Maharani: Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix, 2007. USU Repository © 2009
oleh Asterix dan Obelix yaitu mereka berdua mengetahui bahwa mereka diminta untuk menjadi penandu bagi sang pemimpin dan apabila mereka berdua tidak
memiliki persepsi yang sama dengan Pimpinan maka mereka mungkin saja tidak memberikan jawaban yang relevan seperti yang tertera pada gambar di atas. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa informasi yang dikirimkan dapat diterima dengan baik.
1.5 Landasan Teori
1.5.1 Konsep Pragmatik
Menurut Yule Pragmatik adalah “cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dihendaki oleh penutur” dalam Cahayono, 1995: 213. Dalam
pragmatik juga dilakukan kajian tentang dieksis, praanggapan, implikatur, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana Levinson, 1983 dalam Soemarno 1988: 169.
Dalam penelitian ini pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada kajian tindak tutur, pasangan berdampingan yang merupakan bagian dari suatu
percakapan, dan konteks yang mempunyai peranan penting dalam situasi percakapan.
1.5.2.1 Tindak Tutur
Menurut Searly 1969, dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekadar lambang, kata, atau kalimat,
tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah
produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat
berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah dalam Rani, 2004: 158.
Maharani: Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix, 2007. USU Repository © 2009
Tindak tutur dalam ujaran suatu kalimat merupakan penentu makna kalimat itu. Namun, makna suatu kalimat tidak ditentukan oleh satu-satunya tindak tutur
seperti yang berlaku dalam kalimat yang sedang diujarkan itu, tetapi selalu dalam prinsip adanya kemungkinan untuk menyatakan secara tepat apa yang dimaksud oleh
penuturnya. Oleh sebab itu, mungkin sekali, dalam setiap tindak tutur, penutur menuturkan kalimat yang unik karena dia berusaha menyesuaikan ujaran dengan
konteksnya. Dengan demikian, teori tindak tutur adalah teori yang lebih cenderung meneliti tentang makna kalimat dan bukannya teori yang lebih cenderung berusaha
menganalisis struktur kalimat. Teori tindak tutur seperti yang disebutkan di atas berkembang dan ini
dimajukan oleh J.L. Austin dalam Lubis, 1991: 9-10. Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat kita pisahkan 3 macam tindak bahasa yang terjadi secara serentak:
1. Tindak ‘lokusi’ lecutionary act yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan
‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis; dalam bahasa Inggris subject-predicate dan topic comment ini disebut juga propositional act Searly,
dalam Lubis, 1991: 9. Contoh: Saya lapar, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama tunggal
si penutur, dan lapar mengacu ke “perut yang kosong dan perlu diisi”, tanpa bermaksud untuk meminta makanan.
2. Tindak ‘ilokusi’ illecutionary act, yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk
kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. Contoh: Saya lapar, yang maksudnya adalah meminta makanan merupakan suatu
tindak ilokusi. Begitu juga kalimat “saya mohon bantuan Anda” bukan hanya
Maharani: Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix, 2007. USU Repository © 2009
suatu pernyataan saja tapi maksudnya adalah si penutur benar-benar memohon bantuan.
3. Tindak ‘perlokusi’ perlocutionary act, yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan
kalimat itu Nababan 1989: 18, dalam Lubis, 1991: 9. Contoh: dari kalimat Saya lapar yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan
efek kepada pendengar yaitu dengan memberikan atau menawarkan makanan kepada penutur.
Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan ‘predikasi’, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi dengan akibat suatu
ungkapan. Atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar
atau referensi kalimat itu, ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan lain-lain, dan perlokusi adalah hasil dari
ucapan tersebut terhadap pendengarnya. Kalimat: Nilai rapotmu bagus sekali.
Dalam segi lokusi, ini hanya sebuah pernyataan bahwa nilai rapot itu bagus makna dasar. Dari segi ilokusi, bisa berarti pujian atau ejekan. Pujian kalau memang nilai itu
bagus, dan ejekan kalau nilai rapot itu memang tidak bagus. Dari segi perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih muram dan
sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih. Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan tetapi
mengharuskan si pendengar mengolahnya, sehingga makna yang sebenarnya dapat ditentukannya. Ini dapat diketahui dari kaidah perbincangannya.
Jadi kalimat:
Maharani: Tindak Tutur Percakapan pada Komik Asterix, 2007. USU Repository © 2009
Nilai rapotmu bagus sekali bermakna dasar, sebuah rapot bernilai bagus. Prinsip koperatifnya di sini dijalankan karena si pembicara menyatakan sesuai dengan
tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan sebagai berikut: Si pembicara menyatakan sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai
makna dibaliknya. Di sini konteksnya dan penuturnya memegang peranan untuk menyatakan
nilai evaluatifnya. Kalau yang menyatakan itu adalah orang tuanya kepada anaknya yang menunjukkan rapotnya dan air muka orang tuanya itu kelihatan tidak jernih,
maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah kekesalan. Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai rapot tersebut. Ia mungkin
akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau mungkin juga Cuma merasa sedih atau mungkin juga ia akan menangis, atau ia akan mengatakan bahwa ia telah
berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi.
1.5.2.2 Pasangan Berdampingan