BAB III KAJIAN UMUM TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH
A. Latar Belakang Lahirnya Prinsip Mengenal Nasabah
Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank harus mengurangi resiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang
dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang
mencurigakan suspicious transactions yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank.
Kegiatan money laundering dalam sistem keuangan pada umumnya dan perbankan pada khususnya memiliki resiko yang sangat besar. Bagi perbankan
Indonesia, tindak pidana pencucian uang adalah suatu hal yang sangat rawan karena, pertama, peranan sektor perbankan dalam sistem keuangan Indonesia
diperkirakan mencapai 93. Oleh sebab itu sistem perbankan menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan rezim anti-money laundering. Kedua, tingginya
perkembangan tingkat teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri perbankan menjadi lahan yang empuk bagi tindak kejahatan
pencucian uang dan merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan kegiatan money laundering. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk
kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari suatu bank ke bank lain atau
Universitas Sumatera Utara
lembaga keuangan lainnya sehingga asal usul uang tersebut sulit untuk dilacak oleh penegak hukum.
31
Apabila melihat ke belakang, lahirnya Prinsip Mengenal Nasabah di Indonesia sekitar tanggal 18 Juni tahun 2002 dimana Bank Indonesia
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 310PBI2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Latar belakang bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia PBI tersebut adalah karena semakin berkembangnya kegiatan usaha perbankan sehingga bank dihadapkan pada berbagai resiko, baik resiko
operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi, maupun resiko reputasi. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal dengan istilah
Know Your Customer Principle KYC Principle ini, didasari pada pertimbangan bahwa Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah tidak saja penting dalam rangka
pemberantasan pencucian uang, tetapi juga dalam rangka penerapan prudential banking
untuk melindungi bank dari berbagai resiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter party. Khususnya terhadap para nasabah, pihak bank harus
mengenali para nasabah agar bank tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini merupakan rekomendasi dari
FATF, yang merupakan prinsip ke-15 dari 25 Core Principles for Effective Banking Supervision dan Basel Committee
. Pengenalan terhadap nasabah harus dilakukan mulai dari identitas nasabah, prosedur penerimaan nasabah,
memonitoring nasabah secara continue dan melaporkan kepada pihak yang berwenang.
31
Zulkarnaen Sitompul, Problematika Perbankan, Bandung, Books Terrace and Library, 2005 hal272
Universitas Sumatera Utara
Ketidakcukupan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dapat memperbesar resiko yang dihadapi bank. Juga dapat mengakibatkan kerugian keuangan yang
signifikan bagi bank, baik di sisi aktiva maupun pasiva.
32
1. Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah, prosedur dalam mengidentifikasi nasabah, prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah, dan
prosedur manajemen resiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
Menurut Peraturan Bank Indonesia tersebut, Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah,
termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Yang dimaksud dengan nasabah disini adalah pihak yang menggunakan jasa bank dan meliputi
perorangan, perusahaan, lembaga pemerintah, lembaga internasional dan perwakilan negara asing serta bank.
Untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini, bank wajib menetapkan beberapa hal, yakni :
2. Melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada PPATK 3. Menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah yang berlaku di suatu negara bagi
kantor cabang yang berada di luar negeri sepanjang standard Prinsip Mengenal Nasabahnya sama atau lebih ketat dengan yang diatur Bank Indonesia
4. Bank wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah dan wajib melakukan pengkinian data base nasabah yang telah ada
32
Adrian Sutedi, Op cit hal. 148
Universitas Sumatera Utara
5. Penerapan sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik
mengenai transaksi nasabah. Agar penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dapat berjalan efektif, maka
direksi bank diwajibkan membentuk unit kerja khusus atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab untuk itu. Berdasarkan PBI tersebut, sebelum melakukan
hubungan dengan nasabah, bank wajib meminta informasi mengenai: 1. Identitas calon nasabah
2. Maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan nasabah dengan bank
3. Informasi lain untuk dapat mengetahui profil calon nasabah 4. Identitas pihak lain dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama
pihak lain Identitas calon nasabah tersebut harus dapat dibuktikan dengan dokumen
pendukung dan wajib meneliti kebenaran dokumen pendukung tersebut. Jika diperlukan bank dapat melakukan wawancara dengan calon nasabah untuk
meneliti dan meyakinkan keabsahan dan kebenaran dokumen pendukung identitas nasabah. Dalam hal calon nasabah bertindak sebagai perantara atau kuasa pihak
lain untuk membuka rekening, bank wajib memperoleh rekening pendukung identitas dan hubungan hukum, penugasan serta kewenangan bertindak sebagai
perantara danatau kuasa pihak lain. Ketentuan ini juga berlaku bagi bank yang telah menggunakan media elektronis dalam pemberian jasanya. Bank yang
demikian diwajibkan untuk melakukan pertemuan dengan calon nasabah
Universitas Sumatera Utara
sekurang-kurangnya pada saat pembukaan rekening. Bank dilarang melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah yang tidak memenuhi persyaratan atau
bank meragukan atau tidak dapat meyakini identitas calon nasabah. Setelah seseorang atau suatu badan diterima menjadi nasabah, maka bank
diwajibkan memantau rekening dan transaksi nasabah yang dimaksud. Oleh karena itu bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi,
menganalisis, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Bank juga harus memelihara
profil nasabah sekurang-kurangnya meliputi informasi mengenai: 1. Pekerjaan atau bidang usaha
2. Jumlah penghasilan 3. Rekening lain yang dimiliki
4. Aktivitas transaksi normal 5. Tujuan pembukaan rekening
Jika terjadi transaksi yang mencurigakan, bank wajib melaporkannya kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya tujuh 7 hari kerja setelah diketahui
bank. Dengan demikian bank harus cermat dan harus selektif dalam menerima seseorang atau badan untuk menjadi calon nasabah. Bank juga dituntut untuk
mengenal pola transaksi keuangan nasabah sehinga dapat segera mengidentifikasi jika terdapat transaksi yang mencurigakan.
Berkaitan dengan identitas nasabah, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang telah mewajibkan kepada setiap orang atau korporasi yang
menyimpan dana di bank dalam bentuk simpanan, wajib menyampaikan
Universitas Sumatera Utara
identitasnya secara lengkap dan benar. Namun, ketentuan ini memerlukan kemampuan pegawai bank untuk lebih jeli dan mengetahui identitas nasabah yang
sesungguhnya karena kemungkinan nasabah akan melakukan duplikasi nama, pemalsuan nama, dan cara lainnya untuk mengelabui pegawai bank.
Ketentuan mengenai Prinsip Mengenal Nasabah yang dikeluarkan oleh lembaga pengawas bank, merupakan suatu instrument pencegahan pencucian uang
yang dilakukan melalui bank. Ketentuan Know Your Customer Principle bagi bank meliputi kebijakan dan prosedur yang dilakukan terhadap nasabah, baik
dalam hal penerimaan, pengidentifikasian, pemantauan terhadap transaksi maupun dalam manajeman resiko. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh bank sangat
penting untuk mencegah digunakannya bank sebagai sarana pencucian uang dan aktivitas lainnya yang terkait. Apabila seseorang memberikan identitas palsu saat
akan melakukan hubungan usaha, hal ini mencerminkan itikad yang tidak baik dari calon nasabah tersebut, dan bertujuan agar penegak hukum sulit melakukan
penyidikanpengusutan. Bank juga harus berupaya mendapatkan identitas nasabah. Bank harus memperoleh kayakinan mengenai identitas nasabah, baik
perorangan maupun perusahaan. Selan itu, bank juga harus melakukan verifikasi terhadap identitas nasabah. Apabila bank bertindak untuk dan atas nama pihak
lain, identitas pihak lain tersebut juga wajib diminta dan diverifikasi. Apabila terdapat prosedur yang mengharuskan adanya pertemuan dengan nasabah, hal
tesebut dilakukan sejak dimulainya hubungan usaha. Dengan demikian bank dapat membuktikan identitas nasabah sesuai dengan dokumen pendukung verifikasi
fisik.
Universitas Sumatera Utara
B. Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai Bagian Dari Prinsip Kehati-hatian Prudential Principle Pada Bank
Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa
bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, hukum harus mampu mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dilakukan
dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Memang, dalam satu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan-
kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan pihak lain.
Menurut Satjipto Rahardjo, bahwa hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk
bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan kekuasaan dan kedalamannya.
Kekuasaan yang demikian itulah disebut dengan “hak” Dengan demikian tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu, bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya
kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.
33
Bahwa antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat. Salah satu mencerminkan yang lain. Berkaitan dengan hal tersebut, lembaga
perbankan adalah suatu lembaga yang tergantung dari pada kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, tanpa adanya kepercayan dari masyarakat, tentu
suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik.
