Kemampuan bakteri endofit akar dalam menghasilkan hormon IAA secara in vitro.

Gustin Khairani : Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA Indole Acetic Acid Dari Akar Tanaman Jagung Zea mays L., 2010. Menurut Lay 1994, mikroorganisme tumbuh dan berkembangbiak dengan menggunakan berbagai bahan yang terdapat dalam lingkungannya. Zat hara yang terdapat disekelilingnya terdiri dari molekul sederhana seperti H 2 S dan NH 4 + atau molekul organik yang kompleks seperti protein dan disakarida. Penggunaan zat hara tergantung aktivitas metabolism mikroba. Metabolisme seringkali menghasilkan hasil sampingan yang dapat digunakan untuk identifikasi mikroorganisme. Pengamatan aktivitas metabolism ini diketahuai dari kemampuannya untuk menggunakan dan menguraikan molekul yang kompleks seperti zat pati, lemak, protein, asam nukleat, asam amino dan sakarida. Hasil dari berbagai uji ini digunakan untuk pencirian dan identifikasi mikroorganisme.

4.2. Kemampuan bakteri endofit akar dalam menghasilkan hormon IAA secara in vitro.

Hasil pengukuran kadar IAA secara in vitro dari bakteri endofit menunjukkan bahwa rata- rata konsentrasi hormon IAA tertinggi diperoleh pada inkubasi hari ke 2 yaitu dengan penambahan triptofan sebesar 5 mML. Konsentrasi IAA tertinggi pada pengamatan hari ke-2, 4 dan 6 hari inkubasi masing- masing dihasilkan oleh KB3, KB7 dan BA1 yaitu sebesar 1.1255 ppm, 1.0778 ppm dan 0.7973 ppm. Sedangkan konsentrasi IAA terendah pada pengamatan hari ke-2, 4 dan 6 hari inkubasi masing- masing dihasilkan oleh BA3, KB8, KB9 Tabel 4.2.1. Tabel 4.2.1. Konsentrasi hormon IAA yang dihasilkan bakteri endofit dari akar tanaman jagung. Konsentrasi IAA ppm Isolat Hari ke 2 Hari ke 4 Hari ke 6 KB1 0.9361 0.4405 0.1356 KB2 0.6233 0.1151 0.0114 KB3 1.1255 0.5898 0.4773 KB4 0.2048 0.7378 0.0015 KB5 0.3502 0.4803 0.0013 KB6 1.0969 0.4017 0.2687 KB7 0.7401 1.0778 0.8574 KB8 0.8898 0.0745 0.0689 19 Gustin Khairani : Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA Indole Acetic Acid Dari Akar Tanaman Jagung Zea mays L., 2010. KB9 0.1497 0.2687 KB10 0.8436 0.7570 0.0013 BA1 0.1387 0.6674 0.7973 BA2 0.1585 0.6234 0.7945 BA3 0.0704 0.6234 0.7438 Total 7.3717 6.6702 4.5710 Rataan 0.5265 0.4764 0.3265 Hasil yang diperoleh ini masih jauh lebih rendah dengan hasil Susilawati et al 2003, isolat bakteri endofit yang diisolasi dari batang padi menghasilkan hormon IAA tertinggi sebesar 8.295 ppm selama 5 sampai 7 hari inkubasi dengan penambahan 5 Mml triptofan. Sementara itu Ahmad et al 2005, dengan penambahan 1 mg triptofan kedalam media Nutrient Broth diperoleh konsentrasi IAA sebesar 10. 4 gml sampai 28. 3 gml dengan waktu inkubasi 7 hari. Lucyanie 2009 menyatakan bahwa dengan penambahan 0.0255 mg Triptofan dari serbuk kacang kedelai, Azospirillum spp. menghasilkan IAA tertinggi adalah 102. 96 gml dengan waktu inkubasi 48 jam. Hasil yang jauh berbeda ini dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi triptofan yang ditambahkan ke media. Menurut Patten Glick 2001. Penambahan konsentrasi triptofan yang bervariasi dapat menghasilkan konsentrasi IAA yang berbeda dan semakin tinggi konsentrasi triptofan maka konsentrasi IAA yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Gambar 4.2.1 Histogram analisis IAA yang dihasilkan bakteri endofit selama 6 hari inkubasi. 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 KB1 KB2 KB3 KB4 KB5 KB6 KB7 KB8 KB9 KB10 BA1 BA2 BA3 Isolat Bakteri Endofit K ons ent ra si IA A ppm Umur kultur 2 hari Umur kultur 4 hari Umur kultur 6 hari 20 Gustin Khairani : Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA Indole Acetic Acid Dari Akar Tanaman Jagung Zea mays L., 2010. Isolat bakteri endofit asal daerah Medan, cenderung menghasilkan IAA pada hari ke-2, namun ada beberapa isolat yang menghasilkan IAA pada hari ke-4. Sementara bakteri endofit yang diperoleh dari daerah Binjai, diperoleh kadar IAA paling tinggi pada hari ke-6 Gambar 4.3.1. Perbedaan ini diduga karena kondisi masing- masing lokasi pengambilan sampel, jenis mikroba dan kemampuannya dalam mengkonversi triptofan yang terkandung dalam media menjadi IAA. Pada hari ke-6 inkubasi, konsentrasi IAA yang dihasilkan isolat asal daerah Medan menurun secara signifikan kecuali isolate KB3 dan KB7. Hal ini diduga karena isolat tersebut juga menggunakan hormon IAA yang dihasilkannya untuk bermetabolisme. Menurut Lestari et al., 2007 bahwa pada awal inkubasi, sumber nutrisi tinggi sehingga produksi IAA tinggi dan terus meningkat secara bertahap meskipun tidak signifikan namun konsisten sampai akhir inkubasi. Pada beberapa bakteri terdapat fenomena bahwa pola produksi dan konsumsi IAA berjalan seimbang. Misalnya Azospirillum masih mampu memproduksi IAA dan secara simultan bakteri juga mengkonsumsi IAA untuk pertumbuhannya meskipun medium pertumbuhan sudah miskin nutrisi. Pada isolat bakteri asal Binjai, konsentrasi IAA yang dihasilkan isolat justru semakin meningkat pada inkubasi hari ke-6. Menurut Kresnawaty et al 2008, bahwa pada inkubasi 24 jam, IAA yang dihasilkan lebih sedikit karena masih berada dalam fase logaritmik dan juga kandungan enzim-enzim untuk mengubah triptofan menjadi IAA masih rendah. Sedangkan pada waktu inkubasi 48 jam, IAA yang dihasilkan paling tinggi karena isolat berada pada fase akhir logaritmik dan kandungan enzim- enzim yang digunakan dalam biokonversi triptofan menjadi IAA, seperti triptofan monooksigenase, IAM hidrolase, indol-piruvat dekarboksilase dan IAAld dehidrogenase yang dihasilkan cukup banyak dan aktif sejalan dengan laju pertumbuhan. Pada waktu inkubasi 72 jam isolat telah memasuki fase kematian, sehingga produksi IAA menurun tajam. Tien et al., 1979 melaporkan bahwa konsentrasi IAA oleh A. brasilense meningkat seiring umur bakteri sampai fase stasioner. Menurut Bhattacharyya Basu 1990, bahwa penurunan produksi IAA pada 72 jam karena adanya pelepasan enzim pendegradasi IAA seperti IAA oksidase dan peroksidase. 21 Gustin Khairani : Isolasi Dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Hormon IAA Indole Acetic Acid Dari Akar Tanaman Jagung Zea mays L., 2010.

4.3 Pertumbuhan Sel Bakteri Endofit.