Tujuan Penelitian Landasan Teoritis

2 Implementasi kewenangan Bank Indonesia dalam kepailitan lembaga perbankan Ferdinando Emanuel Gudipung Mengapa Bank Indonesia tidak pernah menjalankan kewenangannya dalam kepailitan lembaga perbankan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang serta apakah pasal kewenangan Bank Indonesia tidak pernah menjalankan kewenangannya yang berkaitan dengan memailitkan Bank. Penelitianpenulis berjudul Kepailitan Bank Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 21Pailit2001PN.Niaga.Jkt.Pst Dalam Permohonan Dari : PT Bank IFI Pemohon Terhadap PT Bank Danamon Tbk. Termohon.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut : 1.5.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangan ilmu hukum terkait paradigma science as a process, yang artinya ilmu tidak akan pernah final untuk digali dan tidak akan pernah habis untuk ditelusuri kebenarannya. 1.5.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui mekanisme mempailitkan Bank ditinjau dari Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 21Pailit2001PN.Niaga.Jkt.Pst dalam permohonan Pailit oleh PT Bank IFI terhadap PT Bank Danamon Tbk. b. Untuk mengetahui bagaimana analisis pertimbangan hukum Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam Putusan Nomor: 21pailit2001PN.Niaga.Jkt.Pst.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua pihak. Adapun manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.

1.6.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum sehingga kiranya dapat dipergunakan sebagai bahan pustaka dan rujukan dalam bidang hukum kepailitan dan hukum perbankan.

1.6.2 Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi praktisi hukum yang diharapkan dapat sebagai masukan dalam menangani masalah kepailitan Bank, sebagai bahan dasar pertimbangan hakim dalam memilih dan memutuskan suatu perkara kepailitan Bank.

1.7 Landasan Teoritis

Kepailitan berasal dari kata dasar pailit yang diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan keadaan debitor yang berhenti membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. 6 Menurut Peter J.M Declerq menekankan bahwa kepailitan lebih ditujukan kepada debitor yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor. Tidak membayarnya debitor tersebut tidak perlu diklasifikasikan bahwa apakah ia benar-benar tidak mampu melakukan pembayaran utangnya tersebut ataukah karena tidak mau membayar kendatipun ia memiliki kemampuan untuk itu. 7 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUKepailitanmenyatakan bahwa. “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang ini”. 6 Zaeni Asyhadie, 2012, Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaanya di Indonesia, Cet.VI, RajaGrafindo Persada, Jakarta,h.341. 7 M. Hadi Shubhan, 2009, Hukum Kepailitan prinsip, norma, dan praktik di peradilan, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, selanjutnya disingkat M.Hadi Shubhan II h.4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdataselanjutnya disebut KUH Perdata memberikan dua asas umum mengenai jaminan. 8 Asas yang pertama dalam Pasal 1131 KUH Perdata, yang menentukan bahwa segala harta kekayaan debitor, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitor dengan para kreditornya. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata memberi perlindungan hukum terhadap hak-hak para kreditor. Asas yang kedua dalam Pasal 1132 KUH Perdata, bahwa kekayaan debitor menjadi jaminan atau agunan secara bersama-sama bagi semua pihak yang memberikan utang kepada debitor, sehingga apabila debitor wanprestasi, maka hasil penjualan atas harta kekayaan debitor dibagi menjadi proporsional menurut besarnya piutang masing- masing kreditor, kecuali apabila di antara para kreditor tersebut terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Untuk merealisasikan kedua asas umum jaminan tersebut dalam penyelesaian utang piutang lahirlah lembaga hukum kepailitan. Berdasarkan Pasal 2 ayat 3 UU Kepailitanyang menentukan dalam hal menyangkut debitor yang merupakan Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini bank-bank berada di dalam pengawasan Bank Indonesia dan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh 8 Sri Sumantri Hartono, 1981, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Liberty, Yogyakarta, h.3 Bank Indonesia dan Bank Indonesia selalu mengadakan pengawasan terhadap bank tertentu. Pada dasarnya telah dinyatakan bahwa Bank sebagai debitor tidak dinyatakan pailit atas debitor itu sendiri, tetapi harus diajukan oleh Bank Indonesia yang berfungsi sebagai Bank sentral negara, tetapi ada kalanya Bank tersebut mengajukan pernyataan pailit untuk penyelesaian utang-utang terhadap kreditornya- kreditornya, Bank juga berfungsi sebagai “finansial intermediary” dengan kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana masyarakat. Sektor Perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan penunjang sistem pembayaran merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses penyesuaian. Sehubungan dengan itu, diperlukan penyempurnaan terhadap sistem Perbankan nasional yang bukan hanya mencakup upaya penyehatan Bank secara individu melainkan penyehatan Bank secara menyeluruh. Upaya penyehatan Perbankan nasional menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, bank-bank itu sendiri dan masyarakat penggunaan jasa Bank. Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan dan pengawasan Bank serta pengenaan sanksi terhadap Bank yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku. Disini Bank Indonesia menerapkan prinsip kehati- hatian agar terjaganya kepercayaan masyarakat terhadap Bank.

1.8 Metode Penelitian