BAB IV PRINSIP MENGENAL NASABAH KNOW YOUR CUSTOMER
PRINCIPLE SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PADA BANK
SEBAGAI SALAH SATU PENYEDIA JASA KEUANGAN
A. Tujuan dan Orientasi Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
Bank merupakan suatu bentuk usaha yang memiliki keleluasaan dalam menghimpun dana menyalurkan dana, sehingga sangat strategis untuk digunakan
sebagai sarana pencucian uang baik melalui placement, layering maupun integration. Selain itu, transfer dana secara elektronis juga dapat dimanfaatkan
oleh pencuci uang untuk mengalihkan dana secara cepat dan relatif murah serta aman ke rekening pihak lain baik di dalam maupun di luar negeri.
Bank juga sangat rentan bagi tindak pidana yang terorganisir sehingga sangat strategis untuk dimanfaatkan. Tindak pidana yang terorganisir biasanya
bersembunyi dibalik suatu perusahaan atau nama lain dengan melakukan perdagangan internasional palsu dan berskala besar dengan maksud untuk
memindahkan uang yang tidak sah dari suatu negara ke negara lain. Perusahaan yang digunakan untuk menyembunyikan kegiatan tindak pidana tersebut biasanya
meminta kreditpembiayaan dari bank untuk menyamarkan aktivitas pencucian uang. Oleh karena itu, bank harus berhati-hati untuk tidak digunakan sebagai
sarana pencucian uang. Ketika akan melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah, bank harus
secara pasti mengetahui siapa nasabahnya dan apa tujuan serta bagaimana cara penggunaan produk bank oleh nasabah tersebut. Dengan demikian bank dapat
Universitas Sumatera Utara
memperkirakan aktivitas normal serta profil calon nasbah sehingga dapat mengidentifikasikan apakah transaksi yang dilakukan oleh nasabah tersebut
merupakan transaksi yang normal atau tidak sesuai dengan profil nasabah. Ketentuan mengenai Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer
PrincipleKYC, yang dikeluarkan oleh bank, merupakan suatu instrumen pencegahan pencucian uang yang dilakukan oleh bank. Ketentuan KYC bagi bank
meliputi kebijakan dan prosedur yang dilakukan terhadap nasabah, baik dalm hal penerimaan, pengidentifikasian, pemantauan terhadap transaksi maupun dalam
manajemen resiko. Penerapan KYC oleh bank, sangat penting untuk mencegah digunakannya bank sebagai sarana pencucian uang dan aktivitas lainnya yang
terkait. Apabila seseorang memberikan identitas palsu, saat akan melakukan hubungan usaha dengan bank, hal ini menunjukkan itikad yang tidak baik dari
calon nasabah tersebut, dan bertujuan agar penegak hukum sulit melakukan penyelidikan dan atau pengusutan.
43
Secara sosiologis, penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam rezim- anti pencucian uang masih memiliki hambatan, dimana masyarakat pengguna jasa
bank masih memanadang bahwa penerapan prinsip mengenl nasabah ini menimbulkan keengganan bertransaksi di bank. Kekhawatiran ini dapat
dimaklumi karena mengingat kurangnya perhatian dari nasabah dan tidak serentaknya bank dalam menerapakan prinsip mengenal nasabah ini dimana pada
43
Bismar Nasution, Op cit, hal. 45
Universitas Sumatera Utara
hakikatnya kita mengetahui bahwa penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam rezim anti-money laundering memiliki arti penting, yakni:
44
1. Bagi Bank a. Dapat menciptakan bank yang sehat karena terhindar dari resiko
operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi, dan reputasi b. Terhindar dari sanksi pidana, baik pidana penjara maupun denda, serta
sanksi administratif sampai dengan pencabutan izin usaha c. Membantu penegakan hukum dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lainnya d. Terciptanya kestabilan ekonomi dan sistem keuangan
e. Meningkatnya integritas sistem keuangan khususnya perbankan, baik di mata nasioanl maupun internasional karena tidak digunakan sebagai
sasaran dan sarana dari tindak pidana pencucian uang f. Menciptakan perbankan yang kompetitif dalam skala internasional
2. Bagi nasabah a. Memberikan rasa aman dalam bertransaksi karena tidak memiliki
kekhawatiran terhadap bank yang dipakai bertransaksi akan dikenakan sanksi sampai penutupan usaha
b. Dapat melaksanakan transaksi dengan lancar c. Tidak adanya kekhawatiran dana akan dibekukan karena bank yang
bersangkutan telah menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah
44
Adrian Sutedi, Op cit, hal. 242-243
Universitas Sumatera Utara
d. Memberikan kemudahan dalam bertransaksi, antara lain pembukaan letter of credit tidak menemui hambatan di bank korespondenya karena adanya
kepercayaan dari bank di luar negeri e. Secara tidak langsung telah memberikan edukasi dalam bidang penegakan
hukum kepada masyarakat f. Dengan melaksanakan Prinsip Mengenal Nasabah secara konsisten,
disamping kemitraan antara bank dan nasabah semakin kuat, juga tidak ada kecurigaan bahwa nasabah menguasai harta kekayaan yang berasal
dari tindak pidana. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi sebagian bank adalah suatu hal
yang baru, oleh karena itu kiranya dibutukan suatu pedoman dalam rangka pelaksanaanya. Menyadari adanya kebutuhan tersebut, Bank Indonesia bersama
wakil-wakil dari bank telah membentuk task force dalam rangka menyusun pedoman standard. Dalam menyusun pedoman standar ini, task force banyak
mengacu pada Internasional Best Practises serta berbagai masukan oleh wakil dari bank dan sumber-sumber lainnya. Dengan adanya pedoman ini diharapkan
bank dapat menyusun pedoman pelaksanaan yang memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan dalam ketentuan tentang penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah. Penerapan kebijakan dan prosedur diatas bertujuan agar bank dapat
mengenali profil nasabah maupun karakteristik setiap transaksi nasabah sehingga pada gilirannya bank dapat mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan
suspicious transactions dan selanjutnya melapor kepada Bank Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Dengan menerapkan prinsip mengenal nasabah berarti bank juga dapat meminimalkan kemungkinan resiko yang mungkin timbul yaitu operasional risk,
legal risk, concentration risk dan reputional risk . Salah satu prasyarat dan kondisi
yang harus dipenuhi untuk meningkatakan efektivitas Prinsip Mengenal Nasabah adalah adanya persamaan persepsi dan pemahaman oleh perbankan, masyarakat
pengguna jasa bank, instansi terkait dan aparat penegak hukum mengenai pentingnya penerapan prinsip tersebut. Salah satu upaya yang saat ini tengah
dilakukan adalah komunikasi dan sosilaisasi secara intensif dan berkesinambungan bukan hanya dengan perbankan tetapi juga dengan masyarakat
luas. Khusus bagi dunia perbankan, persaman persepi tersebut perlu dicapai mulai dari tingakat kebijakan sampai dengan pelaksanaanya. Untuk itu diperlukan
adanya Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nsabah yang dijadikan acuan utama oleh tiap-tiap bank dalam menyusun Pedoman Pelaksanaa Penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah. Pedoman pelaksana dimaksud harus memenuhi persayaratan minimum yang ditetapkan dalam pedoman standard sesuai dengan
kebutuhan masing-masing. Bank yang tercermin dari kompleksitas kegitan usahanya, sehingga pedoman pelaksana tersebut akan lebih rinci dan
komperhensif. Pedoman standard ini menguraikan tentang kebijakan umum, prosedur penerimaan dan identifikasi nasabah, pemantauan dan pelaporannya
serta pelatihan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
B. Kerjasama Bank dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang Berkaitan
Dengan Prinsip Mengenal Nasabah
Kebutuhan akan adanya suatu undang-undang yang tegas tentang tindak pidana pencucian uang memang sudah sangat mendesak. Hal tersebut terkait
dengan dimasukkannya Indonesia dalam kelompok NCCTs yang diberikan oleh FATF kepada negara-negara yang menjadi surga pencucian uang. Sementara
terbentuknya Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 25 tahun 2003, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Inonesia Dalam rangka memberatas tindak pidana pencuciann uang, UU TPPU membentuk
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK yakni suatu lembaga independent yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. PPATK pada
dasarnya adalah unit intelejen keuangan Financial Inteligent UnitFIU. Pentingnya PPATK dilatar belakangi kesadaran bahwa untuk memerangi
pencucian uang dibutuhkan keahlian khusus bagi penegak hukum. Pendidikan unit intelejen keuangan yang bertugas menerima dan memproses informasi keuangan
dari penyedia jasa keuangan harus dilihat dari latar belakang fenomena semakin meningkatnya kebutuhan akan lembaga penegak hukum khusus.
Egmon Group, suatu kelompok longgar dari FIU, memberikan suatu defenisi umum tentang FIU yaitu “A central national agency responsible for
receiving and as permitted, requesting analyzing and disseminating to the competent authorities, disclosures of financial information : 1 concerning
suspected proceeds for crime 2 required by national legislation or regulation in
Universitas Sumatera Utara
order to couter money laundering ”
45
Ada dua tugas utama PPATK yang menonjol, yaitu mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan membantu penegakan hukum yang berkaitan
dengan pencucian uang dan tindak pidana asal predicate crime. Untuk hal tersebut PPATK memiliki tugas sebagaimana termuat dalam Pasal 26 yaitu:
Lembaga pusat nasional bertanggung jawab menerima diijinkan, meminta menganalisis dan menyebarluaskan kepada pihak
berwenang, tentang informasi keuangan : 1 tentang dugaan hasil kejahatan 2 diwajibkan oleh hukum atau peraturan nasional mengenai perputaran pencucian
uang. Di dalam defenisi tersebut diberikan tiga fungsi dasar yang dimiliki semua
FIU. Pertama, setiap FIU memilki fungsi sebagai repository artinya unit ini adalah pusat informasi tentang money laundering. Kedua, fungsi analis. Dalam
memproses informasi yang diterimanya, FIU kemudian memberikan nilai tambah terhadap informasi tersebut. Kinerja fungsi ini tergantung pada sumber informasi
yang dapat diakses oleh FIU. Dalam memproses informasi, FIU berwenang memutuskan apakah suatu informasi bernilai untuk ditindaklanjuti menjadi
investigasipenyidikan. Fungsi terakhir FIU adalah clearing house, dalam kapasitas ini, FIU memfalisitasi pertukaran informasi tentang transaksi keuangan
tidak lazim atau mencurigakan. Pertukaran informasi ini dapat terkait dengan informasi dalam segala bentuk individual atau umum dan dapat berlangsung
dengan mitra kerja baik di dalam maupun di luar negeri.
46
45
Zulkarnaen sitompul, Op cit, hal. 279
46
http:azamul.wordpress.comppatk
Universitas Sumatera Utara
1. Mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis, serta mengevaluasi informasi yang diperolehnya. Dengan melihat tugas tersebut maka PPATK dapat
dikatakan sebagai pusat data database informasi berkaitan dengan semua kegiatan sebagaimana yang dilaporkan oleh penyedia jasa keuangan dalam
upaya mendeteksi adanya dugaan tindak pidana pencucian uang. Sehingga tugas ini juga dapat dikatakan sebagai tugas pengawasan terhadap transaksi
keuangan baik transaksi yang mencurigakan, transaksi tunai yang sudah ditentukan dan pembawaan uang tunai lintas negara.
2. Melakukan pemantauan terhadap catatan yang ada dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan. Sehingga dari tugas
ini PPATK dapat juga dikatakan memiliki tugas pengawasan terhadap daftar pengecualian yang meliputi transaksi antar bank, transaksi dengan pemerintah,
transaksi dengan bank sentral pembayaran gaji pensiun dan transaksi-transaksi lainnya yang disetujui oleh PPATK.
3. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada Penyedia Jasa Keuangan. Pedoman ini berlaku bagi
penyedia jasa keuangan berupa bank umum, bank perkreditan rakyat, perusahaan efek, pengelola reksa dana, bank kustodian, perusahaan
perasuransian, dana pensiun dan lembaga pembiayaan 4. Memberikan nasehat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang
informasi yang diperolehnya. 5. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan
tentang kewajibannya yang ditentukan dalam undang-undang atau dengan
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan, karena penyedia jasa keuangan
merupakan sumber informasi utama yang diperoleh PPATK. 6. Dalam pelaksanaan rezim anti pencucian uang PPATK bertugas memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
7. Selanjutnya setelah menganalisa transaksi keuangan, terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dilaporkan kepada
penegak hukum yaitu Kepolisian dan Kejaksaan 8. Tugas selanjutnya yaitu membuat dan memberikan laporan mengenai hasil
analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala enam 6 bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang kinerja kelembagaan
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya tersebut, PPATK bersifat
independent sebagaimana yang dimuat dalam UU TPPU yaitu: 1. Bertanggung jawab langsung kepada presiden
2. Tidak diperkenankannya setiap orang untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK
3. Diwajibkanya kepala dan wakil kepala PPATK untuk menolak campur tangan dari pihak manapun dalam pelaksanaan tugaa dan kewenangannya.
Universitas Sumatera Utara
Suatu hal yang ditegaskan bahwa kebijakan Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 521PBI2003 tentang perubahan kedua atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 323PBI2001 tentang perubahan pertama atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah Know Your Customer Principle, adalah sejalan dengan prinsip ke-15 yang telah ditetapkan oleh Basle Committee on Banking
Supervision , dimana para pengawas perbankan harus menentukan bank agar
mempunyai kebijakan yang memadai, praktik dan prosedur pengawasan, termasuk pengaturan yang tegas mengenai ”know your customer” sehingga dapat
meningkatkan standard professional dan etika yang tinggi dalam sektor keuangan dan mencegah penggunaan bank oleh para criminal, baik yang dilakukan dengan
sengaja maupun tidak. Pengawasan ini memang dianjurkan oleh FATF agar negara-negara
memasukkannya ke dalam lembaga keuangan. Untuk Indonesia, telah melaksanakannya sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 521PBI2003 tentang perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 323PBI2001 tentang perubahan pertama atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principle. Dengan adanya instrument tersebut, bank dapat
melakukan identifikasi nasabah dan menyimpan datanya, meningkatkan perhatian lembaga keuangan dalam mendeteksi dan melaporkan transaksi keuangan yang
mencurigakan.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 25 tahun 2003, tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan transaksi mencurigakan adalah:
1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan.
2. Transaksi keuangan oleh nasbah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib
dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan undang- undang ini.
3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Di dalam penjelasan Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 25 tahun 2003, tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang, dinyatakan bahwa pada dasarnya transaksi mencurigakan tidak memiliki ciri-ciri yang baku, karena hal tersebut dipengaruhi
oleh variasi dan perkembangan jasa dan instrumen keuangan yang ada. Meskipun demikian, terdapat ciri-ciri umum dari transaksi keuangan mencurigakan yang
dapat dijadikan acuan, yakni:
47
1. Tidak memilki tujuan ekonomi dan bisnis yang jelas 2. Menggunakan uang tunai dalam jumlah besar danatau dilakukan secara
berulang-ulang di luar kewajaran
47
Penjelasan Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Universitas Sumatera Utara
3. Aktivitas transaksi diluar kebiasaan dan kewajaran Dengan kaitannya dengan transaksi yang mencurigakan, dalam lampiran 1
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5 21 PBI2003 tentang perubahan kedua atas peraturan Bank Indonesia Nomor 323PBI2001 tentang perubahan pertama atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principle, dikemukakan beberapa
contoh transaksi yng dikategorikaan sebagai transaksi yang mencurigakan sebagai berikut:
48
1. Transaksi mencurigakan dengan menggunakan pola transaksi tunai a. Penyetoran dalam jumlah besar yang tidak lazim oleh perorangan atau
perusahaan yang memiliki kegitan usaha tertentu dan penyetoran tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan cek atau instrumen non tunai
lainnya. b. Peningkatan penyetoran tunai yang sangat material pada rekening
perorangan atau perusahaan tanpa disertai penjelasan yang memadai, khususnya apabila setoran tunai tersebut langsung ditransfer ke tujuan
yang tidak mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan perorangan atau perusahaan tersebut.
c. Penyetoran tunai dengan menggunakan beberapa slip setoran dalam jumlah kecil sehingga total penyetoran tunai mempunyai jumlah yang
sangat besar
48
Arief Amrullah, Op cit, hal. 93-97
Universitas Sumatera Utara
d. Penggunaan rekeninng perusahaan yang lazimnya dilakukan dengan menggunakan cek atau instrumen non tunai lainnya namun dilakukan
dengan tunai. e. Pembayaran atau penyetoran dalam bentuk tunai untuk penyelesaian
tagihan wesel, transfer atau instrument pasar uang lainnya. f. Penukaran uang tunai berdenominasi kecil dalam jumlah besar dengan
uang tunai berdenominasi besar. g. Penukaran uang tunai ke dalam mata uang asing dalam frekuensi yang
tinggi h. Peningkatan kegiatan transaksi tunai dalam jumlah yang sangat besar
untuk ukuran suatu kantor bank i. Penyetoran tunai yang didalamnya selalu terdapat uang palsu
j. Transfer dalam jumlah besar dari atau ke negara lain dengan instruksi untuk dilakukan pembayaran tunai
k. Penyetoran tunai dalam jumlah besar melalui rekening titipan setelah jam kerja kas untuk menghindari hubungan langsung dengan petugas bank
2. Transaksi mencurigakan dengan menggunkan rekening bank a. Pemeliharaan beberapa rekening atas nama pihak lain yang tidak sesuai
dengan jenis kegiatan usaha nasabah b. Penyetoran tunai dalam jumlah kecil ke dalam beberapa rekening yang
dimiliki nasbah pada bank sehingga total penyetoran tersebut mempunyai jumlah sangat besar
Universitas Sumatera Utara
c. Penyetoran dan atau penarikan dalam junlah besar dari rekening perorangan atau perusahan yang tidak sesuai atau tidak terkait dengan
usaha nasabah d. Pemberian informasi yang sulit dibuktikan atau memerlukan biaya yang
sangat besar bagi bank untuk melakukan pembuktian e. Pembayaran dari rekening nasabah yang dilakukan setelah adanya
penyetoran tunai kepada rekening dimaksud pada hari yang sama atau hari yang sebelumnya
f. Penarikan dalam jumlah besar dan rekening nasbah yang semula tidak aktifi atau dari rekening nasabah yang menerima setoran dalam jumlah
besar dari luar negeri g. Penggunaan petugas teller yang berbeda oleh nasabah yang secara
bersamaan untuk melakukan transasi tunai dalam junlah besar atau transaki mata uang asing
h. Pihak yang mewakili perusahaan selalu menghindar untuk berhubungan dengan petugas bank
i. Peningkatan yang besar atas penyetoran tunai atau negotiable instruments oleh suatu perusahaan dengan menggunakan rekening klien perusahaan,
khususnya apabila penyetoran tersebut langsung ditransfer di antara rekening klien lainnya
j. Penolakan oleh nasabah untuk menyediakan tambahan dokumen atau informasi penting, yang apabila diberikan memungkinkan nasabah
Universitas Sumatera Utara
menjadi layak untuk memperoleh fasilitas pemberian kredit atau jasa perbankan lainnya
k. Penolakan nasabah terhadap fasilitas perbankan yang lazi diberikan, seperti penolakan untuk diberikan tingkat bunga yang lebih tinggi terhadap
jumlah saldo tetentu l. Penyetoran untuk rekening yang sama oleh banyak pihak tanpa penjelaan
yang memadai 3. Transaksi mencurigakan melalui transaksi yang berkaitan dengan investasi
a. Pembelian surat berharga untuk disimpan di bank sebagai custodian yang seharusnya tidak layak apabila memperhatikan reputasi atau kemampuan
financial nasabah b. Transaksi pinjaman dengan jaminan dan yang diblokir back-to-back
depositloan transaction antara bank dengan anak perusahaan, perusahaan
afiliasi, atau institusi perbankan di negara lain yang dikenal sebagai negara tempat lalu lintas perdagangan narkotika
c. Permintaan nasabah untuk jasa pengelolaan investasi dengan sumber dana investasi yang tidak jelas sumbernya atau tidak konsisten dengan reputasi
atau kemampuan financial nasabah d. Transaksi dengan pihak lawan counter part yang tidak dikenal atau sifat,
jumlah dan frekuensi transaksi yang tidak lazim e. Investor yang diperkenalkan oleh bank di negara lain, perusahaan afiliasi
atau investor lain dari negara yang diketahui umum sebagai tempat produksi atau perdagangan narkotika
Universitas Sumatera Utara
4. Transaksi mencurigakan melalui aktivitas bank di luar negeri a. Pengenalan nasabah oleh kantor cabang di luar negeri, perusahaan afiliasi
atau bank lain yang berada di negara yang diketahui sebagai tempat produksi atau peradagangan narkotika
b. Penggunaan Letter Of Credit dan instrument perdagangan internasional lain untuk memindahkan dana antar negara dimana transaksi perdagangan
tersebut tidak sejalan dengan kegiatan usaha nasabah c. Penerimaan atau pengiriman transfer oleh nasabah dalam jumlah besar ke
atau dari negara yang diketahui merupakan negara yang terkait dengan produksi, proses dan atau pemasaran obat terlarang atau kegiatan terorisme
d. Penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan karateristik perputaran usaha nasabah yang kemudian ditransfer ke negara
lain e. Transfer secara elektronik oleh nasabah tanpa disertai penjelasan yang
memadai atau tidak dengan menggunakan rekening f. Permintaan travelers cheques, wesel dalam mata uang asing atau
negotiable instrument lainnya dengan frekuensi tinggi
g. Pembayaran dengan menggunakan travelers cheques atau wesel dalam mata uang asing khususnya yang diterbitkan oleh negara lain dengan
frekuensi tinggi
Universitas Sumatera Utara
5. Transaksi mencurigakan yang melibakan karyawan-karyawan bank dan atau agen
a. Peningkatan kekayaan karyawan dan agen bank dalam jumlah besar tanpa disertai penjelasan yang memadai
b. Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapibdengan informasi yang memadai mengenai penerima akhir
6. Transaksi mencurigakan melalui transaksi pinjam meminjam a. Pelunasan pinjaman bermasalah secara tidak terduga
b. Permintaan fasiliatas pinjaman dengan gangguan yang asal-usulnya dari aset yang digunakan tidak jelas atau tidak sesuai denga reputasi dan
kemampuan financial nasbah c. Permintaan nasabah kepada bank untuk memberikan fasilitas pembiayaan
dimana porsi dana sendiri nasabah dalam fasilitas dimaksud tidak jelas asal-usulnya, khususnya apabila terkait dengan properti
Dalam pelaksanaannya, transaksi mencurigakan ini terjadi dalam 3 tahap proses pencucian uang yakni:
49
1. Penempatan placement, Yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke
dalam sistem keuangan financial system atau upaya menempatkan uang giral cheque, wesel, sertifikat atau deposito kembali ke dalam sistem
keuangan terutama sistem perbankan 2. Transfer layering
49
Ibid, hal. 88
Universitas Sumatera Utara
Yakni upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana dirty money yang telah berhasil ditempatkan pada peyedia jasa
keuangan terutama bank sebagai hasil upaya penempatan placement ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain.dengan dilakukannya layering, akan
menjadi sulitt bagi penegak hukum untuk mengetahui asal-usul harta kekayaan tersebut.
3. Menggunakan harta kekayaan integration Yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana
yang telah berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui penempaatn atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal clean
money untuk kegiatan bisnsis yang halal atau untuk membiayai kembali
kegiatan kejahatan tersebut Proses pencucian uang tersebut secara teknis siatur dalam keputusan
kepala PPATK No.211KEP.PPATK2003 tentang pedoman umum pencegahan dan pemberantasan tidak pidana pencucian uang bagi penyedia jasa keuangan,
tanggal 09 Mei 2003, yaitu:
50
a. Menempatkan dan pada bank, kadang-kadang kegiatan ini diikuti dengan pengajuan kreditpembiayaan
1. Placement
b. Menyetorkan uang kepada penyedia jasa keuangan sebagai pembayaran kredit mengaburkan audit trail
c. Menyelundupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain
50
Muhammad Djumhana, Op cit, hal. 559
Universitas Sumatera Utara
d. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kreditpembiayaan, sehingga mengubah kas menjadi
kreditpembiayaan e. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan
pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai
penghargaanhadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui media penyedia jasa keuangan
2. Layering a. Transfer dana dari suatu bank ke bank lain danatau antar wilayahnegara
b. Penggunaan simpanan tunai untuk mendukung transaksi yang sah c. Memindahkan uang tunai lintas batas negara melalui jaringan kegiatan
usaha yang sah maupun shell company 3. Integration
a. Menggunakn harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, dinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan materil
