivitas proliferasi sel limfosit merupakan parameter yang dapat digunakan untuk mengukur status imunitas karena proliferasi menunjukkan kemampuan dasar dari sistem imun (Roitt, 1991).

Uji proliferasi limfosit dapat dilakukan melalui pengukuran kemampuan sel limfosit yang ditumbuhkan dalam kultur sel jangka pendek yang mengalami proliferasi klonal ketika dirangsang secara in vitro oleh antigen atau mitogen (Rosse et al, 1994). Menurut Kresno (1991), respon sel limfosit terhadap mitogen


(1)

109 Lampiran 10. Data hasil analisis statistik uji organoleptik jewawut

One-way ANOVA: Rasa Jewawut versus Perlakuan Source DF SS MS F P Perlakuan 8 19.07 2.38 0.34 0.949 Error 171 1200.00 7.02

Total 179 1219.07

S = 2.649 R-Sq = 1.56% R-Sq(adj) = 0.00%

Perlakuan Kesukaan Rasa

J5 5.725 A

J4 5.865 A

J3 6.095 A

J2 6.123 A

J7 6.215 A

J7 6.343 A

J6 6.455 A

J1 6.643 A

Oatmeal 6.783 A

One-way ANOVA: Warna Jewawut versus Perlakuan Source DF SS MS F P Perlakuan 8 88.38 11.05 1.78 0.084 Error 171 1061.22 6.21

Total 179 1149.60

S = 2.491 R-Sq = 7.69% R-Sq(adj) = 3.37%

Perlakuan Kesukaan Warna

Oatmeal 7.277 B

J4 8.630 A

J3 8.857 A

J2 9.115 A

J6 9.190 A

J8 9.445 A

J5 9.570 A

J6 9.600 A


(2)

110 One-way ANOVA: Aroma Jewawut versus Perlakuan

Source DF SS MS F P Perlakuan 8 44.32 5.54 1.04 0.408 Error 171 911.03 5.33

Total 179 955.35

S = 2.308 R-Sq = 4.64% R-Sq(adj) = 0.18%

Perlakuan Kesukaan Aroma

J2 6.068 B

J6 6.295 B

J1 6.315 B

J4 6.330 B

J3 6.448 B

J5 6.505 B

J7 6.595 A B

J8 6.808 A B

Oatmeal 7.870 A

One-way ANOVA: Tekstur Jewawut versus Perlakuan Source DF SS MS F P Perlakuan 8 74.91 9.36 1.20 0.300 Error 171 1331.39 7.79

Total 179 1406.30

S = 2.790 R-Sq = 5.33% R-Sq(adj) = 0.90%

Perlakuan Kesukaan Tekstur

J4 5.298 C

J3 5.775 B C

J2 6.475 A B C

Oatmeal 6.492 A B C

J1 6.635 A B

J8 7.040 A B

J5 7.098 A B

J7 7.243 A


(3)

111 Lampiran 11. Data hasil analisis statistik uji organoleptik ketan hitam

One-way ANOVA: Rasa Ketan Hitam versus Perlakuan Source DF SS MS F P Perlakuan 8 12.42 1.55 0.32 0.959 Error 171 838.71 4.90

Total 179 851.13

S = 2.215 R-Sq = 1.46% R-Sq(adj) = 0.00%

Perlakuan Kesukaan Rasa

K3 4.015 A

K4 4.235 A

K8 4.280 A

K6 4.325 A

K7 4.395 A

K5 4.410 A

K2 4.415 A

K1 4.805 A

Oatmeal 4.915 A

One-way ANOVA: Warna Ketan Hitam versus Perlakuan Source DF SS MS F P Perlakuan 8 127.86 15.98 3.24 0.002 Error 171 844.50 4.94

Total 179 972.37

S = 2.222 R-Sq = 13.15% R-Sq(adj) = 9.09%

Perlakuan Kesukaan Warna

K6 4.740 B

K5 4.845 B

K8 4.875 B

K7 5.190 B

K1 5.525 B

K2 5.770 B

K3 5.915 B

K4 5.995 B


(4)

112 One-way ANOVA: Aroma Ketan Hitam versus Perlakuan

Source DF SS MS F P Perlakuan 8 171.37 21.42 4.63 0.000 Error 171 790.91 4.63

Total 179 962.28

S = 2.151 R-Sq = 17.81% R-Sq(adj) = 13.96%

Perlakuan Kesukaan Aroma

K5 4.360 B

K7 4.465 B

K6 4.555 B

K8 4.735 B

K3 4.945 B

K4 4.950 B

K2 5.405 B

K1 5.470 B

Oatmeal 7.740 A

One-way ANOVA: Tekstur Ketan Hitam versus Perlakuan Source DF SS MS F P Perlakuan 8 24.77 3.10 0.48 0.872 Error 171 1111.45 6.50

Total 179 1136.22

S = 2.549 R-Sq = 2.18% R-Sq(adj) = 0.00%

Perlakuan Kesukaan Tekstur

K6 5.305 A

K7 5.310 A

K5 5.400 A

K8 5.555 A

K3 5.710 A

Oatmel 5.735 A

K2 6.030 A

K4 6.195 A


(5)

113 Lampiran 12. Data hasil analisis statistik uji proliferasi sel limfosit

Absorbansi Indeks stimulasi Jenis serealia

Jenis serealia

Pelarut Ketan Hitam Sorgum jewawut Pelarut Ketan Hitam Sorgum jewawut Aseton 0.859 0.925 0.933 Aseton 1.224 1.318 1.329 1.045 0.992 0.898 1.489 1.413 1.279 1.096 0.944 0.944 1.561 1.345 1.345 Rata2 1.000 0.954 0.925 Rata2 1.425 1.358 1.318 Air 1.001 3.777 1.109 Air 1.426 5.380 1.580 1.133 3.759 3.016 1.614 5.355 4.296 1.332 3.711 1.381 1.897 5.286 1.967 Rata2 1.155 3.749 1.835 Rata2 1.646 5.340 2.614

Blanko 0.640 Blanko 0.912

0.721 1.027

0.745 1.061

Rata2 0.702 Rata2 1.000

LPS 1.022 LPS 1.456

0.840 1.197

0.878 1.251

Rata2 0.913 Rata2 1.301

PWT 0.869 PWT 1.238

0.765 1.090

0.683 0.973

Rata2 0.772 Rata2 1.100

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Sereal 5 10.62 2.12 8.21 0.0019 Pel 3 15.89 5.30 20.47 <.0001 Sereal*Pel 6 12.23 2.04 7.88 0.0018

Tukey Grouping Mean N Sereal A 3.3495 6 S B 1.9660 6 J B 1.5352 6 K

Tukey Grouping Mean N Pel A 3.2001 9 A B 1.3670 9 C


(6)

114 Tukey Grouping Mean N inter

A 5.3403 3 S_A B 2.6143 3 J_A C B 1.6457 3 K_A C B 1.4247 3 K_C C B 1.3587 3 S_C C B 1.3177 3 J_C C B 1.3013 3 LPS_0 C 1.1003 3 PKW_0 C 1.0000 3 Kontrol_0

Source DF Type I SS F Value Pr > F

JS 5 0.70565416 0.14113083 2.56 0.0642

Pel 1 1.34086688 1.34086688 24.33 0.0001

JS*Pel 2 0.22315159 0.11157580 2.02 0.1610

Pengaruh Jenis Serealia

LSD Grouping Mean N JS

A 1.5567 6 Sorgum

A 1.4611 3 Kontrol LPS

B A 1.3513 3 Kontrol Con A

B A 1.3337 6 Jewawut

B A 1.2649 6 Ketan

B 1.0000 3 Kontrol std

Pengaruh Pelarut

LSD Grouping Mean N Pel

A 1.6580 9 Air

B A 1.4611 3 LPS

B A C 1.3513 3 ConA

B C 1.1121 9 Aseton

C 1.0000 3 Kontrol std

Interaksi

LSD Grouping Mean N Inter

A 1.9851 3 S_A

B 1.5502 3 J_A

C B 1.4611 3 Kn+_LPS

C B D 1.4387 3 K_A

C B D 1.3513 3 Kn+_ConA

C B D 1.1282 3 S_C

C B D 1.1171 3 J_C

C D 1.0911 3 K_C