menggunakan tinggi efektif rata-rata yang ditentukan sama untuk kedua arah. Disamping itu, pada pondasi telapak dengan dua arah kerja juga berlaku syarat
rasio penulangan minimum 1,4f
y
, dan diterapkan untuk masing-masing arah kerja.
II.10. Perhitungan Tulangan Pondasi Telapak
Peraturan untuk perencanaan pondasi telapak mengacu pada Pasal 13.12 dan Pasal 17 SNI 03 – 2847 – 2002. Perencanaan pondasi harus mencakup segala
aspek agar terjamin keamanannya sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dan jumlahjarak tulangan yang harus dipasang pada pondasi. Menurut Pasal 17.4.3
SNI 03 – 2847 – 2002, untuk pondasi telapak satu arah dan pondasi telapak bujur sangkar, tulangan harus tesebar merata pada seluruh lebar pondasi telapak. Untuk
pondasi telapak persegi panjang lihat Pasal 17.4.4 SNI 03-2847-2002, tulangan yang sejajar sisi panjang harus tersebar merata pada seluruh lebar pondasi,
sedangkan tulangan yang sejajar sisi pendek dibagi menjadi dua bagian, yaitu tulangan pada jalur pusat dipasang lebih rapat dan tulangan pada jalur tepi
dipasang lebih renggang. Dalam praktek di lapangan, biasanya pondasi dicor langsung di atas tanah,
jadi selalu berhubungan dengan tanah. Menurut Pasal 9.7.1 SNI 03-2847-2002, selimut beton yang selalu berhubungan dengan tanah diambil minimal 75 mm.
Pada pondasi telapak bujur sangkar, cukup dihitung tulangan satu arah saja, dan untuk arah lainnya dibuat sama dengan arah pertama. Perhitungan
tulangan sebaiknya dilaksanakan pada tulangan yang menempel di atas, yaitu
Universitas Sumatera Utara
dengan nilai d
s
= 75 + D + D2. Pada pondasi telapak persegi panjang, perhitungan tulangan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Hitungan tulangan sejajar sisi panjang, dilaksanakan dengan urutan:
a. Dihitung σ
x
= tegangan tanah pada jarak x σ
x
= σ
min
+
L −x
L
. σ
maks
− σ
min
2.37
b. Dihitung momen yang terjadi pada fondasi M
u
M
u
= 12. σ
x
. x
2
+ 13 . σ
maks
− σ
x
. x
2
2.38 c.
Dihitung faktor momen pikul K dan K
maks
K = M
u
ϕ . b . d
2
dengan b = 1000mm,
ϕ = 0,8 2.39
K
maks
=
382,5 . β
1
. �600+ f
y
− 225 .β
1
�.f′
c
600+f
y 2
2.40 Syarat: K harus
≤ K
maks
d. Dihitung tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekuivalen a
a = �1 − �1 −
2.K 0,85 .f
′
c
� . d 2.41
e. Dihitung A
s,u
dengan rumus: A
s,u
=
0,85 .f ′
c
.a .b f
y
dengan b = 1000 mm 2.42
Jika f’
c
≤ 31,36 MPa maka A
s,u
≥ 1,4 . b. d 4. f
y
2.43 Pasal 12.5.1
Jika f’
c
31,36 MPa maka A
s,u
≥ �f′
c
. b. d 4. f
y
2.44 Pasal 12.5.1
Universitas Sumatera Utara
f. Dihitung jarak tulangan s
s = 14 . � . D
2
. S A
s,u
dengan S = 1000 mm 2.45
Pasal 12.5.4: s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm
g. Digunakan tulangan D
x
– s, luasnya A
s
= 14 . � . x
2
. S s 2.46
2. Hitung tulangan sejajar sisi pendek, dilaksanakan dengan urutan sebagai
berikut: a.
Diambil nilai tegangan tanah maksimal σ
maks
dari persamaan b.
Dihitung momen pada fondasi M
u
M
u
= 12 . σ
maks
. x
2
c. Dihitung nilai K, a, dan A
s,u
dengan persamaan diatas. d.
Untuk jalur pusat selebar B: 1
Dihitung: A
s,pusat
= 2. B. A
s,u
L + B 2
Dihitung jarak tulangan s s
= 14 . � . D
2
. S A
s,u
dengan S = 1000 mm Pasal 12.5.4: s
≤ 2.h dan s ≤ 450 mm 3
Digunakan tulangan D
x
– s, luasnya A
s
= 14 . � . x
2
. S s e.
Untuk jalur tepi selebar L – B 2 1
Dihitung A
s,tepi
= A
s,u
– A
s,pusat
2 Dihitung jarak tulangan s’
s’ = 14 .
� . D
2
. S A
s,pusat
dengan S = 1000 mm s’ harus memenuhi persamaan diatas
3 Digunakan tulangan D
x
– s’ Luasnya A
s
= 14 . � . D
2
. S s’
Universitas Sumatera Utara
Pada penulangan pondasi perlu dikontrol panjang penyaluran tegangan tulangan
λ
d
atau λ
dh
dengan rumus berikut: 1.
Panjang penyaluran batang tarik Pasal 14.2.3 SNI 03-2847-2002 memberikan persamaan untuk panjang
penyaluran tulangan tarik sebagai berikut:
λ
d
=
9 .f
y
10 . �f′
c
.
α .β.λ �
c + K tr d b
�
. d
b
2.47
α . β ≤ 1,7 ; c + K
tr
d
b
≤ 2,5 dan �f ′
c
≤ 253 MPa dengan:
λ
d
= panjang penyaluran, mm.
λ
d
harus ≥ 300 mm
d
b
= diameter batang tulangan, mm α
= faktor lokasi penulangan = 1,3 jika tulangan berada di atas beton setebal
≥ 300 mm = 1,0 untuk tulangan lain
β = faktor pelapis
= 1,5 jika batang atau kawat tulangan berlapis epoksi dengan selimut beton kurang dari 3 . d
b
atau spasi bersih kurang dari 6. d
b
= 1,2 jika batang atau kawat tulangan berlapis epoksi lainnya = 1,0 jika tulangan tanpa pelapis
γ = faktor ukuran batang tulangan
= 0,8 jika digunakan tulangan D-19 atau yang lebih kecil = 1,0 jika digunakan tulangan D-22 atau yang lebih besar
Universitas Sumatera Utara
λ
= faktor beton agregat ringan
= 1,3 jika digunakan beton agregat ringan =
�f ′
c
1,8 . f
ct
tetapi tidak kurang dari 1,0 f
ct
adalah kuat tarik belah rata-rata beton agregat ringan, MPa = 1,0 jika digunakan beton normal
c = spasi antar tulangan atau dimensi selimut beton diambil nilai
terkecil, mm K
tr
= faktor tulangan sengkang, K
tr
=
A
tr
.f
yt
10.s.n
2.48 untuk penyederhanaan, boleh dipakai K
tr
= 0 Pasal 14. 2. 4
A
tr
= luas penampang total dari semua tulangan transversal yang berada dalam rentang daerah berspasi s dan yang memotong
bidang belah potensial melalui tulangan yang disalurkan, mm f
yt
= kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan transversal, MPa s
= spasi maksimal sumbu-ke-sumbu tulangan transversal yang dipasang di
sepanjang λ
d
, mm n
= jumlah batang atau kawat yang disalurkan di sepanjang bidang belah.
Persamaan di atas boleh disederhanakan dengan mengambil nilai batas bawah untuk parameter c dan K
tr
yang umum, seperti pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tarik
Pasal 14. 2. 2 Kondisi
Batang D-19 dan lebih kecil atau kawat ulir
Batang D-22 atau lebih besar
Spasi bersih batang-batang yang disalurkan atau
disambung tidak kurang dari d
b
, selimut beton bersih tidak kurang dari d
b
, dan sengkang atau sengkang ikat yang
dipasang di sepanjang λ
d
tidak kurang dari persyaratan
minimal sesuai peraturan atau spasi bersih batang-batang
yang disalurkan atau disambung tidak kurang dari
2.d
b
dan selimut beton bersih tidak kurang dari d
b
. λ
d
=
12 . f
y
. α .β .λ
25 . �f′
c
. d
b
λ
d
=
3 . f
y
. α .β .λ
5 . �f′
c
. d
b
Kasus-kasus yang lain λ
d
=
18 . f
y
. α .β .λ
25 . �f′
c
. d
b
λ
d
=
9 . f
y
. α .β .λ
10 . �f′
c
. d
b
Pasal 14.2.4 SNI 03-2847-2002 juga membolehkan menggunakan reduksi panjang penyaluran apabila luasan tulangan terpasang pada komponen lentur melebihi
Universitas Sumatera Utara
luasan tulangan yang dibutuhkan dari analisis, dengan menggunakan faktor pengali luas tulangan f berikut:
a Struktur tidak direncanakan tahan gempa, f =
A
s ,u
A
s ,terpasang
2.49 b
Struktur direncanakan tahan gempa, f = 1,0
2. Panjang penyaluran tulangan tekan
Panjang penyaluran untuk tulangan yang berada pada kondisi tekan diberi notasi sama dengan panjang penyaluran untuk tulangan tarik, yaitu λ
d
, tetapi nilainya lebih kecil minimal 200 mm. Panjang penyaluran tulangan
untuk tulangan tekan dihitung berdasarkan Pasal 14. 3 SNI 03-2847-2002, dengan persamaan berikut:
λ
d
= λ
d
x f dan λ
d
≥ 200 mm 2.50
λ
db
=
d
b
.f
y
4 . �f′
c
2.51 λ
db
harus ≥ 0,04 . d
b.
