2.3 Protein
Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau
manusia. Oleh karena itu sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan dapat berfungsi sebagai zat utama dalam
pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Dalam kehidupan protein memegang peranan yang penting pula. Proses
kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Disamping itu hemoglobin dalam butir-
butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Protein juga
berfungsi sebagai pembawa vitamin dan CO
2
plus peranan struktural, kinetik, katalitik serta pembentukan sinyal.
Kebutuhan akan protein dapat diperoleh dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani,
sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa makanan sumber protein ialah daging, telur, susu, ikan beras, kacang, kedelai, gandum,
jagung, dan buah-buahan Pudjiadi, 2006.
2.3.1 Uji Kualitatif Protein
Suatu bahan makanan atau minuman dapat ditentukan kadar proteinnya dengan tes warna, dimana ada beberapa pengujian secara kualitatif untuk mengetahui
adanya protein, antara lain uji Biuret, uji Ninhidrin, uji Millon’s, uji Hopkins- Cole, dan uji Xantoprotein.
Untuk pengujian xantoprotein, yaitu dilakukan dengan cara menambahkan HNO
3
pekat ke dalam protein sehingga akan diperoleh endapan kuning. Hasil tes ini menunjukkan bahwa protein terdiri dari asam amino yang mengandung cincin
benzena seperti tyrosin dan tryptofan. Cincin aromatis ini akan menghasillkan endapan kuning Bahl, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Reaksi Uji Xantoprotein Bahl, 2003
2.3.2 Penentuan Jumlah Protein Total
Dalam keadaan asli di alam, protein merupakan senyawa, bermolekul besar dan kompleks yang tersusun dari unsur- unsur C, H, O, N, S dan dalam keadaan
kompleks ada unsur P. Untuk penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah Nitrogen N yang
terkandung oleh suatu bahan. Cara penentuan kadar protein ini dikembangkan oleh Kjeldhal, seorang
ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Seharusnya hanya Nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan, akan tetapi secara teknis sukar dilakukan
dan mengingat jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan
dengan mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldhal ini dengan demikian sering disebut sebagai kadar
protein kasar. Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldhal ini adalah hasil
penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16 dalam protein murni. Untuk senyawa-
senyawa protein tertentu yang telah diketahui unsur N nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai. Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum
diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 yang dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui
komposisinya dengan lebih tepat maka faktor perkalian yang lebih tepatlah yang
Universitas Sumatera Utara
dipakai. Misalnya faktor perkalian yang telah diketahui adalah 5,70 untuk protein gandum, 6,38 untuk protein susu, dan 5,55 untuk gelatin Poedjiadi, 2006.
Analisis protein dengan metode Kjeldhal ini, pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapn proses destruksi, tahapan proses destlasi dan
tahapan titrasi. Dengan penjelasan tiap tahapan adalah sebagai berikut : 1.
Tahap Destruksi Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO
2
, H
2
O. Sedangkan Nitrogen N akan berubah menjadi NH
4 2
SO
4
. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran
campuran Na
2
SO
4
dan HgO 20:1. Dengan penambahan bahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih
cepat. Suhu untuk destruksi berkisar antara 370-410
o
C. selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya. Penggunaan Selenium lebih reaktif dibandingkan Merkuri dan Kupri
Sulfat tetapi Se mempunyai kelemahan yaitu karena sangat cepatnya oksidasi maka Nitrogennnya justru mungkin ikut hilang. Hal ini dapat diatasi dengan
pemakaian Se yang sangat sedikit yaitu kurang dari 0,25 gram. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna. Agar supaya
analisa lebih tepat maka tahap destruksi ini dilakukan pula perlakuan blanko yaitu untuk koreksi adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang digunakan.
Proses reaksi yang terjadi pada tahap destruksi ini adalah: C, H, O, N, S
n
+ H
2
SO
4
→ NH
4 2
SO
4
+ SO
2
↑+ CO
2
↑ +H
2
O ↑
Larutan bening
Universitas Sumatera Utara
2. Tahap Destilasi
Ammonium Sulfat dipecah menjadi ammoniak NH
3
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi
superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar, maka dapat ditambahkan logam Zink Zn. Ammoniak yang dibebaskan
selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang digunakan adalah asam klorida atau asam borat 3 dalam jumlah yang
berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam jumlah yang berlebihan maka akan diberi
indikator misalnya indikator campuran indikator metil merah dan indikator metil biru atau indikator Fenolptalein PP, dan proses destilasi diakhiri apabila sudah
semua ammoniak terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat tidak memberikan warna lagi. Adapun reaksi yang terjadi dalam tahap destilasi adalah:
NH
4 2
SO
4
+ 2NaOH → Na
2
SO
4
+ 2 NH
4
OH NH
4
OH → NH
3g
+ H
2
O
l
3. Tahap Titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammoniak dapat diketahui dengan metode titrasi
menggunakan asam klorida 0,1 N dan indikator campuran indikator metil merah dan indikator metil biru. Pada akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan
warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekivalen Nitrogen. Untuk menghitung N dengan
menggunakan persamaan berikut : 100
x 14,008
x HCl
N x
mg Sampel
Berat Blanko
- Sampel
HCl mL
N =
Universitas Sumatera Utara
Setelah diperoleh N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini
tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Konversi
Faktor x
N Protein
= Dengan berpedoman pada kadar Nitrogen sebesar 16, dapat dilakukan
penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan atau minuman. Unsur nitrogen ditentukan secara kuantitatif, misalnya dengan cara Kjeldhal, yaitu
dengan cara destruksi dengan asam – asam pekat. Untuk berat protein yang ditentukan ialah 6,25 kali berat unsur Nitrogen Sudarmadji, S, 1992.
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom