Uji Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro

69 Pengujian aktivitas proliferasi dilakukan secara spektrofotometri menggunakan reagen MTT. Penggunaan metode ini didasarkan pada penyerapan warna biru dari kristal formazan yang dihasilkan dari reaksi antara enzim suksinat dehidrogenase dengan garam tetrazolium MTT. Metode MTT digunakan untuk melihat aktivitas proliferasi dari sel limfosit yang hidup, selain itu metode ini juga dapat digunakan untuk melihat aktivitas proliferasi dari sel kanker James et al, 1994. Proses perubahan struktur MTT menjadi kristal formazan dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Proses perubahan struktur MTT menjadi kristal formazan James et al, 1994. Pada penelitian ini juga digunakan senyawa mitogen untuk memicu terjadinya proliferasi non spesifik dari sel limfosit, dimana mitogen digunakan sebagai pembanding dalam melihat aktivitas stimulasi sel limfosit terhadap ekstrak serealia. Stimulasi limfosit dengan antigen atau mitogen akan mengakibatkan berbagai reaksi biokimia didalam sel, diantaranya fosforilasi nukleoprotein, pembentukan DNA dan RNA serta peningkatan metabolisme lemak dan lain-lain yang dapat memicu aktivitas proliferasi sel Freshney, 1994. Mitogen yang digunakan pada penelitian ini adalah lipopolisakarida LPS dan pokeweed PKW. LPS yang digunakan berasal dari dinding sel bakteri gram negatif Salmonella typhii, sedangkan pokeweed yang merupakan golongan lektin berasal dari tumbuhan Phytolacca Americana. Pemilihan mitogen LPS dan pokeweed pada penelitian ini didasarkan pada kemampuan spesifik dari mitogen yang mampu menginduksi pembelahan sel T dan sel B. Pokeweed dapat berikatan dengan N-acetylchitobiose dan bersifat mitogenik terhadap sel T dan B, sedangkan lipopolisakarida dapat berungsi sebagai mitogen bagi sel B Kuby, 1992. Konsentrasi mitogen yang ditambahkan pada tiap sumur adalah 50 µgml. Penentuan konsentrasi mitogen ini didasarkan 70 pada penelitian Watzl et al 1999 yang menyimpulkan bahwa kultur sel dengan penambahan mitogen LPS dan pokeweed konsentrasi 50 µgml sebanyak 20 µl pada sumur kultur dengan waktu inkubasi 72 jam akan memberikan aktivitas proliferasi terhadap sel limfosit. Nilai indeks stimulasi dari berbagai ekstrak serealia yang dibandingkan dengan kontrol dan mitogen disajikan pada Gambar 19. Gambar 19. Nilai indeks stimulasi IS sel limfosit ekstrak serealia dengan kontrol dan mitogen Keterangan : Setiap data merupakan rerata dua kali ulangan Angka pada gafik yang mempunyai huruf beda pada masing-masing serealia menyatakan beda nyata BNT α = 5 Kontrol = Media RPMI SA = Ekstrak air sorgum SC = Ekstrak aseton sorgum LPS = Lipopolisakarida JA = Ekstrak air jewawut JC = Ekstrak aseton jewawut Con A = Concanavalin A KA = Ekstrak air ketan hitam KC = Ekstrak aseton ketan hitam Gambar 19 menunjukkan mitogen memiliki nilai indeks stimulasi lebih tinggi dibandingkan kontrol standar berupa media RPMI. Rerata nilai mitogen tertinggi didapat pada LPS sebesar 1,301 diikuti oleh PKW yaitu sebesar 1,100. Data tersebut menunjukkan bahwa mitogen LPS dan Con A yang digunakan masih memiliki kemampuan yang baik dalam menginduksi aktivitas proliferasi dari sel limfosit. Sebagai pembanding, Krismawati 2007 melaporkan bahwa nilai indeks stimulasi dari mitogen LPS adalah 1,54. Nilai indeks stimulasi pada Gambar 19 juga menunjukkan bahwa perlakuan SA, JA, KA, SC, JC dan KC memiliki nilai indeks stimulasi lebih tinggi dibanding kontrol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semua perlakuan dapat menstimulasi aktivitas proliferasi sel 1.000 c 1.301 bc 1.100 c 5.340 a 2.614 b 1.646 bc 1.358 bc 1.318 bc 1.425 bc 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 