f
y
2.52 dengan:
λ
d
= panjang penyalurang tulangan, mm λ
db
= panjang penyaluran dasar, mm f
= faktor pengali =
A
s ,u
A
s ,terpasang
jika jumlah tulangan terpasang melebihi kebutuhan = 0,75 jika tulangan dilingkupi sengkang D-13 dan
berspasi sumbu-ke-sumbu ≤ 100 mm
Universitas Sumatera Utara
3. Angkur kait tulangan
Kait tulangan digunakan sebagai angkur tambahan pada suatu keadaan apabila daerah angkur yang tersedia pada elemen struktur tidak mencukupi
kebutuhan panjang penyaluran tulangan lurus. Panjang penyaluran tulangan kait diberi notasi dengan λ
dh
. Bentuk kait standar yang biasa digunakan pada struktur beton ada dua macam yaitu kait 90
dengan 180 seperti terlukis dalam Gambar 2.27.
a Kait 90
b Kait 180
Gambar 2.28. Kait Tulangan Standar
Pada Gambar 2.27, jari-jari luar bengkokan tulangan r ditentukan sebagai berikut Pasal 14.5.3 SNI 03-2847-2002 :
1 Untuk diameter 10 mm hingga 25 mm, r ≥ 4 . d
b
2 Untuk diameter 29 mm hingga 36 mm, r ≥ 5 . d
b
3 Untuk diameter 43 mm hingga 57 mm, r ≥ 6 . d
b
Universitas Sumatera Utara
Panjang penyaluran minimal yang dibutuhkan untuk tulangan kait ini lebih kecil daripada panjang penyaluran tulangan tekan, yaitu 150 mm. Menurut
Pasal 14.5.1 SNI 03-2847-2002, panjang penyaluran tulangan kait ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
λ
dh
= λ
hb
. β . λ . f. f
1.
f
2.
f
3
2.53 λ
dh
≥ 8 . d
b
dan λ
dh
≥ 150 mm 2.54
λ
hb
= 100. d
b
�f′
c
2.55 dengan:
λ
dh
= panjang penyaluran tulangan kait, mm λ
hb
= panjang penyaluran dasar, mm β
= faktor tulangan berlapis epoksi = 1,2 λ
= faktor beton agregat ringan = 1,3 f
= faktor tulangan lebih = A
s,u
A
s, terpasang
jika penjangkaran atau penyaluran f
y
tidak khusus diperlukan f
1
= faktor kuat leleh batang tulangan = f
y
400 f
2
= faktor selimut beton = 0,7 jika batang
≤ D-36 dengan tebal selimut samping ≥ 60 mm, kait 90
selimut pada perpanjangan kaitan ≥ 50 mm
f
3
= faktor sengkang atau sengkang ikat = 0,8 jika batang
≤ D-36 dengan kait yang secara vertikal atau horizontal tercakup di dalam sengkang atau sengkang ikat yang
dipasang sepanjang panjang penyaluran λ
dh
dengan spasi ≤ 3 x
diameter batang kait.
Universitas Sumatera Utara
4. Mengontrol kuat dukung pondasi
Kuat dukung pondasi dikontrol dengan persamaan berikut Pasal 12.17.1 SNI 03-2847-2002:
P
u,k
≤ P
u
P
u
= ϕ . 0,85. f’
c
. A
1
dengan ϕ = 0,7
2.56
II.10. Pondasi telapak kombinasi