maupun keuangan b. Dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah
c. Untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana Dahulu dalam membongkar kejahatan money laundering, para penegak
hukum disulitkan dengan ketatnya pengaturan mengenai “Rahasia Bank” di negara kita ini. Menurut pasal 1 ayat 28, dinyatakan bahwa rahasia bank adalah:
“segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpananya
”
Universitas Sumatera Utara
Dalam teori yang bersifat nisbi, kita dapat melihat bahwa bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya untuk suatu kepentingan mendesak,
yang didasarkan pada asas proporsional yang menghendaki pertimbangan- pertimbangan mana yang lebih berat. Misalnya pertimbangan untuk membuka
atau tidak membuka rahasia bank ini. Tidak membuka berarti menyimpan rahasia hanya untuk memenuhi kepentingan kelompok terbatas, yaitu kalangan
perbankan, atau membuka rahasia demi kepentiangan yang besar yaitu kepentingan negara. Dalam perkembangannya mengenai rahasia bank ini,
peraturan perundang-undangan di dalam undang-undang perbankan pasal 41, 41A, 42, 43, 44 dan 44A menyatakan pengecualiannya yakni untuk:
51
1. Kepentingan perpajakan Pengecualian untuk kepentingan perpajakan bagi kerahasiaan bank diatur
dalam pasal 41, dimana ditetapkan bahwa untuk kepentingan perpajakan, kerahasiaan bank dapat dikesampingkan guna mengetahui keadaan keuangan
seseorang yang kebetulan menjadi nasabah penyimpan dana pada suatu bank. Untuk kepentingan perpajakan:
a. Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank
b. Isi perintah tertulis 1 memberikan keterangan
2 memperlihatkan bukti-bukti tertulis
51
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 89-90
Universitas Sumatera Utara
3 memperlihatkan surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
2. Kepentingan peradilan pidana Dalam hal pencegahan dan pemberantasan money laundering ini, maka
pengecualian rahasia bank di dalam pasal 42 merupakan pengecualian atas paksaan hukum. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana atas
permintaan polisi dalam tahap penyidikan, jaksa dalam tahap penuntutan atau hakim dalam tahap pemeriksaan di muka pengadlan, kerahasiaan bank dapat
dikecualikan. Polisi, jaksa atau hakim dapat meminta izin kepada pimpinan bank Indonesia untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan
tersangka.Izin tersebut diatur dengan tata cara seperti diatur dalam ayat 2 dan 3 dari Pasal 42 yakni:
a. atas permintaan tertulis dari 1 Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan
2 Jaksa Agung, dalam tahap penuntutan 3 Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan di muka pengadilan
b. Pemberian izin dari pimpinan bank Indonesia tersebut harus menyebutkan: 1 nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim,
2 nama tersangka atau terdakwa, 3 alasan diperlukannya keterangan
4 hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
3. Kepentingan peradilan perdata Pengecualian ini disebutkan dalam pasal 43, yang membatasi pada sengketa
atau perkara perdata yang terjadi antara bank dengan nasabahnya. Pasal ini memperkenankan bank menginformasikan kepada pengadilan tentang
keadaaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara lain yang diajukan kepada pengadilan tadi
dengan syarat: a. Bila hal tersebut menyangkut perkara perdata yang terjadi antara pihak
bank dan pihak nasabahnya b. Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan:
1 Keadaan keuangan nasabah yang dalam keadaaan perkara perdata dengannya
2 Keterangan lain yang berkaitan dengan perkara dengan banknya tersebut
c. Pemberian informasi tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia artinya pihak bank dapat dengan segera menginformsikan keadaan keuangan
nasabahnya tanpa harus menunggu izin dari pimpinan Bank Indonesia Pendirian yang dianut pasal 43 ini sangat sempit sebab terbatas pada perkara
perdata yang terjadi antara bank dengan nasabah. Dengan batasan demikian bank hanya diperbolehkan memberikan informasi keadaan keuangan nasabah
dalam hal bank menggugat nasabah dengan alasan nasabah melakukan wanprestasi. Memang logis jika bank memberikan informasi agar informasi
tersebut menjadi landasan”fundanentum pitendi”.