33
Hermansyah, Op cit, hal. 131
Universitas Sumatera Utara
Sehingga tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum
terhadap kepentingan masyarakat, terutama kepentingan nasabah dari bank yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, dalam rangka untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kekurangan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, yang pada saat ini tengah gencar melakukan ekspansi untuk mencari
dan menjaring nasabah, maka perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sangat diperlukan.
Dalam literatur hukum perbankan banking Law dikemukakan bahwa “the relationship between a banker and his customer is also one of contract. It
consists a general contract and special contracts on investment to the customer and other duties
”.
34
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antara nasabah penyimpan dan bank didasarkan atas suatu perjanjian. Untuk itu tentu
adalah suatu hal yang wajar apabila kepentingan dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana perlindungan yang diberikan oleh
hukum kepada bank. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah ini, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia,
Hubungan antara bank dan nasabahnya juga termasuk hubungan kontraktualperjanjian. Kontrak tersebut terdiri dari kontrak umum dan
kontrak khusus pada investasi kepada nasabah dan kewajiban lainnya.
34
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Bandung, Mandar Maju, 2000, hal. 60
Universitas Sumatera Utara
mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui dua 2 cara, yaitu:
35
1. Perlindungan secara implisit Yakni perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank
yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini diperoleh melalui :
a. Peraturan perundang-undangan di perbankan b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang
efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada
khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya d. Memelihara tingkat kesehatan bank
e. Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian f. Cara pemberian keredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah 2. Perlindungan secara eksplisit
Yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga
tersebut yang akan mengganti dana mayarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang
menjamin simpanan masyarakat sebagaimana yang diatur di dalam keputusan
35
Hermansyah, Op cit, hal. 133-134
Universitas Sumatera Utara
Presiden RI Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana, Hermansayah, membaginya dalam dua 2 macam, yakni perlindungan hukum
secara tidak langsung dan perlindungan hukum secara langsung. Dalam hal ini, prinsip kehati-hatian prudential principle termasuk di dalam perlindungan
hukum secara tidak langsung. Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor. 10 Tahun 1998, dikemukakan bahwa “Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunkan prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan ini menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian
adalah salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegitan usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut
mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-
undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisnme dan itikad baik.
36
Pasal 29 ayat 2 mengemukakan bahwa: Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang disebutkan
dalam ketentuan pasal 2 diatas, kita dapat menemukan pasal lain di dalam UU No. 10 tahun 1998 yang mempertegas kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-
hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan bank, yakni dalam Pasal 29 ayat 2.
37
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuidias, rentabilitas,
36
Hermansyah, Ibid
37
Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Universitas Sumatera Utara
solvabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai degan prinsip kehati-hatian”
Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat 2 di atas, maka tidaka alasan apa
pun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-
hatian. Ini mengandung arti bahwa segala kebijakan dan perbuatan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat, dengan kata lain agar selalu dalam likuid dan solvent.
Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian, diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan
tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. Prinsip kehati-hatian harus dijalankan oleh bank bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban bank
agar tidak merugikan kepentingan nasabah yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua masyarakat. Dengan demikian
prinsip kehati-hatian ini bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar dengan memenuhi ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku
dalam dunia perbankan. Kebutuhan akan adanya suatu undang-undang yang tegas tentang tindak
pidana pencucian uang memang sudah sangat mendesak. Hal itu terkait dengan dimasukkanya Indonesia dalam kelompok NCCTs yang diberikan oleh FATF bagi
negara-negara yang dinilai menjadi surganya money laundering. Sementara
Universitas Sumatera Utara
menanti terbentuknya undang-undang tindak pidana pencucian uang, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 310PBI2001 tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 323PBI2001
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 310PBI2001 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 521PBI2003 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No. 310PBI2001 Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles. Penerbitan Peraturan Bank Indonesia ini sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan pengaturan perbankan prudential regulations oleh bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter. Peraturan Bank Indonesia ini pada dasarnya
tidak secara khusus dirancang sebagai sarana pencegahan tindak pidana pencucian uang, akan tetapi dibuat dalam konteks menjalankan prinsip kehati-hatian dan
berlaku bagi semua bank termasuk bank asing yang berada di Indonesia.
38
C. Peraturan Hukum Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah