54
Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total pada jewawut adalah  100  dan  300  detik.  Hal  tersebut  berdasarkan  pada  kandungan  fenol  total
tertinggi  jewawut  setelah  penyosohan  adalah  100  detik,  sedangkan  kandungan fenol  total  jewawut  terendah  adalah  pada  waktu  sosoh  300  detik  yang  tidak
berbeda nyata dengan 200 detik.
c. Ketan Hitam
Hasil  analisis  fenol  total  menunjukkan  bahwa  ketan  hitam  non  sosoh memiliki  kandungan  fenol  total  sebesar  20.46  mg  TAEg  biji,  sedangkan  setelah
diberi  perlakuan  penyosohan  kisaran  fenol  total  menjadi  14.63  hingga  16.12  mg TAEg  biji  Gambar  15.  Kandungan  fenol  total  ketan  hitam  non  sosoh  tersebut
lebih tinggi bila dibandingkan fenol total rye, barley, dan gandum hasil penelitian Ragaee  et  al  2006,  yaitu  berurutan  1.026,  0.879,  dan  0.562  mg  TAEg  biji.
Berbeda  dari  sorgum  dan  jewawut,  untuk  ketan  hitam  komponen  fenolik  yang dominan terdeteksi adalah senyawa  antosianin.  Adanya senyawa  antosianin  pada
ketan  hitam  dibuktikan  oleh  penelitian  dari  Aligitha  2007  yang  melakukan isolasi  antosianin  dari  ketan  hitam  dengan  cara  ekstraksi  secara  maserasi
menggunakan pelarut metanol yang mengandung 1 asam hidroklorida pekat dan mendapatkan  bahwa  isolat  yang  diperoleh  dari  hasil  ekstraksi  pada  ketan  hitam
merupakan antosianin terasilasi jenis sianidin 3 – glikosida.
Analisis  anova  pada  Lampiran  9  menunjukan  adanya  pengaruh  waktu penyosohan  terhadap  kandungan  fenol  total  ketan  hitam.  Uji  lanjut  BNT
menunjukkan  semua  perlakuan  waktu  sosoh  memiiki  fenol  total  yang  berbeda nyata  pada  α=0,05  dengan  ketan  hitam  tanpa  sosoh.  Kandungan  fenol  total
terendah adalah pada perlakuan waktu penyosohan 25 detik, dimana nilainya tidak berbeda nyata dengan waktu penyosohan 15 detik, sedangkan fenol total tertinggi
pada  ketan  hitam  sosoh  adalah  pada  waktu  penyosohan  5  detik  Gambar  15. Fenomena  yang  didapat  tidak  jauh  berbeda  dengan  sorgum  dan  jewawut  yaitu
proses  penyosohan  pada  ketan  hitam  akan  menyebabkan  penurunan  nilai  fenol total  dari  ekstrak  aseton  ketan  hitam  secara  nyata,  dimana  semakin  tinggi
intensitas  waktu  penyosohan  yang  dilakukan  pada  ketan  hitam,  semakin  rendah nilai  fenol  total  dari  ekstak  ketan  hitam.  Data  tersebut  menunjukkan  bahwa
55
komponen  fenolik  golongan  antosianin  yang  dominan  terdeteksi  pada  ekstrak ketan  hitam  berada  pada  bagian  kulit  luar  dari  ketan  hitam  yaitu  pada  lapisan
aleuronnya yang terkikis pada proses penyosohan. Adanya antosianin pada lapisan aleuron  ketan  hitam  dibuktikan  oleh  penelitian  dari  Hanum  2000  yang
melakukan  isolasi  senyawa  antosianin  dari  bekatul  ketan  hitam  menggunakan metode  HPLC  dengan  pelarut  metanol  dan  mendapatkan  dua  komponen
antosianin pada ketan hitam yang teridentifikasi sebagai apigenidin dan apigenin. Adanya  senyawa  antosianin  pada  ketan  hitam  juga  dilaporkan  oleh  Ryu  et  al
1998  yang  mengidentifikasi  senyawa  antosianin  dari  beberapa  varietas  ketan hitam menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography HPLC
dan  mendapatkan  jenis  antosianin  pada  ketan  hitam  adalah  sianidin  3-glukosida dan peonidin 3-glikosida.
Dua  waktu  sosoh  terpilih  berdasarkan  kandungan  fenol  total  pada  ketan hitam adalah 5 dan 25 detik. Hal tersebut berdasarkan pada kandungan fenol total
tertinggi  ketan  hitam  setelah  penyosohan  adalah  5  detik,  sedangkan  kandungan fenol  total  ketan  hitam  terendah  adalah  pada  waktu  sosoh  25  detik  yang  tidak
berbeda nyata dengan 15 detik.
4. 1.4  Pengaruh Penyosohan Terhadap Aktivitas Antioksidan
Antioksidan  didefinisikan  sebagai  inhibitor  yang  bekerja  menghambat oksidasi  dengan  cara  bereaksi  dengan  radikal  bebas  reaktif  membentuk  radikal
bebas  tak  reaktif  yang  relatif  stabil  Pokorny  et  al,  2008.  Pengukuran  aktivitas antioksidan  pada  penelitian  ini  juga  dimaksudkan  untuk  menentukan  2  buah
waktu  penyosohan  dari  masing-masing  serealia  untuk  proses  pemasakan  dan pengujian secara organoleptik. Asam askorbat digunakan sebagai standar dimana
hasil pengujian dibaca sebagai mg vitamin C eqivaleng biji, dimana nilai tersebut menunjukkan  kesetaraan  aktivitas  antioksidan  1  gram  biji  serealia  dengan  1  mg
vitamin C. Vitamin  C  digunakan  sebagai  pembanding  terhadap  aktivitas  antioksidan
dari  ekstrak  serealia,  dimaksudkan  untuk  mengetahui  perbandingan  kemampuan antioksidan  ekstrak  bila  dinyatakan  dalam  daya  peredaman  radikal  bebas  oleh
vitamin  C.  Semakin  tinggi  konsentrasi  dari  vitamin  C,  semakin  rendah  nilai absorbansinya  Lampiran  2.  Menurut  Pokorny  2008,  vitamin  C  mudah