Kontrol LPS PKW SA JA KA SC JC KC In d e ks S ti mula si Kontrol, Mitogen, dan Ekstrak Serealia 71 limfosit lebih baik dibanding kontrol. Aktivitas imunomodulator ekstrak serealia salah satunya diduga berasal dari adanya senyawa fenolik yang dimilikinya. Awika et al 2003 melaporkan bahwa jenis senyawa polifenol yang terdapat pada biji sorgum terdiri dari antosianin, leukosianidin dan tanin terkondensasi. Ditambahkan oleh Hulse et al 1980 yang melaporkan bahwa jewawut memiliki senyawa polifenol golongan flavonoid dan tanin terkondensasi. Untuk ketan hitam, penelitian yang dilakukan oleh Aligitha 2007 membuktikan bahwa senyawa fenolik pada ketan hitam adalah dari golongan antosianin. Senyawa- senyawa fenolik tersebut dapat berperan sebagai antioksidan dan meningkatkan fungsi dari sistem imun. Sesuai dengan yang dilaporkan oleh Craig 2001 bahwa senyawa flavonoids, triterpenes atau alkaloid yang terdapat pada akar, kulit kayu dan juga herba yang kaya flavonoid dan karoten dapat meningkatkan fungsi dari sistem imun. Fungsi senyawa fenolik sebagai imunomodulator diduga berhubungan dengan peranannya sebagai antioksidan dalam proses perlindungan membran sel limfosit dari oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Meydani et al 1995 menyatakan bahwa keseimbangan oksidan dan antioksidan adalah salah satu hal yang menentukan fungsi sel-sel imun. Keseimbangan oksidan dan antioksidan memiliki peran penting dalam menjaga keutuhan dan fungsi membran lipid, protein dan asam nukleat karena persentase tertinggi dari membran plasma adalah asam lemak yang mudah teroksidasi. Fungsi lain dari senyawa fenolik adalah menstimulasi proliferasi sel limfosit melalui peningkatan sekresi berbagai sitokin seperti pembentukan interleukin IL. Menurut Paraskevas dan Forester 1999, pembentukan senyawa fenolik dengan kompleks protein dapat berperan sebagai antigen yang selanjutnya akan dikenali oleh reseptor sel T maupun sel B. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Erniati et al 2007 yang melaporkan bahwa komponen flavonoid bubuk kakao bebas lemak dapat berperan sebagai komponen yang dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit T melalui peningkatan produksi sitokin, terutama IL-1, IL-2 dan IL-4. Ditambahkan oleh Mao et al. 2000 yang melaporkan bahwa prosianidin dari kakao dalam bentuk oligomer yang dimurnikan mampu mengakibatkan ekspresi mRNA dan sekresi sitokin seperti IL-1, IL-2 dan IL-4 dimana produksi IL-4 mengakibatkan peningkatan respon oleh sel T efektor. 72 Penentuan konsentrasi ekstrak serealia pada sumur kultur didasarkan pada asumsi perhitungan konsentrasi ekstrak serealia yang berada didalam darah setelah mengkonsumsi 100 gram serealia. Konsentrasi ekstrak serealia pada sumur kultur dengan volume 100 µl dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Konsentrasi ekstrak serealia pada sumur kultur Jenis Serealia Konsentrasi ekstrak serealia pada sumur kultur µgml Aquadest Aseton Sorgum 700 521 Jewawut 765 529 Ketan Hitam 1066 924 Tabel 12 menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi ekstrak masing- masing serealia pada sumur kultur. Perbedaan konsentrasi ekstrak serealia tersebut disebabkan karena adanya perbedaan jumlah rendemen ekstrak serealia. Nilai konsentrasi ekstrak pada sumur kultur berbanding lurus dengan nilai rendemen ekstrak serealia, artinya semakin tinggi nilai rendemen ekstrak maka konsentrasi ekstrak pada sumur kultur juga semakin tinggi. Konsentrasi ekstrak serealia pada Tabel 12 juga menunjukkan bahwa ekstrak serealia pada konsentrasi tersebut dapat menstimulasi aktivitas proliferasi sel limfosit manusia yang berada pada sumur kultur Gambar 19. Berdasarkan nilai indeks stimulasi yang didapat pada Gambar 19, ekstrak serealia pada konsentrasi tersebut Tabel 12 tidak bersifat toksik terhadap sel limfosit manusia. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai indeks stimulasi ekstrak serealia yang lebih tinggi dibandingkan nilai indeks stimulasi kontrol standar, walaupun dinilai masih perlu dilakukan uji ketahanan sel limfosit terhadap pengaruh ekstrak serealia dengan ruang lingkup konsentrasi yang lebih luas agar dapat diketahui efek toksisitas dari ekstrak serealia terhadap sel limfosit secara lebih spesifik. Hasil analisis data pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa perlakuan jenis p elarut memberikan pengaruh yang nyata pada α=0,05 terhadap nilai indeks stimulasi. Hasil tersebut menunjukkan jenis pelarut yang digunakan mempengaruhi nilai indeks stimulasi yang didapat. Gambar 19 menunjukkan bahwa ekstrak air serealia memiliki kemampuan lebih baik dibanding ekstrak aseton dalam menstimulasi proliferasi sel limfosit. Penggunaan pelarut aquadest diharapkan dapat mewakili komponen bioaktif serealia yang bersifat polar seperti 73 senyawa tanin. Menurut Hart 1990, senyawa fenolik dapat larut dalam air maupun etanol karena senyawa fenolik memiliki gugus hidroksil yang melekat pada cincin aromatik. Pemilihan pelarut aquadest juga dinilai dapat memudahkan dalam proses kultur sel limfosit karena media kultur yaitu media RPMI yang digunakan bersifat polar. Roitt 1991 menjelaskan bahwa sifat polar yang dimiliki pelarut air dapat membawa komponen protein dan peptida yang dapat terdenaturasi oleh etanol atau senyawa polar lain yang tidak dapat larut dalam etanol dimana senyawa peptida ini secara umum memiliki efek farmakologis terhadap sistem imun. Alasan keamanan juga merupakan salah satu faktor dalam penggunaan ekstrak air pada penelitian ini. Selain itu, untuk proses ekstraksi suatu bahan pangan yang komponen kimianya belum diketahui secara jelas disarankan menggunakan pelarut air untuk alasan keamanan Depkes, 2000. Sedangkan penggunaan pelarut aseton dimaksudkan untuk mendapatkan ekstrak yang mewakili komponen non polar dari serealia. Menurut Waterman dan Mole 1994, pelarut aseton dinilai mampu mengekstrak komponen-komponen antioksidan dari serealia termasuk senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Tingkat kelarutan berbagai senyawa fenolik pada masing-masing serealia diduga menjadi salah satu penyebab ekstrak air serealia pada perlakuan SA, JA dan KA memiliki nilai indeks stimulasi lebih tinggi dibanding ekstrak aseton. Lee dan Yoon 2005 menyatakan bahwa senyawa fenolik dapat larut dalam air maupun etanol karena senyawa fenolik memiliki gugus hidroksil yang melekat pada cincin aromatik. Diperkirakan sebagian besar komponen fenolik pada ekstrak serealia bersifat lebih larut air sehingga proses ekstraksi dengan pelarut air menghasilkan nilai indeks stimulasi yang lebih tinggi. Hal tersebut didukung oleh Pratt 1995 yang menyatakan bahwa senyawa fenolik sering ditemukan berikatan dengan protein atau gula glikosida sehingga cenderung bersifat mudah larut air karena mempunyai gugus hidroksil OH yang cenderung mudah larut air. Hasil analisis data pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa perlakuan jenis serealia, jenis pelarut dan interaksi antara kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata α=0,05 terhadap nilai indeks stimulasi. Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa perlakuan JA berbeda nyata dengan semua perlakuan termasuk kontrol dan mitogen pokeweed tetapi tidak berbeda nyata dengan LPS, Sedangkan perlakuan SA berbeda nyata α=0,05 dengan perlakuan lainnya termasuk terhadap kontrol dan mitogen LPS maupun pokeweed. Perlakuan SA 74 dan JA memiliki nilai indeks stimulasi lebih tinggi dibanding perlakuan KA walaupun nilai aktivitas antioksidannya lebih rendah dari ketan hitam Gambar 19. Nilai indeks stimulasi yang tinggi pada perlakuan SA dan JA diduga berasal dari aktivitas senyawa bioaktifnya yang lain selain senyawa fenolik yang dimilikinya. Salah satu senyawa yang diduga berperan besar dalam peningkatan indeks stimulasi sorgum adalah β-glukan. Almatsier 2005 menyatakan bahwa β- glukan dapat menurunkan kadar kolestrol darah dan sering ditemukan pada biji- bijian serealia. Menurut Vetvicka dan Vetvickova 2007, β-glukan dikenal sebagai biopolisakarida yang merupakan suatu golongan polimer unik yang disintesis dari dinding tumbuhan, yeast, bakteri dan jamur. Struktur β-glukan merupakan rantai panjang molekul polisakarida yang tersusun dari monomer glukosa dengan ikatan β-glikosida atau secara teknis β-glukan adalah molekul polisakarida yang sebagian besar dibuat dari glukosa. Sebagai suplemen nutrisi, β-1,3 glukan termasuk dalam kategori GAS Generally Regarded as Save oleh Dept. Food and Drug Organization FDA di USA sehingga aman digunakan dan dikonsumsi manusia . Struktur β-1,3 glukan disajikan pada Gambar 20. Gambar 20. Struktur β-1,3 glukan Roubroeks et al, 2001 Adanya β-glukan pada sorgum dibuktikan oleh penelitian dari Niba and Hoffman 2003 yang melaporkan bahwa kadar β-glukan pada sorgum adalah sebesar 0,12. Penelitian lain mengenai β-glukan serealia dilakukan oleh Ramesh dan Tharanathan 2000 yang melaporkan bahwa β-glukan sorgum adalah β-D-glukan yang terdapat pada lapisan aleuron biji sorgum, dimana β-D-glukan tersebut dapat mengaktivasi 30 sel makrofag peritoneal tikus pada konsentrasi 100 µgml. Berbagai penelitian telah mengklaim peranan β-glukan sebagai biological defence modifier yang berpotensi mengaktifkan sistem imun tubuh 75 melalui sel makrofag imun. Agar berfungsi secara imunologi, makrofag harus melewati kondisi aktivasi yang melibatkan berbagai perubahan morfologi dan perubahan metabolik yang memproduksi sitokin sebagai regulator internal dari sistem imun Vetvicka dan Vetvickova, 2005. Stone dan Clarke 1992 melaporkan bahwa riset aplikasi oral dari β-1,3-glukan menunjukkan aktivitas antidiabetes β-glukan pada sitokin IL-1 sehingga meningkatkan produksi insulin dan menyebabkan penurunan kadar gula darah. Ditambahkan oleh Novak Vetvicka 2008 yang menyatakan bahwa studi efek sistem glukan spesifik yang pertama kali dilakukan pada manusia yang terkena infeksi HIV dilakukan pada pertengahan tahun 1980. Walaupun seseorang menderita defisiensi imun yang sangat parah akibat HIV akan tetapi tetap terjadi peningkatan serum sitokin IL-1 dan IL-2 serta interferonnya. Li et al 2006 mengemukakan beberapa mekanisme biologis β-glukan dari dinding sel Saccharomyces cereviciae adalah sebagai berikut ; 1 Aktivasi makrofag, menunjukkan peningkatan kemampuan fagosit nonspesifik yang membuat makrofag mampu menghancurkan patogen lebih efisien, dan melindungi terhadap penyakit. 2 Melepaskan sitokin penting, seperti IL-1 dan IL-2 lebih daripada yang lain. Mengawali reaksi bertingkat sistem immun dan memicu produksi sel lain yang berhubungan seperti sel limfosit T dan sel limfosit B. 3 Melepaskan faktor penstimulasi koloni yang meningkatkan produksi sumsum tulang. 4 Menurunkan kolesterol melalui aktivasi sel dan perlindungan sel dari radikal bebas. Dengan adanya dugaan komponen lain yang berperan dalam tingginya indeks stimulasi pada sorgum yaitu β-glukan, maka dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang deteksi terhadap senyawa β-glukan dan komponen bioaktif lain serta sinergisme antar berbagai senyawa tersebut pada sorgum, jewawut dan ketan hitam untuk menemukan berbagai mekanisme lain yang terjadi pada proses proliferasi sel limfosit. Berdasarkan hasil uji proliferasi terhadap sel limfosit yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa diantara ketiga jenis serealia tersebut yang memiliki IS tertinggi adalah perlakuan SA diikuti oleh perlakuan JA. Pemilihan didasarkan pada nilai IS yang berbeda nyata dengan kontrol standar. Untuk melihat pengaruh aktivitas proliferasi sel limfosit secara lebih spesifik terhadap sel darah manusia maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara in vivo pada ketiga jenis serealia terutama pada sorgum dan jewawut. 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

1. Proses penyosohan dapat menurunkan kandungan nutrisi serealia. Semakin lama intensitas waktu penyosohan, semakin rendah kandungan nutrisi serealia karena lapisan kulit ari serealia mengandung berbagai komponen nutrisi. 2. Sorgum, jewawut dan ketan hitam memiliki senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan. Semakin lama waktu penyosohan, semakin rendah kandungan fenol total serealia. Senyawa fenolik serealia berkorelasi positif dengan aktivitas antioksidan. Semakin besar jumlah fenol total, akan semakin besar pula aktivitas antioksidannya. Dua waktu sosoh terpilih berdasarkan kandungan fenol total dan aktivitas antioksidan pada sorgum adalah waktu sosoh 20 dan 100 detik, jewawut waktu sosoh 100 dan 300 detik, serta ketan hitam waktu sosoh 5 dan 15 detik. 3. Dari hasil uji organoleptik, didapat sorgum dengan perlakuan S3 waktu sosoh 20 detik, waktu pemasakan 45 menit, perbandingan air 1:10, jewawut perlakuan J1 waktu sosoh 100 detik, waktu pemasakan 20 menit, perbandingan air 1:7 dan ketan hitam perlakuan K1 waktu sosoh 5 detik, waktu pemasakan 25 menit, perbandingan air 1:7 untuk dilanjutkan ke uji in vitro proliferasi sel limfosit manusia. 4. Berdasarkan uji aktivitas imunomodulator secara in vitro diketahui sorgum, jewawut dan ketan hitam dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit manusia. Aktivitas proliferasi terbaik didapat pada sorgum ekstrak air dengan nilai indeks stimulasi sebesar 5,340. 5. Sorgum, jewawut dan ketan adalah komoditi serealia potensial dan layak untuk dikomersialisasikan sebagai pangan pendukung program diversifikasi karbohidrat karena dinilai cocok dengan iklim pertanian indonesia. Selain itu ketiga jenis serealia ini memiliki kandungan senyawa bioaktif golongan antioksidan serta aktivitas imunomodulator. 77

5. 2 Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan metode penyosohan dan alat penyosohan yang lebih spesifik untuk masing-masing serealia. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih spesifik terhadap lapisan aleuron atau dedak serealia untuk melihat peranannya lebih mendalam berkaitan dengan aktivitas antioksidannya dan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. 3. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap komponen β-glukan dan komponen bioaktif lain serta sinergisme antar berbagai senyawa tersebut pada sorgum, jewawut dan ketan hitam untuk menemukan berbagai mekanisme lain yang terjadi pada proses proliferasi sel limfosit. 4. Diperlukan penelitian secara in vivo terhadap ketiga komoditi serealia yang berkaitan dengan aktivitas proliferasi dari sel limfosit untuk melihat pengaruhnya secara lebih spesifik dari uji in vitro yang telah dilakukan. 5. Berdasarkan nilai indeks stimulasi yang didapat dinilai perlu dilakukan uji ketahanan sel limfosit terhadap pengaruh ekstrak serealia dengan ruang lingkup konsentrasi yang lebih luas agar dapat diketahui efek toksisitas dari ekstrak serealia terhadap sel limfosit.