52
yang dominan terdeteksi pada sorgum adalah senyawa golongan tanin yang biasa terdapat  pada  tanaman  jenis  serealia.  Awika  2003  menyatakan  bahwa  sorgum
mengandung  berbagai  komponen  bioaktif  yang  salah  satunya  adalah  senyawa fenolik  yang biasanya berperan dalam pertahanan alami  tanaman melawan hama
dan penyakit. Ditambahkan oleh Awika dan Rooney 2004 yang mengemukakan bahwa  jenis  komponen  fenolik  yang  terdapat  pada  biji  sorgum  terdiri  dari  asam
fenolik, flavonoid dan tanin. Menurut Mudjisihono 1990, diantara bahan pangan jenis serealia, sorgum memiliki kandungan tanin tertinggi, dari 24 varietas sorgum
kandungan tanin berkisar dari 0,05-3,67 katekin ekivalen. Analisis  anova  pada  Lampiran  9  menunjukan  adanya  pengaruh  waktu
penyosohan terhadap kandungan fenol total sorgum. Uji lanjut BNT menunjukkan semua  perlakuan  waktu  sosoh  memiiki  fenol  total  yang  berbeda  nyata  pada
α=0,05 dengan sorgum tanpa sosoh. Kandungan fenol total terendah adalah pada perlakuan  waktu  penyosohan  100  detik,  dimana  nilainya  tidak  berbeda  nyata
dengan waktu  penyosohan 60 detik, sedangkan fenol  total  tertinggi  pada  sorgum sosoh  adalah  pada  waktu  penyosohan  20  detik  Gambar  15.  Berdasarkan  hasil
tersebut  dapat  dikatakan  bahwa  semakin  lama  waktu  penyosohan  akan menyebabkan  penurunan  kandungan  fenol  total  pada  sorgum.  Sorgum  diduga
memiliki  komponen  fenolik  yang  mayoritas  merupakan  senyawa  tanin  yang sebagian  besar  berada  pada  lapisan  testa  dari  biji  sorgum  Earp  et  al,  2004.
Berdasarkan  hasil  tersebut  diduga  bahwa  komponen  fenolik  seperti  tanin  yang dominan  terdeteksi  pada  ekstrak  sorgum  berada  pada  bagian  kulit  luar  dari
serealia  yaitu  pada  lapisan  testa  yang  terkikis  pada  proses  penyosohan.  Menurut Rooney  et  al  1980  kandungan  senyawa  fenolik  golongan  tanin  yang  terdapat
pada lapisan testa dan perikarp biji  sorgum  kadarnya cukup tinggi  yaitu  berkisar antara  3,6-5,4.  Adanya  senyawa  tanin  pada  biji  sorgum  juga  dilaporkan  oleh
Awika et al 2003 yang menyatakan bahwa senyawa polifenol yang terdapat pada bagian testa dari biji sorgum terdiri dari antosianidin, leukoantosianidin dan tanin.
Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total pada sorgum adalah  20  dan  100  detik.  Hal  tersebut  berdasarkan  pada  kandungan  fenol  total
tertinggi sorgum setelah penyosohan adalah 20 detik, sedangkan kandungan fenol total  sorgum  terendah  adalah  pada  waktu  sosoh  100  detik  yang  tidak  berbeda
nyata dengan 60 detik.
53
b. Jewawut
Hasil analisis fenol total menunjukkan bahwa jewawut non sosoh memiliki kandungan  fenol  total  sebesar  5.12  mg  TAEg  biji,  sedangkan  setelah  diberi
perlakuan penyosohan kisaran fenol total menjadi 3.51 hingga 1.56 mg TAEg biji Gambar 15. Kandungan fenol total jewawut non sosoh tersebut lebih tinggi bila
dibandingkan kadar fenol total rye, barley, dan gandum hasil penelitian Ragaee et al  2006,  yaitu  berurutan  1.026,  0.879,  dan  0.562  mg  TAEg  biji.  Senyawa
fenolik  yang  dominan  terdeteksi  pada  jewawut  adalah  senyawa  golongan  tanin yang biasa terdapat pada tanaman jenis serealia. Sesuai dengan yang dikemukakan
oleh  Rooney  et  al  1980  bahwa  beberapa  bahan  makanan  yang  mengandung condensed  tanin  antara  lain  adalah  biji  sorgum,  jewawut,  lobak,  fava  bean  dan
beberapa  biji-bijian  lain  yang  mengandung  minyak.  Pernyataan  tersebut dipertegas oleh Rooney dan Serna 2000 yang melaporkan bahwa pada jewawut
terdapat senyawa tanin yang merupakan golongan senyawa fenolik. Analisis anova pada  Lampiran 9 menunjukan adanya pengaruh perlakuan