Universitas Sumatera Utara
4. Tukar menukar informasi antar bank Pasal 44 menetapkan bahwa dalam rangka tukar menukar informasi antar
bank, direksi bank dapat memberikan mengenai keadaan keuangan nasabah kepada bank lain. Tukar menukar informasi antar bank tersebut dilakukan
untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah pemberian kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan statusnya
dari bank lain, sehingga bank dapat menilai tingkat resiko yang diahadapi sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau bank lain. Dalam ayat 2,
mengenai tukar-menukar informasi antar bank ini, diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia
5. Badan urusan piutang dan lelang negara dalam hal penyelesaian piutang bank Pengecualian yang disebut dalam pasal 41 A, merupakan tambahan ketentuan
bank melalui UU Nomor 10 Tahun 1998, disebutkan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat BPUPLN untuk meperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan nasabah debitor. Izin tersebut diberikan: a. Atas permintaan tertulis dari kepala BPUPLN dengan menyebutkan
1 nama dan jabatan pejabat BPUPLN yang meminta keterangan 2 nama nasabah debitor yang bersangkutan yang diperlukan keterangan
3 alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitor tersebut b. Izin tersebut dengn sendirinya :
1 diberikan secara tertulis
Universitas Sumatera Utara
2 menyebutkan nama dan jabatan pejaban BPUPLN yang meminta keterangan
3 menyebutkan nama nasabah debitor yang akan dimintai keterangan berkaitan dengan utang bank yang diserakan kepada BPUPLN
4 mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan urusan penyelesaian piutang bank
6. Kepentingan penyelesaian kewarisan Pengecualian ini disebutkan dalam pasal 44 A yang merupakan ketentuan baru
yang ditambahkan dalm UU Perbankan yang baru. Ditetapkan bahwa bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada
bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan. Keterangan mengenai simpanan tersebut akan diberikan oleh bank yang
bersangkutan dengan syarat bila sebelumnya: a. ada permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana
b. permintaan dibuat secara tertulis yang ditunjukkan kepada bank oleh nasabah penyimpan dana.
Dalam ayat 2, ditetapkan bahwa dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang
bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersbeut. Dengan sendirinya bank berkewajiban memberikan
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan mengenai simpanan kepada ahli warisnya yang sah bila yang bersangkutan telah meninggal
dunia dalam rangka untuk menyelesaikan pembagian harta warisan
Universitas Sumatera Utara
PPATK mencatat, modus penipuan melalui penggunaan identitas palsu dalam pembukaan rekening bank meningkat. Ini terkait jumlah laporan transaksi
keuangan mencurigakan LTKM yang disampaikan PJK kepada PPATK yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2002, jumlah LTKM per bulan hanya
10,3. Kemudian, pada 2005, meningkat menjadi 171 laporan per bulan dan terus meningkat menjadi 290 laporan per bulan pada 2006. Pada 2007, jumlah LTKM
naik menjadi 486 dan meningkat drastis menjadi rata-rata 869 per bulan hingga akhir 2008. Peningkatan laporan LTKM dari PJK tentu saja sangat
menggembirakan. Ini dilihat dari jumlah rata-rata LTKM yang diterima PPATK dalam kurun waktu tiga bulan pertama 2009, yakni 1.301 laporan per bulan.
Hingga pengujung Maret 2009, 136 PJK berbentuk bank telah menyampaikan 20.900 LTKM dan 119 PJK nonbank telah menyampaikan 6.060 LTKM kepada
PPATK. Sehingga, total LTKM yang diterima 26.960 laporan. Sementara, jumlah laporan transaksi keuangan tunai LTKT yang diterima PPATK mencapai
6.530.090 laporan. Untuk laporan pembawaan uang tunai keluar atau masuk wilayah pabean Indonesia di atas Rp 100 juta atau ekuivalen dalam valuta asing
valas yang telah disampaikan Direktorat Jenderal Ditjen Bea dan Cukai kepada PPATK, jumlahnya mencapai 3.310 laporan.
Untuk menindaklanjuti laporan yang telah diterima, hingga akhir Maret 2009, PPATK telah menyerahkan 666 kasus atau laporan hasil analisis LHA
kepada aparat penegak hukum. Dari jumlah tersebut, kasus dengan indikasi tindak
Universitas Sumatera Utara
pidana korupsi sebagai tindak pidana asal merupakan kasus terbanyak 297 kasus, diikuti kasus penipuan 210 kasus.
52
C. Penguatan Prinsip Mengenal Nasabah Didalam Pelaksanaannya