Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan

Indonesia. Lebih lanjut Global Forest Watch mengemukakan bahwa tindakan pidana kehutanan terbagi atas dua, yang pertama dilakukan oleh operator yang sah yang melanggar ketentuan- ketentuan dalam izin yang dimilikinya dan yang kedua melibatkan pencuri kayu, pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon. 3 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana kehutanan adalah rangkaian kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu ke tempat pengolahan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang, sehingga tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan dipandang sebagai suatu perbuatan yang dapat merusak hutan. 4 Berikut ini akan dideskripsikan ketentuan pidana dari perundang- undangan yang menjadi dasar hukum dalam penegakan hukum pidana di bidang kehutanan yaitu antara lain:

a. Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Di Bidang Kehutanan

UU Dibidang Kehutanan Yang Terkait dengan Tindak Pidana di Bidang Kehutanan: 1 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Rumusan definisi Tindak Pidana Kehutanan secara eksplisit tidak ditemukan dalam pasal-pasal UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, namun pidana di bidang kehutanan bisa diidentikkan dengan tindakan atau perbuatan yang berakibat merusak hutan, untuk itu mengenai perusakan hutan hal ini ditegaskan dalam pasal 50 ayat 2 UU. No. 41 Th. 1999. Perusakan hutan menurut UU No. 41 tahun 1999 dalam penjelasan Pasal 50 ayat 2, yaitu bahwa : “Yang dimaksud dengan kerusakan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya, yang menyebabkan 3 Ibid., h 14. 4 Ibid., h 15. hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya.” Rumusan definisi Tindak Pidana bidang kehutanan secara eksplisit tidak ditemukan dalam pasal-pasal UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, namun tindak pidana bidang kehutanan bisa diidentikkan dengan tindakan atau perbuatan yang berakibat merusak hutan, untuk itu mengenai perusakan hutan hal ini ditegaskan dalam pasal 50 ayat 2 UU. No. 41 Th. 1999. Perusakan hutan menurut UU No. 41 tahun 1999 dalam penjelasan Pasal 50 ayat 2, ya itu bahwa : “Yang dimaksud dengan kerusakan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya.” Tindak pidana di bidang kehutanan menurut Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dirumuskan dalam Pasal 50 dan ketentuan pidana diatur dalam Pasal 78. Yang menjadi dasar adanya perbuatan pidana kehutanan adalah karena adanya kerusakan hutan. Dapat disimpulkan unsur-unsur yang dapat dijadikan dasar hukum untuk penegakan hukum pidana terhadap kejahatan bidang kehutanan yaitu sebagai berikut : 1 Setiap orang pribadi maupun badan hukum dan atau badan usaha; 2 Melakukan perbuatan yang dilarang baik karena sengaja maupun karena kealpaannya; 3 Menimbulkan kerusakan hutan, dengan cara-cara yakni : a Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan b Kegiatan yang keluar dari ketentuan perizinan sehingga merusak hutan. c Melanggar batas-batas tepi sungai, jurang, dan pantai yang ditentukan Undang-undang. d Menebang pohon tanpa izin. e Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil hutan illegal. f Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa SKSHH. g Membawa alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa izin. Disamping ketentuan pidana sebagaimana disebutkan dalam rumusan pasal 78, kepada pelaku dikenakan pula pidana tambahan berupa ganti rugi dan sanksi administratif berdasarkan pasal 80 ; Melihat dari ancaman pidananya maka pemberian sanksi ini termasuk kategori berat, dimana terhadap pelaku dikenakan pidana pokok berupa 1. Pidana penjara. 2 denda dan pidana tambahan perampasan barang semua hasil hutan dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya. Berdasarkan penjelasan umum paragraf ke-8 UU No. 41 Tahun 1999 maksud dan tujuan dari pemberian sanksi pidana yang berat sebagaimana rumusan pasal 78 UU No. 41 Th. 1999 adalah terhadap setiap orang yang melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan itu. Efek jera yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak pidana kehutanan, akan tetapi kepada orang lain yang mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan menjadi enggan melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidananya berat. 2 UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Undang-undang No. 5 Tahun 1990 ini, mengatur dua macam perbuatan pidana yaitu kejahatan dan pelanggaran, sedangkan sanksi pidana ada tiga macam yaitu pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda. Sanksi pidana terhadap kejahatan diatur dalam Pasal 40 ayat 1 dan 2 dan sanksi pidana terhadap pelanggaran diatur dalam Pasal 40 ayat 3 dan 4 No.5 Tahun 1990, sedangkan unsur-unsur perbuatan pidananya diatur dalam Pasal 19, 21 dan Pasal 33 ; Melihat dari rumusan ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut maka dapat dipahami bahwa pasal-pasalnya hanya secara khusus terhadap kejahatan dan pelanggaran terhadap kawasan hutan tertentu dan jenis tumbuhan tertentu, sehingga untuk diterapkan terhadap kejahatan kehutanan hanya sebagai instrumen pelengkap yang hanya dapat berfungsi jika unsur-usur tersebut terpenuhi. 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Terkait dengan ketentuan sanksi pidana terkait pengrusakan dibidang Kehutanan, terdapat dalam BAB V Sanksi Pidana. Terdapat dalam Pasal 42 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat 2, diancamdengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 43 ; Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat 2, diancamdengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat 2 Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 44 ; 1 Semua hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama- sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat 2 dirampas untuk Negara. 2 Alat-alat termasuk alat angkut yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dirampas untuk negara.

b. Ketentuan Pidana Diluar Bidang Kehutanan Yang Terkait Dengan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan: Studi Kasus pada Polres Salatiga T1 312012088 BAB I

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan: Studi Kasus pada Polres Salatiga T1 312012088 BAB II

0 3 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Kehutanan: studi kasus di Polres Wonogiri

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Kehutanan: studi kasus di Polres Wonogiri T1 312012029 BAB I

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Kehutanan: studi kasus di Polres Wonogiri

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Pasal 296 KUHP tentang Tindak Pidana Prostitusi oleh Polres Salatiga T1 312007078 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penegakan Hukum terhadap Pasal 296 KUHP tentang Tindak Pidana Prostitusi oleh Polres Salatiga T1 312007078 BAB II

0 3 35

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kekuatan Pembuktian Tindak Pidana ECommerce Berbasis Nilai Keadilan T1 BAB II

0 0 42

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggungjawab Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Pembakaran Hutan T1 BAB II

0 1 29

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sanksi Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme Berbasis Keadilan Bermartabat T1 BAB II

0 0 48