waktu  penyosohan  terhadap  kandungan  fenol  total  jewawut.  Uji  lanjut  BNT menunjukkan  semua  perlakuan  waktu  sosoh  memiiki  fenol  total  yang  berbeda
nyata  pada α=0,05  dengan  sorgum  non  sosoh.  Kandungan  fenol  total  terendah
adalah  pada  perlakuan  waktu  penyosohan  300  detik,  dimana  nilainya  tidak berbeda  nyata  dengan  waktu  penyosohan  200  detik,  sedangkan  fenol  total
tertinggi  pada jewawut sosoh  adalah pada waktu  penyosohan 100 detik Gambar 15.  Berdasarkan  hasil  tersebut  dapat  dikatakan  bahwa  semakin  lama  waktu
penyosohan  akan  menyebabkan  penurunan  kandungan  fenol  total  pada  jewawut. Dari  data  tersebut  dapat  diketahui  bahwa  komponen  fenolik  seperti  tanin  yang
dominan terdeteksi pada ekstrak jewawut juga berada pada bagian kulit luar dari jewawut  yaitu  pada  lapisan  testanya  yang  terkikis  pada  proses  penyosohan.  Hal
tersebut  dipertegas  oleh  Dykes  dan  Rooney  2006  yang  melaporkan  adanya senyawa flavonoid dan tanin pada jewawut, dimana senyawa tanin dan flavonoid
tersebut berada pada bagian testa dari biji jewawut utuh. Senyawa flavonoid pada jewawut yang telah teridentifikasi diantaranya adalah orientin dan vitexin Hilu et
al,  1978,  luteolin  dan  tricin  Watanabe,  1999  serta  apigenin  Sartelet  et  al, 1996.
54
Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total pada jewawut adalah  100  dan  300  detik.  Hal  tersebut  berdasarkan  pada  kandungan  fenol  total
tertinggi  jewawut  setelah  penyosohan  adalah  100  detik,  sedangkan  kandungan fenol  total  jewawut  terendah  adalah  pada  waktu  sosoh  300  detik  yang  tidak
berbeda nyata dengan 200 detik.
c. Ketan Hitam
Hasil  analisis  fenol  total  menunjukkan  bahwa  ketan  hitam  non  sosoh memiliki  kandungan  fenol  total  sebesar  20.46  mg  TAEg  biji,  sedangkan  setelah
diberi  perlakuan  penyosohan  kisaran  fenol  total  menjadi  14.63  hingga  16.12  mg TAEg  biji  Gambar  15.  Kandungan  fenol  total  ketan  hitam  non  sosoh  tersebut
lebih tinggi bila dibandingkan fenol total rye, barley, dan gandum hasil penelitian Ragaee  et  al  2006,  yaitu  berurutan  1.026,  0.879,  dan  0.562  mg  TAEg  biji.
Berbeda  dari  sorgum  dan  jewawut,  untuk  ketan  hitam  komponen  fenolik  yang dominan terdeteksi adalah senyawa  antosianin.  Adanya senyawa  antosianin  pada
ketan  hitam  dibuktikan  oleh  penelitian  dari  Aligitha  2007  yang  melakukan isolasi  antosianin  dari  ketan  hitam  dengan  cara  ekstraksi  secara  maserasi
menggunakan pelarut metanol yang mengandung 1 asam hidroklorida pekat dan mendapatkan  bahwa  isolat  yang  diperoleh  dari  hasil  ekstraksi  pada  ketan  hitam
merupakan antosianin terasilasi jenis sianidin 3 – glikosida.
Analisis  anova  pada  Lampiran  9  menunjukan  adanya  pengaruh  waktu penyosohan  terhadap  kandungan  fenol  total  ketan  hitam.  Uji  lanjut  BNT
menunjukkan  semua  perlakuan  waktu  sosoh  memiiki  fenol  total  yang  berbeda nyata  pada  α=0,05  dengan  ketan  hitam  tanpa  sosoh.  Kandungan  fenol  total
terendah adalah pada perlakuan waktu penyosohan 25 detik, dimana nilainya tidak berbeda nyata dengan waktu penyosohan 15 detik, sedangkan fenol total tertinggi
pada  ketan  hitam  sosoh  adalah  pada  waktu  penyosohan  5  detik  Gambar  15. Fenomena  yang  didapat  tidak  jauh  berbeda  dengan  sorgum  dan  jewawut  yaitu
proses  penyosohan  pada  ketan  hitam  akan  menyebabkan  penurunan  nilai  fenol total  dari  ekstrak  aseton  ketan  hitam  secara  nyata,  dimana  semakin  tinggi
intensitas  waktu  penyosohan  yang  dilakukan  pada  ketan  hitam,  semakin  rendah nilai  fenol  total  dari  ekstak  ketan  hitam.  Data  tersebut  menunjukkan  bahwa